• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

V.

KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

5.1. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

Kota Padang merupakan Ibukota Provinsi Sumatera Barat yang terletak di pesisir pantai bagian barat Sumatera. Luas keseluruhan Kota Padang adalah 694,96 km², terletak pada 100º05‟05‟‟BT–100º34‟09‟‟BT dan 00º44‟00‟‟LS- 01º08‟35‟‟LS. Batas-batas administrasi wilayah Kota Padang, adalah :

• Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Padang Pariaman. • Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Solok.

• Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pesisir Selatan. • Sebelah barat berbatasan dengan Selat Mentawai.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1980, luas wilayah Kota Padang secara administratif adalah 694,96 km². Wilayah Kota Padang yang sebelumnya terdiri dari 3 kecamatan dengan 15 kelurahan dikembangkan menjadi 11 kecamatan dengan 193 kelurahan, secara rinci diuraikan pada Tabel 4 berikut: Tabel 4. Administrasi Wilayah Kota Padang

No. Kecamatan Sebelum UU 22/1999 Setelah UU 22/1999 Luas (Km²) Jumlah Kelurahan Luas (Km²) Jumlah Kelurahan A Wilayah Darat 694,96

1 Bungus Teluk Kabung 100,78 13 100,78 6

2 Lubuk Kilangan 85,99 7 85,99 7 3 Lubuk Begalung 30,91 21 30,91 15 4 Padang Selatan 10,03 24 10,03 12 5 Padang Timur 8,15 27 8,15 10 6 Padang Barat 7,00 30 7,00 10 7 Padang Utara 8,08 18 8,08 7 8 Nanggalo 8,07 7 8,07 6 9 Kuranji 57,41 9 57,41 9 10 Pauh 146,29 13 146,29 9 11 Koto Tangah 232,25 24 232,25 13 B Wilayah Laut - - 720,00 - Total 694,96 193 1.414,96 104

Sumber : Bappeda dan BPS Kota Padang, 2009

UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti oleh Peraturan Pemerintah nomor 25 Tahun 2000 menyebabkan terjadi penambahan

(2)

luas administrasi Kota Padang menjadi 1.414,96 km² (720,00 km² di antaranya adalah wilayah laut) dan penggabungan beberapa kelurahan, sehingga menjadi 104 kelurahan (Bappeda Kota Padang, 2010). Total sebelas kecamatan yang ada di Kota Padang, enam diantaranya merupakan kecamatan yang memiliki wilayah pesisir dengan total luas wilayahnya mencapai ± 694,96 km2 berdasarkan PP Nomor 17/1980. Total panjang garis pantai 68,126 km dan tidak termasuk panjang garis pantai pulau-pulau kecil. Nama kecamatan dan kelurahan pesisir di Kota Padang ditampilkan pada Tabel 5 (Peta administrasi lihat Lampiran 2).

Tabel 5. Nama Kecamatan dan Kelurahan Pesisir di Kota Padang

No. Kecamatan Kelurahan

1 Koto Tangah Padang Sarai, Pasie Nan Tigo, Parupuk Tabing

2 Padang Utara Air Tawar Barat, Ulak Karang Utara, Ulak Karang Selatan, Lolong Belanti

3 Padang Barat Rimbo Kaluang, Purus, Olo, Berok Nipah

4 Padang Selatan Batang Harau, Bukit Gado-gado, Air Manis, Teluk Bayur Selatan

5 Bungus Bungus Barat, Bungus Selatan, Teluk Kabung Utara, Teluk Kabung Tengah, Teluk Kabung Selatan

6 Lubuk Begalung Gates Nan Duapuluh Sumber : BPS Kota Padang, 2010

Wilayah pesisir Kota Padang yang sebagian besar memiliki topografi datar (dijelaskan pada Sub-bab 5.2.1) sangat mendukung perekonomian masyarakat di sektor perdagangan, perikanan dan pariwisata. Hal ini menyebabkan ketiga sektor tersebut menjadi sektor yang mendominasi kegiatan perekonomian di wilayah pesisir. Ketiga sektor tersebut bahkan akan dijadikan sebagai sumber devisa utama selain dari perpajakan oleh Pemerintah Propinsi Sumatera Barat.

5.2. Kondisi Fisik Dasar dan Kebencanaan 5.2.1. Topografi

Wilayah Kota Padang memiliki topografi yang bervariasi, perpaduan daratan yang landai dan perbukitan bergelombang yang curam. Sebagian besar topografi wilayah Kota Padang memiliki tingkat kelerengan lahan rata-rata lebih dari 40 persen. Ketinggian wilayah Kota Padang dari permukaan laut juga

(3)

bervariasi, mulai 0 meter dpl sampai lebih dari 1.000 meter dpl. Peta topografi Kota Padang dimuat pada Lampiran 3.

Kondisi topografi Kota Padang yang bervariasi menyebabkan kelerengan Kota Padang juga bervariasi dari yang datar dengan kemiringan 0 persen sampai dengan daerah yang mempunyai kemiringan lebih dari 40 persen. Secara garis besar wilayah Kota Padang dikelompokan dalam empat klasifikasi kemiringan dan luas masing-masing wilayah yang diuraikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Klasifikasi Kemiringan Wilayah Kota Padang No. Klasifikasi

Kemiringan Lereng

Luas Wilayah

(Km2) Persentase

1 0–2% Datar sampai Landai 210,36 30,27%

2 3–15% Landai sampai Bergelombang 50,98 7,34% 3 16–40% Bergelombang sampal Berbukit 124,74 17,95% 4 >40 % Berbukit sampai Bergunung 308,88 44,45% Total 694,96 100,00%

Sumber : Bappeda Kota Padang, 2010

Kawasan dengan kelerengan lahan antara 0–2 persen umumnya terdapat di Kecamatan Padang Barat, Padang Timur, Padang Utara, Nanggalo, sebagian Kecamatan Kuranji, Kecamatan Padang Selatan, Kecamatan Lubuk Begalung dan Kecamatan Koto Tangah. Kawasan dengan kelerengan lahan antara 2–15 persen tersebar di Kecamatan Koto Tangah, Kecamatan Pauh dan Kecamatan Lubuk Kilangan yakni berada pada bagian tengah Kota Padang. Kawasan dengan kelerengan lahan 15–40 persen tersebar di Kecamatan Lubuk Begalung, Lubuk Kilangan, Kuranji, Pauh dan Kecamatan Koto Tangah. Sedangkan kawasan dengan kelerengan lahan lebih dari 40 persen tersebar di bagian Timur Kecamatan Koto Tangah, Kuranji, Pauh, dan bagian Selatan Kecamatan Lubuk Kilangan dan Lubuk Begalung serta sebagian besar Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Kawasan dengan kelerengan lahan lebih dari 40 persen ini merupakan kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung (Bappeda Kota Padang, 2010).

Selain dari perbedaan ketinggian bentuk topografi, Kota Padang juga memiliki bentuk pantai yang bervariasi. Bentuk pantai daerah ini adalah landai

(4)

dan curam serta dibeberapa lokasi pantainya memiliki teluk-teluk dan tanjung yang dikelilingi oleh pulau-pulau kecil. Pantai yang terjal (curam) dan dalam sebagian besar terdapat di daerah Kecamatan Bungus Teluk Kabung.

Kota Padang berhubungan langsung dengan Samudera Hindia dan sebahagian wilayahnya merupakan deretan pegunungan Bukit Barisan yang memanjang dari barat laut ke tenggara. Hal ini mengakibatkan topografi wilayah Kota Padang mempunyai kemiringan mulai dari yang landai sampai ketinggian 500 m di atas permukaan laut. Topografi kawasan pesisir Kota Padang dapat dikelompokkan dalam enam kelompok yang disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Klasifikasi Topografi Kawasan Pesisir Kota Padang

No. Kawasan Pesisir Ketinggian

(m) DPL Keterangan

1 Padang Sarai-Batang Arau 0-10 Pedataran pantai

2 Batang Arau-Labuhan Tarok 0-100 0-10 m dari permukaan laut relatif kecil

3 Labuhan Tarok-Pasar Laban 0-100 0-10 m dari permukaan laut relatif besar

4 Pasar Laban-Sungai Pisang 10-100

5 Sungai Pisang sekitarnya 0-100 0-10 m dari permukaan laut relatif sangat kecil

6 Sungai Pisang-Pesisir Selatan 25-500 Sumber : Bappeda Kota Padang, 2010.

Melalui Tabel 7 dapat dilihat bahwa wilayah Kota Padang secara umum pada bagian Utara mempunyai topografi yang landai. Pada bagian selatan Kota Padang sebagian besar mempunyai topografi yang berbukit. Wilayah yang mempunyai topografi relatif datar adalah Kecamatan Padang Utara, Padang Barat, Padang Timur, Nanggalo, dan sebagian Kecamatan Kuranji, Pauh, Lubuk Begalung, Lubuk Kilangan serta sebagian kecil Padang Selatan.

Wilayah perbukitan di Kota Padang terdapat di sebagian besar Kecamatan Koto Tangah bagian timur, Kecamatan Pauh, Lubuk Kilangan dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Secara garis besar klasifikasi ketinggian Kota Padang dapat dikelompokan atas 5 kelas ketinggian seperti yang disajikan pada Tabel 8. Melalui data tersebut dapat diketahui persentase terbesar wilayah Kota Padang berada pada ketinggian 100-500 meter dpl yakni hampir mencapai 30 persen dari total wilayah.

(5)

Tabel 8. Klasifikasi Ketinggian Wilayah Kota Padang

No. Kelas Ketinggian Luas Wilayah (Km2) Persentase

1 0-25 meter dpl 149,50 21,51%

2 25-250 meter dpl 63,69 9,16%

3 100-500 meter dpl 205,30 29,54%

4 500–1000 meter dpl 164,22 23,63%

5 Lebih dari 1000 meter dpl 112,25 16,15%

Total 694,96 100,00%

Sumber : Bappeda Kota Padang, 2010

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa wilayah Kota Padang yang berada pada ketinggian 0-250 meter dpl sebesar 30,67 persen dan wilayah dengan ketinggian di atas 250 meter mencapai 69,33 persen. Topografi wilayah yang beragam ini secara tidak langsung akan menyebabkan karakteristik SDM, pengelolaan SDA, penyebaran pemukiman serta berbagai kondisi kependudukan lainnya berkaitan erat dengan kondisi wilayah tersebut.

