ANALISIS PENGEMBANGAN
KOTA PEKALONGAN SEBAGAI SALAH SATU
KAWASAN ANDALAN DI JAWA TENGAH
TESIS
Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-2
Program Studi
Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Choliq Sabana C4B002328
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
TESIS
ANALISIS PENGEMBANGAN
KOTA PEKALONGAN SEBAGAI SALAH SATU
KAWASAN ANDALAN DI JAWA TENGAH
Disusun Oleh Choliq Sabana
C4B002328
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 12 Juli 2007
dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima Susunan Dewan Penguji
Pembimbing Utama Anggota Penguji
Drs. H. Wiratno, MEc Evi Yulia Purwanti, SE, MSi Pembimbing Pendamping,
Drs. R. Mulyo Hendarto, MSP
Telah dinyatakan lulus Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Tanggal,. Ketua Program Studi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum / tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka
Semarang, 12 Juli 2007
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Karya kehidupan adalah anda memiliki tempat didunia ini. Lantas anda berada pada jajaran nomor yang memiliki nilai, bukan nomor kosong yang tidak diperhitungkan. Artinya hendaknya anda turut memiliki kontribusi dalam pembangunan semampu anda. Bukan menjadi beban yang memberatkan masyarakat anda.
Ingatlah, bahwa lebah yang mati itu akan terlempar dari sarangnya, karena dia tidak lagi bernilai. Dan pohon yang kering akan disingkirkan dari kebun, karena tidak ada lagi manfaat yang diharapkan darinya. ( Dr. ’Aidh Abdullah Al-Qarny, 2005, Demi Masa! Beginilah Waktu Mengajari Kita...)
PERSEMBAHAN Hasil karya ini saya persembahkan untuk: • Sri Pujiningsih, istriku terkasih
• Ananda Aini Nur Savitri dan Saraswati Amalia Putri
ABSTRACT
The research has purpose to identify characteristic of Pekalongan city as region key. They are high growth and high income, leading sector, and interrelatedness economy with other region. For this purpose, it’s used by analysis tool : Klassen Tipology, Location Quotient ( LQ ), Growth Ratio Model (GRM), Overlay, Shift Share, and Gravity Model.
The results show that Pekalongan city in the classify low growth and high income region. By using LQ analys that in Pekalongan City there are almost all sectors in Pekalongan City are leading sectors, except agriculture sector and industry sector, but by using overlay and shift share analys show those true sectors have competitive advantage and specialize two sectors only, they are trading sector and finance sector.
and by using gravity model to describe there are belong to related fervent by closeness trend increasing expanded as miter cooperate in area developing, they are Batang Regency and Pekalongan Regency.
By all account have done. They can be taken conclusion that’s decisioned Pekalongan city as Region key or less appropriate. Although if were observerd by some leading sector or there are related economy among decision area Pekalongan City it’s appropriate.
ABSTRAKSI
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi karakteristik yang dimiliki Kota Pekalongan sebagai kawasan andalan, yaitu wilayah tumbuh cepat, memiliki sektor unggulan, dan memiliki keterkaitan ekonomi dengan daerah lain. Untuk tujuan ini digunakan alat analisis: Klassen Tipology, Location Quotient ( LQ ), Growth Ratio Model (GRM), Overlay, Shift Share, and Gravity Model.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kota Pekalongan dalam klasifikasi pendapatan perkapita tinggi dan pertumbuhan rendah atau daerah maju tapi tertekan. Dengan analisis LQ, di hampir semua sektor di Kota pekalongan merupakan sektor unggulan kecuali sektor pertanian dan sektor industri. Namun demikian dengan analisis overay menunjukkan bahwa sektor yang benar-benar memiliki keunggulan kompetitif dan spesialisasi hanya ada dua sektor, yaitu sektor perdagangan dan sektor keuangan. Dengan model gravitasi digambarkan bahwa Kabupaten Batang dan Kabupaten Pekalongan adalah dua daerah yang memiliki keterkaitan secara kuat dengan Kota Pekalongan dan dapat dikembangkan sebagai mitra kerjasama dalam pengembangan wilayah.
Dari seluruh perhitungan yang telah dilakukan dapat ditarik suatu simpulan bahwa ditetapkannya Kota Pekalongan sebagai kawasan andalan kurang tepat, namun demikian jika dilihat dari banyaknya sektor unggulan maupun adanya keterkaitan ekonomi antardaerah penetapan Kota Pekalongan dianggap tepat.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT Dzat yang Maha Rahman dan Rahim, yang Maha Luas PengetahuanNya, Sebagai Salah Satu Kawasan Andalan di Jawa Tengah ” yang merupakan merupakan salah satu syarat guna mencapai gelar Magister Sains Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Diponegoro Semarang. Sholawat serta salam semoga tercurahkan atas Nabiullah Muhammad SAW yang mulia dan keluarga, beserta para sahabat dan pengikutnya.
Banyaknya keterbatasan yang dihadapi, baik pengetahuan maupun pengalaman berakibat pada terhambatnya proses penyelesaian tesis ini. Namun berkat kesabaran dosen pembimbing dan dukungan keluarga serta teman-teman civitas akademika akhirnya tesis ini dapat terselesaikan. Oleh karenanya pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak Drs. Wiratno, MEc dan Bapak Drs. R. Mulyo Hendarto, MSP. Selaku dosen pembimbing. Kepada Prof. Dr FX. Sugiyanto, MS yang berkenan memberikan nasihat dan bimbingan. Kepada Sri Pujiningsih istriku terkasih yang dengan sabar mendampingi selama proses penyelesaian tesis ini. Pada Kesempatan ini pula penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Rektor dan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Diponegoro.
2. Bapak Dr. Dwisetia Poerwono, MSc selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Diponegoro.
4. Seluruh civitas akademika Fakultas Ekonomi Universitas Pekalongan yang telah banyak memberi dukungan, terutama kepada Ibu Dr. Siti Nurhayati, MS dan Ibu Tutik Kriswandari, SE, MSi
5. Ayah dan Ibunda mertua , serta adik-adikku atas dorongan dan doa restunya. 6. Seluruh Pengelola Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan Universitas Diponegoro.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, masukan dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk penulisan-penulisan berikutnya.
