• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SAVI. Dede Salim Nahdi Universitas Majalengka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SAVI. Dede Salim Nahdi Universitas Majalengka"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

101

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SAVI

Dede Salim Nahdi Universitas Majalengka Salimnahdi15@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi dengan keprihatinan peneliti terhadap rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa di sekolah dasar. Hal ini dapat dilihat dari beberapa studi yang telah dilakukan, baik oleh lembaga internasional maupun studi yang dilakukan oleh individu. Peneliti memberikan solusi model Somatik, Auditori, Visual, dan Intelektual (SAVI), suatu model pembelajaran yang diperkirakan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Penelitian ini berbentuk studi kuasi eksperimen dengan desain penelitian berbentuk desain kelompok kontrol non ekuivalen. Peneliti memilih kuasi eksperimen karena pemilihan sampel tidak secara random tetapi menerima keadaan sampel seadanya atau disebut purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa Sekolah Dasar Negeri Panyingkiran di Kabupaten Majalengka tahun pelajaran 2017/2018 dengan sampel penelitiannya adalah siswa kelas V-1 dan V-2. Dari dua kelas yang diambil sebagai sampel, salah satunya digunakan sebagai kelas eksperimen yang memperoleh pembelajaran SAVI, sedangkan kelas lainnya sebagai kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Kedua kelompok diberikan pretes dan postes kemampuan komunikasi matematis. Data pretes dan N-gain yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dengan uji perbedaan dua rata-rata parametrik uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan SAVI lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

Kata Kunci: Kemampuan Komunikasi Matematis, Model Pembelajaran SAVI

(2)

102 PENDAHULUAN

Ilmu pengetahuan tumbuh dan berkembang seiring dengan perubahan waktu, sehingga untuk dapat mengikuti perkembangan dan memahami ilmu pengetahuan tersebut diperlukan keterampilan intelektual yang memadai. Keterampilan intelektual ini melibatkan kemampuan bernalar, berpikir sistematis, cemat, kritis dan kreatif. Berbagai kemampuan ini terakumulasi dalam ranah kognisi setiap manusia yang digunakan untuk memecahkan berbagai masalah. Khusus bagi siswa, keterampilan ini sangat menentukan tingkat keberhasilan menyerap, memahami, menggunakan, menganalisis, membuat sintesa dan mengevaluasi konsep dari suatu ilmu pengetahuan. Dengan berbekal keterampilan intelektual yang memadai siswa dapat mengkomunikasikan dan membuat hubungan antara satu gagasan dengan gagasan lainnya dalam memecahkan masalah.

Keterampilan intelektual yang dimaksud di atas diperoleh siswa melalui proses pembelajaran di sekolah, khususnya pada pembelajaran matematika. Karena dalam memahami konsep matematika kebenaran suatu konsep atau pernyataan merupakan konsekuensi logis dari kebenaran konsep atau pernyataan sebelumnya, hal ini dapat menumbuhkembangkan keterampilan intelaktual siswa. Begitu pentingnya pembelajaran matematika dalam menumbuhkembangkan keterampilan intelektual siswa, sehingga berbagai model pembelajaran telah diperbaharui, dicobakan dan dilaksanakan oleh para ahli pendidikan matematika ataupun oleh para guru di sekolah.

Model pembelajaran matematika yang diperbaharui telah mengubah paradigma peran dan tugas guru. Sebelumnya guru berperan dan bertugas menyampaikan dan memberikan informasi atau pengetahuan kepada siswa. Namun kemudian berubah menjadi sebagai pendorong siswa belajar (stimulation of

learning) agar dapat mengkonstruksi

sendiri pengetahuan melalui berbagai aktivitas seperti pemecahan masalah dan berkomunikasi (Ansari, 2003).

Bila guru mendominasi kegiatan pembelajaran di kelas dalam menyampaikan dan memberikan pengetahuan kepada siswanya, maka peluang siswa untuk memperoleh dan mengkonstruksi konsep matematika sangat kecil. Siswa mendengarkan dan menonton guru dalam mengeksplorasi dan mengkonstruksi konsep matematika, kemudian siswa meniru dan menghafalkan berbagai bentuk aturan, rumus, prosedur atau algoritma dalam melakukan eksplorasi dan konstruksi matematika. Akhirnya siswa hanya terlatih mengerjakan masalah matematika seperti yang disampaikan oleh guru. Siswa akan menemui berbagai kesukaran pada saat menghadapi atau memecahkan masalah matematika yang tidak atau belum dilatihkan oleh guru.

