• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Kualitas

Dalam menghasilkan suatu produk yang baik tentunya akan memperhatikan faktor kualitas, karena berhubungan dengan kepercayaan dan kepuasan konsumen dalam membeli suatu produk. Produk yang berkualitas adalah produk yang sesuai dengan keinginan dari konsumen, dengan kata lain kualitas merupakan faktor kunci guna pertumbuhan dan perkembangan produk di perusahaan.

Definisi dan pengertian kualitas sangatlah beragam, menurut pakar yang ahli dalam bidangnya, kualitas didefinisikan sebagai berikut :

• Menurut Juran

Kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan dan manfaatnya • Menurut Vincent Gasperz

Kualitas adalah konsistensi peningkatan atau perbaikan dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk (barang dan jasa) yang dihasilkan, agar memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan, guna meningkatkan kepuasan pelanggan internal maupun eksternal.

• Menurut Deming

Kualitas harus bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa yang akan datang.

2.2 Dimensi Kualitas

Dalam pengendalian kualitas untuk industri ada beberapa dimensi kualitas yang digunakan untuk menilai darimana sisi kualitas dinilai. Dimensi kualitas yang ada tidak semua dipakai, ada perusahaan yang hanya memakai beberapa dimensi

(2)

saja, berapa jumlahnya berdasarkan kebijakan dari perusahaan. Dimensi kualitas yang diuraikan oleh Gavin (1996) untuk industri manufaktur meliputi :

ƒ Performance yaitu kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu sendiri

atau karakteristik operasi dari suatu produk.

ƒ Feature yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang

merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan yang baik bagi pelanggan.

ƒ Reliability yaitu kepercayaan pelanggan terhadap produk karena kehandalannya

atau karena kemungkinan kerusakan yang rendah.

ƒ Conformance yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran tertentu atau

sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan.

ƒ Durability yaitu tingkat ketahanan / awet atau lama umur produk.

ƒ Serviceability yaitu kemudahan produk itu bila akan diperbaiki atau kemudahan

memperoleh komponen produk tersebut.

ƒ Aesthetics yaitu keindahan atau daya tarik dari produk tersebut.

ƒ Perception yaitu fanatisme konsumen akan merek suatu produk tertentu karena

citra atau reputasi produk itu sendiri.

Secara definitif kualitas atau mutu suatu produk atau jasa adalah derajat atau tingkatan dimana produk atau jasa tersebut mampu memuaskan keinginan dari konsumen (fitness for use). Kualitas Kesesuaian/ Kesamaan (Quality of Conformance) menghendaki suatu produk harus dibuat sedemikian rupa sehingga

bisa sesuai (conform) dan memenuhi spesifikasi, standar dan criteria-kriteria standar

(3)

tersebut harus pula sesuai dengan fungsi yang telah dirancang sebelumnya, untuk mencapai kualitas kesesuaian itu maka diperlukan adanya pengendalian kualitas.

Pengendalian kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen melalui mana kita mengukur karakteristik kualitas dari output (barang dan atau jasa) kemudian membandingkan hasil pengukuran itu dengan spesifikasi output yang diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan perbaikan yang tepat apabila ditemukan perbedaan antara performansi aktual dan standar. Dengan adanya pengendalian kualitas nantinya produk yang dihasilkan adalah produk yang bebas dari cacat atau defect.

Kualitas pada industri manufaktur selain menekankan pada produk yang dihasilkan, juga perlu diperhatikan kualitas pada proses produksi. Bahkan, yang terbaik adalah apabila perhatian pada kualitas bukan pada produk akhir, melainkan proses produksinya atau produk yang masih ada dalam proses (Work in Process),

sehingga bila diketahui ada cacat atau kesalahan masih dapat diperbaiki. Dengan demikian, produk akhir yang dihasilkan adalah produk yang bebas cacat dan tidak ada lagi pemborosan yang harus dibayar mahal karena produk tersebut harus dibuang atau dilakukan pengerjaan ulang (Dorothea Wahyu Ariani, 2004).

2.3 Pengendalian Kualitas Statistik

Didalam pengendalian kualitas statistik akan dijabarkan mengenai pengertian pengendalian kualitas statistik, definisi tentang data dalam konteks SPC, manfaat pengendalian proses statistik. Penjelasan lebih rincinya akan dijelaskan dibawah ini.

2.3.1 Pengertian Pengendalian Kualitas Statistik

Pengendalian proses statistikal (SPC) sebagai suatu metodologi pengumpulan dan analisis data kualitas, serta penentuan dan interpretasi

(4)

pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan kualitas dari output guna memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan (Gasperz, 1998).

Pengendalian kualitas statistik merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola, dan memperbaiki produk dan proses menggunakan metode-metode statistik. Pengendalian kualitas statistik dan pengendalian proses statistik memang merupakan dua istilah yang saling dipertukarkan, yang apabila dilakukan bersama-sama maka pemakai akan melihat gambaran kinerja proses masa kini dan masa mendatang (Cawley dan Harrold, 1999). Hal ini disebabkan pengendalian proses statistik dikenal sebagai alat yang bersifat online untuk menggambarkan apa yang sedang terjadi dalam proses saat ini. Pengendalian kualitas statistik menyediakan alat-alat offline

untuk mendukung analisis dan pembuatan keputusan yang membantu menentukan apakah proses dalam keadaan stabil dan dapat diprediksi setiap tahapannya, hari demi hari, dan dari pemasok ke pemasok.

2.3.1.1 Variasi Proses

Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau operasional sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas pada output (barang dan/atau jasa) yang dihasilkan. Pada dasarnya dikenal dua sumber atau penyebab timbulnya variasi, yang diklasifikasikan sebagai berikut (Gasperz,1998) :

1. Variasi Penyebab Khusus (Special-Causes Variation)

Kejadian-kejadian di luar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor : manusia, peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dll. Penyebab khusus ini mengambil pola-pola nonacak (non random patterns) sehingga dapat diidentifikasi/ditemukan, sebab mereka tidak

(5)

selalu aktif dalam proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses sehingga menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses statistikal menggunakan peta-peta kendali atau kontrol (control charts), jenis variasi ini sering

ditandai dengan titik-titik pengamatan yang melewati atau keluar batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limits).

2. Variasi Penyebab Umum (Common-Causes Variation)

Faktor-faktor didalam sistem atau yang melekat pada proses yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya. Penyebab umum sering disebut juga sebagai penyebab acak (random causes) atau penyebab sistem

(system causes). Karena penyebab umum ini selalu melekat pada sistem, untuk

menghilangkannya kita harus menelusuri elemen-elemen dalam sistem itu dan hanya pihak manajemen yang dapat memperbaikinya, karena pihak manajemenlah yang mengendalikan sistem itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dengan menggunakan peta-peta kendali kendali atau kontrol (control charts), jenis variasi ini

sering ditandai dengan titik pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limit) (Gasperz, 1998).