Semarang, 12 Juli 2007
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PERNYATAAN
HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRACT
1.1.Latar Belakang Masalah 1.2.Rumusan Masalah 1.3.Tujuan Penelitian 1.4.Kegunaan Penelitian
1 9 9 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
TEORITIS
11
2.1. Tinjauan Pustaka 11
2.1.1. Pembangunan dan Pertumbuhan 2.1.2. Pembangunan Ekonomi Daerah 2.1.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi
2.1.4. Teori Berbasis Ekspor Atau Teori Basis Ekonomi (Economics Base Theory)
2.1.5. Toeri Tempat Sentral
2.1.6. Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Pole Theory) 2.1.7. Model Gravitasi
2.1.8. Penelitian Terdahulu
11
2.2 Model Alur Pikir Teoritis 33
2.3 Hipotesis 33
BAB III METODE PENELITIAN 35
3.1. Definisi Operasional Variabel 3.2. Jenis Data
3.3. Metode Pengumpulan Data 3.4. Teknis Analisis
36 37 3.4.1. Tipologi Klassen
3.4.2. Metode Location Quotient 3.4.3. Metode Shift Share Analysis 3.4.4. Model Rasio Pertumbuhan
3.4.5. Model Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi 3.4.6. Model Rasio pertumbuhan Wilayah Studi 3.4.7. Metode Overlay
3.4.8. Model Gravitasi
37
BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN 53
4.1. Kondisi Geografis
4.2. Jumlah Penduduk dan Tenaga Kerja
53 54 4.2.1. Jumlah penduduk
4.2.2. Tenaga kerja
54 55
4.3. Kondisi Perekonomian 57
4.3.1. PDRB
4.3.2. PDRB Perkapita
57 57 4.4. Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah Kota
Pekalongan
58
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 61
5.1 Analisis Data 62
5.2 Klasifikasi Pertumbuhan 68
5.3 Sektor-Sektor Ungulan 72
5.3.1. Analisis Location Quotient
5.3.2. Analisis Model Rasio Pertumbuhan 5.3.3. Analisis Overlay
5.3.4. Analisis Shift Share
DAFTAR TABEL
Nomor : Judul: Halaman:
Tabel 1.1. Laju Pertumbuhan Produk Regional Domestik Bruto di Kota/ Kabupaten Pusat Pengembangan Wilayah Kawasan Andalan di Jawa Tengah Tahun 2001-2005 (dalam %)
7
Tabel 2.1 Prediksi dari Model-model Pertumbuhan Regional. 20
Tabel 2.2. Ringkasan Studi Terdahulu 30
Tabel 3.1. Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Tipologi Klassen
38
Tabel 4.1 Jarak Kota Pekalongan dengan Kota/ Kabupaten lain se Eks karesidenan Pekalongan
54
Tabel 4.2 Kepadatan Penduduk di Kota Pekalongan Tahun 2005 55 Tabel 4.3 Prosentase Laju Pertumbuhan Penduduk di Kota
Pekalongan Tahun 2003 – 2005
55
Tabel 4.4 Penduduk Pencari Kerja di Kota Pekalongan Tahun 2003 – 2005
56
Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Yang Bekerja Menurut lapangan Usaha Utama Di Kota Pekalongan Tahun 2003 – 2005
56
Tabel 4.6 PDRB Kota Pekalongan Atas Dasar Harga Konstan dan Kontribusi Tiap Sektor Kota Pekalongan Tahun 2003 -2005 (Juta Rupiah)
57
Tabel 4.7 PDRB Perkapita Kota Pekalongan Tahun 2003-2005 58 Tabel. 5.1 PDRB Perkapita Kota Pekalongan dan Jawa Tengah
Tahun 2003-2005
Tabel 5.2 LQ Rata-rata Kota Pekalongan Tahun 2003-2005 75 Tabel 5.3 Koefisien MRP PDRB Kota Pekalongan tahun
2003-2005
76
Tabel 5.4 Analisis Overlay PDRB Kota Pekalongan 79 Tabel 5.5 Analisis Shift Share Estaban Marquiles Kota
Pekalongan Tahun 2003 – 2005
81
Tabel 5.6 Efek alokasi Kota Pekalongan 83
Tabel 5.7 Indeks Gravitasi dan Model Interaksi Ruang Wilayah Eks Karesidenan Pekalongan 2003-2005
88
Tabel 5.8 Komparasi Ciri Kawasan Andalan dan Hasil Perhitungan Berbagai Alat Analisis
DAFTAR GAMBAR
Nomor: Judul: Halaman:
Gambar 1.1. Peta Kawasan Andalan Propinsi Jawa Tengah 4 Gambar 1.2. Laju Pertumbuhan PDRB Kota Pekalongan dan
Provinsi Jawa Tengah Tanpa Migas Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Tahun 2001-2005
8
Gambar 2.1. Model Alur Pikir Teoritis 34
Gambar 5.1. Kontribusi Sektoral Terhadap PDRB di Kota Pekalongan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000, Tahun 2003 dan 2005 (%)
63
Gambar 5.2 Posisi Pertumbuhan Ekonomi Kota Pekalongan Menurut Tipologi Klassen
70
Gambar 5.3. Peta Jarak Kota Pekalongan dengan Kota/ Kabupaten Lain Se Eks Karesidenan Pekalongan
89
Gambar 5.4. Hasil Analisis Pengembangan Kota Pekalongan sebagai Kawasan Andalan
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran 1. PDRB Kota Pekalongan dengan Harga Konstan Tahun 2000, Tahun 2003-2005
101
Lampiran 2. PDRB Jawa Tengah dengan Harga Konstan Tahun 2000, Tahun 2003-2005
102
Lampiran 3. Hasil Perhitungan LQ Tahun 2003 103 Lampiran 4. Hasil Perhitungan LQ Tahun 2004 104 Lampiran 5. Hasil Perhitungan LQ Tahun 2005 105 Lampiran 6. Hasil Perhitungan Model Rasio Pertumbuhan (MRP)
2003-2005
106
Lampiran 7. Hasil Perhitungan Shift Share Modifikasi Estaban Erquiles
107
Lampiran 8. Hasil Perhitungan Indeks Gravitasi 110 Lampiran 9 Peta Kebijakan Wilayah Pembangunan Jawa Tengah 111
Lampiran 10. Rencana Bagian Wilayah Kota 112
Lampiran 11. Gb. 1 dan 2. Sentra Perbelanjaan Drosir Setono di Kecamatan Pekalongan Timur
113
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Berlakunya otonomi daerah yang paling penting bagi pembangunan daerah dewasa ini adalah meningkatnya motivasi antardaerah, mengaktualisasikan diri sebagai daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi melalui pemberdayaan potensi ekonomi lokal dengan mengembangkan kegiatan-kegiatan ekonomi yang bersandarkan kepada kekuatan-kekuatan daerah dan memanfaatkan peluang-peluang yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan sosial yaitu kemakmuran dan keadilan.
Membiarkan masing-masing daerah untuk berkompetisi akan sama halnya menyerahkan pembangunan ekonomi secara nasional pada mekanisme pasar yang secara nyata telah menempatkan pada situasi semakin melebarnya jurang ketidakmerataan antardaerah, karena kegiatan ekonomi akan menumpuk di tempat-tempat dan daerah tertentu, sedangkan tempat-tempat-tempat-tempat atau daerah lainnya akan semakin ketinggalan. Memusatnya ekspansi ekonomi di suatu daerah dapat disebabkan karena letak geografis, kondisi dan situasi alamiah yang ada, dan sebagainya. Ekspansi suatu daerah akan mempunyai pengaruh yang merugikan bagi daerah-daerah lain, karena tenaga kerja dan modal perdagangan yang ada akan pindah ke daerah yang melakukan ekspansi tersebut. Khususnya perpindahan tenaga kerja, biasanya bersifat selektif, akibatnya migrasi itu sendiri pun cenderung untuk menguntungkan daerah-daerah yang mengalami ekspansi ekonomi tersebut dan merugikan daerah-daerah lain (back wash effect) (Myrdal 1957 dalam Lincolin Arsyad, 1999).
Kunci keberhasilan pembangunan daerah dalam mencapai sasaran pembangunan adalah koordinasi dan keterpaduan, baik itu keterpaduan antarsektor, antarsektor dan daerah, antarkabupaten/ kota dalam provinsi, serta antarprovinsi dan kabupaten/ kota. Dengan keterpaduan tersebut, berarti akan terjadi kesamaan pandangan, saling isi dan tidak tumpang tindih antara program pembangunan daerah satu dengan daerah yang lain. Adapun tujuan pembangunan yang diharapkan adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara adil, tersedianya lapangan berusaha, menurunnya angka pengangguran dan angka kemiskinan.
Provinsi Jawa Tengah dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 21 Tahun 2003 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2018 menetapkan daerah-daerah yang dijadikan kawasan andalan di Jawa Tengah sebagai berikut:
1. Cilacap dan sekitarnya 2. Kebumen dan sekitarnya 3. Borobudur dan sekitarnya,
4. SUBOSUKAWONOSRATEN (Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen dan Klaten),
5. WANARAKUTI (Juwana, Jepara, Kudus dan Pati),
6. KEDUNGSEPUR (Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Semarang dan Purwodadi),
Kawasan Andalan adalah kawasan budidaya yang dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi bagi kawasan sendiri dan kawasan sekitarnya, serta dapat
mewujudkan pemanfaaatan ruang wilayah nasional. ( RTRW Provinsi Jateng,
2003 )
Konsep Kawasan Andalan menurut Royat ( Kuncoro, 2002 ) merupakan
kawasan yang ditetapkan sebagai penggerak perekonomian wilayah (prime
mover), yang memiliki kriteria sebagai kawasan yang cepat tumbuh dibanding
lokasi lainnya dalam suatu provinsi, memiliki sektor unggulan dan memiliki
keterkaitan ekonomi dengan daerah sekitar (hinterland). Pertumbuhan kawasan
andalan diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi pertumbuhan
daerah sekitar (hinterland), melalui pemberdayaan sektor/ subsektor unggulan
sebagai penggerak perekonomian daerah dan keterkaitan ekonomi antardaerah.
Arah kebijakan penetapan kawasan andalan ditekankan pada pertumbuhan
ekonomi. Karena pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu variabel ekonomi
yang merupakan indikator kunci dalam pembangunan.
Berdasarkan kriterianya penetapan kawasan andalan semata-mata
didasarkan pada aspek ekonomi, meskipun demikian tidak tertutup kemungkinan
adanya faktor lain di luar faktor ekonomi. Secara konseptual kebijakan pemerintah
tersebut sangat efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah, dalam
upaya mengejar ketertinggalan pembangunan antardaerah. Namun demikian,
penerapan di lapangan tidak menutup kemungkinan adanya penyimpangan
kebijakan tersebut terutama dalam penetapan suatu daerah sebagai kawasan
kepedulian terhadap realitas keterbelakangan yang dialami daerah ( Kuncoro,
2002 )
Indikasi perkembangan ekonomi daerah dapat dilihat dari pertumbuhan
ekonomi dan distribusinya serta dampaknya kepada sektor-sektor pendukung
yaitu jaring produksi dan pemasaran dalam kelembagaan ekonomi serta
lingkungan kondusif untuk keseimbangan dan keberlanjutannya pada masa
mendatang. Kebijakan perubahan struktur perekonomian harus dikembangkan
selaras dengan perekembangan global yang menantang dari segi keunggulan
produk dan kemampuan bersaing ( Fashbir Noor Sidin, 2001 ). Perkembangan
ekonomi juga tercermin dari adanya transformasi struktural ekonomi yang tinggi,
misalnya adanya pergeseran struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor non
pertanian, maupun transformasi sosial dan ideologi yang tinggi yaitu adanya
perubahan sikap, kelembagaan dan ideologi ( Todaro, MP, 1987).