Ketika kegiatan pembelajaran matematika didominasi oleh guru, guru memberikan dan menjelaskan berbagai konsep dan rumus ataupun algoritma yang dianggapnya penting bagi siswa, maka siswa cenderung pasif (Sutiarso, 2000). Pembelajaran matematika seperti itu kurang menanamkan pemahaman konsep sehingga kurang mengundang sikap kritis siswa (Sumarmo, 1999). Kepasifan siswa dalam belajar matematika dapat meningkatkan ketergantungan siswa kepada guru dalam memperoleh pengetahuan dan guru menjadi satu-satunya sumber pengetahuan. Siswa tidak termotivasi untuk mengeksplorasi dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan matematikanya, sehingga siswa lebih banyak memperoleh matematika melalui pemberitahuan dari pada melakukan eksplorasi (Ruseffendi, 1991).

Pada model pembelajaran yang telah diperbaharui, siswa tidak lagi dipandang sebagai obyek atau sasaran belajar. Siswa memiliki peluang beraktivitas yang cukup untuk mengkonstruksi pengetahuan dan

(3)

103 mengeksplorasi matematika, sehingga konsep matematika dapat dipahami dengan baik. Dari lima macam peran dan tugas guru untuk memaksimalkan kesempatan belajar siswa yang dikemukakan oleh Sullivan (Ansari, 2003: 5) satu diantaranya adalah, memberikan kebebasan berkomunikasi kepada siswa untuk menjelaskan idenya dan mendengarkan ide temannya. Begitu juga Silver dan Smith (Ansari, 2003: 4) mengatakan bahwa, salah satu peran dan tugas guru dalam pembelajaran matematika sekarang dan masa yang akan datang adalah mengatur aktivitas intelektual siswa dalam kelas seperti diskusi dan komunikasi.

Pendapat Sullivan, Silver dan Smith pada paragraf di atas mengisyaratkan bahwa, kemampuan komunikasi matematik harus dikembangkan dan dimiliki oleh siswa. Pemerintah Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional mengemukakan bahwa, salah satu tujuan umum pendidikan matematika di sekolah adalah mempersiapkan siswa agar mempunyai kemampuan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi (Depdiknas, 2002: 2). Berbagai gagasan, persoalan atau masalah dapat dikomunikasikan secara praktis, sistematis dengan bahasa matematika yang disajikan dalam model matematika berbentuk diagram, persamaan, grafik ataupun tabel. Sedangkan Baroody (Ansari, 2003: 4) menyebutkan, sedikitnya ada dua alasan penting mengapa komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa. Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga a valuable tool for communicating a variety of ideas clearly,

precisely, and succinctly. Kedua,

mathematics learning as social activity, artinya sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, matematika

juga sebagai wahana intraksi antar siswa dan juga komunikasi antara guru dan siswa. Hal ini merupakan bagian penting untuk nurturing children’s mathematical potential.

Berkaitan dengan pentingnya menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi matematik seperti yang diisyaratkan oleh Sullivan dan kawan-kawan pada paragraf di atas. Greenes dan Schulman (Ansari, 2003: 5) mengatakan, komunikasi matematik merupakan; (a) kekuataan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematika; (b) modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematik dan (c) wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk menyakinkan yang lain. Sedangkan Budiono (2000) mengatakan, komunikasi matematik merupakan salah satu kemampuan dasar yang harus diupayakan peningkatannya sebagaimana kemampuan dasar yang lainnya, seperti kemampuan bernalar dan pemecahan masalah.

Merujuk pada uraian tentang peran dan tugas guru sekarang dan masa datang serta pentingnya mengembangkan dan meningkatkan kemampuan komunikasi matematik di atas, maka guru harus meningkatkan kemampuan mutu pembelajarannya. Dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya, guru dapat mengakomodasi, memfasilitasi ide siswa, sehingga siswa dapat mengilustrasikan dan menginterprestasikan berbagai masalah dalam bahasa dan pernyataan-pernyataan matematika serta dapat menyelesaikan masalah tersebut menurut aturan atau kaedah matematika.

Kemampuan siswa

mengilustrasikan dan menginterprestasikan berbagai masalah dalam bahasa dan pernyataan-pernyataan matematika serta dapat menyelesaikan masalah tersebut menurut aturan atau kaedah matematika,

(4)

104 merupakan karakteristik siswa yang mempunyai kemampuan komunikasi matematik. Selanjutnya Sumarmo (2002: 15) merinci karakteristik kemampuan komunikasi matematik ke dalam beberapa indikator, sebagai berikut; (a) membuat hubungan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika; (b) menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik secara lisan maupun tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar; (c) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; (d) mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematik, membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis; (e) membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi dan (f) menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.