2.3.1.2 Definisi tentang Data dalam Konteks SPC

Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif yang dipergunakan sebagai petunjuk untuk bertindak. Berdasarkan data kita mempelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian mengambil tindakan yang tepat berdasarkan pada fakta itu. Dalam konteks pengendalian proses statistikal dua jenis data yaitu (Gasperz, 1998) :

• Data Atribut (Attributes Data)

yaitu data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan analisis. Contoh dari data atribut karakteristik kualitas adalah : ketiadaan label pada kemasan

(6)

produk, kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat karena corelap, dll. Data

atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit nonkonformans atau ketidaksesuaian dengan spesifikasi atribut yang ditetapkan.

• Data Variabel (Variables Data)

merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis. Contoh dari data variabel karakteristik kualitas adalah : diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, banyaknya kertas setiap rim, konsentrasi elektrolit dalam persen,dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume biasanya merupakan data variabel.

2.3.2 Manfaat Pengendalian Proses Statistik

Pengendalian proses statistik memang memiliki berbagai manfaat bagi organisasi yang menerapkannya. Menurut Antony et al. (2000), ada beberapa

manfaat tersebut, antara lain :

1. Tersedianya informasi bagi karyawan apabila akan memperbaiki proses. 2. Membantu karyawan memisahkan sebab umum dan sebab khusus terjadinya kesalahan.

3. Tersedianya bahasa yang umum dalam kinerja proses untuk berbagai pihak. 4. Menghilangkan penyimpangan karena sebab khusus untuk mencapai konsistensi dan kinerja yang lebih baik.

5. Pengertian yang lebih baik mengenai proses.

6. Pengurangan waktu yang berarti dalam penyelesaian masalah kualitas.

7. Pengurangan biaya pembuangan produk cacat, pengerjaan ulang terhadap produk cacat, inspeksi ulang, dan sebagainya.

(7)

8. Komunikasi yang lebih baik dengan pelanggan tentang kemampuan produk dalam memenuhi spesifikasi pelanggan.

9. Membuat organisasi lebih berorientasi pada data statistik dari pada hanya berupa asumsi saja.

10.Perbaikan proses, sehingga kualitas produk menjadi lebih baik, biaya lebih rendah, produktivitas meningkat.

2.4 Tools Pengendalian Kualitas

Untuk melakukan pengendalian kualitas maka diperlukan tools yang

membantu pengendalian kualitas yaitu lembar periksa (check sheet), peta kendali, pareto diagram, fishbone diagram.

2.4.1 Lembar Periksa (Check Sheet)

Lembar periksa adalah suatu formulir, di mana item-item yang akan diperiksa telah dicetak dalam formulir itu, dengan maksud agar data dapat dikumpulkan secara mudah dan ringkas (Gasperz, 1998).

Penggunaan lembar periksa bertujuan untuk :

1. Memudahkan proses pengumpulan data terutama untuk mengetahui bagaimana sesuatu masalah sering terjadi. Tujuan utama dari penggunaan lembar periksa adalah membantu mentabulasikan banyaknya kejadian dari suatu masalah tertentu atau penyebab tertentu.

2. Mengumpulkan data tentang jenis masalah yang sedang terjadi. Dalam kaitan ini, lembar periksa akan membantu memilah-milah data ke dalam kategori yang berbeda seperti penyebab-penyebab, masalah-masalah, dll.

3. Menyusun data secara otomatis, sehingga data itu dapat dipergunakan dengan mudah.

(8)

4. Memisahkan antara opini dan fakta. Kita sering berpikir bahwa kita mengetahui masalah atau menganggap bahwa sesuatu penyebab itu merupakan hal yang paling penting. Dalam kaitan ini, lembar periksa akan membantu membuktikan opini kita itu apakah benar atau salah.

2.4.2 Peta Kendali

Peta pengendali (control chart) yang merupakan gambar sederhana dengan

tiga garis, di mana garis tengah yang disebut garis pusat (center line) merupakan

target nilai pada beberapa kasus, dan kedua garis lainnya merupakan batas pengendali atau dan batas pengendali bawah (Caulcutt, 1996). Peta pengendali (control chart) tersebut memisahkan penyebab penyimpangan menjadi penyebab

umum dan penyebab khusus melalui batas pengendalian. Bila penyimpangan atau kesalahan melebihi batas pengendalian, menunjukkan bahwa penyebab khusus telah masuk ke dalam proses dan proses harus diperiksa untuk mengidentifikasi penyebab dari penyimpangan atau kesalahan yang berlebihan tersebut. Kesalahan yang disebabkan karena sebab umum berada di dalam batas pengendalian. Hal ini berarti dalam proses sebaiknya hanya penyebab umum yang terjadi, sehingga secara langsung kesalahan tersebut dapat distabilkan (Dorothea Wahyu Ariani, 2004).

Peta pengendalian (control chart) adalah metode statistik yang

membedakan adanya variasi atau penyimpangan karena sebab umum dan sebab khusus. Penyimpangan oleh sebab khusus biasanya diluar batas pengendalian, sedang penyebab umum biasanya berada dalam batas pengendalian. Peta pengendalian tersebut juga digunakan untuk mengadakan perbaikan kualitas proses, menentukan kemampuan proses, membantu menentukan spesifikasi-spesifikasi yang efektif, menentukan kapan proses dapat dijalankan sendiri, dan kapan dibuat

(9)

penyesuaiannya, dan menemukan penyebab dari tidak diterimanya standar kualitas tersebut.

Peta kontrol pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari Amerika Serikat, pada tahun 1924 dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi disebabkan oleh penyebab khusus ( special-causes variation) dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum ( common-causes variation). Pada dasarnya semua proses menampilkan variasi, namun

manajemen harus mampu mengendalikan proses dengan cara menghilangkan variasi penyebab khusus dari proses itu, sehingga variasi yang melekat pada proses hanya disebabkan oleh variasi penyebab umum. Peta-peta kontrol merupakan alat ampuh dalam mengendalikan proses, asalkan penggunaanya dipahami secara benar. Pada dasarnya peta-peta kontrol dipergunakan untuk :

• Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian statistikal? Dengan demikian peta-peta kontrol digunakan untuk mencapai suatu keadaan terkendali secara statistikal, dimana semua nilai rata-rata dan range dari sub-sub kelompok (subgroups) contoh berada dalam batas-batas pengendalian (control limits), oleh

karena itu variasi penyebab khusus menjadi tidak ada lagi dalam proses.

• Memantau proses terus-menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil secara statistikal dan hanya mengandung variasi penyebab umum.

• Menentukan kemampuan proses (process capability). Setelah proses berada

dalam pengendalian statistikal, batas-batas variasi proses dapat ditentukan. Pada dasarnya setiap peta kontrol memiliki :

1. Garis Tengah (Central Line), yang biasa dinotasikan sebagai CL

2. Sepasang batas kontrol (control limits), dimana satu batas kontrol ditempatkan di

(10)

biasanya dinotasikan sebagai UCL, dan yang satu lagi ditempatkan di bawah garis tengah yang dikenal sebagai batas kontrol bawah (lower control limit), biasanya

dinotasikan sebagai LCL.

3. Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan dari proses. Jika semua nilai-nilai yang ditebarkan (diplot) pada peta itu berada di dalam batas-batas kontrol tanpa memperlihatkan kecenderungan tertentu, maka proses yang berlangsung dianggap sebagai berada dalam keadaan terkontrol atau terkendali secara statistikal, atau dikatakan berada dalam pengendalian statistikal. Namun, jika nilai-nilai yang ditebarkan pada peta itu jatuh atau berada diluar batas-batas kontrol atau memperlihatkan kecenderungan tertentu atau memiliki bentuk yang aneh, maka proses yang berlangsung dianggap sebagai berada dalam keadaan diluar kontrol (tidak terkontrol) atau tidak berada dalam pengendalian statistikal sehingga perlu diambil tindakan korektif untuk memperbaiki proses yang ada.

Sample P rop or ti on 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0,09 0,08 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0,00 _ P=0,03250 UCL=0,06721 LCL=0

Tests performed with unequal sample sizes

P Chart of Jumlah Reject Yellow 1250

(11)

Berdasarkan jenis data dan ukuran subkelompoknya, peta pengendalian proses dan produk dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Peta Pengendali Data Variabel

Pengendalian kualitas proses statistik untuk data variabel seringkali disebut sebagai metode peta pengendali (control chart) untuk data variabel. Metode ini

digunakan untuk menggambarkan variasi atau penyimpangan yang terjadi pada kecenderungan memusat dan penyebaran observasi. Metode ini juga dapat menunjukkan apakah proses dalam kondisi stabil atau tidak. Dalam peta pengendali (control chart) seringkali terjadi kekacauan antara batas pengendali dengan batas

spesifikasi. Pada umumnya peta kendali menggunakan peta pengendali rata-rata yang terdiri dari peta kontrol X-Bar dan R, peta kontrol X-Bar menjelaskan kepada kita tentang apakah perubahan-perubahan telah terjadi dalam ukuran titik pusat (central tendency) atau rata-rata dari suatu proses. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor

seperti : peralatan yang dipakai, peningkatan temperatur secara gradual, perbedaan metode yang digunakan dalam shift kedua, material baru, tenaga kerja baru yang belum terlatih, dll.

Menurut Besterfield (1998), manfaat pengendalian kualitas proses untuk data variabel adalah memberikan informasi mengenai :

a. Perbaikan Kualitas

b. Menentukan kemampuan proses setelah perbaikan kualitas tercapai

c. Membuat keputusan yang berkaitan dengan spesifikasi produk. Jika kemampuan proses ± 0,03 dan spesifikasi ± 0,004, maka hal ini adalah realistis dan biasanya disebabkan oleh karyawan operasi.

d. Membuat keputusan yang berkaitan dengan proses produksi. Apabila proses berada pada kondisi in statistical control, maka pengendalian kualitas proses untuk

(12)

data variabel digunakan untuk mengetahui kapan terjadinya penyimpangan yang disebabkan oleh sebab khusus dan umum diambil tindakan terutama untuk mengurangi sebab khusus.

e. Membuat keputusan terbaru berkaitan dengan produk dihasilkan. 2. Peta Pengendali Data Atribut

Peta ini umumnya data atribut dan hanya memiliki dua nilai yang berkaitan dengan YA atau TIDAK, seperti : sesuai atau tidak sesuai, berhasil atau gagal, lulus atau tidak lulus, hadir atau tidak hadir (absen), bagus atau jelek, terlambat atau tidak terlambat, dll. Data ini dapat dihitung untuk keperluan pencatatan dan analisis. Peta-peta kontrol untuk data atribut adalah penting untuk beberapa alasan berikut :

• Situasi-situasi yang berkaitan dengan data atribut ada dalam proses teknikal atau administratif, sehingga teknik-teknik analisis atribut menjadi berguna dalam banyak penerapan.

• Data atribut telah tersedia dalam banyak situasi termasuk dalam aktivitas inspeksi material, proses perbaikan atau inspeksi akhir.

• Informasi atribut umumnya mudah diperoleh dan tidak mahal, serta tidak membutuhkan ketrampilan khusus untuk mengumpulkan data atribut itu.

• Peta kontrol untuk data atribut mampu memberikan petunjuk tentang area proses spesifik yang membutuhkan pengujian-pengujian lanjutan.

Menurut Besterfield (1998), langkah-langkah dalam menyusun peta pengendali proses statistik untuk data atribut, meliputi :

1. Menentukan sasaran yang akan dicapai

Sasaran ini akan mempengaruhi jenis peta pengendali kualitas proses statistik data atribut mana yang harus digunakan. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh karakteristik kualitas suatu produk dan proses, apakah proporsi atau banyaknya ketidaksesuaian

(13)

dalam sampel atau sub kelompok ataukah ketidaksesuaian dari suatu unit setiap kali mengadakan observasi.

2. Menentukan banyaknya sampel dan banyaknya observasi

Banyaknya sampel yang diambil akan mempengaruhi jenis peta pengendali disamping karakteristik kualitasnya.

3. Mengumpulkan data

Data yang dikumpulkan tentu disesuaikan dengan jenis peta pengendali. Misalnya, suatu perusahaan atau organisasi menggunakan p-chart, maka data yang

dikumpulkan juga harus diatur dalam bentuk proporsi kesalahan terhadap banyaknya sampel yang diambil.

4. Menentukan garis pusat dan batas-batas pengendali

Penentuan garis pusat berdasarkan perhitungan rata-rata kesalahan baik untuk proporsi, jumlah ketidaksesuaian, maupun ketidaksesuaian pada setiap unit. Sedangkan penentuan batas pengendali atas (BPA) dan batas pengendali bawah (BPB) berdasarkan rumusan yang telah ditentukan, dimana biasanya nilai sigma yang digunakan adalah ±3σ.

5. Merevisi garis pusat dan batas-batas pengendali

Revisi terhadap garis pusat dan batas-batas pengendali dilakukan apabila dalam peta pengendali kualitas proses untuk data atribut terdapat data yang berada di luar batas pengendali statistik (out of statistical control) dan diketahui kondisi tersebut

disebabkan karena penyebab khusus.

Dalam peta pengendali untuk atribut ada dua macam jenis peta pengendali yaitu : peta pengendali untuk proporsi kesalahan atau cacat serta peta pengendali untuk banyaknya kesalahan dalam satu unit produk.

(14)

• Peta pengendali untuk proporsi kesalahan

a. Peta pengendali proporsi ketidaksesuaian dalam sampel (p-chart)

Peta pengendali proporsi kesalahan atau ketidaksesuaian dalam sampel atau sub kelompok (p-chart) digunakan untuk mengetahui ukuran kecacatan produk berupa

proporsi produk cacat dalam setiap sampel yang diambil. Proporsi ditunjukkan dengan bagian atau persen. Peta pengendali proporsi kesalahan (p-chart) dapat

digunakan bila sampel yang diambil untuk setiap kali obeservasi jumlahnya sama atau berubah-ubah jumlahnya kerena perusahaan melakukan inspeksi 100% pada produk yang diproduksinya.