Masalah pokok dalam pengembangan ekonomi lokal adalah pada titik
beratnya pada kebijakan “endogenous development” menggunakan potensi
sumber daya manusia, institutional dan fisik setempat. Orientasi ini mengarahkan
kepada fokus dalam proses pembangunan untuk menciptakan lapangan kerja baru
dan merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi. ( Lincolin Arsyad, 1999 ).
Menurut Sri Adiningsih bahwa pembangunan ekonomi juga meningkatkan laju
pertumbuhan ekonomi yang pesat, membawa tingkat kemakmuran masyarakat
lebih tinggi dan menurunkan kemiskinan (Gatot, 2003).
Kinerja perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari nilai PDRB dan
Konstan (ADHK) tahun 2000 pada tahun 2005 senilai Rp. 1,701,324.23 dan laju
pertumbuhan PDRB sebesar 3,83%. (PDRB Kota Pekalongan Tahun 2005).
Dibanding dengan laju pertumbuhan PDRB kota/ kabupaten yang menjadi
titik-titik pertumbuhan dalam kawasan andalan maupun pertumbuhan PDRB Provinsi
Jawa Tengah maka pertumbuhan PDRB Kota Pekalongan masih lebih rendah.
Secara lebih lengkap perbandingan pertumbuhan ekonomi Kota Pekalongan
dengan Kota/ Kabupaten lain, maupun dengan Pertumbuhan PDRB Jawa Tengah
di jelaskan melalui Tabel 1.1.
Tabel 1.1.
Laju Pertumbuhan Produk Regional Domestik Bruto di Kota/ Kabupaten Pusat Pengembangan Wilayah Kawasan Andalan
di Jawa Tengah Tahun 2001-2005 (dalam %)
No Kabupaten/ Kota 2001 2002 2003 2004 2005 Rata-rata 1 Kab. Cilacap 4.69 6.57 5.17 5.55 6.19 5.59 2 Kab. Kebumen 1.46 3.91 2.93 1.18 3.21 2.29 3 Kab. Kudus 6.06 5.44 5.56 8.7 4.23 5.83 4 Kota Magelang 3.44 3.01 3.74 3.78 5.71 3.84 5 Kota Surakarta 4.12 4.97 6.11 5.8 5.15 5.18 6 Kota Semarang 3.4 4.1 4.39 4.76 5.5 4.37 7 Kota Pekalongan 5.43 1.94 3.86 4.07 3.82 3.63 8 Kota Tegal 7.73 4.82 5.82 5.85 4.87 5.73 Jeteng 3.48 3.4 4.76 4.90 5.00 4.25
Sumber: Data PDRB Provinsi Jawa Tengah, diolah
Untuk memperjelas kondisi laju pertumbuhan PDRB Kota Pekalongan
selama tahun 2001-2005 dibanding dengan laju pertumbuhan rata-rata seluruh
Kota/ Kabupaten di Jawa Tengah atau laju pertumbuhan PDRB Jawa Tengah
Gambar 1.2.
Laju Pertumbuhan PDRB Kota Pekalongan dan Provinsi Jawa Tengah Tanpa Migas Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Tahun 2001-2005
Sumber: Data diolah
Peran Kota Pekalongan sangat strategis sebagai penggerak roda
perkonomian regional Jawa Tengah maupun nasional karena berada di jalur utama
Pantura. Kota Pekalongan juga memiliki prospek ekonomi yang baik dan
memiliki daya tarik investasi yang baik. Dengan realita kinerja sebagaimana
diuraikan diatas maka menarik untuk mengkaji dan menganalis. Oleh karena itu
penelitian ini mengambil judul” ANALISIS PENGEMBANGAN KOTA
PEKALONGAN SEBAGAI SALAH SATU KAWASAN ANDALAN DI JAWA
TENGAH”
2001 2002 2003 2004 2005
Tahun
2001 2002 2003 2004 2005
1.2. Rumusan Masalah
Sejak ditetapkan sebagai kawasan andalan tahun 2003, pertumbuhan
PDRB Kota Pekalongan sampai dengan tahun 2005 masih lebih rendah dari
pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah maupun daerah Kota/ Kabupaten lain yang
menjadi kawasan andalan.
Perlu dievaluasi apakah kinerja ekonomi Kota Pekalongan selama
2003-2005 sudah dapat menunjukkan sebagai salah satu kawasan andalan di Jawa
Tengah dengan kriteria cepat tumbuh, memiliki sektor unggulan, dan memiliki
keterkaitan ekonomi dengan daerah sekitarnya..
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Mengidentifikasi tipologi pertumbuhan ekonomi Kota Pekalongan
sebagai daerah cepat tumbuh berdasarkan potensi yang dimilikinya.
2. Mengidentifikasi sektor-sektor unggulan yang potensial untuk
dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kota Pekalongan.
3. Mengindentifikasi daerah–daerah di sekitar Kota Pekalongan yang
memiliki interaksi ekonomi daerah yang kuat dengan Kota Pekalongan.
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai sumber informasi kepada pemerintah Kota Pekalongan yang dapat
dijadikan bahan pertimbangan pengambilan kebijakan pengembangan
ekonomi regional yang berkelanjutan sehingga pemerintah dapat lebih
akomodatif dalam pembangunan daerah.
2. Sebagai sumber informasi untuk dipertimbangkan oleh Pemerintah Kota
Pekalongan dalam meningkatkan kinerja masing-masing sektor.
3. Menambah referensi tentang pertumbuhan ekonomi di suatu daerah untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi
Istilah pembangunan ekonomi digunakan secara bergantian dengan istilah
pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan ekonomi dan perubahan jangka penjang.
Ursula Hicks dan Schumpeter (ML, Jhingan, 1992) membedakan pembangunan
ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. pembangunan ekonomi mengacu pada
masalah yang dihadapi negara sedang berkembang, sedangkan pertumbuhan
ekonomi mengacu pada masalah negara maju. Masalah negara berkembang
menyangkut pengembangan sumber-sumber yang tidak atau belum digunakan,
kendati penggunaannya telah cukup dikenal. Sedangkan negara maju terkait
dengan pertumbuhan. Hal ini terkait dengan keberadaan sumber-sumber ekonomi
yang ada telah digunakan pada batas tertentu.
Pembangunan menurut Schumpeter (ML, Jhingan , 1992) adalah perubahan
spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah
dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya. Sedangkan
pertumbuhan adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang
terjadi melalui kenaikan tabungan penduduk.
Menurut Profesor Bonne (ML, Jhingan , 1992) bahwa pembangunan
dalam rangka menciptakan kekuatan-kekuatan bagi perluasaan dan pemeliharaan.
Sementara menurut Nurkse pembangunan ekonomi berkaitan dengan peranan
manusia, pandangan masyarakat, kondisi politik, dan latar belakang historis. Bagi
Myrdal pembangunan berarti pergerakan ke atas dari seluruh sistem sosial
( Kuncoro 1997).
Mier (dalam Kuncoro,2002) menjelaskan bahwa pembangunan ekonomi
merupakan proses dimana pendapatan perkapita riil dari suatu negara meningkat
dalam periode jangka panjang. Dengan syarat bahwa jumlah penduduk yang
dibawah garis kemiskinan tidak mengalami peningkatan dan distribusi pendapatan
tidak lebih timpang.
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan kenaikan
pendapatan riil perkapita pendududuk suatu negara dalam jangka panjang yang
disertai oleh perbaikan kelembagaan (Lincolin Arsyad, 1999). Hal ini
mengandung pengertian: disamping adanya suatu kenaikan pendapatan perkapita
riil . Pembangunan merupakan suatu proses yang berarti perubahan secara terus
menerus dan terjadi dalam jangka panjang, serta terdapat perbaikan sistem
kelembagaan baik dari aspek organisasi maupun aspek regulasi yang menyangkut
bidang ekonomi, sosial dan budaya, politik, dan bidang hukum .