Gambar 10. Sebagian Bentuk Topografi Kota Padang Sumber : DKP Kota Padang, 2010

Gambar 10 menunjukkan sebagian bentuk topografi Kota Padang yang terdiri atas pebukitan, pesisir pantai, dataran rendah dan dataran tinggi. Sedangkan topografi pada pulau-pulau kecil yang terdapat di Kota Padang sebagian besar berbentuk datar, berpasir dan berkarang. Pulau-pulau yang terdapat di Kota Padang sebagian besar pantainya agak landai sehingga seperti dataran dan sebagian kecil saja yang pantainya agak curam atau dalam. Pulau-pulau yang pantainya agak curam biasanya pantai berbatu seperti Pulau Ular, Pisang Gadang, Pasumpahan, dan Sironjong.

(6)

5.2.2. Oseanografi

Kota Padang mempunyai garis pantai sepanjang ±84 km dan luas kewenangan pengelolaan perairan ±72.000 ha serta 19 pulau-pulau kecil. Secara fisik administratif ada 6 kecamatan yang bersentuhan langsung dengan pantai yaitu: Kecamatan Koto Tangah, Kecamatan Padang Utara, Kecamatan Padang Barat, Kecamatan Padang Selatan, Kecamatan Lubuk Begalung dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil ini mempunyai potensi sumber daya alam yang dapat pulih (renewable) antara lain perikanan, hutan bakau, terumbu karang, padang lamun, estuaria, dan pulau-pulau kecil. Peta Rencana Pola Ruang Laut Kota Padang terdapat pada Lampiran 4.

Pulau-pulau kecil di Kota Padang menyimpan potensi ekonomi yang tinggi. Hal ini didasari oleh karakteristik pulau yang unik serta pesona bahari yang tinggi. Kondisi pulau-pulau kecil di Kota Padang umumnya memiliki karakteristik landai, hanya beberapa pulau yang mempunyai ketinggian sampai 100 m dpl, yaitu; Pulau Pasumpahan, Pulau Sikuai, Pulau Sironjong. Karakteristik pantai pulau-pulau kecil secara rinci dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Karakteristik Pulau-Pulau di Wilayah Kota Padang

No. Nama Pulau Kecamatan Luas

(ha)

Keliling (m)

Karakteristik

Pantai Jenis Pantai

1 Bintangur Bungus 56,78 3.396,80 Landai, curam Pasir, batu, cadas 2 Sikuai Bungus 48,12 3.198,11 Landai, curam Pasir, batu, cadas 3 Toran Padang Selatan 33,67 2.277,23 Landai Pasir, batu 4 Bindalang Padang Selatan 27,06 1.996,47 Landai Pasir, batu 5 Pisang Padang Selatan 26,19 2.007,05 Landai, curam Pasir, batu, cadas 6 Pandan Padang Selatan 24,32 1.821,77 Landai Pasir, batu

7 Sirandah Bungus 19,18 1.741,27 Landai Pasir, batu

8 Pasumpahan Bungus 16,90 1.916,02 Landai, curam Pasir, batu, cadas 9 Sibonta Bungus Kabung 13,18 1.423,56 Landai Pasir, batu

10 Sao Koto Tangah 12,46 1.310,79 Landai Pasir, batu

11 Sironjong Bungus 11,04 1.381,15 Curam Cadas, pasir

12 Sinyaru Bungus 7,90 1.139,06 Landai Pasir, batu

13 Setan Bungus 7,81 1.331,92 Landai, curam Batu, cadas

14 Air Koto Tangah 7,09 990,20 Landai Pasir, batu

15 Pasir Gadang Padang Selatan 4,91 891,71 Landai Pasir, batu 16 Setan Kecil Bungus 3,33 692,47 Landai, curam Batu, cadas 17 Pisang Ketek Padang Selatan 3,02 846,43 Landai, curam Batu, cadas

18 Kasik Bungus 1,73 483,82 Landai Pasir, batu

19 Ular Bungus 1,38 594,98 Curam Cadas

(7)

Kota Padang selain memiliki kekhasan bentuk pulau-pulau juga mempunyai bentuk pantai yang bervariasi dan indah. Pantai-pantai di Kota Padang memiliki karakteristik landai dan curam. Jenis pantai yang terdapat pada wilayah ini terdiri atas pantai berpasir, berbatu, cadas dan berlumpur. Kota Padang memiliki 16 pantai dengan karakteristik yang berbeda. Pengelompokan pantai menurut karakteristiknya secara rinci dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Karakteristik Pantai di Kota Padang

No. Pantai Karakteristik Jenis Pantai

1 Padang Sarai – Parupuk Tabing Landai Pasir

2 Parupuk Tabing - Muaro Padang Landai Pasir, batu/krip

3 Batang Arau - Air Manis Curam Cadas

4 Air Manis Landai Pasir, batu

5 Air Manis - Teluk Bayur Curam Batu, cadas 6 Teluk Bayur - Sungai Baremas Landai Pasir, batu 7 Sungai Baremas - Labuhan Tarok Curam Cadas 8 Labuhan Tarok - Teluk Kabung Landai Pasir, batu

9 Teluk Labuhan Cina Landai Lumpur, pasir, batu 10 Labuhan Cina - Teluk Kaluang Landai, dan curam Pasir, batu, cadas

11 Teluk Kaluang Landai Lumpur

12 Teluk Kaluang - Teluk Buo Landai – curam Pasir, batu, cadas

13 Teluk Buo Landai Lumpur, pasir, batu

14 Teluk Buo - Sungai Pisang Landai, curam Pasir, batu, cadas

15 Sungai Pisang Landai Pasir, lumpur

16 Sungai Pisang - Pesisir Selatan Landai, curam, Pasir, batu, cadas Sumber : DKP Kota Padang, 2001

Kota Padang memiliki dua jenis bentuk pantai yaitu bentuk pantai landai dan curam/terjal. Bentuk landai tersebar di wilayah pesisir pantai mulai Purus sampai perbatasan Kabupaten Padang Pariaman (Batang Anai). Sedangkan bentuk pantai terjal dan perbukitan dicirikan dengan adanya tebing laut dengan dataran sempit dibawahnya sebagaimana ditemukan pada Batang Arau sampai wilayah Kecamatan Bungus Teluk Kabung.

Pantai berpasir (Sandy beach) adalah pantai berpasir di Pantai Padang (terdiri beberapa macam tipe antara lain; pasir coklat keabu-abuan, pasir putih kecoklatan dan pasir putih.

• Pasir coklat keabu-abuan merupakan materi pantai yang paling umum ditemukan, tersebar di sekitar Pantai Padang mulai dari Muara Jambak

(8)

sampai Pantai Gunung Padang. Pasirnya sebagian besar berbutir kasar dan terpilah sedang.

• Pasir putih kecoklatan adalah jenis yang tersebar di Pantai Bungus Teluk Kabung sekitar lokasi wisata Pantai Carlos dan Pantai Carolin. Di Pantai Carlos, vegetasi umumnya ditumbuhi oleh kelapa dan pohon waru, dengan kelerengan pantai tinggi. Sedangkan vegetasi Pantai Carolin didominasi oleh pohon waru dengan sedikit pohon kelapa.

• Pasir putih umumnya terdiri dari materi biogenik atau pecahan cangkang/ kerang yang terpilah sedang, tersebar di sekitar pantai-pantai pulau kecil yaitu; Pulau Sikuai, Pulau Sironjong (Kelurahan Sungai Pisang), Pulau Sawo, Pulau Air (bagian barat Muara Jambak).

Pantai berbatu dan bertebing (rocky beach) dapat dibagi menjadi dua macam tipe yaitu :

• Pantai berbatu terdapat di selatan Kota Padang di Air Manis, Teluk Bayur (Tanjung Selatan), Selatan Teluk Bungus dan di sekitar Kelurahan Sungai Pisang.

• Pantai berbatu terjal/tebing bersusunan basal tersebar sekitar Gunung Padang Barat, Kelurahan Sungai Pisang, Teluk Buo, Ujung Nibung Ujung Sungai Brameh, Ujung Jungut Batupati (bagian selatan Teluk Bayur).

Secara umum, pembentukan pantai ini berasal dari keadaan struktur geologi, geomorfologi turf vulkan, batuan andesit/basalt. Jenis batuan tersebut banyak mengandung deposit mineral, terutama dalam bentuk bahan galian golongan C seperti pasir, tanah liat, kerikil, koral, batu kali dan bebagai jenis batuan lainnya.

Kerusakan lingkungan pantai di Kota Padang umumnya diakibatkan oleh abrasi, sedangkan sedimentasi dalam jumlah kecil terjadi pada muara-muara sungai di Teluk Bungus dan Perairan Sungai Pisang. Terjadinya abrasi juga disebabkan oleh arus yang melalui pulau kecil dan saat-saat tertentu terjadi gelombang besar dari Lautan Hindia serta semakin berkurangnya pohon-pohon pelindung di pinggir pantai seperti hutan mangrove sehingga hantaman ombak langsung ke pantai. Daerah-daerah yang sering terkena abrasi pantai adalah Ulak Karang, Purus, Air Tawar dan Tabing (Bappeda Kota Padang, 2010).

