• Tidak ada hasil yang ditemukan

Spiritual Well-Being Penganut Aliran Kepercayaan Sapta Darma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Spiritual Well-Being Penganut Aliran Kepercayaan Sapta Darma"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ALIRAN

KEPERCAYAAN

SAPTA

DARMA

1 2 3

Ni Made Rasmi Himawari , Titik Muti'ah , Hartosujono Fakultas Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

1 2 3

rasmihimawari@yahoo.com, titik@ustjogja.ac.id, voluna888@gmail.com

Kronologi Naskah:

Masuk 3 Februari 2019, Direvisi 20 Maret 2019, Diterima 5 April 2019

Abstract.

The subject of this research

Keywords: Spiritual well-being, Penghayat Sapta Darma

The purpose of this research is to get an idea of how the spiritual well-being of Sapta Darma's believer at Sanggar Tegeh Kuri Denpasar Bali in their life as a believer. were four people with male gender and the age range from 45-55 years old.The research method used is qualitative phenomenology using obervation and interview. Data were analyzed, starting from data collection, data reduction, data presentation and concluding data.The results showed that the four subjects had a fairly high spiritual well-being, proven from the four subjects having an individual relationship with with strength outside them (God) and individual relationships with theirself is quite well. The three subjects have good individual relationships with others, one subject is medium. The four subjects have quite well individual relationship with nature and the environment. The process of achieving spiritual well-being on the subject throughs unique process. It is influenced by some factors such as family support, life experiences, intelligence, and spiritual teachers.

(2)

Abstrak. Tujuan dari penelitian adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai bagaimana spiritual well-being penganut aliran kepercayaan Sapta Darma di Sanggar Tegeh Kuri Denpasar Bali dalam menjalani hidupnya sebagai penghayat. Subjek penelitian berjumlah empat orang dengan jenis kelamin laki-laki dan berumur kisaran 45-55 tahun. Metode penelitian data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif fenomenologi dengan menggunakan obervasi dan wawancara. Data dianalisis, dimulai dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan menyimpulkan data. Hasil penelitian menunjukan bahwa keempat subjek memiliki spiritual well-being yang cukup tinggi terbukti dari empat subjek memiliki hubungan individu dengan kekuatan di luar dirinya (Tuhan) dan hubungan individu dengan dirinya cukup baik. Ketiga subjek memiliki hubungan individu dengan orang lain cukup baik, satu subjek sedang. Keempat subjek memiliki hubungan individu dengan alam dan lingkungan cukup baik. Proses pencapaian spiritual well-being pada subjek melalui proses yang unik, dipengaruhi oleh faktor dukungan keluarga, pengalaman hidup, kecerdasan, guru spiritual.

Kata kunci: Spiritual well-being, Penghayat Sapta Darma

Indonesia merupakan negara yang majemuk baik dalam hal agama, suku dan budaya. Masyarakat majemuk atau multikultural merupakan masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih kelompok yang secara kultural dan ekonomi terpisah-pisah serta memiliki struktur kelembagaan yang berdeda-beda satu sama lainnya. Salah satu wujud budaya Indonesia adalah budaya spiritual yang berakar pada kepercayaan terhadap Tuhan Hyang Maha Esa. Selain keenam agama yang diakui di negara Indonesia, negara ini juga mengakui adanya masyarakat yang menganut aliran kepercayaan atau kebatinan (Wibowo, 2016). Komunitas keagamaan lokal senantiasa mengalami berbagai tantangan untuk mempertahankan identitas, ajaran, dan tetap bertahan di tengah situasi sosial yang terus berubah (Mufid, 2012).

