• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Teknologi Pangan 3(1)70-79

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Teknologi Pangan 3(1)70-79"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Teknologi Pangan 3(1)70-79

Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Rendemen, pH, Total Padatan Terlarut

dan Mutu Hedonik Kefir

Whey

Effect of Fermentation Time on pH, Rendemen, Total Dissolved Solid and Hedonic Quality of Whey Kefir

Gilang Mawarni Firdaus, Heni Rizqiati*, Nurwantoro

*Korespondensi dengan penulis (heni.rizqi@gmail.com)

Artikel ini dikirim pada tanggal 13 November 2018 dan dinyatakan diterima tanggal 30 Desember 2018. Artikel ini juga dipublikasi secara online melalui www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tekpangan. eISSN 2597-9892. Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang diperbanyak untuk tujuan komersial

Abstrak

Kefir merupakan jenis susu fermentasi asal pegunungan Kaukasus yang memiliki rasa asam beralkohol, konsistensi seperti krim dan sedikit berbuih. Kefir whey atau yang biasa dikenal sebagai kefir bening berasal dari hasil pemisahan pada saat proses fermentasi dengan lama fermentasi antara 24 sampai 30 jam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi terhadap nilai pH, total padatan terlarut, rendemen dan mutu hedonik dari kefir whey. Materi penelitian adalah 14 liter susu sapi segar dari Kelompok Tani Ternak Rejeki Lumintu, desa Sumurejo, Gunung Pati. Bahan yang digunakan adalah kefir grains, aquades, buffer 4, buffer 7, alkohol 70%. Lama fermentasi yang digunakan yaitu T1=12 jam, T2=24 jam, T3=36 jam, dan T4=48 jam. Penelitian ini

menggunakan desain rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 kali pengulangan. Data dianalisis menggunakan ANOVA untuk pH, rendemen, dan total padatan terlarut sedangkan parameter kesukaan menggunakan uji Kruskal Wallis. Hasil penelitian menunjukan bahwa lama fermentasi berbeda berpengaruh terhadap nilai pH, rendemen dan total padatan terlarut. Pada mutu hedonik tidak berbeda nyata dimana semua perlakuan sama. Dari segi kesukaan kefir whey dengan waktu 12 jam, 24 jam, 36 jam, dan 48 jam sama sama disukai.

Kata kunci: kefir whey, susu segar, waktu fermentasi

Abstract

Kefir is a type of fermented milk originating from the Caucasus mountain which has an alcoholic sour taste, creamy consistency and slightly bubbly. Kefir whey or commonly known as clear kefir comes from the results of separation during the fermentation process with the length of fermentation time between 24 to 30 hours. This study aims to determine the effect of fermentation time on pH value, total dissolved solids, yield and hedonic quality of whey kefir. The research material was 14 liters of fresh cow's milk from Ternak Rejeki Lumintu Farmer Group, Sumurejo village, Gunung Pati. The material used is kefir grains, distilled water, buffer 4, buffer 7, alcohol 70%. The

duration of fermentation used is T1 = 12 hours, T2 = 24 hours, T3 = 36 hours, and T4 = 48 hours. This study used a

completely randomized design (CRD) with 4 treatments and 5 repetitions. Data were analyzed using ANOVA for pH, yield, and total dissolved solids while preference parameters used the Kruskal Wallis test. The results of the study showed that the fermentation time was different which affected the pH value, yield and total dissolved solids. In hedonic quality there is no real difference where all treatments are the same. In terms of kefir whey's preference with 12 hours, 24 hours, 36 hours, and 48 hours it is equally preferred.

Keywords : kefir whey, fresh milk, fermentation time

Pendahuluan

Kefir merupakan jenis susu fermentasi asal pegunungan Kaukasus yang memiliki rasa asam beralkohol, konsistensi seperti krim dan sedikit berbuih. Produk ini telah banyak dikonsumsi dibeberapa negara Asia dan Skandinavia. Kefir mudah dicerna oleh individu yang toleran terhadap laktosa karena laktosa telah dicerna menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase dari mikroba stater (Usmiati, 2007). Kefir dibagi menjadi lima jenis, yaitu kefir prima, kefir whey, kefir optima, kefir prima super, dan kefir kolostrum.