(9)

Proses abrasi Pantai Padang dimulai sejak 70an tahun yang lalu, yang disebabkan oleh terganggunya keseimbangan antara sedimen yang hanyut dan sedimen yang terendapkan. Pada awalnya sedimen yang terangkut sebagian berasal dari selatan Pantai Padang, pengangkutan sedimen tersebut sekarang ini tidak lagi terjadi disebabkan perubahan morfologi pantai bahagian selatan. Proses abrasi pantai di Kota Padang telah mulai berkurang, karena sepanjang pantai telah di bangun penahan abrasi berupa krib. Parameter Hidro Oseanografi Kota Padang (DKP Kota Padang, 2005) yaitu:

a. Arus dan Angin

Perairan Kota Padang dan sekitarnya memiliki pola arus permukaan yang umumnya sangat dipengaruhi oleh pola angin geostropik atau angin muson. Berdasarkan karakteristik iklim di belahan bumi selatan (southtern

emisphere), maka kawasan sepanjang Pantai Padang dipengaruhi oleh

angin musim barat yang bertiup Bulan November sampai Maret dan angin musim timur bertiup dari Bulan Mei sampai September. Angin musim barat dan timur di perairan Kota Padang berkekuatan rata-rata 9–11 knot bertiup ke arah tenggara (hampir sejajar dengan garis Pantai Padang) dan rata-rata 8 knot dengan pola berubah-ubah namun arah dominannya hampir tegak lurus garis pantai. Lemahnya kecepatan angin musin timur disebabkan karena arah angin musim timur telah mengalami pembelokan arah akibat gaya Coriolis pada saat ITCZ (Inter Tropical Convergence Zone) yang berada di bagian selatan khatulistiwa. Selain itu di perairan Kota Padang juga terjadi arus pantai yang diakibatkan oleh gelombang. Arus ini berpengaruh terhadap abrasi dan sedimentasi pantai, sehingga menjadikan tinggi gelombang laut yang terjadi berkisar antara 0,5–2,0 meter

b. Pasang Surut (Pasut)

Jenis pasang surut yang terdapat di perairan Kota Padang adalah tipe campuran condong ke harian ganda (mixed semi diurnal tide) yaitu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari. Abrasi yang tergolong kuat dan merusak di perairan dan sekitarnya dipengaruhi arus pasang yang menimbulkan gelombang pasang dan mempengaruhi pola arus sejajar pantai

(10)

5.2.3. Hidrologi

Wilayah Kota Padang dilalui oleh banyak aliran sungai besar dan kecil. Terdapat tidak kurang dari 23 aliran sungai yang mengalir di wilayah Kota Padang dengan total panjang mencapai 155,40 km (10 sungai besar dan 13 sungai kecil). Umumnya sungai-sungai besar dan kecil yang ada di wilayah Kota Padang ketinggiannya tidak jauh berbeda dengan tinggi permukaan laut. Kondisi ini mengakibatkan cukup banyak bagian wilayah Kota Padang yang rawan terhadap banjir/genangan (Bappeda Kota Padang, 2010).

Wilayah pesisir Kota Padang tercakup dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Kandis, Kuranji dan Air Dingin (utara) serta DAS Batang Arau, Lubuk Paradu dan Timbulun (selatan). Beberapa sungai besar yang mendominasi daerah aliran sungai di sekitar Kota Padang membentuk pola aliran sungai tertentu berupa pedial, sub dendritik dan dendritik. Pola aliran sungai itu yaitu (dari utara ke selatan):

• Batang Anai bermuara di Kelurahan Pasia Nan Tigo. • Air Dingin bermuara di Kelurahan Pasia Nan Tigo.

• Batang Kuranji bermuara di Kelurahan Ulak Karang Utara.

• Batang Arau termasuk Sungai Banjir Kanal (merupakan sungai yang dipecah dari Batang Arau) bermuara di Muaro Pantai Padang.

• Air Pinang bermuara di Muaro Bungus Teluk Kabung.

Pola pengaliran yang berkembang di wilayah ini berkisar antara dendritik hingga sub-dendritik. Pola dendritik banyak berkembang pada bagian timur laut wilayah Kota Padang yang sekaligus mewakili wilayah dengan ketinggian lebih besar. Sementara pola sub-dendritik berkembang pada bagian barat daya wilayah Kota Padang terutama di sekitar wilayah pemukiman.

Muka air tanah di wilayah Kota Padang yang tercermin dari aliran sungai, sumur gali maupun beberapa data pemboran teknik umumnya dangkal hingga sangat dangkal, hal ini dipengaruhi oleh faktor litologi yang melandasi paparan dataran Kota Padang yang berupa endapan aluvial dan dataran pantai Holosen. Arah aliran air tanah di dalam akifer di daerah ini umumnya terdiri dari material lapisan pasir halus hingga sangat kasar, lapisan lanau dan yang semipermeable yaitu lanau-lempung dengan jenis akifer bebas. Endapan sedimen kuarter tersebut

(11)

dengan distribusi muka air tanah yang dangkal dapat memungkinkan untuk terjadinya fenomena likuifaksi di beberapa lokasi tertentu (Bappeda Kota Padang, 2010). Peta Hidrologi dan Tata Air Kota Padang terdapat pada Lampiran 5.

5.2.4. Klimatologi

Kota Padang termasuk daerah yang curah hujannya tinggi dengan rata-rata 3000–4000 mm per tahun. Curah hujan rata-rata tahunan Kota Padang pada tahun 2008 sebesar 4.7619 mm, dengan curah hujan rata-rata 385 mm/bulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dengan curah hujan 776 mm dan terendah pada Bulan Mei dengan curah hujan 167 mm. Suhu udara rata-rata Kota Padang sepanjang tahun 2008 berkisar antara 22,0ºC–31,7ºC dan kelembaban udara rata-rata berkisar antara 70-84 persen (Bappeda Kota Padang, 2010).

5.2.5. Geologi

Secara regional wilayah Kota Padang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Sesar Besar Sumatera (Sumatera Great Fault System). Sesar Semangko yang terdapat pada bagian tengah Pulau Sumatera dan palung laut di barat Pulau Sumatera mengapit wilayah Kota Padang dan sekaligus merupakan kontrol bagi terjadinya kegiatan tektonik di wilayah ini. Struktur geologi yang berkembang di Kota Padang umumnya berupa patahan/sesar mendatar dengan arah barat laut–tenggara dan timur laut–barat daya, beberapa diantaranya berarah hampir utara–selatan dan barat–timur.

Struktur geologi di wilayah Kota Padang pada umumnya tertutupi oleh endapan kuarter. Banyaknya kekar-kekar pada litologi yang berumur pra-tersier menunjukkan terjadinya kegiatan tektonik yang intensif pasca terbentuknya batuan ini dan mengingat tidak adanya singkapan struktur geologi pada permukaan endapan kuarter, maka dapat dipastikan bahwa struktur geologi pra-tersier dan pra-tersier tertutupi oleh endapan kuarter. namun demikian juga dijumpai adanya struktur geologi yang teramati pada litologi berumur kuarter.

Kota Padang merupakan endapan kuarter berupa dataran pantai yang berumur holosen yang berhadapan dengan endapan laut terbuka yang dibagian timur dibatasi berupa patahan-patahan yang berarah hampir barat laut–tenggara,

(12)

dicirikan oleh endapan kuarter yang terdiri dari endapan aluvial, rawa, dan pematang pantai. Dataran tersebut terpisah oleh laut terbuka dan pematang pantai yang bagian belakangnya terbentuk rawa-rawa pantai sebagai endapan swamp. Gambaran geologi pesisir ini dicirikan oleh endapan pasir lepas, kerikil dengan terputusnya lapisan lanau dan lempung. Peta geologi Kota Padang terdapat pada Lampiran 6.

Indikasi terdapatnya struktur geologi di wilayah Kota Padang diperkirakaan berupa sesar-sesar yang berarah barat-timur pada skala yang lebih besar dan sesar-sesar relatif kecil dengan arah relatif utara. Struktur ini didapati pada satuan litologi tufa Kristal (QTt) yang terdapat pada wilayah timur Kota Padang. Hubungan antara aktivitas megastruktur geologi (Mandala Tektonik) dalam hal ini Sistem Sesar Besar Sumatera ataupun Palung Laut di Samudera Hindia dengan aktivitas unit struktur geologi segmentasi Sesar Sumatera di wilayah Kota Padang sangat jelas terlihat pada peristiwa-peristiwa gempa yang pernah terjadi (Bappeda Kota Padang, 2010).

5.2.6. Litologi

Litologi yang menutupi wilayah Kota Padang secara umum didominasi oleh endapan aluvium kuarter (Qal) terutama pada wilayah radius 5 sampai 10 kilometer dari garis pantai ke arah timur laut. Endapan ini terdiri dari material berupa lanau, pasir dan kerikil serta terdapat butiran-butiran batu apung. Bagian selatan Kota Padang sebagian berupa litologi lahar, konglomerat dan endapan-endapan kolovium lain yang merupakan bagian dari satuan batuan aliran yang tak teruraikan (Qtau) menurut Peta Geologi lembar Padang. Satuan batuan berupa Tufa Kristal (QTt) yang keras juga terdapat di bagian selatan Kota Padang.

Satuan batuan lain yang terdapat di wilayah pantai Kota Padang adalah andesit dan tufa yang terdapat berselingan (QTta). Di beberapa tempat pada satuan ini juga dijumpai andesit sebagai inklusi di dalam tufa. Satuan batuan kipas aluvium (Qf) terdapat pada beberapa tempat pada radius kurang lebih 10 kilometer arah timur laut garis pantai. Satuan ini merupakan hasil rombakan gunung api strato yang permukaannya ditutupi oleh bongkah-bongkah andesit (Bappeda Kota Padang, 2010).

(13)

Wilayah Kota Padang juga terdapat satuan batu gamping hablur (pTls) yang merupakan litologi berumur pra-tersier dan menempati bagian timur wilayah Kota Padang. Litologi ini memiliki ciri khas membentuk punggungan-punggungan tajam. Struktur geologi berupa kekar-kekar berkembang intensif pada satuan ini. Satuan berumur pra-tersier lain yang terdapat di wilayah timur Kota Padang adalah satuan batuan yang terdiri dari litologi berupa filit, batu lanau meta dan batu pasir meta (pTps). Litologi ini biasanya mendasari bukit-bukit atau punggungan yang relatif landai. Masing-masing satuan batuan yang terdapat di wilayah Kota Padang memiliki daya dukung yang bervariasi. Daya dukung masing-masing jenis batuan ditampilkan pada Tabel 11.