Berdasarkan data terakhir yang tercatat pada Asisten Deputi Urusan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa tahun 2003 (Purna dan Suarsana, 2010) telah terdaftar 248 organisasi kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tingkat pusat dengan anggota sekitar 8,5 juta orang. Salah satu aliran kepercayaan yang berkembang di Indonesia adalah aliran kepercayaan Sapta Darma. Turunnya kerokhanian Sapta Darma

(3)

merupakan kehendak mutlak dari Hyang Maha Kuasa yang diterima oleh bapak Hardjosopoero yang selanjutnya dikenal dengan nama / gelar Panuntun Agung Sri Gutama pada tanggal 27 Desember 1952 di Pare, Kediri, Jawa Timur. Pada saat penerimaan wahyu, nama lengkap Ajaran Kerokhanian Sapta Darma adalah “Agama Sapta Darma”, akan tetapi sejak keluarnya PENPRES No.1/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan / atau Penodaan Agama, maka nama “Agama Sapta Darma” disesuaikan menjadi “Kerokhanian Sapta Darma” (Pawenang dkk, 2010).

Hingga kini banyak tantangan dan permasalahan yang dihadapi oleh penghayat aliran kepercayaan Sapta Darma, meskipun Sapta Darma sudah diakui pemerintahan Namun, sampai saat ini masih mendapat berbagai tuduhan miring (aliran sesat). Keberadaannya masih mendapatkan diskriminasi oleh pemerintah, seperti identitas agama lokal mereka di dalam publik belum diberi ruang seperti contohnya kolom agama di KTP belum bisa menuliskan kepercayaan sendiri (Arifin, 2016).

Selain itu (Musholih, 2014) tantangan yang juga dihadapi ialah ketika ada salah satu penghayat di Kabupaten Brebes meninggal dunia namun jenazahnya ditolak warga untuk dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU) setempat. Dalam workshop Persma Sejuk pada tanggal 22 Juli 2017

). Namun, tahun 2017 penghayat aliran kepercayaan mendapat kabar baik, ketika Mahkamah Konstitusi memutuskan aliran kepercayaan bisa dicantumkan ke dalam KTP dan tidak perlu menyamar lagi (Hantoro, 2017).

Sehubung dengan itu peneliti melakukan pre eliminary dengan empat orang penghayat yang dilakukan pada tanggal 21 Oktober 2017 dan 4 November 2017 yang mengungkapkan bahwa penghayat sempat mengalami kesenjangan ketika mengungkap identitas dirinya sebagai penghayat, ada beberapa yang memahami ada yang tidak dan mengalami kesulitan dengan

sebelum Permendikbud No. 27 tahun 2016 berlaku, anak-anak Sapta Darma diharuskan memilih salah satu agama resmi. Tekanan yang begitu kuat membuat beberapa dari penghayat memilih meninggalkan komunitas dan mengakibatkan regenerasi penerus terhambat (Thowik, 2017

(4)

mata pelajaran Agama ketika berada dijenjang sekolah.

“…Sempet nih aku dijauhin sama temen-temen ku yang gak paham tentang Sapta Darma, awalnya aku sedih tapi lama-kelamaan kan mereka lihat aku gak ada bedanya sama mereka, aku juga aktif dan ramah ke siapa aja, jadi lama-lama biasa aja sih merekanya”.

“…tapi kalo mereka yang gak kenal aku dan belum bisa menghormati kepercayaan orang lain kesannya mereka agak mengejek. Biasanya aku jelasin ke mereka bahwa tiap orang itu punya keyakinannya sendiri-sendiri dan keyakinan ku ini ada undang-undangnya kok”

“…saat saya SMP saya masuk kelas agama Islam, pas itu disuruhlah membaca Al'Quran saya tidak bisa dan memberanikan diri mengungkap identitas saya sebagai penghayat aliran kepercayaan. Ketika mengungkapkan identitas saya, saya merasa deg-degan dan hampir menangis. Ada beberapa guru yang mengerti tetapi ada juga yang tidak, sampai orangtua saya dipanggil dan diminta agar saya ikut melaksanakan kegiatan pembelajaran. Ketika SMA saya memilih agama Kristen karena saya rasa pembelajarannya lebih mudah”

Berdasarkan fenomena dan permasalahan yang dihadapai ini berdampak pada kesejahteraan penghayat. Sejahtera secara spiritual menjadi suatu kebutuhan bagi setiap manusia. Seseorang yang sejahtera secara spiritual tentu dapat menghadapi dan menyelesaikan segala persoalan kehidupan. Kesejahteraaan spiritual akan memberikan ketentraman bagi tiap individu, yaitu sebuah perasaan bagaimana sesuatu berjalan sebagaimana mestinya (Diyanti, 2014). Tentu untuk mencapai kesejahteraan spiritual individu memiliki pengalaman, motivasi dan proses yang berbeda-beda. Peneliti melakukan pre eliminary dengan penghayat pada tanggal 23 Desember 2017 yang mengungkapkan latar belakang penghayat hingga bergabung dan menekuni ajaran Sapta Darma.