Kefir whey atau yang biasa dikenal sebagai kefir bening berasal dari hasil pemisahan pemisahan pada saat proses fermentasi dengan lama fermentasi antara 24 sampai 30 jam (Asosiasi Kefir Susu Indonesia, 2016). Kefir jenis ini merupakan minuman isotonik yang sangat baik karena paling sesuai dengan cairan tubuh manusia pada umumnya (Suriasih dan Sucipta, 2014). Kefir jenis ini juga digunakan sebagai bahan dalam pembuatan sauerkraut

dan pengganti cuka dapur yang aman bagi penderita iritasi lambung. Kefir ini dapat mengatasi dehidrasi baik akibat panas yang menyebabkan keluarnya keringat yang berlebih maupun sebagai bahan pengganti oralit karena kandungan kefir whey yang lebih bagus dan seimbang dari pada oralit. Kefir biasanya dibuat secara tradisional sehingga grain dan teknologi yang digunakan juga berbeda begitu pula dengan hasil produknya.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses fermentasi dan yield kefir yang dihasilkan, diantara lain komposisi substrat sebagai media tumbuh bakteri, suhu fermentasi, pH, ketersediaan oksigen, dan jenis mikroba yang digunakan (Azizah et al., 2012). Namun belum diketahui lama fermentasi yang optimal pada fermentasi kefir agar menghasilkan mutu kimia yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama fermentasi terhadap nilai rendemen, pH, total padatan terlarut, dan mutu hedonik dari kefir whey. Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi secara ilmiah tentang proses pembuatan kefir whey serta memberikan informasi mengenai nilai rendemen, pH, total padatan terlarut, dan mutu hedonik kefir whey dengan lama fermentasi yang berbeda.

(2)

Jurnal Teknologi Pangan 3(1)70-79

71

Materi dan Metode

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2018 di Laboratorium Rekayasa Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.

Materi

Materi yang digunakan dalam penelitian berupa bahan yaitu susu sapi segar, kefir grains, air panas, aquades, buffer pH 4, buffer pH 7. Alat-alat yang digunakan adalah toples atau gelas, pengaduk, termometer, saringan,kain mori, plastic wrap, alumunium foil, panci, kompor, spektrofotometer, gelas ukur dan tali rafia.

Metode

Pembuatan Kefir Whey

Pembuatan kefir diawali dengan proses pasteurisasi susu sapi segar pada suhu 850C selama 15 detik

kemudian dilakukan penurunan suhu hingga mencapai suhu ruang. Tahap selanjutnya yaitu jumlah susu yang akan digunakan pada setiap percobaan di setiap perlakuan diukur, kemudian ditambahkan kefir grains sebanyak 5% dari total susu yang digunakan dalam liter dan diaduk perlahan hingga merata. Kemudian difermentasi menggunakan toples Fyang ditutup dengan plastic warp pada suhu ruang dan di tempat yang kedap cahaya. Lama fermentasi kefir yaitu sesuai dengan perlakuan yang meliputi 12 jam (T1), 24 jam (T2), 36 jam (T3), dan 48 jam (T4) serta dilakukan

penyaringan kefir grains setelah selesai proses fermentasi. Selanjutnya dilakukan fermentasi kedua selama 24 jam sebelum kefir siap untuk dipakai dan setelah itu dilakukan penyaringan kembali menggunakan kain mori untuk dipisahkan whey dengan curdnya (Asosiasi Kefir Susu Indonesia, 2016).

Analisis Rendemen

Analisis rendemen kefir whey dihitung berdasarkan perbandingan volume akhir (volume whey yang telah dipisahkan dengan curd) dengan volume awal (volume susu yang digunakan) dikalikan 100%.

Uji Derajat Keasaman (pH)

Pengujian derajat keasaman atu pH dilakukan dengan pH Meter yang telah dikalibrasi terlebih dahulu. Kemudian elektroda pH meter dibilas dengan aquades atau dengan air suling. Elektroda kemudian dibilas dengan sampel contoh uji. Elektroda dicelupkan didalam sampel uji yang berada didalam gelas bebas kontaminasi sampai pH meter menunjukkan pembacaan yang tetap dan tidak mengalami perubahan lagi. Hasil yang dimunculkan olepH meter kemudian dicatat sesuai dengan skala yang ditampilkan pH meter. Pengujian dilakukan dengan sampel duplo untuk mendapatkan hasil yang akurat. (Badan Standarisasi Nasional, SNI 06-6989.11-2004).