Tabel 11. Jenis Batuan dan Daya Dukungnya

No. Simbol Jenis Batuan Daya Dukung

1 Qtau Aliran yang tak teruraikan ; jenis batuan vulkanik yang tak dipisah aliran lahar, konglomerat dan endapan koluvium

rendah

2 Qal Alluvium; terdiri dari lempung, pasir, kerikil, pasir dan bongkahan

rendah - sedang

3 Q t Kipas alluvium; terdiri rombakan batuan andesit berupa bongkahan dari gunung api

sedang - tinggi

4 QTt Tufa kristal; jenis batuan tufa basal, tufa abu, lapili, tufa basal berkaca, dan pecahan lava .

sedang - tinggi

5 Qta dan QTp

Andesit dan Tufa sedang - tinggi

6 PTls Batu gamping; dari lunak sampai keras sedang - tinggi 7 PTps Fillit, kwarsit, batu lanau meta. Lokasi terlihat

pada singkapan sekitar Koto Lalang jalan ke arah Solok yang mendasari bukit-bukit dan pegunungan yang landai

sedang

Sumber : Bappeda Kota Padang, 2010

5.2.7. Geomorfologi

Morfologi merupakan aspek yang sangat penting dalam pembahasan kebencanaan maupun dalam kaitannya dengan penataan ruang. Wilayah Kota Padang memiliki topografi yang bervariasi, perpaduan daratan yang landai dan perbukitan bergelombang yang curam. Sebagian besar topografi wilayah Kota Padang memiliki tingkat kelerengan lahan rata-rata lebih dari 40 persen.

(14)

Menurut data Bappeda Kota Padang (2010), sebagian wilayah Kecamatan Padang Barat merupakan daerah dengan morfologi berupa dataran pantai (M4) yang tersusun dari litologi dominan pasir dan lempung. Dataran pantai ini juga terdapat di pantai barat Kecamatan Padang Utara. Wilayah Kecamatan Padang Utara merupakan morfologi berupa rawa buri (F3) dan pematang pantai (M1). Sebagian besar wilayah Kecamatan Pauh, Padang Timur dan Kuranji merupakan morfologi kipas alluvial (F4) yang tersusun atas litologi berupa lanau, pasir, kerikil dan bongkah. Sebagian besar wilayah Kecamatan Koto Tangah memiliki morfologi berupa dataran alluvial (F1) yang tersusun dari litologi berupa lempung, lanau pasir dan kerikil.

Ketinggian wilayah Kota Padang dari permukaan laut juga bervariasi, mulai 0 m dpl sampai lebih dari 1.000 m dpl. Kawasan dengan kelerengan lahan antara 0–2 persen umumnya terdapat di Kecamatan Padang Barat, Padang Timur, Padang Utara, Nanggalo, sebagian Kecamatan Kuranji, Kecamatan Padang Selatan, Kecamatan Lubuk Begalung dan Kecamatan Koto Tangah. Kawasan dengan kelerengan lahan antara 2–15 persen tersebar di Kecamatan Koto Tangah, Kecamatan Pauh dan Kecamatan Lubuk Kilangan yakni berada pada bagian tengah Kota Padang dan kawasan dengan kelerengan lahan 15–40 persen tersebar di Kecamatan Lubuk Begalung, Lubuk Kilangan, Kuranji, Pauh dan Kecamatan Koto Tangah. Sedangkan kawasan dengan kelerengan lahan lebih dari 40 persen tersebar di bagian timur Kecamatan Koto Tangah, Kuranji, Pauh, dan bagian selatan Kecamatan Lubuk Kilangan dan Lubuk Begalung dan sebagian besar Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Kawasan dengan kelerengan lahan lebih dari 40 persen ini merupakan kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung.

5.3. Kondisi Kependudukan

5.3.1. Jumlah dan Perkembangan Penduduk

Penduduk Kota Padang tahun 2009 berjumlah 875.750 jiwa. Selama kurun waktu 10 tahun (1999–2009), jumlah penduduk Kota Padang bertambah sebanyak 89.706 jiwa atau 11,41 persen, atau rata-rata tumbuh sekitar 1,14 persen per tahun. Koto Tangah merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak

(15)

(18,96 persen) sedangkan Kecamatan Bungus Teluk Kabung merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil (2,79 persen). Tiga kecamatan memiliki pertumbuhan penduduk yang negatif, yakni Kecamatan Padang Barat, Padang Utara dan Nanggalo.

Tabel 12. Sebaran dan Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Padang Tahun 1999 dan Tahun 2009

No. Kecamatan Luas (Km²) Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km²) 1999 2009 1999 2009 1 Bungus Teluk Kabung 100,78 21.740 24.417 216 242 2 Lubuk Kilangan 85,99 39.962 44.552 465 518 3 Lubuk Begalung 30,91 97.295 109.793 3.148 3.552 4 Padang Selatan 10,03 63.707 64.458 6.352 6.427 5 Padang Timur 8,15 85.812 88.510 10.529 10.860 6 Padang Barat 7,00 72.641 62.010 10.377 8.859 7 Padang Utara 8,08 85.654 77.509 10.601 9.593 8 Nanggalo 8,07 68.355 59.851 8.470 7.416 9 Kuranji 57,41 79.831 123.771 1.391 2.156 10 Pauh 146,29 42.917 54.846 293 375 11 Koto Tangah 232,25 128.130 166.033 552 715 Total 694,96 786.044 875.750 1.131 1.260 Sumber : Bappeda Kota Padang 2010

Perkembangan jumlah penduduk Kota Padang dalam 24 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan pertambahan yang tidak terlalu signifikan. Pada tahun 1986 penduduk Kota Padang tercatat sebanyak 564.440 jiwa, dan pada tahun 2009 bertambah menjadi 875.750 jiwa. Jadi dalam kurun waktu 1986-2009, jumlah penduduk Kota Padang bertambah sebanyak 311.310 jiwa atau 55,15 persen, atau rata-rata tumbuh sekitar 2,30 persen per tahun.

5.3.2. Komposisi Penduduk

Rasio penduduk berdasarkan jenis kelamin, penduduk perempuan (304.828 jiwa) lebih banyak dari penduduk laki-laki (289.849 jiwa) dengan rasio (51,26:48,74). Komposisi penduduk Kota Padang menurut kelompok umur menunjukkan pola piramida yang menggambarkan penduduk berusia muda (<50 tahun) memiliki jumlah terbesar (96%), dan semakin tinggi kelompok umurnya semakin sedikit jumlahnya. Kelompok penduduk pada kelompok usia produktif

(16)

(15-44 tahun) mencapai 578,484 jiwa (282.005 laki-laki dan 296.479 perempuan), kelompok usia produktif ini mencapai 66,06 persen dari jumlah penduduk Kota Padang, terdiri dari laki-laki sebesar 32 persen dan perempuan 34 persen.

Gempa yang terjadi di Kota Padang berdampak pula terhadap jumlah penduduk. Berdasarkan hasil evaluasi korban gempa yang dilakukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Padang sebanyak 383 jiwa telah meninggal dunia akibat gempa. Kecamatan Padang Barat merupakan kecamatan yang mengalami korban meninggal terbanyak yaitu 81 jiwa sedangkan Kecamatan Lubuk Kilangan adalah yang paling sedikit yaitu sebanyak 5 jiwa meninggal.

Melalui data penduduk Kota Padang yang berumur 5 tahun ke atas, persentase terbesar adalah tidak bersekolah lagi sebesar 67,99 persen, sedangkan yang masih bersekolah sebesar 29,31 persen. Penduduk yang masih sekolah, persentase terbesar adalah kelompok umur 7-12 tahun atau jenjang SD sebesar 11,92 persen, jenjang SLTP 6,24 persen dan jenjang SLTA sebesar 4,01 persen. Secara rinci presentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Kota Padang disajikan dalam Tabel 13.

Tabel 13. Persentase Penduduk 5 Tahun ke atas menurut Tingkat Pendidikan di Kota Padang No. Kelompok Umur (tahun) Jenjang Sekolah Tidak/Belum Pernah Sekolah (%) Masih Sekolah (%) Tidak Bersekolah Lagi (%) Total (%) 1 5 - 6 TK 1,88 1,58 0,00 3,46 2 7 - 12 SD 0,06 11,92 0,03 12,01 3 13 - 15 SLTP 0,03 6,24 0,48 6,75 4 16 - 18 SLTA 0,06 4,01 1,24 5,31 5 > 18 PT 0,66 5,56 66,24 72,46 Jumlah 2,69 29,31 67,99 100,00

Sumber : BPS Kota Padang, 2010

5.3.3. Ketenagakerjaan

Melalui data penduduk Kota Padang yang berumur 15 tahun ke atas tahun 2009 (630,919 jiwa), angkatan kerja mencapai 54,75 persen (345,428 jiwa). Sebesar 45,25 persen (285,491 jiwa) adalah bukan angkatan kerja, termasuk didalamnya adalah orang yang bersekolah, mengurus rumah tangga dan lain-lain.

(17)

Presentase penduduk berumur 10 tahun ke atas menurut jenis kegiatan dan kelamin diuraikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke atas menurut Jenis Kegiatan dan Jenis Kelamin

No. Jenis Kegiatan Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Angkatan Kerja 69,69% 39,80% 54,75%

a. Bekerja 59,97% 32,11% 46,04%

b. Mencari Pekerjaan 9,72% 7,68% 8,70%

2 Bukan Angkatan Kerja 30,31% 60,20% 45,26%

a. Sekolah 18,89% 21,04% 19,97%

b. Mengurus Rumahtangga 1,31% 35,13% 18,22%

c. Lainnya 10,11% 4,04% 7,08%

Total 100,00% 100,00% 100,00%

Sumber : Bappeda Kota Padang, 2010

Persentase angkatan kerja penduduk Kota Padang berumur 10 tahun ke atas adalah sebanyak 54,75 persen, 46 persen didalamnya adalah dengan status bekerja. Sedangkan jumlah penduduk yang sedang mencari pekerjaan adalah 8,7 persen. Melalui Tabel 14, diketahui bahwa persentase terbesar penduduk Kota Padang bekerja di sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 35,40 persen dan sektor jasa-jasa sebesar 31,16 persen. Hal yang menarik pada dua sektor ini adalah penyumbang tenaga kerja terbesar berjenis kelamin perempuan. Jumlah penduduk yang bekerja di bidang perikanan tangkap diuraikan pada Tabel 23.