(5)

solusi tetapi tidak mendapatkan penyembuhan, ada yang memang mencari kesejatian hidup itu dan akhirnya apa yang dicari-cari ketemu di Sapta Darma, ada juga yang memang dari orangtuanya sudah menekuni ajaran ini, bahkan ada juga yang masih membanding-bandingkan ajaran ini dengan ajaran itu. Sapta Darma menerima luas dari kalangan manapun bisa belajar.”

Ditegaskan pula oleh National Interfaith Coalition on Aging (NICA) di Washington kesejahteraan spiritual sebagai penegasan hidup dalam menjalin hubungan khusus dengan Tuhan, diri sendiri, masyarakat dan lingkungan dengan cara memelihara keyakinan, keutuhan untuk bersama dalam kedamaian pribadinya (Kurniawati, 2015). Menurut Paloutzian dan Ellison (dalam Ghufron & Risnawita, 2015) bahwa kesejahteraan spiritual berhubungan positif dengan tujuan hidup, komitmen keagamaan yang intrinsik dan harga diri, sementara berhubungan secara negatif terkait dengan individualisme, kebebasan individu dan kesepian.

Perkembangan penghayatan keagamaan dalam sudut pandang Brigtman (dalam Imaddudin, 2015) merupakan pengakuan atas keberadaan (the excistence of great power) dan mengakui-Nya sebagai sumber nilai-nilai luhur yang eternal (abadi) yang mengatur tata hidup manusia dan alam semesta raya ini. Menurut Cohen (2012) Well-being selalu dikaitkan dengan mutu hidup (quality of life), kebaikan (wellness), kesejahteraan (welfare), dan kemakmuran (prosperity). Menurut Paloutzian (1991) spiritual well-being mencerminkan kedekatan dengan Tuhan dan manifestasinya dalam kehidupan berupa dimilikinya kehidupan yang bermakna.

Definisi pertama diberikan oleh NICA (The National Interfaith Coalition on Aging) bahwa kesejahteraan spiritual merupakan sebuah afirmasi atau pernyataan hidup dalam hubungannya dengan Tuhan, diri, komunitas dan lingkungan yang memelihara dan mempengaruhi keseluruhan diri (dalam Laili, 2014). Menurut Gray (dalam Utama, 2015) bahwa spiritual well-being dimana individu mendapatkan kesehatan spiritual

(6)

dengan menemukan keseimbangan antara nilai-nilai, tujuan, kepercayaan serta hubungan dalam diri mereka dan orang lain. Menurut Thorson & Cook (dalam Sriwiyanti, 2015) kesejahteraan spiritual adalah sebuah anggapan atau gambaran hidup seseorang tentang hubungannya dengan Tuhan, diri sendiri, masyarakat dan alam. Washington (dalam Pratidhina, 2016) juga berpendapat kesejahteraan spiritual sebagai penegasan hidup dalam menjalani hubungan khusus dengan Tuhan, diri sendiri masyarakat dan lingkungan dengan cara memelihara keyakinan, keutuhan untuk bersama dalam kedamaian pribadinya. Berdasarkan beberapa uraian, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai bagaimana spiritual well-being pada penganut aliran kepercayaan Sapta Darma di Sanggar Tegeh Kuri Denpasar Bali dalam menjalani hidupnya sebagai penghayat.