Uji Total Padatan Terlarut

Pengujian total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan hand-refractometer. Prisma refraktometer terlebih dahulu dibilas dengan aquades dan diseka dengan kain yang lembut. Sampel diteteskan ke atas prisma refraktometer dan diukur derajat Brix-nya (Wahyudi dan Dewi, 2017).

Uji Mutu Hedonik

Sejumlah 25 panelis agak terlatih diberikan instruksi untuk menguji sampel dan memberikan nilai kesukaan secara overall yaitu kesukaan dari segi beberapa nilai sensori seperti warna, tekstur, aroma keseluruhan dari kefir whey. Penilaian dilakukan dengan skala 1 sangat tidak suka hingga 7 sangat suka (Ismawati et al, 2016).

Analisis Statistik

Desain penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Data derajat keasaman, rendemen, dan total padatan terlarut diolah menggunakan metode Analysis of Varian

(ANOVA), serta Data mutu hedonik dengan parameter keasaman ,kekentalan, sensasi soda, aroma asam, kekeruhan dan overall dianalisis dengan metode Kruskal Wallis Test dan uji lanjut Mann Whitney U Test.

Hasil dan Pembahasan

Analisis Rendemen

Hasil uji statistik rendemen terhadap kefir whey sebagaimana disajikan pada Tabel 1. menunjukkan bahwa perlakuan lama fermentasi berpengaruh nyata terhadap rendemen kefir whey.

Tabel 1. Hasil Analisis Rendemen Kefir Whey

Perlakuan Rendemen (rerata ± SD) T1 T2 T3 T4 46,33 ± 1,57a 53,65 ± 4,10b 54,39 ± 3,84b 65,88 ± 6,58c Keterangan:

*Superscript huruf kecil yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)

(3)

Jurnal Teknologi Pangan 3(1)70-79

Berdasarkan Tabel 1, diperoleh hasil bahwa Rendemen pada kefir whey dengan lama fermentasi yang berbeda menghasilkan pengaruh yang signifikan (P<0,05). Rendemen tertinggi didapatkan pada perlakuan T1

dengan lama fermentasi 12 jam. Sementara itu rendemen terendah terjadi pada perlakuan T4 dengan lama

fermentasi 48 jam. Hal ini dikarenakan lama fermentasi mempengaruhi hasil dari rendemen, semakin lama fermentasi semakin terjadinya proses pengasaman sehingga whey dengan curd akan sulit terpisah. Hal ini sesuai degan pendapat Purwadi (2007) yang menyatakan bahwa koagulasi atau penggumpalan susu pada suasana asam yang optimum saat terjadi aktivitas protease dapat menghasilkan curd yang kompak dan kokoh. Pendapat ini juga di perkuat oleh Widarta (2016) yang menyatakan bahwa koagulasi pada kondisi asam yang optimum akan menjadikan ativitas kerja enzim mampu menghasilkan curd yang kompak dan kokoh. Dalam keadaan seperti ini, pada saat curd dipisahkan tidak banyak lemak dan kasein yang hilang bersamaan dengan whey, lebih banyak lemak yang dapat dipertahankan akan menghasilkan rendemen kefir whey yang tinggi.

Analisis Derajat Keasaman (pH)

Hasil uji statistik derajat keasaman (pH) terhadap kefir whey sebagaimana disajikan pada Tabel 2. menunjukkan bahwa perlakuan lama fermentasi berpengaruh nyata terhadap derajat keasaman (pH) kefir whey.

Tabel 2. Hasil Pengujian Derajat Keasaman Kefir Whey

Perlakuan Derajat Keasaman (rerata ± SD) T1 T2 T3 T4 4,48 ± 0,08d 3,90 ± 0,07c 3,72 ± 0,08b 3,52 ± 0,08a Keterangan:

*Superscript huruf kecil yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)

* T1, T2, T3 dan T4 = Lama fermentasi masing – masing: 12 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam.