Tabel 15. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke atas yang Bekerja menurut Lapangan Usaha di Kota Padang

No. Lapangan Usaha Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan

1 Pertanian 7,55 % 1,54% 4,55%

2 Pertambangan dan Penggalian 1,48% 0,00% 0,74%

3 Industri 4,49% 4,37% 4,43%

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,22% 0,21% 0,72%

5 Konstruksi 8,54% 0,64% 4,59%

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 24,31% 46,48% 35,40% 7 Komunikasi dan Transportasi 14,83% 1,01% 7,92%

8 Keuangan 3,20% 1,04% 2,12%

9 Jasa-jasa 25,89% 36,43% 31,16%

10 Lainnya 8,50% 8,28% 8,39%

Total 100,00% 100,00% 100,00%

(18)

5.3.4. Tingkat Kesejahteraan Penduduk

Secara umum, kondisi tingkat kesejahteraan penduduk di Kota Padang dapat dikatakan sudah cukup baik. Hal ini terindikasi dari data kondisi tingkat kesejahteraan keluarga pada akhir tahun 2008, dari total 168.808 keluarga, ternyata sebagai besar yaitu sekitar 92,05 persen (164.049 keluarga) merupakan kelompok Keluarga Sejahtera (KS) dengan proporsi terbesar pada KS III sekitar 34,76 persen, disusul oleh KS II sekitar 33,46 persen, KS I sekitar 20,11 persen, dan KS Plus sekitar 8,84 persen, dan selebihnya yaitu sekitar 7,95 persen (4.759 keluarga) merupakan kelompok keluarga Pra Sejahtera.

Tabel 16. Jumlah Keluarga menurut Tingkat Kesejahteraan di Kota Padang

No. Kecamatan Tingkat Kesejahteraan (KK) Jumlah PS KS I KS II KS III KS Plus 1 Bungus Tl. Kabung 294 1.514 1.641 1.246 412 5.107 2 Lubuk Kilangan 172 1.702 4.284 3.747 762 10.667 3 Luhuk Begalung 917 5.093 6.371 7.256 2.252 21.889 4 Padang Selatan 337 3.018 6.271 2.757 599 12.982 5 Padang Timur 405 2.633 5.007 7.268 1.778 17.091 6 Padang Barat 139 2.027 2.202 5.684 736 10.788 7 Padang Utara 71 1.734 3.614 5.045 1.416 11.880 8 Nanggalo 88 1.879 4.914 4.316 895 12.092 9 Kuranji 694 5.865 7.567 7.005 2.642 23.773 10 Pauh 31 2.675 4.335 3.015 643 10.699 11 Koto Tangah 1.611 5.814 10.282 11.337 2.796 31.840 Jumlah 4.759 33.954 56.488 58.676 14.931 168.808 7,95% 20,11% 33,46% 34,76% 8,84% 100,00%

Sumber : Bappeda Kota Padang, 2010

Ekonomi yang tumbuh semakin kuat dan disertai kenaikan PDRB per kapita, belum diikuti oleh penyebaran kekayaan pada seluruh penduduk sehingga masih terdapat kesenjangan. Kesenjangan itu tercermin pada angka gini ratio, dimana semakin besar gini ratio semakin besar kesenjangan yang ada. Meski ekonomi Kota Padang terus tumbuh, tetapi belum dapat dinikmati secara merata oleh seluruh penduduk kota. Hal tersebut bisa dilihat dari angka gini ratio Kota Padang yakni sebesar 0,2637 pada tahun 2008 yang berarti masih terjadi ketimpangan distribusi pendapatan walaupun nilainya masih moderat. Kesenjangan pendapatan antara kelompok penduduk, salah-satunya merefleksikan masih banyaknya penduduk yang hidup dalam kemiskinan.

(19)

Dalam rangka pelaksanaan berbagai program pemerintah, khususnya penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT), maka pendekatan yang digunakan adalah jumlah rumah tangga miskin dan bukan jumlah penduduk miskin. Pendataan yang dilakukan oleh BPS Kota Padang tahun 2006, jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) di Kota Padang berjumlah 38.120 RTM. Tahun 2007 jumlahnya tetap 38.120 RTM, dan pada akhir tahun anggaran 2008 jumlah RTM telah berkurang menjadi 29.661 RTM atau turun sebesar 22,19 persen. Namun pada tahun 2009 jumlah rumah tangga miskin kembali meningkat jumlahnya menjadi 35.148 RTM.

5.3.5. Kondisi Sosial Budaya

Salah satu ciri masyarakat Minangkabau adalah sistem kekerabatannya yang bersifat matrilineal. Sistem sosial atas kehidupan kekerabatan yang menganut sistem garis keturunan ibu ini menjadikan garis keturunan dan harga benda-benda diperhitungkan melalui garis ibu bukan garis bapak, sehingga yang berkuasa atas seluruh kelompok keluarga adalah saudara laki-laki seorang wanita dan bukan suaminya. Pada sistem kekerabatan ini terdapat tiga unsur yang paling dominan, yaitu (a) garis keturunan menurut garis ibu, (b) perkawinan harus dengan kelompok lain, di luar kelompok sendiri yang saat ini dikenal istilah eksogami matrilineal, dan (c) ibu memegang peran sentral dalam pendidikan, pengamanan kekayaan dan kesejahteraan keluarga.

Aspek sosial budaya lainnya yang penting di Minangkabau adalah adanya kepala-kepala suku yang diangkat menjadi penghulu atau kepala kaum atau kepala suku. Kepala suku disebut penghulu suku dan berkuasa sepenuhnya secara adat terhadap kaumnya dan segala urusan sukunya tidak dapat dicampuri oleh orang atau kaum di luar sukunya. Sebagai masyarakat yang menganut paham kekeluargaan, orang Minangkabau dilingkupi oleh lembaga-lembaga yang dijiwai oleh sistem kekeluargaan tersebut dalam mengatur kehidupan sosial, budaya dan ekonomi masyarakatnya.

Kota Padang jika dilihat dari kultur sejarah Minangkabau, maka termasuk daerah rantau pesisir, sehingga budaya dan keseniannya juga sangat dipengaruhi oleh kondisi tersebut. Pengaruh budaya daerah lain yang cukup kuat mewarnai

(20)

budaya dan kesenian di Kota Padang adalah budaya dan kesenian daerah Solok, Padang Pariaman, dan Pesisir Selatan sebagai kawasan yang berbatasan langsung dengan Kota Padang. Kota Padang sebenarnya masih memiliki budaya dan kesenian yang khas, namun saat ini gambaran nilai budaya dan kesenian ini hanya dapat dilihat di daerah pinggiran kota, seperti daerah Teluk Kabung, Kuranji, dan Koto Tangah.

Minangkabau jika ditinjau dari sektor pendidikan, maka merupakan salah-satu daerah pertama yang mewadahi gerakan pembaruan pendidikan Islam. Hal ini dapat dibuktikan pada koreksi beberapa nilai adat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Masyarakat Minangkabau merupakan komunitas yang sangat kuat memegang teguh nilai-nilai adat, namun perlu diingat bahwa nilai-nilai adat merupakan buatan manusia yang dapat berubah sesuai dengan kondisi, maka perlu adanya penyesuaian nilai-nilai adat ketika nilai yang lama telah tidak relevan lagi. Perubahan nilai-nilai dalam masyarakat tersebut akan menentukan masa depan suatu masyarakat sehingga pendidikan memegang peran yang sangat penting. Pendidikan bagi suatu masyarakat berfungsi sebagai penentu masa depan, menjawab berbagai persoalan dalam masyarakat, sekaligus melestarikan nilai-nilai dan warisan sosial-kultural tempat pendidikan tersebut dilaksanakan.

Sumatera Barat pada umumnya dan Minangkabau khususnya dikenal sebagai daerah yang menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan agama, hal ini dapat dilihat dari falsafah hidup yang telah menjadi cita-cita, dan pedoman dalam kehidupan masyarakat yaitu nilai falsafah hidup “Adat Basandi Syarak, Syarak

Basandi Kitabullah”.

Kota Padang sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Barat melalui RPJP 2005-2020 telah menyusun program kegiatan untuk mendukung terwujudnya cita-cita kembali ke nagari dan kembali ke surau dengan cara :

 Mendorong peningkatan peran dan fungsi lembaga Ninik Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai (tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan) dalam pembinaan anak kemenakan dan anak nagari khususnya, dan masyarakat dalam arti luas.

 Mengembangkan dan memberikan mata pelajaran BAM (Budaya Alam Minangkabau) sejak dari tingkat SD sampai dengan Perguruan Tinggi.

(21)

 Mendorong aktivitas keagamaan dan perayaan hari besar agama.

Untuk terlaksananya program kegiatan ini harus didukung oleh prasarana dan sarana yang memadai, baik dari segi kelembagaan maupun mekanisme pelaksanaan. Nilai positif dari aspek sosial budaya yang merupakan kultur dari masyarakat Kota Padang yang juga dimiliki oleh masyarakat Minangkabau pada umumnya adalah nilai kebersamaan, demokratis dan gotong-royong. Barek samo

dipikua, ringan samo dijinjiang, saciok bak ayam, sadantiang bak basi, duduak samo randah, tagak samo tinggi, duduak surang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang.