Menurut Michael P Todaro (1987) pembangunan harus dipahami sebagai
suatu proses berdimensi banyak yang melibatkan perubahan-perubahan besar
dalam struktur sosial, sikap masyarakat, dan kelembagaan nasional, serta
percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan, dan
menampilkan perubahan yang menyeluruh yang meliputi usaha penyelarasan
suatu sistem sosial kepada kebutuhan dasar dan keinginan-keinginan yang berbeda
bagi setiap individu dan kelompok sosial dalam sistem tersebut, berpindah dari
suatu kondisi yang dianggap sebagai tidak menyenangkan kepada suatu kondisi
atau situasi kehidupan yang dianggap lebih baik secara material maupun spiritual.
Profesor Dudley Seers (Todaro, 1987) mempersoalkan hal yang paling
mendasar tentang arti pembangunan yaitu lebih menekankan terhadap
masalah-masalah yang menyangkut kemiskinan, pengangguran, dan ketidakmerataan
distribusi pendapatan. Menurutnya ciri suatu negara yang sedang membangun
adalah jika terdapat indikasi penurunan pada ketiga masalah tersebut.
Sementara itu Yoseph Schumpeter ahli ekonom Neo Klasik dalam
bukunya”The Theory of Economics Development” (Lincolin Arsyad, 1999)
menekankan pengusaha dalam pembangunan. Menurutnya pembangunan ekonomi
bukan merupakan proses yang harmoni atau gradual, tetapi merupakan perubahan
yang spontan dan terputus-putus (discontinuous). Pembangunan ekonomi
disebabkan oleh adanya perubahan terutama dalam lapangan industri dan
perdagangan. Menurut teori pertumbuhan neo klasik ini kuncinya berada pada
enterpreuner atau wirausaha, yaitu orang-orang yang memiliki inisiatif untuk
perkembangan produk nasional. Schumpeter berkeyakinan bahwa pembangunan
ekonomi diciptakan oleh inisiatif golongan pengusaha yang inovatif, yaitu
golongan masyarakat yang mengorganisasi barang-barang yang diperlukan
masyarakat secara keseluruhan. Merekalah yang menciptakan inovasi
memperluas barang baru; menggunakan cara-cara baru dalam berproduksi;
memperluas pasar barang ke daerah-daerah baru; mengembangkan
sumber-sumber bahan mentah yang baru; mengadakan reorganisasi dalam perusahaan atau
industri.
Pembangunan menurut versi Bank Dunia (2001) adalah pembangunan tidak
sekedar peningkatan pendapatan perkapita yang lebih tinggi, namun pembangunan
mencakup pendidikan dan kesempatan kerja yang lebih merata, kesetaraan jender
yang lebih besar, kesehatan dan nutrisi yang lebih baik, lingkungan alam yang
lebih bersih dan lestari, sistem hukum dan pengadilan yang lebih adil, kebebasan
politik dan sipil yang lebih luas, kehidupan kultural yang lebih kaya.
Dari uraian di atas pembangunan dapat dimaknai tidak sekedar kenaikan
pendapatan perkapita yang lebih tinggi, tetapi mencakup perubahan yang jauh
lebih luas, yaitu sebagai suatu proses multidemensional yang melibatkan
perubahan-perubahan besar dalam struktural sosial, sikap-sikap mental yang
sudah terbiasa termasuk didalamnya kepercayaan, dan lembaga-lembaga nasional
termasuk pula percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan dan
pemberantasan kemiskinan yang absolut. Pengertian pembangunan ekonomi telah
mencakup dimensi yang lebih luas, terpadu dan mencakup berbagai aspek
kehidupan. Oleh karena itu pembangunan harus dilihat secara dinamis dan bukan
sebagai konsep statis dan pembangunan ekonomi adalah suatu orientasi dan
kegiatan usaha yang tanpa akhir.
Berbeda dengan pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi lebih
kenaikan itu besar atau kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah
terdapat perubahan struktur ekonomi atau tidak.
Di dalam analisisnya Prof. Simon Kuznets memisahkan enam karakteristik
proses pertumbuhan di hampir semua negara maju sebagai berikut (Todaro, MP,
1987):
Dua variabel ekonomi agregat yang meliputi: (1) laju pertumbuhan output
perkapita dan pertambahan penduduk yang tinggi (2) tingkat kenaikan
produktivitas faktor yang tinggi; terutama produktivitas tenaga kerja. Dua variabel
transformasi struktural yang meliputi: (3) tingkat transformasi struktural ekonomi
yang tinggi dan (4) tingkat transformasi sosial dan ideologi yang tinggi. Dua
faktor yang mempengaruhi tingkat penyebaran pertumbuhan internasional yang
meliputi: (5) kecenderungan negara-negara yang maju perekonomian untuk
menjangkau bagian dunia lainnya sebagai daerah pemasaran dan sumber bahan
baku, dan (6) terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya
mencapai sepertiga bagian penduduk dunia.
2.1.2. Pembangunan Ekonomi Daerah
Pengertian daerah berbeda-beda tergantung pada aspek tinjauannya. Dari
aspek ekonomi, daerah mempunyai tiga pengertian yaitu (Lincolin Arsyad, 1999):
a. Suatu daerah dianggap sebagai ruang dimana kegiatan ekonomi terjadi di
dalam berbagai pelosok ruang tersebut terdapat sifat-sifat yang sama.
perkapitanya, sosial budayanya, geografisnya, dan sebagainya. Daerah
dalam pengertian seperti ini daerah disebut daerah homogen.
b. Suatu daerah dianggap sebagai suatu ekonomi ruang yang dikuasai oleh
satu atau beberapa pusat kegiatan ekonomi. Daerah dalam pengertian ini
disebut daerah nodal.
c. Suatu daerah adalah suatu ekonomi ruang yang berada di bawah satu
administrasi tertentu seperti satu provinsi, kabupaten, kecamatan dan
sebagainya. Jadi daerah di sini didasarkan pada pembagian administrasi
suatu negara. Daerah dalam pengertian seperti ini dinamakan daerah
perencanaan atau daerah administrasi.
Pembangunan ekonomi daerah adalah proses dimana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk suatu
pola kemitraan antara pemerintah daerah dan dengan sektor swasta untuk
menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan
ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Lincolin Arsyad,1999)
Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses yang meliputi
pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan
kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih
baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan
perusahaan-perusahaan baru.
Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan
terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan
potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara
lokal(daerah). Orientasi ini mengarahkan pada pengambilan inisiatif-inisiatif yang
berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan
kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. Adapun
tujuan pembangunan daerah adalah meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja
untuk masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah daerah dan
masyarakatnya harus secara aktif bersama-sama mengambil inisiatif
pembangunan daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah beserta partisipasi
masyarakatnya dan dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang ada
harus mampu menaksir potensi sumberdaya-sumberdaya yang diperlukan untuk
merancang dan membangun perekonomian daerah.
2.1.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Perbedaan pokok antara pertumbuhan perekonomian nasional dan analisis
pertumbuhan daerah adalah perpindahan faktor (factor movements). Asumsi
bahwa perekonomian suatu bangsa sebagai perekonomian tertutup yang acap kali
digunakan dalam analisis pertumbuhan ekonomi nasional tidak dapat digunakan
dalam analisis pertumbuhan ekonomi daerah. Adanya kemungkinan masuk dan
keluarnya arus perpindahan tenaga kerja dan modal sangat memperbesar peluang
bagi perbedaan tingkat pertumbuhan regional, bahkan kendati stok
sumber-sumber nasional telah dalam kapasitas penggunaan penuh karena dalam analisis
pertumbuhan suatu daerah dapat jauh lebih tinggi dari pada tingkat normal yang
dicapai oleh perekonomian nasional.