Metode

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi. Adapun subjek penelitian terdiri dari empat subjek dengan karakteristik penghayat yang bersedia menjadi subjek penelitian, menghayati Sapta Darma lebih dari sepuluh tahun dan sering berkumpul di Sanggar Tegeh Kuri. Demi memperkuat tingkat validitas dan realibitas, penelitian ini melibatkan dua orang significant others dari masing-masing subjek dengan karakteristik mengenal subjek cukup lama kurang lebih lima tahun, mengetahui kisah subjek sebagai penghayat, orang-orang terdekat seperti keluarga, tetangga dan teman dekat. Keterpercayaan penelitian menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi metode. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara semi terstruktur, observasi non partisipan dan observasi terfokus. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data model interaktif menurut Miles & Huberman (Herdiansyah, 2015). Adapun empat tahapan yang harus dilakukan yaitu pengumpulan data, reduksi data, display data dan kesimpulan/verifikasi.

(7)

Hasil

Penelitian ini dilaksanakan di Sanggar Candi Busana Tegeh Kuri yang merupakan tempat penganut aliran kepercayaan Sapta Darma beribadah dan melaksanakan aktivitasnya yang dilaksanakan mulai dari Desember 2017 sampai dengan Februari 2018. Peneliti melakukan observasi ketika wawancara berlangsung dan melihat aktivitas subjek di Sanggar Tegeh Kuri. Berdasarkan hasil temuan penelitian keempat subjek mengalami dinamika yang berbeda-beda dalam proses mencapai spiritual well-being, dimana keempat subjek memiliki kategori hubungan antara individu dengan dirinya cukup tinggi, subjek mampu masuk ke dalam dirinya, merasakan perubahan-perubahan positif, kedamaian, penerimaan diri, pengendalian diri, mengetahui bahwa manusia terdiri dari unsur rohani dan jasmani maka rohani harus didahulukan, jasmani akan mengikuti, keyakinan akan tujuan hidup, itu semua didapat setelah melakukan penekunan ibadah sujud. Proses meyakini ibadah sujud dari keempat subjek mempunyai penyebab yang berbeda-beda dimana Subjek 1 karena terjadi perubahan kesehatan yang awalnya sakit, Subjek 2 karena ada perubahan dari sifat dan sikapnya yang sebelumnya keras, Subjek 3 karena kecerdasan pikir dan rohani, pengalaman serta pembuktiannya dan Subjek 4 karena pengalamannya sejak kecil di Sapta Darma.

Sebagian dari proses ibadah sujud mirip dengan cara kerja meditasi. Primamrenalto (2016) meditasi merupakan teknik yang digunakan untuk melatih perhatian untuk dapat meningkatkan taraf kesadaran yang selanjutnya dapat membawa proses-proses mental lebih terkontrol secara sadar. Keempat subjek melakukan suatu kondisi yang membutuhkan perhatian khusus yaitu ibadah sujud sehingga mampu merasakan dan masuk ke dalam dirinya secara mendalam dan sadar.

Dukungan keluarga menjadi salah satu hal yang penting dalam pembentukan kesejahteraan spiritual. Menurut Potter (2009) Dukungan keluarga merupakan bentuk pemberian dukungan terhadap anggota keluarga lain yang mengalami

(8)

permasalahan, yaitu memberikan dukungan pemeliharaan, emosional untuk mencapai kesejateraan anggota keluarga dan memenuhi kebutuhan psikososial. Bagi keempat subjek yang hidup di masyarakat dengan mayoritas tradisi adat istiadat yang kuat tentu dukungan keluarga menjadi penunjang dalam menunjukkan eksistensi identitas diri sebagai penghayat. Seperti tiga subjek memiliki keluarga yang mendukung sepenuhnya subjek menekuni dan menjalankan kegiatan-kegiatan Sapta Darma. Hal ini berdampak pada komitmen subjek yang berani secara penuh memilih Sapta Darma sebagai pegangan hidup subjek. Sedangkan satu subjek, pihak keluarga belum sepenuhnya mendukung subjek di Sapta Darma karena pengaruh tradisi, adat istiadat yang ada terlebih lagi rumah subjek adalah pusat tempat ibadah umat Hindu di desa, ini menyebabkan subjek belum bisa meninggalkan tradisi Hindu dan memilih Sapta Darma secara penuh, akhirnya subjek berusaha membagi waktu dan aktif di kegiatan Hindu dan Sapta Darma.