Untuk menyelesaikan kasus pengendalian kualitas proses statistik untuk data atribut, maka harus mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

- Menentukan proporsi kesalahan atau cacat pada sample atau sub kelompok untuk setiap kali melakukan observasi :

n x p=

dimana p = proporsi kesalahan dalam setiap sampel.

x = banyaknya produk yang salah dalam setiap sampel. n = banyaknya sample yang diambil dalam inspeksi.

- Menentukan garis pusat (center line) peta pengendali proporsi kesalahan ini

adalah : g n xi g pi p g i g i . 1 1

= = − = = dimana : −

(15)

pi = proporsi kesalahan setiap sample atau sub kelompok dalam setiap observasi.

n = banyaknya sampel yang diambil setiap kali observasi. g = banyaknya observasi yang dilakukan.

- Menentukan batas pengendali atas (BPA) dan batas pengendali bawah (BPB) untuk pengendali proporsi kesalahan tersebut adalah:

n p p p p BPA: 3 (1 ) − − − + = n p p p p BPB: 3 (1 ) − − − − − =

b. Peta pengendali banyaknya ketidaksesuaian dalam sampel (np-chart).

Peta pengendali ini digunakan untuk mengendalikan proporsi kesalahan dalam sampel tetapi dalam jumlah yang banyak.

• Peta pengendali untuk banyaknya kesalahan dalam satu unit produk a. Peta pengendali c (c-chart).

Peta pengendali ini digunakan untuk menyelesaikan masalah dengan data sampel konstan serta berada dalam satu unit produk yang sama

Langkah-langkah menggunakan peta pengendali c (c-chart) :

- Menentukan garis pusat (center line) :

g ci c c g i

= − = = 1 dimana : − c= garis pusat.

(16)

pada setiap kali observasi.

g = banyaknya observasi yang dilakukan.

- Menentukan batas pengendali atas (BPA) dan batas pengendali bawah (BPB) dengan rumus: − − + =c c c BPA: 3 − − + =c c c BPB: 3

b. Peta pengendali u (u-chart)

Peta pengendali ini digunakan untuk menyelesaikan banyak kesalahan tetapi dalam satu unit produk yang berbeda dengan menggunakan sampel yang bervariasi atau memang seluruh produk yang dihasilkan akan diuji. Sedangkan langkah-langkah untuk pembuatan peta u (u-chart) adalah sebagai berikut :

- Menentukan banyaknya kesalahan untuk satu unit produk:

n ci ui=

- Menentukan garis pusat:

g n ci u u g i . 1

= − = = dimana : − u = garis pusat.

ci = banyaknya kesalahan pada setiap unit produk sebagai sampel pada setiap kali observasi.

g = banyaknya observasi yang dilakukan. n = ukuran sampel

(17)

- Menentukan batas pengendali atas (BPA) dan batas pengendali bawah (BPB) dengan rumus: N u u u BPA − − + = 3 : N u u u BPB − − − = 3 :

Terdapat beberapa kelebihan peta pengendali kualitas proses statistik data atribut dibandingkan dengan peta pengendali kualitas proses statistik data variabel, antara lain (Dorothea Wahyu Ariani, 2004):

a. Peta pengendali kualitas proses statistik data atribut memungkinkan dilakukan pengukuran seperti kesalahan warna, goresan, atau bagian yang hilang, yang tidak dapat diukur dengan menggunakan peta pengendali kualitas proses statistik data variabel.

b. Peta pengendali statistik data atribut dapat meminimalkan keterbatasan pengukuran, waktu dan biaya dengan menyediakan informasi kualitas baik atau tidaknya produk berdasarkan petimbangan apakah sesuai atau tidak dengan spesifikasi yang ditentukan. Hal ini dikarenakan dalam peta pengendalian kualitas proses statistik untuk data variabel harus dihitung semua karakteristik kualitas untuk dapat dibuat peta pengendali rata-rata proses maupun tingkat keakurasian proses. Misalnya, dalam perusahaan terdapat 50 karakteristik kualitas panjang, lebar, diameter, goresan, kesalahan warna, dan seterusnya, maka harus dibuat 50 peta pengendali rata-rata proses dan 50 peta pengendali tingkat keakurasian proses. Hal ini tentunya akan membuat kegiatan pengendalian kualitas mahal dan sulit diterapkan.

(18)

c. Peta pengendali proses statistik untuk data atribut dapat digunakan pada semua tingkatan dalam organisasi, perusahaan, departemen, pusat-pusat kerja, dan mesinmesin, sedangkan peta pengendali kualitas proses statistik untuk data variabel biasanya digunakan pada tingkat terendah, yaitu mesin-mesin.

2.4.3 Pareto Diagram

Diagram Pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik batang pertama tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan.

Pada dasarnya diagram Pareto dapat digunakan sebagai alat interprestasi untuk :

• Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah yang ada.

• Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui pembuatan ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah itu dalam bentuk signifikan.

Penggunaan diagram Pareto biasanya dikombinasikan dengan penggunaan Lembar periksa (Check Sheet). Karena itu, sebelum membangun atau membuat

diagram Pareto perlu diketahui terlebih dahulu penggunaan Lembar Periksa (Gasperz, 1998).

Menurut Mitra (1993) dan Besterfield (1998), proses penyusunan diagram

Pareto meliputi enam langkah, yaitu :

1. Menentukan metode atau arti pengklasifikasian data, misalnya berdasarkan masalah, penyebab, jenis ketidak sesuaian, dan sebagainya.

(19)

2. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristik-karakteristik tersebut, misalnya rupiah, frekuensi, unit, dan sebagainya.

3. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang telah ditentukan.

4. Merangkum data dan membuat rangking kategori data tersebut dari yang terbesar hingga yang terkecil.

5. Menghitung frekuensi kumulatif atau persentase kumulatif yang digunakan. 6. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relatif

masing-masing masalah. Mengidentifikasi beberapa hal yang pentig untuk mendapatkan perhatian. C o unt Pe rc e n t C1 Count 51,0 91,8 100,0 400 320 64 Percent 51,0 40,8 8,2 Cum % Kontaminasi bahan Mixer kotor

Kurang Ahlinya Operator 800 700 600 500 400 300 200 100 0 100 80 60 40 20 0 Pareto Chart of Modus Kegagalan Potensial

Gambar 2.2 Pareto Diagram

2.4.4 Fishbone Diagram

Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebab akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan

(20)

karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Diagram sebab akibat ini sering disebut diagram tulang ikan (fishbone diagram)

karena bentuknya seperti kerangka ikan, atau diagram Ishikawa (Ishikawa diagram)

karena pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1953 (Gasperz, 1998).

Diagram sebab-akibat menggambarkan garis dan simbol-simbol yang menunjukkan hubungan antara akibat dan penyebab suatu masalah. Diagram tersebut memang digunakan untuk mengetahui akibat dari suatu masalah untuk selanjutnya diadakan tindakan perbaikan. Dari akibat tersebut kemudian dicari beberapa kemungkinan penyebabnya. Penyebab masalah ini pun dapat berasal dari berbagai sumber utama, misalnya metode kerja, bahan, operator, mesin, pengukuran, dan

sebagainya.