Berkaitan dengan analisis pertumbuhan regional ada dua pendekatan
metodologis yang sangat berbeda: mengadaptasi model-model ekonomi makro
yang digunakan dalam teori pertumbuhan agragatif ( dan varian-varian regional
khusus seperti teori basis ekspor) atau menafsirkan pertumbuhan suatu daerah
menurut dinamikanya struktur industri ( seperti teori Shift Share). Pendekatan
pertama memungkinkan suatu daerah mengidentifikasi hubungan terpenting
antara perpindahan faktor-faktor dan pertumbuhan regional dengan cara yang
lebih jelas. Sementara pendekatan kedua lebih berorientasi pada perubahan pola
pertumbuhan regional sebagai efek netto dari keputusan-keputusan lokasi dan
output yang diambil oleh perusahaan-perusahaan bisnis sebagai reaksi terhadap
perubahan-perubahan kebutuhan input dan pasar dalam industri-industri mereka
(Richardson, 2001)
Terkait dengan pertumbuhan regional menurut ada tiga kekuatan
konvergensi potensial yang penting, pertama adanya kemungkinan arus faktor
yang bersifat menyeimbangkan seperti diprediksi oleh model neoklasik. Tenaga
kerja berpindah dari daerah-daerah upah rendah ke daerah-daerah upah tinggi, dan
jika upah dan produk marginal dari modal mempunyai korelasi terbalik, modal
akan mengalir menurut arah sebaliknya. Dengan demikian daerah-daerah upah
rendah pun cenderung untuk bertumbuh lebih cepat. Sumber utama kedua yang
menimbulkan konvergensi adalah alokasi sumber-sumber di dalam lingkungan
pertanian) ke dalam sektor-sektor produktivitas tinggi, upah tinggi, dengan
demikian menaikkan pendapatan rata-rata perkapita. Di banyak negara,
kebanyakan perbedaan-perbedaan regional dalam hal pendapatan perkapita dapat
dicari sebabnya pada berbeda-bedanya proporsi sumber-sumber yang
dipekerjakan dalam sektor pertanian. Luas lingkup bagi relokasi interm semacam
ini adalah lebih besar di daerah-daerah upah rendah pertanian. Ketiga, ciri-ciri
kematangan dalam daerah-daerah yang sudah lama berpendapatan tinggi dapat
melambatkan kenaikan pendapatan perkapita masa mendatang. Barangkali, yang
terpenting diantara ciri-ciri ini adalah habisnya kemungkinan perpindahan
sumber-sumber antarsektoral dan inelastisnya fungsi-fungsi penawaran tenaga
kerja (disebabkan oleh rendahnya tingkat reproduksi neto di daerah-daerah yang
sudah perkotaan) (Richardson, 2001).
Pada dasarnya masih terdapat perdebatan terkait dengan model
pertumbuhan regional yang diakibatkan karena ketiadaan data yang memadai
untuk menguji hipotesis sehingga apakah tingkat pertumbuhan regional itu
konvergen atau tidak masih dapat dianalisis secara empiris. Guna menggambarkan
ciri-ciri daerah yang bertumbuh cepat menurut prediksi model-model
Tabel 2.1. Prediksi dari Model-model Pertumbuhan Regional.
Ciri-ciri Daerah-daerah yang Bertumbuh Cepat
Model
2.1.4. Teori Berbasis Ekspor atau Teori Basis Ekonomi (Economic Base
Theory)
Teori pertumbuhan regional berbasis ekspor menerangkan bahwa beberapa
aktivitas di suatu daerah adalah basis dalam arti bahwa pertumbuhannya
menimbulkan dan menentukan pembangunan menyeluruh daerah itu, sedangkan
aktivitas-aktivitas lain ( non basic) merupakan konsekuensi dari pembangunan
menyeluruh tersebut (Hoover, 1984) menurut teori ini semua pertumbuhan
regional ditentukan oleh sektor basis, sedangkan sektor non basis, yang mencakup
aktivitas-aktivitas pendukung, seperti perdagangan, jasa-jasa perseorangan,
produksi untuk pasar lokal dan produksi input untuk produk-produk disektor basis
melayani industri-industri di sektor basis maupun pekerja-pekerja beserta
keluarganya di sektor basis ( Bendavid-Val, 1991, dalam Prasetyo, 2001)
Tieobot (dalam Prasetyo, 2001) menggambarkan pentingnya ekspor
sebagai berikut: pasar ekspor dipandang sebagai penggerak perekonomian lokal.
yang melayani pasar lokal juga naik turun. Bila pabrik (ekspor) tutup, padagang
eceran (lokal) merasakan dampaknya karena para pekerja pabrik yang
diberhentikan tidak memiliki uang untuk dibelanjakan. Karena peranan penggerak
utama itu, kesempatan kerja ekspor dipandang sebagai “dasar” (basic atau basis)
kesempatan kerja yang melayani pasar lokal dipandang menyesuaikan atau adaptif
dan diberi istilah “non dasar” (non basic)
Studi basis ekonomi regional umumnya berupaya untuk menemukenali
aktivitas-aktivitas ekspor wilayah, untuk meramalkan pertumbuhan di aktivitas–
aktivitas itu dan mengevaluasi dampak dari kenaikan aktivitas ekspor atas
aktivitas lain. Basis ekonomi dari sebuah komunitas terdiri atas
aktivitas-kativitas yang menciptakan pendapatan dan kesempata kerja utama pada manusia
yang menjadi tumpuan perekonomian. Studi basis menemukenali sumber-sumber
utama (basic) dari pendapatan dan kesempatan kerja sebagai suatu basis ekonomi
dari suatu wilayah. Semua pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh sektor dasar
(basic sector). Pendapatan dan kesempatan kerja basis berasal dari ekspor.
Industri-industri ekspor merupakan basis ekonomi atau sektor basis dari wilayah.
Pendapatan dan kesempatan kerja non basis ditentukan oleh pendapatan dan
kesempatan kerja basis. Hal ini dapat diformulasikan sebagai berikut:
∆T = k ∆B
∆Y = k ∆X
Dimana T adalah Total kesempatan kerja, k adalah pengganda berbasis ekspor
atau pengganda basis ekonomi, B adalah kesempatan kerja basis / dasar (ekspor),
Teori Basis Ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama
pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan
permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri
yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku
untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja
(job creation) (Lincolin Arsyad, 1999)
Strategi pembangunan daerah yang muncul didasarkan pada teori ini
adalah penekanan tehadap arti penting bantuan (aid) kepada dunia usaha yang
mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implimentasi
kebijakannya mencakup pengurangan hambatan/ batasan terhadap
perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah
tersebut.
2.1.5. Teori Tempat sentral
Teori tempat sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki
tempat (hierarchy of place). Setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat
yang lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri bahan baku). Tempat
sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi
penduduk daerah yang mendukungnya.
Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi
daerah. Baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan. Beberapa daerah dapat
menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan lainnya hanya sebagai daerah
2.1.6 Teori Pusat Pertumbuhan ( Growth Pole Teory)
Pusat pertumbuhan (growth pole) dapat diartikan dengan dua cara, yaitu
secara fungsional dan secara geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan
adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena
sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu
menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah
belakangnya). Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang
banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole
of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi
di situ dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada di kota
tersebut, walaupun kemungkinan tidak ada interaksi antara usaha-usaha tersebut.
Suatu kota dikatakan sebagai pusat pertumbuhan harus bercirikan: (1) adanya
hubungan intern antara berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi,
(2) adanya unsur pengganda (multiplier effect), (3) adanya konsentrasi geografis,
(4) bersifat mendorong pertumbuhan daerah belakangnya (Tarigan, 2004).
Ciri-ciri pusat pertumbuhan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Adanya hubungan intern dari berbagai macam kegiatan
hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah kota. Ada
keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya sehingga apabila
ada satu sektor yang tumbuh akan mendorong pertumbuhan sektor
lainnya, karena saling terkait. Dengan demikian kehidupan kota
menciptakan sinergi untuk saling mendukung terciptanya
pertumbuhan.
2. Adanya unsur pengganda (multiplier effect)
keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung
akan menciptakan efek pengganda. Maknanya bila ada permintaan
satu sektor dari luar wilayah, peningkatan produksi sektor tersebut
akan berpengaruh pada peningkatan sektor lain. Peningkatan ini akan
terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan sehingga total kenaikan
produksi dapat beberapa kali lipat dibandingkan dengan kenaikan
permintaan di luar untuk sektor tersebut. Unsur efek pengganda
memiliki peran yang signifikan terhadap pertumbuhan kota
belakangnya. Hal ini terjadi karena peningkatan berbagai sektor di
kota pusat pertumbuhan akan membutuhkan berbagai pasokan baik
tenaga kerja maupun bahan baku dari kota belakangnya.
3. Adanya konsentrasi geografis
konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa
menciptakan efisiensi di antara sektor-sektor yang saling
membutuhkan, juga meningkatkan daya tarik (attraciveness) dari
kota tersebut. Orang yang datang ke kota tersebut bisa mendapatkan
berbagai kebutuhan pada lokasi yang berdekatan. Jadi kebutuhan
dapat diperoleh dengan lebih hemat waktu, biaya, dan tenaga. Hal ini
transaksi yang makin meningkat akan menciptakan economic of
scale sehingga tercipta efisiensi lebih lanjut.
4. Bersifat mendorong pertumbuhan daerah belakangnya
sepanjang terdapat hubungan yang harmonis di antara kota sebagai
pusat pertumbuhan dengan kota belakangnya maka pertumbuhan
kota pusat akan mendorong pertumbuhan kota belakangnya. Kota
membutuhkan bahan baku dari wilayah belakangnya dan
menyediakan berbagai fasilitas atau kebutuhan wilayah belakangnya
untuk dapat mengembangkan diri.