Salah satu model pembelajaran matematika yang sangat kondusif bagi terciptanya suasana belajar komunikatif adalah model pembelajaran SAVI

(Somatic, Auditori, Visual, dan

Intelektual). Model SAVI merupakan

model pembelajaran yang memanfaatkan alat indera yang dimiliki siswa semaksimal mungkin (Shoimin, 2004: 177). Model pembelajaran SAVI menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara yang berbeda-beda. Dalam model pembelajaran SAVI menganut Metode Accelerated Learning, siswa diarahkan untuk menerapkan materi yang didapat guna menyelesaikan permasalahan sehari-hari. Oleh karena itu, pembelajaran dengan model SAVI dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar dengan suasana yang menyenangkan karena siswa leluasa bergerak, mendengar, melihat, dan berpikir dengan materi yang akan dilaksanakan. model SAVI memberikan kesempatan untuk bergerak,

mendengar, melihat dan berpikir bersama teman sekelompoknya sehingga dapat menyalurkan pengetahuan yang sudah dimilikinya dan saling bertukar pengetahuan karena tugas guru hanyalah membimbing.

Mencermati keunggulan dan kelemahan model pembelajaran SAVI seperti yang telah diuraikan di atas, penulis menduga bahwa pembelajaran SAVI tersebut dapat dijadikan suatu pembelajaran alternatif di Sekolah Dasar. Hal tersebut mendorong penulis melakukan penelitian tentang perbandingan kemampuan komunikasi matematik siswa antara yang memperoleh pembelajaran SAVI dan pembelajaran konvensional. Apakah kualitas kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran SAVI, lebih baik daripada kualitas kemampuan komunikasi matematik siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan studi kuasi eksperimen dengan desain penelitian berbentuk desain kelompok kontrol non ekuivalen. Sebagaimana dikemukakan oleh Syaodih (2013: 207) bahwa eksperimen kuasi dipilih jika penelitian sulit sekali untuk melaksanakan eksperimen murni, hal ini terutama dikarenakan dengan pengontrolan variabel. Peneliti memilih desain kelompok kontrol non ekuivalen karena desain ini merupakan bagian dari bentuk kuasi eksperimen dengan jumlah kelas yang digunakan sebanyak dua kelas. Satu kelas dijadikan sebagai kelompok eksperimen dan satu kelas lainnya dijadikan sebagai kelompok kontrol. Terhadap kedua kelompok ini, sebelum pelaksanaan pemberian perlakuan, dilakukan pengukuran perlakuan awal atau pretes (O).

Selanjutnya terhadap kelompok eksperimen diberi perlakuan model pembelajaran SAVI, sedangkan untuk kelompok kontrol tidak diberi perlakuan.

(5)

105 Setelah itu, terhadap kedua kelompok diberi perlakuan pasca pemberian perlakuan atau postes (O).

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan instrumen tes berupa soal tes matematika dalam bentuk uraian dengan tujuan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa. Pemilihan bentuk tes uraian ini bertujuan melihat proses pengerjaan yang dilakukan siswa agar dapat diketahui sejauh mana siswa mampu melakukan matematis. Dalam penyusunan tes kemampuan komunikasi matematis, terlebih dahulu disusun kisi-kisi soal, yang dilanjutkan dengan menyusun soal beserta alternatif kunci jawaban.

Tes komunikasi matematik adalah suatu tes untuk mengungkap kemampuan siswa menyatakan suatu gambar ke dalam ide-ide matematik, menyatakan suatu ide matematik ke dalam suatu gambar, dan memberi penjelasan atau alasan dan strategi penyelesaian masalah matematis dengan bahasa yang benar. Kemampuan komunikasi matematik siswa tersebut adalah kemampuan secara menyeluruh terhadap materi yang telah disampaikan setelah kedua kelompok mendapat perlakukan. Tes kemampuan komunikasi matematika terdiri dari 10 soal dalam bentuk uraian yang diberikan sebelum dan sesudah perlakuan untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Untuk tujuan penelitian tersebut, peneliti memperoleh data dengan cara memberikan pretes dan postes kepada siswa. Selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data pretes dan data N-gain kemampuan komunikasi matematis. Analisis mengenai skor pretes pada kedua kelas menunjukkan tidak terdapat perbedaan kemampuan awal komunikasi matematis antar kedua kelas. Namun demikian secara deskriptif, rata-rata skor pretes siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol.