Pada dasarnya diagram sebab akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan berikut :

• Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah. • Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah • Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.

Penerapan diagram sebab-akibat lainya, misalnya dalam menghitung banyaknya penyebab kesalahan yang mengakibatkan terjadinya suatu masalah, menganalisis penyebaran pada masing-masing penyebab masalah, dan menganalisis proses. Untuk menghitung penyebab kesalahan dilakukan dengan mencari akibat terbesar dari suatu masalah, dari akibat tersebut dijabarkan dalam beberapa penyebab utama, lalu dicari masing-masing penyebabnya secara mendetail. Selanjutnya, untuk menganalisis penyebaran dari masing-masing penyebab masalah, terlebih dahulu dicari akibat dari permasalahan yang ada. Langkah selanjutnya adalah mencari pada

(21)

masing-masing penyebab (operator, mesin, bahan baku, pengukuran, metode kerja, atau lingkungan) yang mempunyai penyebab terbanyak. Sementara itu, untuk menganalisis proses atau analisis setiap tahapan proses, terlebih dahulu dicari langkah-langkah pemrosesan.

Masing-masing langkah diidentifikasi penyebab utamanya, lalu dijabarkan ke dalam penyebab masalah secara lebih mendetail

Gambar 2.3 Fishbone Diagram

2.5 FMEA (Failure Modes and Effect Analysis)

FMEA adalah suatu cara untuk mengantisipasi masalah sehingga dapat mengambil langkah untuk mencegah dan mengurangi atau mengeliminasi resiko. (Pande, 2005)

Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan atau kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yan telah ditetapkan, atau perubahanperubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari

(22)

produk itu. Dengan menghilangkan mode kegagalan, maka FMEA akan meningkatkan keandalan dari produk sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan untuk menggunakan produk tersebut.

Defnisi serta pengurutan atau pemberian ranking dari berbagai terminologi

dalam FMEA adalah sebagai berikut :

1. Akibat potensial adalah akibat yang dirasakan atau dialami oleh pengguna akhir. 2. Mode kegagalan potensial adalah kegagalan atau kecacatan dalam desain yang menyebabkan cacat itu tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

3. Penyebab potensial dari kegagalan adalah kelemahan-kelemahan desain dan perubahan dalam variabel yang akan mempengaruhi proses dan menghilangkan kecacatan produk.

4. Occurance (O) adalah suatu perkiraan tentang probabilitas atau peluang bahwa

penyebab akan terjadi dan menghasilkan modus kegagalan yang menyebabkan akibat tertentu.

Tabel 2.1 Skala Occurance

Rangking Kriteria Verbal Probablitas Kegagalan

1 Tidak mungkin penyebab ini mengakibatkan kegagalan

1 dalam 1000000 2

3

Kegagalan akan jarang terjadi 1 dalam 20000 1 dalam 4000 4

5 6

Kegagalan agak mungkin terjadi 1 dalam 1000 1 dalam 400

1 dalam 80 7

8

Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 1 dalam 40 1 dalam 20 9

10

Dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi 1 dalam 8 1 dalam 2

5. Severity (S) adalah suatu perkiraan subyektif atau estimasi tentang bagaimana

(23)

Tabel 2.2 Skala Severity

Rangking Kriteria Verbal

1

Neglible Severity, kita tidak perlu memikirkan akibat ini akan berdampak

pada kinerja produk. Pengguna akhir tidak akan memperhatikan kecacatan atau kegagalan ini.

2 3

Mild Severity, akibat yang ditimbulkan hanya bersifat ringan, pengguna

akhir tidak merasakan perubahan kinerja. 4

5 6

Moderate Severity, pengguna akhir akan merasakan akibat penurunan

kinerja atau penampilan namun masih berada dalam batas toleransi. 7

8

High Severity, pengguna akhir akan merasakan akibat buruk yang tidak

dapat diterima, berada di luar batas toleransi. 9

10

Potential Safety Problem, akibat yang ditimbulkan adalah sangat berbahaya

dan bertentangan dengan hukum.

6. Detectibility (D) adalah perkiraan subyektif tentang bagaimana efektivitas dan

metode pencegahan atau pendeteksian.

Tabel 2.3 Skala Detectibility

Rangking Kriteria Verbal Tingkat Kejadian Penyebab 1

Metode pencegahan atau deteksi sangat efektif. Tidak ada kesempatan bahwa penyebab akan muncul lagi.

1 dalam 1000000

2

3 Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi adalah sangat rendah. 1 dalam 20000 1 dalam 4000 4

5 6

Kemungkinan penyebab bersifat moderat, Metode deteksi masih memungkinkan kadang kadang penyebab itu terjadi.

1 dalam 1000 1 dalam 400

1 dalam 80 7

8

Kemungkinan bahwa penyebab itu masih tinggi. Metode pencegahan atau deteksi kurang efektif, karena penyebab masih berulang lagi

1 dalam 40 1 dalam 20

9 10

Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi sangat tinggi. Metode deteksi tidak efektif. Penyebab akan selalu terjadi

1 dalam 8 1 dalam 2

7. Risk Priority Number (RPN) didapatkan dari hasil perkalian rangking Severity

(S), Occurance (O), Detectability (D), sebagai berikut :

(24)

Nilai ini digunakan untuk mengurutkan perhatian yang harus diberikan pada proses yang memiliki nilai RPN tertinggi.

2.6 AHP (Analytical Hierarchy Process)

Merupakan salah satu alat untuk penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variable diberi nilai numeric secara subyektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain (Marimin, 2004).

Keuntungan dengan menggunakan AHP adalah : a. Kesatuan

Memberikan model tunggal yang mudah dimengerti untuk aneka ragam persoalan tidak terstruktur.

b. Kompleksitas

Memadukan ancangan deduktif dan acangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.

c. Saling Ketergantungan

Menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.

d. Penyusunan Hierarki

Mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah elemen-elemen sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokan unsur dalam setiap tingkat.

e. Pengukuran

Memberi skala untuk mengukur hal-hal dan untuk menetapkan prioritas

(25)

f. Konsistensi

Melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan untuk menetapkan prioritas.

g. Sintesis

Menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif

h. Tawar Menawar

Mempertimbangkan prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka.

i. Penilaian dan Konsesus

Tidak memaksakan konsesus tetapi mensintesikan suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda.

j. Pengulangan Proses

Memungkinkan organisasi memperhalus definisi pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.

Langkah-langkah penggunaan AHP antara lain : 1. Penyusunan Hierarki.

(26)

Tabel 2.4 Tingkat Kepentingan AHP Tingkat Kepentingan Definisi Kepentingan

1 Sama Penting dibanding yang lain 3 Moderat penting disbanding yang lain 5 Kuat pentingnya disbanding yang lain 7 Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain 9 Ekstrim pentingnya dibanding yang lain 2,4,6,8 Nilai diantara dua nilai kepentingan yang berdekatan Jika elemen i memiliki salah satu angka diatas dibanding elemen j, maka nilai j memiliki nilai kebalikannya dibanding elemen i

Tabel 2.5 Matriks Alternatif

Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 Faktor A B C Faktor A B C Faktor A B C

A A A

B B B

C C C

Catatan : Jika faktor dibandingkan dengan dirinya sendiri, maka harus “equity preffered” dengan nilai 1, sehingga diagonal matriks akan bernilai

1.