Pusat-pusat yang pada umumnya merupakan kota–kota besar tidak hanya
berkembang sangat pesat, akan tetapi mereka bertindak sebagai pompa-pompa
pengisap dan memiliki daya penarik yang kuat bagi wilayah-wilayah belakangnya
yang relatif statis. Wilayah-wilayah pinggiran di sekitar pusat secara
berangsur-angsur berkembang menjadi masyarakat dinamis. Terdapat arus penduduk, modal,
dan sumberdaya ke luar wilayah belakang yang dimanfaatkan untuk menunjang
perkembangan pusat-pusat dimana pertumbuhan ekonominya sangat cepat dan
bersifat kumulatif. Sebagai akibatnya, perbedaan pendapatan antara pusat dan
wilayah pinggiran cenderung lebih besar (Rahardjo Adisasmito, 2005).
2.1.7. Model Gravitasi
Model gravitasi adalah model yang paling banyak digunakan untuk
melihat besarnya daya tarik suatu potensi yang berada pada suatu lokasi. Model
wilayah pengaruh dari potensi tersebut. Dalam perencanaan wilayah, model ini
sering dijadikan alat untuk melihat apakah lokasi berbagai fasilitas kepentingan
umum telah berada pada tempat yang benar. Selain itu, apabila suatu daerah
hendak membangun suatu fasilitas yang baru maka model ini dapat digunakan
untuk menentukan lokasi yang optimal. Artinya, fasilitas itu akan digunakan
sesuai dengan kapasitasnya. Model ini dikenalkan oleh Carey dan Ravenstein
pada abad ke 19. Model ini dikembangkan atas dasar pengamatan lapangan atau
bersifat induktif. Model ini bermula dari pengamatan terhadap banyaknya jumlah
migrasi ke suatu kota sangat erat terkait dengan hukum gravitasi Newton. Artinya
banyaknya migrasi masuk suatu kota sangat terkait dengan besarnya kota tersebut
dan jauhnya tempat asal migran tersebut.
Misalnya, ada dua kota (kota A dan B) yang berdekatan, ingin diketahui
berapa besar interaksi yang terjadi antara dua kota tersebut. Interaksi bisa saja
diukur dari banyaknya perjalanan dari penduduk kota A ke kota B atau
sebaliknya. Faktor apa yang menentukan besarnya interaksi tersebut. Hasil
pengalaman menunjukkan bahwa interaksi itu ditentukan oleh beberapa faktor
dimana faktor pertama adalah besarnya kedua kota tersebut. Timbul persoalan apa
ukuran yang dijadikan untuk menentukan besarnya sebuah kota. Sebuah kota
dapat diukur dari jumlah penduduk, banyaknya lapangan kerja, total pendapatan,
jumlah/ luas bangunan, banyaknya fasilitas kepentingan umum, dan lain-lain.
Mungkin karena mudah mendapatkan data maka ukuran yang digunakan adalah
jumlah penduduk. Penggunaan jumlah penduduk sebagai alat ukur bukanlah
yang dikemukakan di atas. Faktor kedua yang mempengaruhi interaksi adalah
jarak antara kota A dan kota B. Jarak mempengaruhi keinginan orang untuk
bepergian karena menempuh jarak tersebut diperlukan waktu, tenaga dan biaya.
Makin jauh jarak yang memisahkan kedua lokasi, makin rendah keinginan orang
untuk bepergian. Selain itu dalam hal jarak, orang mengamati bahwa minat orang
bepergian menurun drastis apabila jarak itu semakin jauh, artinya penurunan
minat itu tidak proporsional dengan pertambahan jarak, melainkan eksponensial.
2.1.8. Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan penentuan
wilayah pembangunan dan ketimpangan regional adalah penelitian yang
dilakukan Sjafrizal (1997), menyimpulkan bahwa berdasarkan Tipologi Klassen
daerah maju dan tumbuh cepat adalah provinsi-provinsi yang mengalami laju
pertumbuhan perkapita yang tinggi dari rata-rata seluruh provinvi. Daerah yang
termasuk kedalam Maju dan tumbuh cepat di Wilayah Indonesia Bagian Barat
adalah Sumatera Utara, Riau dan Kalimantan barat.
Kuncoro (2002) hasil analisa mengenai evaluasi kebijakan kawasan
andalan di Kalimantan Selatan secara relatif hanya didasarkan pada pendapatan
perkapita, berdasarkan Tipologi Klassen daerah yang masuk maju dan cepat
tumbuh adalah daerah Kabupaten Kota Baru. Sementara alat analisis Location
Quotient yang digunakan memperoleh simpulan bahwa seluruh kabupaten/ Kota
baik yang berada dalam kawasan andalan maupun kawasan bukan andalan
usaha. Artinya, semua kabupaten/ kota di Provinsi Kalimantan Selatan memiliki
subsektor unggulan dan penetapan kawasan andalan berdasarkan sektor unggulan
dapat dipandang tepat.
Prasetyo ( 2001) hasil penelitian yang telah dilakukan di Kabupaten
Badung dan Provinsi Bali antara tahun 1985 dan tahun 1995. Dengan data
kesempatan kerja total di Kabupaten Badung dan data kesempatan kerja ditiap
sektor yang sama di Provinsi Bali sebagai daerah yang lebih tinggi tingkatannya
dan sebagai daerah acuannya. Dengan menggunakan analisis Location Quontient
(LQ) untuk menemukenali suatu industri atau sektor ekonomi dikatakan sebagai
sektor basis atau bukan. Dari sembilan sektor yang dihitung yaitu enam sektor
menjadi sektor basis yaitu: sektor listrik, gas, dan Air, Bangunan, perdagangan/
hotel, dan Jasa kemasyarakatan dengan nilai LQ masing-masing LQ=1,404, LQ =
1,132, LQ = 1,532, LQ = 1,615, LQ = 1,459, dan LQ = 1,745, sedangkan tiga
sektor lainnya yaitu pertanian, Tambang dan Penggalian, dan Industri adalah
sektor non basis dengan nilai LQ masing-masing LQ = o,558, LQ = 0,695 dan LQ
= 0,817. hal ini menandakan bahwa Kabupaten Badung berorientasi pada Wisata.
Prasetyo (1993) hasil penelitian yang dilakukan di Provinsi DIY dengan
menggunakan alat analisis Shift-Share diperoleh kesimpulan bahwa selama kurun
waktu 1980 sampai 1990 sekitar 489 ribu pekerja baru di DIY adalah berkat
pengaruh pertumbuhan kesempatan kerja nasional terhadap kesempatan kerja di
DIY, tetapi kenaikan jumlah pekerja baru yang sebenarnya adalah sebayak 269
ribu orang. Hal ini karena adanya pengaruh industry mix yang hanya
ketidakunggulan kompetitif yang menyebabkan berkurangnya tawaran pekerjaan
sebanyak 215 ribu di DIY.
Di bawah ini disajikan Tabel 2.1 yang merupakan tabel rangkuman
penelitian terdahulu yang digunakan sebagai bahan rujukan penelitian ini sebagai
Tabel 2.2. Ringkasan Studi Terdahulu
Peneliti (Tahun) Judul Alat Analisis Kesimpulan 1. Apriliyanto DP (1999) Identifikasi Potensi Kota Pekalongan
Tahun 1984-1998
Analisis Location Quotient (LQ), Tipologi Klassen, Model Rasio Pertumbuhan, Analisis Shift Share.
• Sektor listrik, sektor industri dan perdagangan, dan sektor pertanian merupakan sektor-sektor yang mempunyai potensi untuk dikembangkan.
2. Rudi Bahrudin (1999) Pengembangan Wilayah Provinsi DI*Y (pendekatan Teoritis)
Analisis Gravitasi Analisis Location Quotient (LQ)
• Interaksi kota-desa yang paling erat keterkaitannya adalah Kotamadya Yogyakarta dengan Kabupaten Sleman.
• Sektor basis yang berpotensi untuk dikembangkan yaitu sektor pertanian, sektor bangunan dan konstruksi, sektor transportasi, sektor komunikasi, sektor sewa rumah, pemerintah dan jasa
3. Kuncoro (2002) Evaluasi kebijakan kawasan andalan di Kalimantan Selatan
Analisis Tipologi klassen Analisis Location Quotient (LQ)
• Dalam analisis Tipologi Klassen daerah yang dinyatakan maju dan cepat tumbuh adalah daerah Kabupaten Kota Baru.
• Dalam analisis Location Quotient seluruh Kabupaten/ Kota baik yang berada dalam kawasan andalan maupun kawasan bukan andalan memiliki nilai LQ yang lebih besar dari satu pada beberapa subsektor lapangan usaha. Artinya, semua Kabupaten/ Kota di Provinsi Kalimantan Selatan memiliki subsektor unggulan dan penetapan kawasan andalan berdasarkan sektor unggulan dapat dipandang tepat.