Walaupun masyarakat belum memahami Sapta Darma tetapi keempat subjek memilih untuk mengendalikan diri, menjaga hubungan, saling menghargai, sikapnya harus susila, mencoba membuka ajaran. Tiga subjek memiliki hubungan antara individu dengan orang lain cukup tinggi, dimana subjek ikut aktif di organisasi masyarakat, menjadi tauladan, dan disegani sedangkan satu subjek dalam kategori sedang karena subjek berfokus pada Sapta Darma dan jarang lagi mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan adat istiadat sehingga menimbulkan kesalah pahaman di masyarakat. Keempat subjek memiliki hubungan yang baik dengan sesama penghayat saling peduli dan aktif di kegiatan-kegiatan sanggar.

Keempat subjek memiliki kategori hubungan antara individu dengan alam dan lingkungan yang cukup tinggi, dimana subjek menyadari bahwa manusia terdiri dari unsur rohani yaitu percikan sinar Tuhan yang disebut roh suci dan unsur jasmani yaitu unsur api, air, bumi dan udara. Karena unsur alam berada di dalam diri, ini yang menyebabkan subjek menyukai keindahan alam, merasa nyaman dan senang, melakukan kebersihan, peduli

(9)

terhadap lingkungan sekitar, menyadari bahwa alam memiliki kondratnya tersendiri bahkan melakukan komunikasi dengan alam. Keempat komponen spiritual well-being saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Hubungan dengan Tuhan menjadi pusat dari komponen-komponen lainnya. Keempat subjek merasakan kedekatan, tuntunan dari Tuhan, melakukan ibadah sebagai bentuk kesetiaan, yakin akan keberadaan Tuhan. Ini menunjukkan keempat subjek memiliki kategori hubungan individu dengan kekuatan di luar dirinya atau Tuhan cukup tinggi. Dalam perjalanan mencapai kesejahteraan spiritual tiga dari keempat subjek memiliki guru spiritual yang memberikan pangarahan, pengetahuan, nasehat, pendapat mengenai perkembangan ajaran Sapta Darma dan penerapannya di dalam hidup.

Dari keempat subjek, tiga subjek pernah mengalami pengalaman transendental dalam ibadahnya, dimana dalam ajaran Sapta Darma terdapat ajaran Racut yaitu roh suci mengetahui alam kelanggenggan dan ketiga subjek mengalaminya sehingga menambah keyakinan subjek akan keberadaan Tuhan. Sensasi yang dirasakan ketika masuk ke alam tersebut adalah merasa nyaman, senang yang tidak bisa dijelaskan, merasa telah terbebas dari segala-galanya, merasa menyatu dengan Tuhan, bertemu dengan sinar besar dan merasa sangat dingin.

Kesimpulan

Penelitian spiritual well-being pada aliran kepercayaan Sapta Darma dengan subjek berjumlah empat orang, memiliki spiritual well-being yang cukup tinggi dengan proses pencapaian yang berbeda-beda hal ini diketahui melalui metode pengumpulan data observasi dan wawancara. Keempat subjek memiliki kategori hubungan antara individu dengan dirinya sendiri cukup baik. Sedangkan, dari keempat subjek, tiga subjek memiliki kategori hubungan individu dengan orang lain cukup baik dan satu subjek dalam kategori sedang. Keempat subjek memiliki kategori hubungan individu dengan alam dan sekitarnya serta hubungan dengan kekuatan di luar dirinya cukup baik.

(10)

Pencapaian spiritual well-being dari keempat subjek dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu dukungan keluarga, pengalaman hidup yang telah dilewati, guru spiritual dan ketekunan serta pendalaman melakukan ibadah.