3. Sama dengan nomor 2, tentukan peringkat criteria untuk masing-masing matriks, kriteria yang dipilih melalui derajat kepentingan.kriteria yang dipilih melalui derajat kepentingan.

(27)

Tabel 2.6 Matriks Kriteria Kriteria X Y Z

X

Y

Z

4. Kalikan matriks kriteria dan matriks alternatif untuk mendapatkan

priority vector untuk mendapatkan keputusan terbaik.

• Perhitungan Konsistensi

5. Menentukan Weight Sum Vector.

Dengan mengalikan antara row average dengan matriks awal.

6. Menentukan Consistency Vector

Dengan membagi antara weight sum vector dengan row average

7. Menghitung Consistency Index

1 − − = n n CI λ

Dimana, nilai n adalah jumlah item dari sistem yang dibandingkan λ adalah rata-rata dari consistency vector.

8. Menghitung Consistency Ratio

RI CI CR=

RI adalah random index yang didapatkan dari tabel dibawah ini. Syarat

(28)

Tabel 2.7 Random Index N RI 2 0.00 3 0.58 4 0.90 5 1.12 6 1.24 7 1.32 8 1.41 9 1.45 10 1.49

(29)

2.7 Sistem Informasi 2.7.1 Sistem

Menurut O’Brien (2003) sistem adalah sebuah kelompok yang terintegrasi dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama dengan menerima masukan (inputs) dan menghasilkan keluaran (outputs) dalam sebuah transformasi yang

teroganisir.

Menurut McLeod (2001) sistem merupakan sekelompok elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan. Contoh suatu organisasi atau bidang fungsional cocok untuk menggambarkan ini, dimana organisasi terdiri dari bidang-bidang fungsional yang semuanya mengacu pada tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Tiga komponen atau fungsi dasar dari sebuah sistem :

1. Input, meliputi seluruh elemen/komponen yang memasuki sistem untuk diproses.

Contoh : bahan mentah, energi, data dan tenaga manusia.

2. Process, meliputi proses transformasi (perubahan) yang mengubah input menjadi

suatu output berguna. Contohnya proses manufaktur, perhitungan matematika.

3. Output, merupakan pemindahan elemen-elemen yang telah dihasilkan oleh proses

transformasi yang akan dikirimkan ke tujuan akhir.

Contoh : barang jadi, pelayanan jasa, dan manajemen informasi yang harus disampaikan kepada pengguna.

Selain elemen dasar, sistem juga memiliki dua elemen tambahan. Elemen tambahan ini membuat konsep sistem menjadi lebih berguna dan sistem dapat menjalankan pengawasan dan pengaturan sendiri. Elemen tambahan tersebut adalah :

1. Feedback, ialah aliran informasi dari komponen output kepada pengambil

(30)

2. Control, meliputi pengawasan dan evaluasi feedback untuk menentukan apakah

sistem telah berjalan sesuai yang diharapkan. Manajemen membandingkan output

dengan yang ditargetkan kemudian menyesuaikan input dan proses sehingga

sistem dapat menghasilkan output yang mendekati target.

2.7.2 Informasi

McLeod (2001) berpendapat informasi adalah data yang telah diproses atau data yang memiliki arti.

Terdapat empat dimensi informasi menurut McLeod (2001), yaitu : • Ketepatan waktu

Informasi harus dapat tersedia untuk memecahkan masalah pada waktu yang tepat sebelum situasi menjadi tidak terkendali atau kesempatan yang ada menghilang. • Kelengkapan

Perusahaan khususnya manajer harus dapat memperoleh informasi yang memberi gambaran lengkap dari suatu permasalahan atau penyelesaian. Namun pemberian informasi yang tidak berguna secara berlebihan harus dihindari.

• Akurasi

Secara ideal, semua informasi harus akurat untuk menunjang terbentuknya system yang akurat pula. Akurasi ini terutama diperlukan dalam aplikasi-aplikasi tertentu seperti aplikasi yang melibatkan keuangan, semakin teliti informasi yang diinginkan maka biaya pun semakin bertambah.

• Relevansi

Informasi disebut relevan jika informasi tersebut berkaitan langsung dengan masalah yang sedang dihadapi. Manajer harus mampu memilih informasi yang diperlukan.

(31)

2.7.3 Sistem Informasi

Menurut O’Brien (2003), sebuah sistem informasi dapat berupa kombinasi teratur dari orang, hardware, software, jaringan komunikasi dan sumber data yang

mengumpulkan, mengubah dan menyebarkan informasi di dalam suatu organisasi. 2.7.4 Analisa dan Perancangan Berorientasi Objek

Object Oriented Analysis and Design (OOAD) adalah metode untuk

menganalisa dan merancang sistem dengan pendekatan berorientasi objek (Mathiassen et.al. (2000). Perancangan berorientasi objek adalah menggunakan objek dan kelas sebagai konsep dasar dalam membangun empat prinsip umum untuk analisa dan perancangan: pemodelan konteks sistem, penekanan pada pemahaman arsitektural, penggunaan kembali patterns yang mengekpresikan ide perancangan

yang baik, dan penyesuaian metode untuk setiap situasi pengembangan (Mathiassen et.al. (2000).

2.7.4.1 Objek dan Class

Objek sendiri adalah suatu entitas yang memiliki identitas, state dan behaviour (Mathiassen et.al. (2000). Sedangkan class adalah deskripsi dari

sekumpulan objek yang berbagi struktur, behavioral pattern dan attributes yang

sama (Mathiassen et.al. (2000). Biasanya untuk memudahkan pemahaman akan objek digambarkan dalam bentuk class.

2.7.4.2 Keuntungan dan Kelemahan Analisa dan Perancangan Berorientasi Objek

Mathiassen et al. (2000) menyebutkan bahwa terdapat keuntungan menggunakan OOAD diantaranya adalah:

(32)

1. OOAD memberikan informasi mengenai context sistem.

2. Digunakan untuk menangani data seragam dalam jumlah yang besar dan mendistribusikannya ke seluruh bagian organisasi.

3. Berhubungan erat dengan analisa berorientasi objek, perancangan berorientasi objek, user interface berorientasi objek, dan pemrograman berorientasi objek.

Selain keuntungan yang diperoleh dalam menggunakan OOAD seperti yang telah disebutkan di atas, ternyata juga terdapat beberapa kelemahan yang berhasil diidentifikasi oleh McLeod (2001) yaitu:

1. Diperlukan waktu lama untuk memperoleh pengalaman pengembangan. 2. Kesulitan metodologi untuk menjelaskan sistem bisnis yang rumit.