4. Taufiq M dan Syirod S (2002)
Potensi Relatif Sektor-Sektor Ekonomi Provinsi Sumatra Selatan
Analisis Location Quetient (LQ)
Analisis Shift Share
Berdasarkan LQ sektor ekonomi yang dapat dijadikan sektor basis adalah sektor: pertanian, pertambangan minyak dan gas, dan pertambangan.
Berdasarkan Shift Share sektor yang relatif dapat dikembangkan adalah sektor pertanian (pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan, subsektor penggalian migas, perdagangan dan jasa
Pertumbuhan ekonomi Sumatra selatan ditentukan oleh Nasional share
5. Erma Setyowati dan Rina Trisnawati (2003)
Analisis Pengembangan Potensi daerah untuk mengembangkan Wilayah di Eks-Karesidenan Surakarta
Analisis Gravitasi Analisis Location Quotient (LQ)
• Interaksi kota-desa yang paling erat yaitu Surakarta dengan kabupaten Sukoharjo. Dengan demikian aglomerasi ekonomi pusat dan desa tersebut diharapkan akan merembet ke daerah-daerah lain di wilayah Kota Surakarta.
6. Ahmad Machruf (2003) Penentuan Sektor Unggulan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Shift Share Analysis, Location Questient, Analilsis Model Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio Model), rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr), Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs), dan Overlay)
• DIY memiliki basis ekonomi pada empat sektor, yaitu (1) sektor jasa (2) sektor keuangan, persewaan, persewaan bangunan dan jasa perusahaan, (3) sektor pengangkutan dan komunikasi, dan (4) sektor bangunan.
7. Maria Yuvita Gobay (2003)
Identifikasi Pengembangan Wilayah di Provinsi Papua
Growth Ratio Model Analysis ( MRP)
Analisis Location Quotient (LQ)
Overlay Analysis Tipologi Klassen Entropi Theil Index Krugman’s
SpecializationIndex Analysis
Selama periode 1993-2000 kabupaten/ kota di Provinsi Papua memiliki corak perekonomian yang bervariasi pengelompokan kegiatan sektoralnya.
Daerah yang dikatakan maju dan cepat tumbuh: Kabupaten Sorong
Daerah Maju tertekan: Kabupaten Jayapura, Kab. Fak Fak, Kab. Manokwari, Kab. Yapen Waropen, Kab. Biak Numfor, dan Kota Jayapura.
Selama periode 1993-2000 ketimpangan yang semakin menyempit
Pada masing-masing kabupaten/ Kota di Provinsi Papua memiliki potensi wilayah yang memiliki keuanggulan komparatif
8. Yunison Haryanto (2005) Analisis Pusat Pertumbuhan Ekonomi Pada Tingkat Kecamatan di Kabupaten Banyuasin Sumatra Selatan
Analisis Scalogram Analisis Grafitasi
Analisis Location Quetient (LQ)
Growth Ratio Model Analysis ( MRP)
Analisis Overlay
Di Kabupaten Banyuasin terdapat 5 kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan yaitu: Kecamatan Talang Kelapa, Kecamatan Banyuasin III, Kecamatan Betung, Kecamatan Banyuasin I dan Kecamatan Banyuasin II,
Tiap wilayah pusat pertumbuhan didukung oleh wilayah pengembangan dengan komoditas dominan yang dapat dikatagorikan sebagai komoditas unggulan dari masing-masing kecamatan.
9. Jamzani Sodik dan Nita Septia Ardiyani (2005)
Analisis Potensi Pengembangan Wilayah di Eks Karesidenan Banyumas
Analisis Gravitasi Analisis Lacation Quotient (LQ)
Kabupaten Banyumas berpotensi untuk dikembangkan menjadi Pusat dan Kabupaten Cilacap sebagai Hinterlend. Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Purbalingga bukan menjadi prioritas utama pengembangan.
Sektor Unggulan di Kabupaten Banyumas adalah sektor keuangan, persewaan.
10. Wiyadi dan Ernawati (2002)
Analisis Potensi Daerah Untuk Mengembangkan Wilayah Di Eks - Karesidenan SurakartaMenggunakan Teori Pusat Pertumbuhan
Analisis Location Quotient, dan Model Gravitasi. •
Kota Surakarta : sektor listrik , gas, dan air, bangunan dan konstruksi, angkutan dan komunikasi, keuangan dan sektor jasa-jasa.
• Kabupaten Sukoharjo : sektor pertanian, pertambangan, listrik, gas dan air, keuangan dan sektor jasa-jasa.
• Kabupaten Klaten : sektor pertanian, bangunan dan konstruksi, perdagangan, keuangan dan sektor jasa-jasa.
• Kabupaten Boyolali : sektor pertanian, pertambangan, listrik, gas dan air, keuangan dan sektor jasa-jasa.
• Kabupaten Karanganyar : sektor industri, listrik, gas, dan air dan sektor jasa-jasa.
• Kabupaten Sragen.: sektor pertanian, pertambangan, bangunan dan konstruksi, keuangan dan sektor jasa-jasa.
• Kabupaten Wonogiri : sektor listrik, gas dan air, bangunan dan konstruksi, angkutan dan komunikasi, keuangan dan sektor jasa-jasa.
2.2. Model Alur Pikir Teoritis
Konsep Kawasan Andalan menurut Royat (Kuncoro, 2002) merupakan
kawasan yang ditetapkan sebagai penggerak perekonomian wilayah (prime
mover), yang memiliki kriteria sebagai kawasan yang cepat tumbuh dibanding
lokasi lainnya dalam suatu provinsi, memiliki sektor unggulan dan memiliki
keterkaitan ekonomi daerah sekitar (hinterland). Pertumbuhan kawasan andalan
diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi pertumbuhan daerah
sekitar (hinterland), melalui pemberdayaan sektor/ subsektor unggulan sebagai
penggerak perekonomian daerah dan keterkaitan ekonomi antardaerah. Arah
kebijakan penetapan kawasan andalan ditekankan pada pertumbuhan ekonomi.
Karena pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu variabel ekonomi yang
merupakan indikator kunci dalam pembangunan. Guna memperjelas
pengembangan alur pikir penelitian ini, disajikan gambar 2.1.
2.3. Hipotesis
Dalam penelitian ini hipotesis yang digunakan adalah: Kota Pekalongan
Keputusan
• Daerah Cepat maju & tumbuh
• Daerah Maju tapi tertekan
• Daerah Berkembang
• Daerah Tertinggal
(Klasifikasi Klassen)
Penentuan sektor Unggulan:
(LQ, MRP, dan Overlay)
Penentuan sektor dengan keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Daerah
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Opersional Variabel
Definisi variabel yang dimaksud dalam penelitian ini adalah definisi
variabel yang menjadi kriteria kawasan andalan yaitu:
a. Perekonomian Cepat Tumbuh diukur dengan katagori Tipologi Klassen yaitu
jika perekonomian wilayah studi (Kota Pekalongan) tingkat pertumbuhan dan
pendapatan per kapitanya lebih tinggi dibanding dengan rata-rata pertumbuhan
ekonomi dan pendapatan perkapita wilayah referensi ( Provinsi Jawa Tengah).
b. Sektor Unggulan adalah: sektor tersebut cenderung akan mengekspor
outputnya ke wilayah lain, atau mungkin ekspor ke luar negeri. Diukur
dengan: metode metode LQ yang memiliki nilai lebih dari 1 (LQ>1), dan
metode Overlay yang memiliki nilai positif. Adapun sektor ekonomi yang
memiliki keunggulan kompetitif dan spesialisasi diukur dengan metode shift
share dengan nilai perubahan sektor (Eij –Eij’) dan pertumbuhannya (rij-rin)
memiliki nilai positif.
c. Interaksi Ekonomi Daerah adalah interaksi ekonomi daerah dengan
menganggap suatu Kota Pekalongan sebagai Pusat dan daerah lain menjadi
3.2. Jenis Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan periode pengamatan
tahun 2003 – 2005. Data-data ini diperoleh dari berbagai penerbitan yang
dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah dan Kota
Pekalongan dari kantor atau dinas yang terkait dengan penelitian ini. Data-data ini
meliputi:
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah.
2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Pekalongan.
3. Pendapatan perkapita, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang,
Kabupaten Pemalang, Kota Tegal, dan Kabupaten Brebes
4. Jumlah Penduduk Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten
Batang, Kabupaten Pemalang, Kota Tegal, dan Kabupaten Brebes
5. Jarak Kota Pekalongan dengan Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang,
Kabupaten Pemalang, Kota Tegal, dan Kabupaten Brebes
3.3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dan informasi yang berhubungan dengan
masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini menggunakan metode
dokumentasi yaitu pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan cara
membaca, memahami dan mempelajari buku-buku terbitan Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah, Pemerintah Kota Pekalongan seperti Biro Pusat Statistik, Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Pekalongan, Kantor Perdagangan dan
relevansi dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, yang diperoleh
melalui perpustakaan dan download internet.