Subjek penelitian merasakan perubahan ke arah yang positif setelah beberapa tahun menekuni Sapta Darma, terjadi peningkatan-peningkatan sesuai dengan ketekunan pada pribadi masing masing. Semakin dini usia melakukan ibadah sujud semakin banyak proses pembersihan yang terjadi di dalam pribadi, mendapat pangalaman dan semakin dapat menemukan esensi individu sebagai makhluk spiritual.

Saran

Adapun beberapa saran dalam penelitian ini yaitu subjek penelitian diharapkan dapat berbagi kepada penghayat lainnya bahwa walaupun keberadaan penghayat masih minoritas tidak menjadi halangan untuk meningkatkan kesejahteraan spiritual dan mendalami ajaran yang telah diyakini untuk mencapai aktualisasi diri sebagai makhluk spiritual. Keluarga subjek diharapkan berani untuk menunjukkan identitas sebagai penghayat, saling mendukung, dan menguatkan antar anggota keluarga. Bagi penghayat lainnya diharapkan tetap menjaga hubungan baik dengan masyarakat, mentaati peraturan pemerintah, menyiapkan diri atas perubahan yang telah diberikan pemerintah terkait kebebasan beragama.

Bagi masyarakat diharapkan berpegang teguh pada ideologi pancasila dan “Bhinneka Tunggal Ika”, meningkatkan toleransi antar umat beragama, menghormati dan saling melindungi perbedaan serta saling berbagi pengalaman antar umat. Bagi pemerintah diharapkan bahwa dengan adanya keputusan MK yang telah diberikan kepada penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa bisa ditindaklanjuti sehingga tidak ada lagi masalah diskriminasi, penistaan, kesenjangan sosial yang terjadi di masayarakat. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan jika meneliti topik yang sama dapat menelaah lebih dalam lagi mengenai spiritual well-being dan

(11)

menggali aspek-aspek serta faktor-faktor yang mempengaruhi bahkan bila bisa dapat menemukan teori baru untuk kemajuan ilmu di bidang psikologi khususnya yang berkaitan dengan spiritualwell-being.

Daftar Pustaka

Arifin, N. 2016 Motif Bergabung dalam Aliran Sapta Darma. Skripsi.

Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga

Cohen, A.B., and Kathryn A.J. 2012.Running Head: Religion & Well-being.Religi on and Well-being: A Psychological Perspective. Diyanti, D.K. 2014 Hubungan antara Spirituall Well-Being dengan Coping

pada Musyarif/ah Mu'had Sunan Ampel Al-Aly (MSAA) Univeristas Islam Negeri (UIN) MAulana Malik Ibrahim Malang. Skripsi. Malang: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) MAulana Malik Ibrahim Malang.

Ghufron, M.N. & Risnawita R. 2015. Sejahtera Secara Spiritual dengan Pendidikan Agama. Seminar Nasional Educataional Well-Being.

K u d u s . D i u n d u h d a r i :

http://eprints.umk.ac.id/4904/7/Full_Prosiding_Semnas_Psi_UMK _2015.56-68.pdf

Hartono, J. 2017. Cerita Penganut Aliran Kepercayaan yang HArus

Menyamar di KTP. Jakarta: Tempo.com. Diunduh dari :

http://nasional.tempo.co/read/1031968/cerita-penganut-aliran-kepercayaan-yang-harus-menyamar-di-KTP. 15 November 2017 Herdiansyah, H. 2015. Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu

Psikologi. Jakarta: Salemba Humanika.

Imaddudin, A. 2015. Mengembangkan Kesejahteraan Spiritual Peserta Didik sebagai Katalis Bangsa Inovatif. Jurnal. Pedagogik.Vol.III,No.1 Indriyatmo,W. 2015. Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan

Motivasi untuk Sembuh pada Pasien Kanker yang Menjalin Kemoterapi di Ruang One Day RSUD Dr. Moewardi. Skripsi. Surakarta : Fakultas KeperawatanStikes Kusuma Husada.

Kurniawati, Henie. 2015. Studi Meta Analisis Spiritual Well Being

dan Quality Of Life. Seminar Psikologi & Kemanusiaan.

Purwokerto : Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam Institut Agama I slam Negeri Purwokerto.