3. Kurangnya pilihan peralatan pengembangan yang khusus disesuaikan untuk sistem bisnis.

2.7.4.3 System Choice

Pengembangan sebuah sistem dimulai dengan pengumpulan ide-ide yang diperlukan mengenai sistem. Hal ini dapat dilakukan dengan preliminary analysis

atau dengan sederetan keputusan yang telah dibuat oleh pihak-pihak yang terlibat. Pembuatan system choice dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mendeskripsikan

sistem yang akan dibuat.

Deskripsi sistem yang diinginkan dapat dibuat dalam bentuk narasi atau gambar. Dalam bentuk narasi, deskripsi sistem dibuat menggunakan system definition, yaitu deskripsi singkat dan jelas mengenai sistem yang akan dibuat dalam

bahasa yang sederhana. Dalam bentuk gambar, deskripsi sistem dibuat menggunakan

rich picture, yaitu suatu gambar informal yang menunjukkan pemahaman

(33)

Dalam preliminary analysis, juga ditentukan 6 kriteria yang sering

disingkat menjadi FACTOR.

Keenam kriteria tersebut adalah Mathiassen et al (2000) :

Functionality, fungsi dari sistem yang mendukung kegiatan application domain.

Application domain, bagian dari suatu organisasi yang mengatur, mengawasi dan

mengontrol problem domain.

Conditions, kondisi di mana sistem akan dikembangkan dan digunakan.

Technology, teknologi yang digunakan untuk mengembangkan sistem dan

teknologi di mana sistem tersebut akan dijalankan. • Objects, object utama dalam problem domain.

Responsbiliility, tanggung jawab sistem secara keseluruhan terhadap konteks

sistem.

FACTOR dapat digunakan dalam dua cara. Pertama, FACTOR digunakan untuk mendukung pembuatan system definition, dengan mempertimbangkan

formulasi keenam kriteria FACTOR. Di sini, FACTOR didefinisikan dahulu, baru kemudian dibuat system definitionnya. Cara kedua adalah dengan mendefinisikan system definition dahulu dan kemudian menggunakan keenam kriteria FACTOR

untuk mengetahui bagaimana system definition yang dibuat telah memenuhi keenam

(34)

2.7.4.4 Aktivitas Utama Analisa dan Perancangan Berorientasi Objek

Ada empat aktivitas utama dalam analisa dan perancangan berorientasi objek yaitu : problem domain analysis, application domain analysis, architecture design, component design yang digambarkan sebagai berikut Mathiassen et al (2000) :

Sumber: Mathiassen et al (2000)

Gambar 2.4 Aktivitas Analisa dan Perancangan Berorientasi Objek

Dibawah ini adalah penjelasan tentang keempat aktivitas utama dari analisa dan perancangan berorientasi objek :

a. Problem Domain Analysis

Problem domain adalah bagian dari sebuah konteks yang diatur, diawasi, dan dikendalikan oleh sistem, dan didalamnya terdapat tiga aktivitas Mathiassen et al (2000) yaitu :

1. Memilih objek, class, dan event yang akan menjadi elemen model problem domain.

2. Membangun model dengan memusatkan perhatian pada relasi struktural antara

(35)

3. Mendeskripsikan properti dinamis dan atribut untuk setiap class.

Sumber : Mathiassen et al (2000)

Gambar 2.5 Aktivitas Analisis Problem Domain

Classes

Aktivitas classes merupakan aktivitas awal yang bertujuan memilih elemen-elemen dalam problem domain, yaitu object, class dan event. Abstraksi, klasifikasi, dan pemilihan merupakan aktivitas dalam kelas. Abstraksi merupakan kegiatan di mana problem domain dipandang dalam bentuk object dan event. Object dan event

tersebut kemudian diklasifikasikan dan dilakukan pemilihan class dan event mana yang digunakan untuk menghasilkan informasi. Konsep class ini merupakan upaya untuk mendefinisikan dan membatasi problem domain.

Hasil dari aktivitas class adalah sebuah event table, yaitu tabel yang merangkum class dan event. Baris horizontal event table menunjukkan class yang dipilih dan baris vertikal pada event table menunjukkan event yang dipilih. Tanda

check mengindikasikan bahwa objek dari class terlibat dengan suatu event

Mathiassen et al (2000). • Structure

Di dalam struktur berfokus direlasi antara classes dan objects dan juga menambahkan hubungan diantara keduanya, hasil dari struktur adalah class

(36)

diagram (diagram kelas) yang menunjukkan atribut dan operasi dari sebuah class.

Menurut Mathiassen (2000) hubungan struktural terbagi atas dua yaitu struktur antar kelas dan struktur antar objek.

a. Struktur antar kelas o Generalisasi

Merupakan hubungan struktural antara dua atau lebih class khusus (subclass)

dengan sebuah class yang lebih umum (superclass). Dalam konsep

generalisasi ini, semua yang merupakan property dari superclass juga berlaku

bagi subclassnya.

Gambar 2.6 Contoh Struktur Generalisasi o Cluster

Kumpulan dari class-class yang saling berhubungan. Sebuah cluster

memungkinkan pemahaman problem domain secara menyeluruh dengan

membaginya menjadi subdomain. Class-class di dalam sebuah cluster

biasanya memiliki hubungan generalisasi atau agregasi, Dan hubungan antar

class dari cluster yang satu dengan cluster yang lain biasanya berupa

(37)

Gambar 2.7 Contoh Struktur Cluster

b. Struktur antar objek o Agregasi

Adalah hubungan struktural antara dua atau lebih object, di mana object yang

satu merupakan bagian dari suatu object lain yang bersifat keseluruhan.

Hubungan agregasi dari class yang lebih tinggi dapat dinyatakan sebagai

”terdiri dari”, misalnya sebuah mobil terdiri dari mesin motor. Sedangkan hubungan agregasi dari class yang lebih rendah dinyatakan sebagai ”bagian

dari”, misalnya mesin motor adalah bagian dari mobil.

Gambar 2.8 Contoh Struktur Agregasi o Asosiasi

Hubungan struktural antara dua atau lebih object, di mana tidak terdapat

(38)

sama/sejajar). Hubungan asosiasi digambarkan dengan sebuah garis di antara

class yang relevan.

Gambar 2.9 Contoh Hubungan Asosiasi • Behaviour

Pada aktivitas behavior, dilakukan perluasan definisi class diagram dengan

menambahkan atribut dan behavioral pattern pada setiap class. Dalam

aktivitas class, behavior merupakan sekumpulan event yang belum berurutan

yang melibatkan sebuah object. Maka pada aktivitas behavior, behavior

dijelaskan dengan lebih detail dengan memberikan urutan waktu pada event. Event trace adalah urut-urutan event yang melibatkan object tertentu.

Dan behavioral pattern adalah penjelasan dari semua kemungkinan event trace untuk seluruh object dalam sebuah class. Ada tiga jenis behavioral pattern :

- Sequence

Merupakan event yang terjadi secara berurutan satu per satu. - Selection

Merupakan pemilihan salah satu event dari beberapa event yang terjadi.

- Iteration

Merupakan event yang terjadi berulang kali.