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa bahwa nilai pH berpengaruh terhadap kefir whey. Pada kefir whey dengan lama fermentasi 12 jam, 24 jam, 36 jam dan 48 jam menghasilkan perbedaan yang nyata. Nilai pH yang dihasilkan pada lama fermentasi 12 jam adalah 4,48 ; lama fermentasi 24 jam adalah 3,90 ; lama fermentasi 36 jam adalah 3,72 ; dan lama fermentasi 48 jam adalah 3,52.Dari hasil yang diperoleh bahwa nilai pH pada kefir whey menunjukkan penurunan dari 12 jam hingga 48 jam sehingga kefir semakin asam. Kualitas susu fermentasi berdasarkan pH yang baik menurut Adriani (2005) adalah 3,8-4,6. Jika terjadi cukup banyak pengasaman oleh aktivitas bakteri asam. laktat maka pH susu dapat menurun. Ditambahkan pula oleh Helferich dan Westhoff (1980) bahwa pembentukan asam laktat dari laktosa digunakan sebagai sumber energi dan karbon selama pertumbuhan bakteri dalam proses fermentasi sehingga pH akan menurun sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba berbahaya pada produk fermentasi. Penurunan pH menyebabkan rasa menjadi asam karena terbentuknya asam laktat sebagai produk utama hasil metabolisme bakteri asam laktat (Winarno, 1997). Hal ini menunjukkan indikator pH dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan waktu yang optimal untuk berakhirnya proses fermentasi.

Total Padatan Terlarut (TPT)

Hasil uji statistik total padatan terlarut terhadap kefir whey sebagaimana disajikan pada Tabel 3. menunjukkan bahwa perlakuan lama fermentasi berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut kefir whey.

Tabel 3. Hasil Analisis Total Padatan Kefir Whey

Perlakuan Total Padatan Terlarut (rerata ± SD) T1 T2 T3 T4 7,58 ± 0,10c 7,22 ± 0,08a 7,30 ± 0,16ab 7,42 ± 0,08b Keterangan:

*Superscript huruf kecil yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)

* T1, T2, T3 dan T4 = Lama fermentasi masing – masing: 12 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam.

Berdasarkan Tabel 3, diperoleh hasil bahwa Total Padatan Terlarut pada kefir whey dengan lama fermentasi yang berbeda menghasilkan pengaruh yang signifikan (P<0,05). Perbedaan yang nyata dihasilkan pada perlakuan lama fermentasi 12 dan24 jam sedangkan pada lama fermentasi 36 dan 48 jam tidak berbeda nyata dengan lama fermentasi 24 jam. Total Padatan Terlarut yang dihasilkan pada lama fermentasi 12 jam adalah 7,58oBrix, lama

fermentasi 24 jam adalah 7,22oBrix, lama fermentasi 36 jam adalah 7,30oBrix, dan lama fermentasi 48 jam adalah

7,42oBrix.

Hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa total padatan terlarut akan semakin menurun seiring lama fermentasi. Total padatan terlarut dapat digunakan untuk menginterpretasikan jumlah gula yang terkandung pada bahan, dalam hal ini, gula yang dimaksudkan adalah laktosa karena laktosa merupakan gula yang paling dominan terdapat pada susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Sintasari et al. (2014) yang menyatakan bahwa total padatan terlarut dapat digunakan untuk menginterpretasikan sisa-sisa gula seperti laktosa hasil perombakan selama proses fermentasi

(4)

Jurnal Teknologi Pangan 3(1)70-79

73

kefir. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Ikram-Ul-Haq dan Ali (2007) yang menyatakan bahwaS. cerevisiae dapat merombak sukrosa menjadi monosakarida yakni glukosa dan fruktosa melalui bantuan enzim invertase sehingga diperoleh glukosa sebagai metabolit yang dihasilkan oleh khamir. Glukosa hasil metabolit tersebut kemudian dirombak menjadi asam-asam organik. SNI pada kefir belum ada secara khusus di Indonesia, sehingga dalam penentuan standarnya dapat menggunakan SNI produk susu terfermentasi seperti yoghurt, yang mensyaratkan bahwa total padatan susu bukan lemak adalah minimal 8,2% (Badan Standardisasi Nasional, 1992).

Mutu Hedonik Keasaman

Hasil uji statistik mutu hedonik terhadap keasaman kefir whey sebagaimana disajikan pada Tabel 4. menunjukkan bahwa perlakuan lama fermentasi tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap kefir.