5.3.6. Kondisi Perekonomian

Kondisi perekonomian Kota Padang dijelaskan melalui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian dan inflasi yang diuraikan dalam sub bab sebagai berikut:

a. Laju Pertumbuhan Ekonomi

Selama 10 tahun terakhir, laju pertumbuhan ekonomi Kota Padang dapat dibagi menjadi dua pola kecenderungan, yaitu sebelum tahun 2000 dan setelah tahun 2000. Sebelum tahun 2000, setelah mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi sampai tahun 1997, laju pertumbuhan ekonomi Kota Padang mengalami koreksi sangat besar akibat terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997-1998.

Pada periode 1999 sampai 2009 laju pertumbuhan ekonomi Kota Padang menunjukkan kecenderungan pertumbuhan yang cukup stabil pada kisaran angka 5-6 persen per-tahun. Apabila dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat dan laju pertumbuhan ekonomi nasional, laju pertumbuhan ekonomi Kota Padang terlihat masih di bawah rata-rata provinsi dan nasional.

Sebelum gempa pertumbuhan ekonomi Kota Padang tahun 2008 mencapai 6,21 persen, setelah gempa, tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Kota Padang turun menjadi 5,08 persen yang merupakan pertumbuhan terendah selama periode 2002-2009. Pertumbuhan ekonomi Kota Padang ini jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Barat tahun

(22)

8,82% 9,05% 9,12% 6,48% -7,76% 1,49% 4,47% 4,07% 5,30% 5,55% 5,89% 5,29% 5,12% 6,14% 6,21% 5,08% -10,0% -8,0% -6,0% -4,0% -2,0% 0,0% 2,0% 4,0% 6,0% 8,0% 10,0% 12,0% 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 la ju per tum buhan (% )

2009, maka kondisi Kota Padang jauh lebih baik. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor bencana menjadi salah satu parameter penting dalam pertumbuhan ekonomi daerah. Perkembangan laju pertumbuhan ekonomi Kota Padang dapat dilihat pada Tabel 17 dan Gambar 11.

Tabel 17. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Padang

No. T a h u n Laju Pertumbuhan

Ekonomi Keterangan 1 1994 8,82% 2 1995 9,05% 3 1996 9,12% 4 1997 6,48% 5 1998 -7,76% krisis ekonomi 6 1999 1,49% 7 2000 4,47% 8 2001 4,07%

9 2002 5,30% Mulai digunakan tahun dasar 2000 untuk

menghitung PDRB atas dasar harga konstan

10 2003 5,55% 11 2004 5,89% 12 2005 5,29% 13 2006 5,12% 14 2007 6,14% 15 2008 6,21% 16 2009 5,08%

Sumber : Padang Dalam Angka 1999–2010, Bappeda Kota Padang dan BPS Kota Padang.

Gambar 11. Grafik Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Padang

Sumber : Padang Dalam Angka 1999–2010, Bappeda Kota Padang dan BPS Kota Padang.

(23)

b. Struktur Perekonomian

Struktur perekonomian Kota Padang pada tahun 2009 masih didominasi oleh sektor pengangkutan dan komunikasi dengan kontribusi sebesar 24,31 persen, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan konstribusi sebesar 20,85 persen. Besaran nilai PDRB Kota Padang berdasarkan harga berlaku menunjukkan nilai PDRB yang meningkat dari Rp 20,14 triliun tahun 2008 meningkat menjadi Rp 21,84 triliun menjadi 2009, walaupun dengan kenaikan yang tidak sebesar dari tahun 2007 yang sebesar Rp 17,37 triliun. Nilai PDRB Kota Padang berdasarkan harga konstan tahun 2000 juga menunjukkan peningkatan dari Rp 10,80 triliun tahun 2008 meningkat menjadi Rp 11,35 triliun menjadi 2009, terjadi kenaikan yang cukup besar jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. (PDRB Kota Padang dan PDRB Provinsi Sumatera Barat atas harga konstan termuat dalam Lampiran 7 dan Lampiran 8). Struktur ekonomi Kota Padang pasca gempa pada tahun 2009 masih tetap didominasi oleh sektor pengangkutan dan komunikasi diikuti dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran sektor jasa-jasa sebesar 16,99 persen dan sektor industri sebesar 14,97 persen.

c. Inflasi

Pasca gempa bumi 30 September 2009, Kota Padang mengalami deflasi selama 2 bulan berturut-turut. Satu bulan pasca gempa bumi terjadi, inflasi Kota Padang merupakan yang tertinggi dibandingkan kota lain di Indonesia yaitu sebesar 1,78 persen (m-t-m). Pada bulan selanjutnya, Kota Padang justru mengalami deflasi yang cukup dalam yaitu sebesar -0,53 persen (m-t-m) di Bulan November dan -0.65 persen (m-t-(m-t-m) di Bulan Desember. Banyaknya obat-obatan dan bahan makanan yang masuk ke Kota Padang selama periode ini lebih bersifat bantuan sehingga dapat dikatakan bahwa sebenarnya sebagian besar aktivitas ekonomi di Kota Padang masih terhenti. Selain itu, hancurnya beberapa pusat perdagangan serta terbatasnya kapasitas konsumsi masyarakat membuat tingkat inflasi juga tidak mengalami lonjakan seperti yang dikhawatirkan oleh banyak pihak sebelumnya. Perkembangan laju inflasi Kota Padang dalam beberapa tahun terakhir ditampilkan pada Tabel 18.

(24)

Tabel 18. Perkembangan Laju Inflasi di Kota Padang Laju Inflasi

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

10,99% 9,86% 10,22% 5,55% 6,98% 19,33% 8,05% 6,73% 13,09% 17,56%

Sumber : BPS Kota Padang (Padang Dalam Angka 2001–2010)

5.4. Potensi Perikanan dan Kelautan

5.4.1. Potensi dan Karakteristik Sub Sektor Perikanan

Kota Padang memiliki potensi perikanan yang besar, baik pada usaha perikanan laut maupun perairan umum. Potensi ini dinyatakan dalam kontribusi yang dihasilkan bagi perekonomian daerah. Hal ini ditandai dengan tingginya produksi dan nilai yang dihasilkan bagi peningkatan ekonomi daerah. Rincian nilai produksi menurut jenis usaha perikanan di Sumatera Barat ditampilkan pada Tabel 19 sebagai berikut:

Tabel 19. Nilai Produksi menurut Jenis Usaha Perikanan di Sumatera Barat

No. Kabupaten/Kota Total

Sektor Perikanan Penangkapan Laut Budidaya Laut Penangkapan Perairan Umum 1 Kab. Kep.Mentawai 238.177.565 238.177.565 748.630 - 2 Kab. Pesisir Selatan 463.938.325 458.980.350 129.320 4.957.975 3 Kab. Padang Pariaman 563.032.548 559.652.548 - 3.380.000

4 Kab. Pasaman Barat 1.233.810.200 1.233.810.200 - -

5 Kota Padang 255.011.970 251.201.500 574.475 3.810.470

6 Kota Pariaman 144.035.880 144.035.880 - -

Sumber: DKP Provinsi Sumatera Barat, 2010

Usaha perikanan tangkap laut di Kota Padang memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian daerah. Kontribusi ini sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 19 menunjukkan usaha penangkapan di laut memberikan nilai sebesar Rp 251.201.500.000. Nilai ini setara 86 persen dari total nilai produksi sektor perikanan di Kota Padang selama tahun 2010 sebesar Rp 293,31 milyar.

Salah satu potensi perairan wilayah Kota Padang yang telah dimanfaatkan adalah sumberdaya perikanan. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kota

(25)

Padang (2010) potensi perikanan daerah ini terdiri dari kelompok sumberdaya sebagai berikut;

 Ikan Pelagis Besar seperti; tuna, albakora, setuhuk, ikan pedang, layaran, cakalang, tongkol dan tenggiri dengan potensi lestari 159.652 ton.

 Ikan Pelagis Kecil meliputi; ikan-ikan yang hidup di daerah permukaan laut yang berukuran relatif kecil seperti ikan kembung, bentong, layang, selar, lemuru dan lain sebagainya dengan potensi lestari 288.924 ton. Sumber daya ikan pelagis ini relatif telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat nelayan dengan alat tangkap yang sederhana.

 Ikan Demersal, adalah jemis ikan yang hidup di perairan dalam, meliputi; ikan kerapu, bambangan, bawal dan lainnya. Potensi lestari jenis ikan Demersal ini sebesar 1.085 ton.

 Ikan Karang yang terdapat di sekitar terumbu karang, dimanfaatkan untuk dikonsumsi dan sebagai ikan hias.

 Udang, dengan daerah penangkapan sekitar perairan pantai Kota Padang dan perairan Kepulauan Mentawai.

Kota Padang memiliki potensi pengembangan yang besar pada bidang perikanan, hal ini ditandai dengan adanya faktor penunjang baik perikanan tangkap laut maupun perikanan budidaya laut. Faktor penunjang tersebut dijabarkan dalam Tabel 20 dan Tabel 21.

Tabel 20. Potensi Perikanan Tangkap Laut

No. Lokasi Potensi Potensi Sarana Pelabuhan 1 Laut Kota Padang Ikan Pelagis, Demersal, Sarana Pelabuhan Perikanan,

PPI Muaro Anai, TPI Gaung, TPI Pasie Nan Tigo

2 Pesisir Kota Padang Ikan Karang, Ikan Hias Batang Arau, Purus 3 ZEE Tuna (Bigeye, Yellowfin) PPS Bungus Sumber: DKP Padang, 2010

Wilayah desa pantai yang terdapat di Kota Padang memiliki keuntungan alamiah karena terletak pada kawasan geografis yang sangat sesuai dengan aktivitas perikanan laut. Selain itu, lokasi ini juga didukung oleh faktor kawasan pusat pengembangan perikanan karena berada di Ibukota Provinsi. Aktivitas perikanan laut telah turun temurun menjadi bagian yang integral bagi masyarakat

(26)

pesisir ini dimana telah menjadi karakteristik utama masyarakatnya. Potensi budidaya perikanan laut disajikan pada Tabel 21 berikut:

Tabel 21. Potensi Budidaya Laut

No. Lokasi Potensi Pemanfaatan Keuntungan Jenis budidaya 1 Bungus Teluk

Kabung

Budidaya laut Terlindung dari hempasan gelombang, Bebas Pencemaran, Kedalaman air lebih 5 meter pada saat surut, Terhindar dari pengaruh air tawar

Marine fin fish,

Echinodermata (Marine teat

fish)

Rumput laut (Sea weed), 2 Sungai Pisang Budidaya laut

3 Pulau

Pesumpahan Budidaya laut 4 Teluk Buo Budidaya laut Sumber: DKP Padang, 2010

Kondisi biofisik lokasi di beberapa kawasan pesisir dan pantai Kota Padang memperlihatkan adanya peluang yang cukup potensial untuk pengembangan usaha budidaya perikanan, terutama budidaya kepiting bakau dan kerapu. Adapun kecamatan yang memenuhi persyaratan lokasi secara umum untuk budidaya laut adalah Kecamatan Teluk Kabung di daerah Teluk Buo dan Sungai Pisang.