Adapun untuk mengetahui bagaimana peningkatannya, dilakukan uji perbedaan dua rata-rata terhadap data N-gain kemampuan komunikasi matematis pada kedua kelas. Hasil pengujian normalitas dan homogenitas data N-gain, menunjukkan bahwa data N-gain kedua kelas berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Sehingga analisis selanjutnya dalam melakukan uji perbedaan meggunakan statistik parametrik, yaitu t indepentdent sample. Hasil uji t indepentdent sample diperoleh nilai signifikansi 1-tailed sebesar 0,0005, lebih kecil dari ∝= 0,05, maka H0 ditolak. Hal tersebut berarti bahwa pada tingkat kepercayaan 95%, peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran SAVI lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Dari paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh model SAVI terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis matematis siswa lebih tinggi dibanding dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dikarenakan banyak sekali aktivitas-aktivitas belajar pada model SAVI yang dapat menunjang terhadap pengembangan kemampuan komunikasi matematis siswa. Beberapa aktivitas belajar siswa yang sangat menunjang dalam pengembangan kemampuan komunikasi matematis diantaranya adalah para siswa dibimbing guru berdiskusi secara kelompok untuk memahami materi yang diberikan. Cara belajar seperti ini dapat menuntut siswa untuk menjadi lebih aktif dalam belajar. Aktivitas-aktivitas belajar siswa dengan menggunakan SAVI sangat bertolak belakang dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Aktivitas belajar siswa dengan menggunakan pembelajaran konvensional, pembelajarannya cenderung berpusat kepada guru dan memperlakukan siswa berstatus sebagai objek. Siswa menjadi pasif karena proses pembelajaran dilakukan hanya dengan guru mentransfer

(6)

106 gagasannya kepada siswa. Hal ini dapat mengekang kreativitas belajar siswa yang pada akhirnya dapat menyebabkan sulitnya siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya. Adapun aktivitas belajar siswa dengan menggunakan model BBL, seperti dipaparkan di atas, diyakini mampu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis matematis siswa.

Hal ini sejalan dengan kajian pustaka yang telah disampakan pada bab sebelumnya, bahwa komunikasi matematis merupakan proses aktif, sehingga tidak dapat diajarkan hanya melalui metode ceramah. proses komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika dapat dikembangkan melalui proses pembelajaran yang kontruktivisme, adapun SAVI adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri secara aktif.

Sementara itu secara deskriptif, peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat berdasarkan rata-rata N-gain kedua kelas. Di mana nilai rata-rata N-gain pada kelas BBL sebesar 0,528, sedangkan rata-rata N-gain pada kelas konvensional sebesar 0,407.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tahapan-tahapan dalam pembelajaran SAVI secara keseluruhan dapat dilakukan dengan baik oleh guru dan siswa. Namun tidak dapat dipungkiri, ada beberapa keterbatasan yang penulis alami selama pelaksanaan penelitian ini. Beberapa keterbatasan tersebut di antaranya adalah :

a. Pembelajaran langsung merupakan pembelajaran yang biasa dilaksanakan di kelas. Sehingga bagi siswa, SAVI merupakan pembelajaran yang baru. Hal ini menyebabkan mereka belum terbiasa dengan model pembelajaran SAVI. Salah satunya, pada awal-awal pertemuan siswa kurang berani untuk mengemukakan pendapat atau mengajukan pertanyaan saat diskusi antar kelompok; kurang terbiasa

menanggapai pendapat teman, yang pada akhirnya menyebabkan diskusi antar kelompok tidak berjalan dengan baik. Namun pada pertemuan-pertemuan berikutnya, kelemahan-kelemahan tersebut dapat diperbaiki secara perlahan.

b. Media pembelajaran yang digunakan tidak dibuat oleh tim, tetapi penulis sendiri yang mengembangkannya. Sehingga tidak menutup kemungkinan ada beberapa keahlian yang masih kurang dikuasai oleh penulis sebagai pengembang media pembelajaran. c. Untuk melaksanakan tahapan-tahapan

pembelajaran SAVI di kelas, agar hasil dari pembelajaran ini maksimal, diperlukan alokasi waktu yang cukup banyak. Adapun alokasi waktu yang tersedia untuk pembelajaran matematika di SDN Panyingkiran, penulis rasa kurang cukup untuk dilaksanakannya pembelajaran menggunakan SAVI dengan sempurna. Dengan kata lain, dalam pelaksanaannya ada beberapa aktivitas dalam tahapan SAVI yang waktunya dikurangi.

d. Waktu yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian hanya lima minggu. Dalam hal ini peneliti merasakan belum optimal dalam menerapkan model pembelajaran SAVI. Waktu penelitian yang relatif terbatas ini tentunya akan berdampak pada hasil yang belum maksimal.