Tabel 4. Hasil Uji Hedonik Kefir Whey dengan Lama Fermentasi yang Berbeda

Perlakuan Rerata Skor Uji Hedonik Kefir Whey

Keasaman Aroma Kekentalan Overall T1 3,80±1,52 4,20±1,32 4,60±1,35 3,76±1,47

T2 3,84±1,17 4,40±1,11 4,48±1,32 4,52±1,41

T3 3,52±1,71 4,52±1,68 4,60±1,19 3,96±1,54

T4 3,16±1,77 4,52±1,61 4,36±1,38 3,48±1,80

Keterangan

*Data ditampilkan sebagai nilai rerata ± standar deviasi

* T1, T2, T3 dan T4 = Lama fermentasi masing – masing: 12 jam, 24 jam, 36 jam, 48 jam.

*Skor hedonik dengan skor 1 –7 berturut-turut menyatakan sangat suka, suka, agak suka, biasa saja, agak tidak suka, tidak suka, dan sangat tidak suka

Kefir dengan lama fermentasi 12, 24, 36 dan 48 jam sama sama disukai untuk tingkat keasaman. Nilai keasaman produk susu fermentasi dapat menyebabkan timbulnya rasa asam dan dapat mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen terhadap produk susu fermentasi. Peningkatan rasa asam pada kefir disebabkan oleh adanya degradasi laktosa menjadi asam laktat dan menghasilkan rasa asam pada susu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Usmiati dan Sunarlim (2008) yang menyatakan bahwa kadar asam laktat pada kefir akan meningkat sejalan dengan proses degradasi laktosa susu menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat. Semakin lama proses fermentasi menyebabkan terjadinya proses glikolisis glukosa atau galaktosa yang akan merubah keasaman susu yang awalnya netral kemudian lama kelamaan akan digantikan oleh cita rasa asam.

Aroma Asam

Hasil uji hedonik aroma asam kefir whey menunjukkan tidak berbeda nyata dari rerata skor hedonik antara sampel T1 hingga T4 (Tabel 4). Rerata skor aroma kefir whey dari sampel T1 hingga T4 termasuk dalam kategori

biasa saja. Aroma yang dimiliki oleh kefir whey yaitu aroma yang agak asam karena pengaruh dari fermentasi yang dilakukan. Aroma asam yang dimiliki kefir ini disebabkan oleh adanya asam laktat dan asam asetat yang dihasilkan selama proses fermentasi berlangsung. Hal ini didukung oleh pendapat Musdholifah dan Zubaidah (2016) yang menyatakan bahwa aroma asam yang terdapat pada kefir disebabkan adanya senyawa volatil serta asam laktat dan asetaldehid yang terbentuk dalam kefir sehingga menimbulkan aroma asam yang khas pada kefir. Tingkat aroma asam yang dihasilkan oleh sampel kefir T1 hingga T4 ini akan mempengaruhi penilaian dari panelis terhadap kefir

whey. Hasil skor hedonik menunjukkan bahwa panelis menilai aroma dari T1 hingga T4 dengan penilaian yang sama

dengan kategori biasa saja dimana hasil ini juga dipengaruhi oleh rasa suka dari tiap panelis terhadap aroma asam pada kefir. Banyaknya senyawa volatil seperti asam laktat, asam asetat, dan ethanol yang terbentuk selama fermentasi juga dapat mempengaruhi seberapa tajam aroma kefir tersebut sehingga akan mempengaruhi hasil hedonik. Hal ini sesuai dengan pendapat Farnworth (2008) yang menyatakan bahwa jumlah senyawa volatil dalam kefir dapat mempengaruhi ketajaman aroma yang dimiliki oleh kefir tersebut. Tidak adanya perbedaan aroma antara T1 hingga T4 kemungkinan disebabkan oleh jumlah senyawa volatil yang tidak berbeda jauh pada

masing–masing sampel kefir dan juga karena penilaian hedonik didasarkan dari preferensi panelis sehingga perspektif dari tiap panelis juga mempengaruhi hasil hedonik yang diperoleh.

Kekentalan.