Karakteristik wilayah Kota Padang dengan sebagian besar kecamatan berada di pesisir menyebabkan komposisi penduduk menyebar di sepanjang garis pantai. Total sebelas kecamatan yang ada di Kota Padang, tercatat ada enam kecamatan yang berada di pesisir pantai dengan komposisi penduduk seperti yang disajikan pada Tabel 22. Komposisi penduduk ini secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap pengembangan usaha perikanan.

Tabel 22. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pesisir di Kota Padang No. Kecamatan Jumlah

Penduduk Luas (km 2 ) Kepadatan Penduduk (jiwa/Km2) 1 Koto Tangah 141.638 232,25 610 2 Padang Barat 56.980 7,00 8140 3 Padang Utara 69.479 8.08 8599 4 Lubuk Begalung 93.203 30,91 3015 5 Padang Selatan 57.342 10,03 5717 6 Bungus T. Kabung 22.640 100,78 220 Jumlah 420.906 382,12 4376,83 Sumber: DKP Padang, 2010

(27)

Koto Tangah merupakan kecamatan pesisir dengan jumlah penduduk terbesar yaitu 141.638 jiwa. Posisi kedua jumlah penduduk terbesar adalah Kecamatan Lubuk Begalung sebanyak 93.203 jiwa. Bungus Teluk Kabung dengan luas wilayah kedua terluas setelah Koto Tangah hanya dihuni oleh 22.640 jiwa, hal ini disebabkan oleh topografi wilayahnya berupa pebukitan sehingga kepadatan penduduk daerah ini kecil. Peta kecamatan pesisir Kota Padang ditampilkan pada Gambar 12 sebagai berikut:

Gambar 12. Peta Kecamatan Pesisir Kota Padang

Kota Padang memiliki enam kecamatan pesisir yang terbentang dari utara hingga selatan. Bagian barat kecamatan pesisir ini berhadapan dengan Samudera Hindia (Lautan Indonesia). Faktor posisi dan kondisi daerah ini menyebabkan adanya keterkaitan yang kuat dengan kebiasaan dan aktivitas masyarakat setempat. Keterkaitan ini berupa sistem mata pencaharian, kebudayaan/tradisi setempat serta berbagai aktivitas sosial lainnya. Aktivitas perikanan sebagian besar menjadi pola kehidupan masyarakat kecamatan pesisir Kota Padang. Kecamatan pesisir itu antara lain Kecamatan Koto Tangah, Padang Utara, Padang Barat, Lubuk Begalung, Padang Selatan dan Kecamatan Bungus Teluk Kabung.

(28)

Nelayan dapat dikelompokan menjadi nelayan penuh dan nelayan sambilan. Nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melaut sehingga status pekerjaannya sebagai nelayan merupakan pekerjaan pokok. Nelayan sambilan adalah nelayan yang sebagian waktu kerjanya digunakan untuk melaut sehingga status pekerjaannya sebagai nelayan merupakan pekerjaan sampingan (DKP Padang, 2010). Kota Padang memiliki jumlah nelayan yang cukup banyak, baik sebagai nelayan penuh maupun sambilan. Perkembangan jumlah nelayan di Kota Padang ditampilkan pada Tabel 23 di bawah ini:

Tabel 23. Jumlah Nelayan Laut Menurut Kecamatan

No. Kecamatan Penuh Sambilan Jumlah

1 Bungus Teluk Kabung 1.554 138 1.692

2 Lubuk Kilangan - - - 3 Lubuk Begalung 971 104 1.025 4 Padang Selatan 882 89 971 5 Padang Timur - - - 6 Padang Barat 382 29 411 7 Padang Utara 635 47 682 8 Nanggalo 26 7 33 9 Kuranji - - - 10 Pauh - - - 11 Koto Tangah 1.912 122 2.034 Padang 2010 6.362 536 6.898 2009 5.919 518 6.434 2008 4.631 714 5.345 2007 5.544 355 5.899 2006 5.879 351 6.230 2005 5.774 490 6.264 Sumber: DKP Padang, 2010

Melalui data jumlah nelayan laut Kota Padang tahun 2010 terlihat bahwa jumlah nelayan terbesar di Kota Padang terdapat di daerah Kota Tangah sebanyak 2.034 orang, kemudian posisi kedua Kecamatan Bungus Teluk Kabung 1.692 orang. Sedangkan tiga kecamatan tidak memiliki tenaga kerja nelayan karena lokasinya yang tidak memiliki perairan pantai yaitu Kecamatan Lubuk Kilangan, Kecamatan Kuranji dan Kecamatan Pauh.

(29)

Teknologi penangkapan ikan di Kota Padang terdiri dari berbagai macam alat tangkap dan berbagai macam armada tangkap mulai dari yang bersifat tradisional seperti pancing, colok, sampai yang menggunakan teknologi mesin bagan ukuran besar dan tonda. Masing-masing alat tangkap memiliki kapasitas yang berbeda-beda sehigga hasil tangkapannya juga berbeda-beda dan juga dipengaruhi oleh wilayah operasi penangkapan yang berbeda. Alat tangkap yang bersifat tradisional umumnya operasi penangkapannya masih dalam skala kecil.

Usaha penangkapan ikan oleh nelayan di Kota Padang sebagian besar sudah menggunakan sarana atau armada penangkapan menggunakan mesin, namun di beberapa tempat masih ada yang menggunakan alat tangkap tanpa motor. Berdasarkan jenis armada yang digunakan, nelayan Kota Padang dibedakan atas nelayan yang menggunakan perahu tanpa motor (PTM), menggunakan motor tempel (MT) dan kelompok nelayan yang menggunakan kapal motor (KM). Data rinci jumlah armada tangkap yang ada di enam kecamatan pesisir di Kota Padang dijabarkan pada Tabel 24 sebagai berikut: Tabel 24. Jumlah Perahu dan Kapal Menurut Kecamatan

No. Kecamatan Perahu Tanpa Motor (PTM) Motor Tempel (MT) Kapal Motor (KM) Jumlah Total 1 Bungus TL. Kabung 18 246 53 317 2 Lubuk Kilangan - - - - 3 Lubuk Begalung 26 111 48 185 4 Padang Selatan 5 144 187 336 5 Padang Timur - - - - 6 Padang Barat 15 176 - 191 7 Padang Utara 17 209 - 226 8 Nanggalo - - - - 9 Kuranji - - - - 10 Pauh - - - - 11 Koto Tangah 15 270 77 362 Padang 2010 96 1.156 365 1.617 2009 103 1.095 352 1.550 2008 279 1.124 317 1.720 2007 264 829 448 1.541 2006 154 645 476 1.284 2005 363 532 550 1.445

(30)

Tabel 24 menunjukkan bahwa persentase usaha nelayan dengan menggunakan perahu tanpa motor tahun 2010 sebanyak 22,57 persen dan motor tempel 71,49 persen, sementara jumlah nelayan yang menggunakan Kapal Motor sebesar 5,94 persen. Hal ini memperlihatkan aktivitas kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan sudah memasuki jalur I, II dan wilayah ZEEI. Perkembangan armada dari tahun ke tahun terlihat adanya tren kenaikan jumlah motor tempel, sementara Perahu Tanpa Motor (PTM) dan Kapal Motor (KM) cenderung mengalami penurunan. Hasil analisis data primer di lapangan mengungkapkan bahwa usaha penangkapan oleh nelayan yang sudah jauh dari pantai juga disebabkan karena sumberdaya ikan sejauh 4 mil dari pantai sudah mengalami degradasi, sehingga produksi penangkapan ikan di kawasan ini sangat minim. Perkembangan produksi dan nilai perikanan tangkap Kota Padang ditampilkan pada Gambar 13.

Gambar 13. Perkembangan Produksi dan Nilai Perikanan Kota Padang Sumber: DKP Kota Padang, 2011

Perkembangan produksi dan nilai perikanan tangkap Kota Padang sebagaimana yang ditampilkan pada Gambar 13 menunjukkan tren positif. Kontribusi terbesar sektor perikanan di Kota Padang adalah berasal dari produksi jenis ikan pelagis besar seperti tuna, cakalang dan tongkol. Ketiga spesies pelagis ini menyumbang 66,33 persen dari total nilai kontribusi seluruh jenis ikan di Kota Padang tahun 2010. Tuna merupakan penyumbang kontribusi terbesar Kota Padang yakni mencapai Rp 70.063.200.000,00. Hal ini dikarenakan selain

12.336,30 13.329,50 13.740,76 15.686,09 16.473,18 18.098,10 138.578 115.580 176.961 185.790 207.303 251.202 0 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 20.000 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Nila i (ju ta r u p ia h ) Pro d u k si (To n ) Produksi Nilai

(31)

produksi yang cukup besar, tuna juga merupakan produk ekspor untuk tujuan Jepang, Singapura dan Amerika (DKP Kota Padang, 2011).