Laili, L. 2014. Pengaruh Kesejahteraan Spiritual terhadap Burn Out pada Jurnal

(12)

Mahasiswa Pendidikan Dokter di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Mufid, A.S. 2012. Dinamika Perkebangan Sistem Kepercayaan Lokal di

Indonesia. Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keeagamaan BAdan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI

Mukhabibah, W. 2017. Gambaran Spiritual Well-Being pada Mahasiswa Penghafal Al-Qur'an di Universitas Padjadjaran. Skirpsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran.

Musholih. 2014. Sapta Darma Aliran Keprcayaan yang Ditolak Warga. S e m a r a n g : O k e s o n e . c o m . D i u n d u h d a r i : https://news.okezone.com/read/2014/12/10/340/1077126/sapta -darma-aliran-kepercayaan-yang-ditolak-warga.

Paloutzian, Raymond F. & Crystal L. Park. (Eds). Handbook of the

Psychology of Religion and Spirituality (hal 21-42). New York, NY :

The Guilford Press.

Paloutzian, R. & Ellison, C. (1991). Manual for spiritual well- being scale- version 1.0. Nyack, NY: Raymond F. Paloutzian and Craig W. Ellison. Pawenang, dkk. 2010. Sejarah Penerimaan Wahyu Wewarah Sapta Darma

dan perjalanan Panutan Agung Sri Gautama. Yogyakarta:

Sekretariat Tuntutan Agung Panu Kerokhanian Sapta Darma Unit Penrbit.

Pratidhina, N.Y. 2016. Hubungan Spiritual Well-Being dengan Quality of Life Pasien Stroke di RSUD Pandan Arang Boyolali. Skripsi. Surakarta : Program Studi S-1 Keperawatan Stikes Kusuma Husada.

Primamrenalto, D. 2016. Meditasi Zikir u n t u k

Meningkatkan Kesehatan Mental pada Mantan Pecandi Narkoba di Kecamatan Semarang Barat. Skripsi. Semarang : Fakultas Ushuluddin dan Humaniora Universitas Islam Negeri Walisongo

Potter dan Perry. 2009. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: ECG.

Purna, I.M & Suarsana, I.M. 2010. Penghayatan TYME di Bali. Bali : Balai Pelestarian Jarahnitra Bali, NTB,NTT. Diunduh dari:

bali_9714.html|?m=1. pada Kamis, 7 Desember 2017 Thowik. 2017. Sapta Darma Melawan Diskriminasi. Surabaya : Sejuk

http://sejuk.org/2017.07/28/sapta-darma-melawan-diskriminasi Diakses pada 21 Oktober 2017

Utama, T.A. 2015. Perbedaan Kesejahteraan Spiritual Pasien Sebelum dan

Diakses pada 4 Desember 2018

Referensi

Dokumen terkait

Populasi adalah keseluruhan obyek atau individu yang akan diteliti, memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap.Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 31 (88,6%) responden memiliki pemenuhan kebutuhan spiritual berupa religious well-being (RWB) dalam kategori sedang dan terdapat 19 (54,3%)

Gambaran Karakteristik Subjek yang Memiliki Tingkat Psychological Well-Being Tinggi dan Rendah Ditinjau dari Dimensi Psychological Well-Being.... Pembahasan Hasil

Diversi merupakan salah satu bentuk penyelesaian perkara tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Akan tetapi tidak semua perempuan tersebut ditampilkan sebagai sampul majalah, hanya beberapa di antara mereka yang ditampilkan dalam sampul, dan direpresentasikan

Penurunan kadar logam berat dapat dilakukan dengan menggunakan larutan asam, larutan asam memiliki kemampuan untuk mengikat logam ( chelating agent ), salah satu cara

Isu-isu seperti “adab” dan etika perlu terus menjadi teras kepada usaha yang dilakukan di universiti (untuk memastikan manusia yang terhasil dari sistem universiti tidak

Dalam Sistem Informasi Geografis Jaringan Jalan Kabupaten Siak ini, data yang akan ditampilkan pada program yaitu peta dari geoset yang telah dibuat pada MapX. Suatu geoset