Dari hasil yang diperoleh bahwa uji hedonik kekentalan kefir whey menunjukkan tidak berbeda nyata dari rerata skor hedonik yang diperoleh (Tabel 4) T1 hingga T4 menunjukan hasil yang sama yaitu kriteria (Biasa saja –

Agak suka). Kekentalan kefir akan semakin meningkat apabila bahan utama kefir mengandung lemak, protein seiring dengan lamanya waktu fermentasi yang bertambah dimana akan ada interaksi antara lemak, protein dan juga aktivitas dari mikroorganisme kefir. Hal ini sesuai dengan pendapat Purbasari et al., (2013) yang menyatakan bahwa semakin lama waktu fermentasi makan protein akan semakin banyak yang menggumpal karena asam yang semakin meningkat akibat aktivitas dari mikroorganisme dalam grain kefir. Perubahan viskositas pada kefir selama fermentasi dapat terjadi karena adanya penggumpalan kasein yang terdapat pada susu sehingga viskositas akan meningkat

(5)

Jurnal Teknologi Pangan 3(1)70-79

seiring bertambahnya waktu fermentasi. Hal ini didukung oleh Yoo et al., (2013) yang menyatakan bahwa penggumpalan kasein menyebabkan kekentalan pada kefir meningkat dimana terdapat pada susu. Kekentalan pada

kefir whey tidak menunjukkan beda nyata kemungkinan karena tidak banyak kandungan kasein yang terdapat pada susu yang digunakan.

Overall

Hasil uji hedonik kesukaan overall menunjukan tidak beda nyata dari rerata skor hedonik antara sampel T1

hingga T4 (Tabel 4). Rerata skor kesukaan kefir whey dari sampel T1 hingga T4 termasuk dalam kategori biasa saja

agak tidak suka – biasa saja. Penilaian terhadap overall kefir whey ini berdasarkan kombinasi dari penilaian panelis terhadap keasaman, aroma asam, sensasi soda, kekental dari kefir whey. Skor overall ini menunjukkan bagaimana penerimaan panelis terhadap produk kefir whey secara keseluruhan. Hal ini didukung oleh pendapat Corona

et al., (2015) yang menyatakan bahwa skor overall menunjukkan bagaimana penerimaan keseluruhan dari panelis terhadap kefir yang diuji. Rasa, warna, kekentalan, sensasi soda, dan aroma dapat mempengaruhi overall dari kefir whey yang juga akan dipengaruhi oleh preferensi panelis terhadap kefir whey.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa lama fermentasi berpengaruh terhadap nilai pH, rendemen dan total padatan terlarut, sedangkan untuk mutu hedonik tidak berbeda nyata. Rerata hasil pengujian parameter rendemen, pH, total padatan terlarut mengalami peningkatan seiring bertambahnya waktu fermentasi. pH tertinggi 4,48, rendemen tertinggi 65,88%, dan total padatan terlarut 7.58 oBrix. Dari segi kesukaan kefir whey dengan

waktu 12 jam, 24 jam, 36 jam dan 48 jam tidak berpengaruh terhadap lama fermentasi dan sama-sama disukai.

Daftar Pustaka

Adriani, L. 2005. Bakteri Probiotik Sebagai Starter dan Implikasi Efeknya Terhadap Kualitas Yoghurt, Ekosistem Saluran Pencernaan dan Biokimia Darah Mencit. Disertasi Program Pasca Sarjana Universitas Padjajaran. Bandung.

Azizah, N., A.N. Al-Baarri, dan S. Mulyani. 2012. Pengaruh lama fermentasi terhadap kadar alkohol, pH, dan produksi gas pada proses fermentasi bioetanol dari whey dengan substitusi kulit nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 1(2): 72-77.

Badan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-2981-1992 tentang Yoghurt. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Badan Strandarisasi Nasional. 2004. SNI 06-6989.11-2004. Metode Uji Derajat Keasaman (pH). Badan Standarisasi

Nasional, Jakarta.

Corona, 0., W. Randazzo, A. Miceli, R. Guarcello, N. Francesca, H. Erten, G. Moschetti, and L. Settani. 2015. Characterization of kefir-like beverages produced from vegetable juices. Food Science and Technology 66 (2016): 572-581.

Farnworth, E.R. 2008. Handbook of Fermented Functional Foods 2nd Edition. CRC Press, Boca Raton.