3.4. Teknik Analisis
Penelitian ini bertujuan: pertama Mengidentifikasi tipologi pertumbuhan
daerah cepat tumbuh berdasarkan potensi yang dimilikinya. Untuk tujuan ini
digunakan teknik analisis Tipologi Klassen:
3.4.1. Tipologi Klassen
Alat analisis Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui
gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi
masing-masing daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah
berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah
dan pendapatan per kapita daerah. Dengan menentukan rata-rata
pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata
pendapatan per kapita sebagai sumbu horizontal, daerah yang diamati
dapat dibedakan menjadi empat klasifikasi, yaitu: daerah cepat-maju
dan cepat-tumbuh (high growth and high income), daerah maju tapi
tertekan (high income but low growth), daerah berkembang cepat
(high growth but low income), dan daerah relatif tertinggal (low
growth and low income) (Syafrizal, 1997: 27-38; Kuncoro, 1993; Hil,
1989) (Kuncoro, 2002)
Kriteria yang digunakan untuk membagi daerah kabupaten/
1. Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh, yaitu daerah yang
memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan
yang lebih tinggi dibanding rata-rata provinsi .
2. Daerah Maju Tapi Tertekan, yaitu daerah yang memiliki
pendapatan perkapita lebih tinggi, tetapi tingkat pertumbuhan
ekonominya lebih rendah dibanding dengan rata-rata provinsi .
3. Daerah Berkembang adalah yaitu daerah yang memiliki tingkat
pertumbuhan tinggi, tetapi tingkat pendapatan perkapita lebih
rendah dibanding rata-rata provinsi .
4. Daerah Relatif Tertinggal, yaitu adalah daerah yang memiliki
tingkat pertumbuhan dan pendapatan perkapita yang lebih
rendah dibanding dengan rata-rata provinsi .
Tabel 3.1. Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Tipologi Klassen PDRB perkapita
Pendapatan tinggi dan pertumbuhan rendah
Keterangan :
y : pendapatan perkapita provinsi
r : pertumbuhan PDRB provinsi
y¹ : pendapatan perkapita kota/ Kab.
r¹ : pertumbuhan PDRB kota/ Kab.
Untuk menghitung rata-rata pertumbuhan PDRB Kota
Pekalongan dan Provinsi Jawa Tengah digunakan rumus rata-rata ukur
(Geometric mean) sebagai berikut( Samsubar Saleh, 1990):
Keterangan:
Mg = Rata-rata pertumbuhan
N = Jumlah tahun pengamatan
Xi = Pertumbuhan tiap tahun
Untuk menghitung rata-rata PDRB Perkapita pertahun Kota
Pekalongan dan Provinsi Jawa Tengah digunakan rumus rata-rata
hitung. Rata-rata hitung menujukkan nilai rata-rata dan pada data
yang tersedia dimana rata-rata hitung merupakan penjumlahan
bilangan/ nilai daripada pengamatan dibagi dengan jumlah
pengamatan yang ada (Samsubar Saleh, 1990): rumus rata-rata hitung
adalah sebagai berikut:
∑
==
Ni
i
x
N
LogMg
1
log
/
N Xi N
i
∑
== 1
µ
Keterangan:
µ = Rata- rata pendapatan perkapita
N = jumlah tahun pengamatan
Xi = Pendapatan perkapita tiap tahun
Tujuan penelitian yang Kedua adalah mengidentifikasi
sektor-sektor ekonomi unggulan yang potensial untuk
dikembangkan sebagai penggerak perekonomian Kota Pekalongan.
Untuk mencapai tujuan-tujuan penelitian tersebut digunakan teknik
analisis Tipologi Klassen, Location Quotient (LQ), Shift Share
Analysis (SS)., Model Rasio Pertumbuhan (MRP), Model Rasio
Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPR) dan Model Rasio
Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs).
3.4.2. Metode Location Quotient
Dirumuskan sebagai berikut :
Qn
/
Qi
Keterangan
LQ = Koefisien Location Quotient
Qi = Output sektor i wilayah referensi (Provinsi Jawa Tengah)
qi = Output sektor i wilayah Studi (Kota Pekalongan)
Qn = Output total wilayah referensi (Provinsi Jawa Tengah)
qr = Output total wilayah studi (Kota Pekalongan)
Kriteria pengukuran LQ menurut Bendavid Val, (1991:74,
Kuncoro, 2002) yaitu bila LQ >1 berarti tingkat spesialisasi sektor
tertentu di tingkat daerah lebih besar dari sektor yang sama ditingkat
nasional. Bila LQ < 1 berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu di
tingkat daerah lebih kecil dari sektor yang sama di tingkat nasional,
dan bila LQ = 1 : berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu pada
tingkat daerah sama dengan sektor yang sama pada tingkat nasional.
Bila nilai LQ > 1 berarti subsektor tersebut merupakan sub sektor
unggulan di daerah dan potensial untuk dikembangkan sebagai
penggerak perekonomian daerah. Apabila LQ < 1 berarti subsektor
tersebut bukan merupakan subsektor unggulan dan kurang potensial
untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian daerah.
3.4.3. Metode Shift Share Analysis
Analisis shift share juga membandingkan perbedaan laju
pertumbuhan berbagai sektor (industri) di daerah studi dengan wilayah
nasional. Akan tetapi metode ini lebih tajam dibandingkan dengan
penyebab perubahan sedangkan metode shift share memperinci
penyebab perubahan atas beberapa variabel. Analisis ini menggunakan
metode pengisolasian berbagai faktor yang menyebabkan perubahan
struktur industri suatu daerah dalam pertumbuhannya dari satu kurun
waktu ke kurun waktu berikutnya. Hal ini meliputi penguraian faktor
penyebab pertumbuhan berbagai faktor di suatu daerah dalam
kaitannya dengan ekonomi nasional ( Robinson Tarigan, 2004)
Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kinerja atau
produktivitas kerja perekonomian daerah dibandingkan dengan
perekonomian nasional. Teknik ini membandingkan laju pertumbuhan
perekonomian nasional serta sektor-sektornya dan mengamati
penyimpangan-penyimpangan dari perbandingan yang dilakukan. Bila
penyimpangannya positif, maka suatu sektor dalam daerah memiliki
keunggulan kompetitif. Analisis ini memberikan data tentang kinerja
perekonomian dalam tiga bidang yang berhubungan satu sama lain
yaitu membagi pertumbuhan sebagai perubahan (D) suatu variabel
daerah, pendapatan atau output selama kurun waktu tertentu menjadi
pengaruh : pertumbuhan nasional (N), bauran industri/industry mix
(M) dan keunggulan kompetitif (C). Dengan demikian pengaruh
pertumbuhan nasional disebut pengaruh pangsa (share), pengaruh
bauran industri (industy mix) disebut proporsional shift dan pengaruh
Bentuk umum persamaan dari komponen-komponen Shift Share
Analysis adalah sebagai berikut :
Untuk industri atau sektor i di wilayah j yaitu :
Dij = Nij + Mij + Cij (1)
pertumbuhan nasional yang masing-masing didefinisikan sebagai
berikut :
(6)
(7)
(8)
Dengan demikian Dij dapat diformulasikan sebagai beriku:
Dij = Eij . rn + Eij (rin – rn) + Eij (rij-rin) (9)
Keterangan :
Eij = PDRB sektor i di wilayah j (studi)
Ein = PDRB sektor i di wilayah referensi
En = PDRB wilayah referensi
Dalam penelitian ini analisis shift share yang digunakan adalah
analisis shift share dengan modifikasi Estaban Marquiles (E-M)
dengan tujuan untuk menutup kekurangan dari analisis Shift Share
klasik. Modifikasi ini meliputi pendefinisian kembali kedudukan /
keunggulan kompetitif sebagai komponen ketiga dan teknik S-S klasik
dan menciptakan komponen S-S yang ke empat yakni pengaruh
alokasi.
Persamaan S-S yang direvisi itu mengandung suatu unsur baru,
yakni homotethic employment di sektor i. di wilayah j, diberi notasi
E´ij dan dirumuskan sebagai berikut:
E´ij = Ej (Ein/ En) (10)
E´ij didefinisikan sebagai employment atau output atau pendapatan
atau nilai tambah yang dicapai sektor i di wilayah j bila struktur
kesempatan kerja di wilayah itu sama dengan struktur nasional.
Dengan mengganti kesempatan kerja nyata, Eij dengan homotethic
employment , E´ij persamaan (5) diubah menjadi :
C´ij = E´ij (rij – rin ) (11)
C´ij mengukur keunggulan atau ketidak unggulan kompetitif di sektor