5.4.2. Potensi dan Karakteristik Bidang Kelautan

Kota Padang memiliki berbagai potensi kelautan yang penting untuk dikembangkan, baik renewable resource maupun non renewable resource. Kondisi dan potensi pemanfaatan ruang pesisir Kota Padang dijelaskan dalam Lampiran 9. Adapun potensi kelautan Kota Padang sebagaimana disajikan dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Padang (Bappeda Kota Padang, 2010) antara lain:

a. Hutan Bakau (Mangrove)

Potensi hutan bakau di wilayah Kota Padang relatif sedikit dibanding dengan kabupaten lainnya di Sumatera Barat yaitu seluas 64,45 ha. Hutan bakau umumnya terdapat di pulau-pulau kecil Kota Padang. Namun demikian, potensi ini masih bisa dikembangkan di beberapa pesisir Kota Padang sebagai sarana mitigasi alam dan juga untuk manfaat ekonomi lainnya.

b. Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting dalam menjaga ekosistem dan merupakan habitat tempat hidup ikan mencari makan dan tempat pemijahan. Luas terumbu karang yang ada di wilayah Kota Padang sekitar 400 ha.

c. Padang Lamun dan Rumput Laut

Padang Lamun terdapat di sepanjang pantai yang merupakan habitat, tempat makanan ikan, tempat pemijahan dan tempat berlindung larva ikan. Rumput laut merupakan salah-satu sumber daya alam laut yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Saat ini pengolahan rumput laut di Kota Padang masih dalam skala kecil rumah tangga untuk dijadikan bahan agar-agar.

d. Estuaria

Estuaria merupakan kawasan yang fungsinya sebagai salah satu sumber penyedia dan penyimpan zat hara bagi lautan. Estuaria terdiri dari estuaria

(32)

muara sungai, estuaria laguna dan estuaria dataran pasir. Fungsi estuaria di Kota Padang belum banyak mendukung kesuburan pantai kecuali yang ada di Kecamatan Bungus Teluk Kabung, hal ini disebabkan kawasan estuaria telah tercemar oleh limbah permukiman dan industri di sekitarnya. Estuaria di kawasan Bungus Teluk Kabung perlu diantisipasi pengelolaannya agar tidak rusak karena berdekatan dengan Pelabuhan Pertamina.

e. Pulau-pulau Kecil

Pulau pulau kecil yang ada di wilayah Kota Padang berjumlah 19 pulau, 13 pulau terletak relatif dekat dengan daratan. Pulau terjauh terletak 13,15 mil dari daratan, yaitu Pulau Pandan. Pemanfaatan pulau-pulau kecil ini belum optimal, sebagian telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebun kelapa, dan beberapa pulau telah dikembangkan untuk kegiatan pariwisata. Kondisi pulau ini sebagian mengalami abrasi akibat terumbu karang yang mengelilinginya telah rusak, disebabkan oleh alam dan penangkapan ikan yang menggunakan bom dan potasium.

5.4.3. Prasarana Pendukung

Prasarana dan sarana pendukung sektor perikanan dan kelautan Kota Padang adalah:

a. Bandara Internasional Minangkabau (BIM)

Bandar udara ini berjarak lebih kurang 23 Km dari pusat Kota Padang. BIM menempati lahan seluas ± 427 hektar sebagai pintu gerbang utama Sumatera Barat. Bandara ini mulai dibangun tahun 2001 menggantikan Bandara Tabing yang telah beroperasi selama 34 tahun. BIM dapat menampung pesawat udara berbadan lebar seperti A 330 atau MD 11. Kelengkapan fasilitas yang jauh berbeda dengan Bandara Tabing dapat lebih menggairahkan aktivitas penerbangan di bandara ini. Bandara ini dibuka sejak Februari 2005 dan sudah dapat dimanfaatkan untuk melayani pesawat domestik dan internasional. Kondisi ini membuka peluang dan tersedianya Space Cargo ekspor tuna segar dan komoditi perikanan lainya langsung ke mancanegara.

(33)

b. Pelabuhan Teluk Bayur

Kegiatan jasa dan perhubungan laut di Sumatera Barat secara umum lebih banyak dilakukan di Pelabuhan Teluk Bayur. Pelabuhan Teluk Bayur merupakan salah satu pelabuhan yang ramai dan terbesar yang dikunjungi kapal samudra dan kapal antar pulau sehingga mempunyai kedudukan yang strategis untuk Provinsi Sumatera Barat serta merupakan pintu gerbang perekonomian Sumatera Bagian Barat. Fungsi dari pelabuhan ini adalah:

 Fungsi utama sebagai pusat pelayanan transportasi laut skala regional dan internasional.

 Pintu gerbang Pantai Barat Sumatera melalui laut yang dapat melayani penumpang maupun cargo domestik serta internasional.

c. Pelabuhan Muaro

Pelabuhan Muaro diarahkan untuk pelayanan lingkup lokal dan antar pulau-pulau (interinsuler). Kapal penumpang, kapal barang dan kapal pesiar (yacht) dengan kapasitas terbatas menggunakan pelabuhan ini sebagai tempat sandar dan pemberangkatan kapal. Kawasan sarana pendukung transportasi (Pelabuhan) Muaro seluas 5 Ha.

d. Pelabuhan Batang Arau

Pelabuhan Batang Arau berfungsi sebagai pelabuhan kapal-kapal mesin dan perahu motor tempel. Kapal-kapal tonda di Kota Padang sebagian besar mendarat di pelabuhan ini. Aktivitas perikanan di pelabuhan ini antara lain bongkar hasil tangkapan, pelelangan dan aktivitas perbaikan kapal. Beberapa tempat pendaratan dan pangkalan ikan di Kota Padang selain Batang Arau adalah PPI Muaro Anai, TPI Gaung, TPI Pasie Nan Tigo dan Purus.

e. Pelabuhan Umum Bungus

Pelabuhan Umum Bungus merupakan pelabuhan yang melayani penumpang umum (Ferri) dari Kepulauan Mentawai, Nias dan pulau-pulau lainnya. Pelabuhan ini terletak di utara Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus Kecamatan Teluk Kabung Padang. Pelabuhan ini hanya difungsikan sebagai sarana transportasi, sedangkan untuk kegiatan perikanan dioperasikan di PPS Bungus.

(34)

f. Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus (PPSB)

Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus terletak di Kecamatan Bungus Teluk Kabung, 16 km dari pusat Kota Padang dan ± 30 km dari Bandara Internasional Minangkabau dengan luas lahan 14 Ha. Secara geografis berada pada posisi koordinat 010-02‟-15” dan 1000-23‟-34” BT. Keadaan cuaca secara umum sama dengan cuaca di sekeliling equator, angin beraturan, panas, curah hujan banyak. Kondisi perairan cukup tenang karena terlindung oleh gugusan pulau-pulau Kepulauan Mentawai. Pelabuhan ini lebih difokuskan sebagai pelabuhan Tempat Pendaratan Ikan (TPI) dan pelabuhan untuk kapal-kapal yang membawa hasil pemanfaatan sumberdaya laut lainnya. Selain itu PPS Bungus juga difungsikan sebagai tempat perbaikan dan pembuatan kapal-kapal khususnya kapal nelayan dan kapal angkut barang interinsuler.

PPS Bungus merupakan salah satu pusat perekonomian penting Kota Padang yang berfungsi sebagai pintu gerbang kegiatan ekspor perikanan khususnya tuna ke negara lain. Terhitung sejak tanggal 1 Mei 2001 Pelabuhan Perikanan Nusantara Bungus ditingkatkan statusnya menjadi eselon II/b dengan klasifikasi Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus (PPSB) berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.26.1/MEN/2001. Fasilitas yang tersedia pada pelabuhan PPS Bungus yaitu; kolam pelabuhan, dermaga, receiving hall, perbengkelan, perbekalan, pabrik es, dan fasilitas penunjang (Rincian fasilitas PPS Bungus disajikan dalam Lampiran 10). Di samping itu pada beberapa tempat terdapat Tempat Pelelangan Ikan (TPI) mini, antara lain di Pasir Jambak, Gaung, dan Batung.

Potensi usaha dan investasi Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus tergolong masih besar, hal ini dipengaruhi antara lain; dukungan sumberdaya ikan masih cukup besar, usaha perikanan tuna longline dan purseseine, pembangunan pabrik es dan Cold Storage, unit pengolahan berupa pengalengan ikan, pengeringan tepung ikan, dan lain-lain. dock yard (slip

way kapasitas 100 GT), dukungan perbankan, jasa keuangan non bank,

penyaluran logistik (perbekalan melaut), toko alat-alat atau bahan perikanan serta waserba. PPS Bungus sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Gambar

Tabel 4. Administrasi Wilayah Kota Padang
Tabel 5.  Nama Kecamatan dan Kelurahan Pesisir di Kota Padang
Tabel 6. Klasifikasi Kemiringan Wilayah Kota Padang  No.  Klasifikasi
Tabel 7.  Klasifikasi Topografi Kawasan Pesisir Kota Padang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel yang terukur pada penelitian ini adalah anomali magnet total yang kemudian diolah dengan bantuan beberapa software computer hingga mendapatkan sebuah model Dasar

165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja, pada Pasal 6, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi memimpin dan mengkoordinasikan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut : 1) Hasil penelitian menunjukkan

Berdasarkan keadaan morfologi secara umum di wilayah Kota Blitar, terdapat kaitan yang sangat erat dengan wilayah Kabupaten Blitar yang merupakan daerah

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi penelitian dengan

Contoh mudahnya adalah jalur ke sebuah file pada banyak sistem berkas (filesystem) ditulis sebagai urutan label dari sisi-sisi(melambangkan direktori - jangan tertukar dengan

Rumah adat suku bugis baik saoraja maupun bola terdiri atas tiga bagian : Awa bola ialah kolong yang terletak pada bagian bawah, yakni antara lantai dengan tanah. Kolong ini biasa

Dari penelitian-penelitian yang sudah dilakukan diatas, maka dapat dilihat bahwa kekuatan serat ijuk sebagai bahan pengisi komposit cenderung lebih baik dibandingkan dengan