Keterbatasan-keterbatasan yang dipaparkan di atas tentunya berpengaruh terhadap hasil penelitian. Dengan kata lain, hasil yang diperoleh dari penerapan pembelajaran SAVI ini belum tercapai lebih maksimal. Walaupun tidak menutup kemungkinan adanya faktor-faktor lain, keterbatasan-keterbatasan tersebut menyebabkan masih adanya beberapa siswa di kelas eksperimen mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan bahkan masih ada di bawah rata-rata kelas kontrol baik dalam peningkatan kemampuan komunikasi matematis

(7)

107 maupun penalaran matematis. Selain itu, keterbatasan-keterbatasan tersebut juga membuka peluang bagi peneliti lainnya untuk melakukan analisis lebih lanjut yang tentunya akan berguna bagi perluasan wawasan keilmuan.

PENUTUP

Siswa yang memperoleh pembelajaran melalui model SAVI mengalami peningkatan kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik dibanding siswa yang belajar melalui pembelajaran biasa (konvensional)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, B.I (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write.Disertasi pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan. Departemen Pendidikan Nasional. (2002).

Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Depdiknas. Boediono, dkk. (Eds) (2000). Standar

Nasional Kemampuan Dasar SD/MI, SLTP/MTs, SMU/SMA, Jakarta:Balitbang Depdiknas. Huda, M. (2013). Model-model

Pengajaran dan Pemebelajaran

Isu-Isu Metodis dan

Paradigmatis. Yogyakarta:

PUSTAKA PELAJAR.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (1989). Curriculum and

Evaluation Standards for School Mathematics. Reston. Virginia. Ramadhan, A.F. (2013). Keefektifan Model

SAVI berbantuan CD

Pembelajaran terhadap

Kemampuan Menyelesaikan

Soal Cerita Materi Segi Empat Kelas VII. (Skripsi). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang, Semarang: tidak diterbitkan.

Ruseffendi, E.T. (1991) Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam

Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

Shoimin, A. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Sugiyono. (2011). Statistika Untuk Penelitian. Bandung. Alfabeta. Sumarmo, U. (1999). Implementasi

Kurikulum 1994 pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah. Laporan Penelitian Bandung: FPMIPA IKIP Bandung.

Sumarmo, U. (2000). Kecenderungan Pembelajaran Matematika pada Abad 21.

Makalah pada Seminar Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Suryana, Y. dan Wayan, I. (2015). Kompetensi Pedagogik Untuk Peningkatan Kinerja dan Mutu Guru. Jakarta: CV. AZ-ZAHRA. Sutiarso, S. (2000). Problem Posing, Strategi Efektif Meningkatkan

Aktivitas Siswa dalam

Pembelajaran Matematika.

Bandung: tidak diterbitkan. Syaodih, N. (2013). Metode Penelitian

Pendidikan. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu didalam penulisan ilmiah, Penulis ingin menjelaskan bagaimana cara pembuatan aplikasi pembayaran obat pada apotek klinik Budi Utoyo untuk menghindari kerangkapan

Provinsi. Tes tertulis akan dilaksanakan di Dinas Ketenagakerjaan Provinsi dan diikuti oleh peserta dari unsur serikat pekerja/serikat buruh dan unsur Apindo

Penulisan Laporan Tugas Akhir ini dengan judul “ ANALISIS TINGKAT PELAYANAN FASILITAS BANDAR UDARA PATTIMURA, AMBON” disusun guna melengkapi syarat untuk

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi administrasi, evaluasi teknis, evaluasi harga untuk penaw aran paket pekerjaan tersebut diatas, dengan ini kami sampaikan bahw

Guna mendukung layanan informasi melalui PPID DJKN, pada tahun 2015, Direktorat Hukum dan Humas selaku PPID DJKN terus mengupayakan agar seluruh kantor vertikal mampu

(2013) Penerapan model pembelajaran kooperatif melalui metode CIRC untuk meningkatkan kemampuan membaca memindai siswa kelas V SD negeri 2 Paseh Kecamatan Paseh

konsep diri sebagai seorang yang telah dewasa dalam berbagai hal. Pada kegiatan inti, stimulus/improvisasi yang dilakukan adalah : a).. membina hubungan akrab, b)

Study Kelayakan Pengembangan usaha Rental Komputer Mbink ini bertujuan untuk mengetahui layak atau tidak layaknya pengembangan usaha pembukaaan cabang baru yang akan dilakukan dan