Helferich, W. and D. C., Westhoff, 1980. All About Yogurt. Prentice-Hall Inc,W Westport, Conceticut.

Ikram-Ul-Haq and S. Ali. 2007. Kinetics of invertase production by Saccharomyces cervisiae in batch cultures. Pakistan Journal of Botany 39 (3): 907-912.

Ismawati, N.,Nurwantoro dan Y.B. Pramono. 2016. Nilai pH, total padatan terlarut dan sifat sensoris yoghurt dengan penambahan ekstrak bit (Beta vulgaris L.). Jurnal Apliasi Teknologi Pangan 5 (3): 89-93.

Purbasari, N., A. Hantoro D. R., dan S. Wasito. 2013. Pengaruh konsentrasi biji kefir dan waktu fermentasi terhadap viskositas dan penilaian organoleptik kefir susu kambing. Jurnl Ilmiah Peternakan 1 (3): 1021-1029.

Purwadi. 2007. Uji coba penggunaan jus jeruk nipis dalam pembuatan keju mozzarella. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak 2(2): 28-34.

Sintasari, R.A., J. Kusnadi, dan D.W. Ningtyas. 2014. Pengaruh penambahan konsentrasi susu skim dan sukrosa terhadap karakteristik minuman probiotik sari beras merah. Jurnal Pangan dan Argoindustri 2(3): 65-75. Suriasih, K. dan I.N. Sucipta. 2014. Susu Sapi Bali Sebagai Satvika Bhoga. Udayana University Press, Denpasar. Usmiati S. dan R. Sunarlim. 2008. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Keasaman dan Kadar Alkohol

Kefir. Semiloka Nasional Prospek Industri Sappi Perah menuju Perdagangan Bebas. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Kementrian Peternakan. Bogor.

Usmiati, S. 2007. Kefir, susu fermentasi dengan rasa menyegarkan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 29(2): 12-14.

Wahyudi, A. dan R. Dewi. 2017. Upaya perbaikan kualitas dan produksi buah menggunakan teknologi budidaya sistem ToPAS pada 12 varietas semanga hibrida. Jurnal Penelitian Pertanian 17(1):17-25.

Widarta, I.W.R., N.W. Wisaniyasa dan H. Prayekti. 2016. Pengaruh penambahan ekstrak blimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap karakteristik fisikokimia keju mozarella. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno 1(1): 37-45.

Winarno. F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Yoo, S. H., K. S. Seong, ad S.S. Yoon. 2013. Physicochemical properties of kefir manufactured by a two-step fermentation. Korean Journal of Food Sci. An. 33(66):744-751.

(6)

Jurnal Teknologi Pangan 3(1)70-79

(7)
(8)

Jurnal Teknologi Pangan 3(1)70-79

(9)
(10)

Jurnal Teknologi Pangan 3(1)70-79

Gambar

Tabel 4. Hasil Uji Hedonik  Kefir Whey  dengan Lama Fermentasi yang Berbeda

Referensi

Dokumen terkait

000 ,- (Dua Ratus Lima Puluh Juta Rupiah) Tahun Anggaran 2016, maka bersama ini kami Kelompok Kerja I Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Daerah Kabupaten

Bagi tenaga kesehatan yang berperan sangat penting dalam meningkatkan pengetahuan ibu perlu mengadakan penyuluhan kesehatan tetang kesehatan gigi dan mulut mengenai

Selanjutnya, jumlah desa yang tergolong memiliki tingkat aksesibilitas dalam kategori ‘sulit’ pada rumah sakit, Puskesmas, praktik dokter, praktek bidan, Polindes,

jawaban pemakai betul, jika nilai yang dimasukkan sama dengan hasil perhitungan program, Jika tidak, maka program dapat menilai bahwa jawaban dari pemakai adalah jawaban yang

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kehidupan sosial dan ekonomi serta strategi adaptasi dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di desa beringin,

Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Mamuju dalam hal ini Dinas Perhubungan

Pengembangan Batik Sebagai Produk Fashion yang Marketable, dimuat dalam Prosiding Seminar Nasional &#34;Isu dan Strategi Pengembangan Pendidikan Teknik Boga dan Busana

Philosophy degree by Hina Kausar is an original research work done under my supervision, and this dissertation has not been submitted by any where else for