Hasil dari aktivitas behavior adalah statechartdiagram yang menggambarkan

semua aktivitas dan state-state yang mungkin dialami dalam sebuah class,

(39)

Gambar 2.10 Notasi Statechart Diagram

Gambar 2.11 Contoh Statechart Diagram b. Application Domain Analysis

Application Domain Analysis bertujuan untuk menentukan kebutuhan penggunaan

sistem serta mendefinisikan kebutuhan interface dan function dari sistem. Sedangkan Application Domain sendiri adalah adalah organisasi yang mengatur, memonitor atau

mengendalikan problem-domain

Analisis application domain terdiri dari beberapa aktivitas :

- Menentukan bagaimana penggunaan sistem dan interaksi antara sistem dengan user

- Menentukan fungsi dan kemampuan sistem dalam mengolah informasi. - Menentukan kebutuhan interface sistem dan merancang interface.

(40)

Gambar 2.12 Aktivitas Application Domain Analysis

Usage

Kegiatan usage adalah bertujuan untuk menentukan bagaimana actor yang

merupakan pengguna atau sistem yang berinteraksi dengan usecase, Actor adalah

abstraksi pengguna atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem. Dan

usecase adalah sebuah pola interaksi antara sistem dengan actor dalam application domain. Hasil dari aktivitas ini adalah usecase diagram, actor table, usecase spesification. Usecase diagram menggambarkan hubungan antara usecase dan actor , sedangkan actor table untuk menggambarkan interaksi antara usecase dan actor, usecase specification berisi tentang penjelasan usecase secara

singkat ditambah dengan object dan function yang terlibat.

(41)

Function

Aktivitas Function bertujua untuk menentukan kapabilitas sistem dalam

memproses informasi dan perlu dibuat spesifikasi untuk function yang kompleks. Function adalah fasilitas yang memungkinkan model menjadi berguna bagi actor.

Menurut Mathiassen et al (2000) ada empat tipe function

1. Update

Fungsi update diaktifkan oleh event dalam problem domain dan

menghasilkan perubahan status model. 2. Signal

Fungsi signal diaktifkan oleh perubahan status model dan menghasilkan

reaksi di dalam context. Reaksi dapat berupa tampilan bagi actor atau

intervensi langsung yang menyatakan hal tersebut. 3. Read

Fungsi read diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi dan

menghasilkan tampilan model sistem yang relevan. 4. Compute

Fungsi compute diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi dan berisi

perhitungan yang dilakukan baik oleh actor maupun oleh model. Hasilnya

adalah tampilan dari hasil perhitungan yang dilakukan. • Interface

Interface merupakan fasilitas yang memungkinkan model sistem dan

fungsi-fungsinya tersedia bagi aktor. Interface dibedakan menjadi dua tipe yaitu : user interface (antarmuka pengguna) dan system interface (antarmuka sistem). User interface adalah interface yang menghubungkan sistem dengan pengguna

(42)

(manusia). Sedangkan system interface adalah interface yang menghubungkan

sistem dengan sistem lain. Hasil dari aktivitas ini adalah pembuatan tampilan (form) yang merupakan user interface dan navigation diagram yang

menggambarkan setiap window, bagaimana hubungan antara setiap window dan

alur urutan dari setiap window. Selain itu aktivitas ini juga menghasilkan sequence diagram.

Sequence Diagram

Sequence diagram menunjukkan interaksi antar objek yang diatur berdasarkan

urutan waktu. Sequence diagram dapat digambarkan dalam berbagai level of detail yang berbeda untuk memenuhi tujuan yang berbeda-beda pula dalam daur

hidup pengembangan sistem (Bennet et al, 2006). Sequence diagram harus

diberikan frame yang memiliki heading dengan menggunakan notasi sd yang

merupakan kependekan dari sequence diagram. Ada beberapa notasi penulisan

pada sequence diagram yaitu : a. alt

Alternatives, menyatakan pilihan dari setiap kegiatan untuk dijalankan. b. opt

Optional menjelaskan sebuah pilihan untuk dijalankan jika syaratnya sudah

benar.

c. break

Break mengindikasikan bahwa semua operation yang berada setelah fragment

tersebut tidak dijalankan.

d. par

Parallel yang mengindikasikan bahwa eksekusi operation di dalam kombinasi fragment dapat disatukan dengan sequence lain.

(43)

e. seq

Weak sequencing yang berarti operation yang berasal dari lifeline yang berbeda

dapat terjadi pada urutan manapun.

f. strict

Strict sequencing yang menyatakan bahwa operation harus dilakukan secara

berurutan tetapi tidak dapat dilakukan didalam fragments. g. neg

Negative yang mendeskripsikan operasi yang tidak valid. h. critical

Frame yang memiliki heading critical menyatakan bahwa operasi-operasi yang

terdapat di dalamnya tidak memiliki sela yang kosong.

i. ignore

Mengindikasikan bahwa tipe pesan atau parameter yang dikirimkan dapat diabaikan dalam interaksi.

j. consider

Consider menyatakan pesan mana yang harus dipertimbangkan dalam interaksi. k. assert

Assertion yang menyatakan urutan pesan berkelanjutan yang valid. l. loop

Notasi loop menyatakan bahwa operation yang terdapat dalam frame tersebut

(44)

Tahap architectural design terdiri dari tiga aktivitas yaitu criteria, component architecture, dan process architecture seperti yang digambarkan pada Gambar dibawah ini :

Sumber: Mathiassen et al (2000)

Gambar 2.15 Aktivitas Architectural Design

Criteria

Merupakan properti yang diinginkan dari sebuah arsitektur. Dalam membuat perancangan yang baik perlu menyeimbangkan berbagai kriteria, Kriteria digunakan untuk menentukan kualitas sebuah software. Kriteria-kriteria ini bisa jadi saling bertentangan, karena itu prioritas dari kriteria-kriteria menjadi penting. Kriteria-kriteria tersebut adalah :

Usable : kemampuan sistem untuk dapat diadaptasi dalam suatu organisasi, kegiatan kerja dan konteks teknis dalam organisasi tersebut.

Secure : pencegahan terhadap akses yang tidak diizinkan terhadap data dan fasilitas sistem.

Efficient : eksploitasi ekonomis dari fasilitas teknis sistem. • Correct : pemenuhan sistem terhadap kebutuhan organisasi.

Reliable : pemenuhan terhadap kebutuhan yang penting dalam pelaksanaan fungsi-fungsi sistem.

(45)

Testable : biaya untuk memastikan bahwa sistem yang dibuat dapat berfungsi

sesuai sebagaimana mestinya.

Flexible : biaya untuk mengubah sistem yang dibuat.

Comprehensible : usaha yang diperlukan untuk mendapatkan pemahaman

yang baik atas sistem.

Reuseable : potensi untuk menggunakan bagian-bagian sistem dalam sistem

lainnya yang berkaitan.

Portable: biaya untuk memindahkan sistem ke perangkat teknis yang lain.

Interoperable : biaya untuk menghubungkan sistem dengan sistem yang lain.

Kriteria usable, flexible, dan comprehensible tergolong sebagai kriteria umum

yang harus dimiliki oleh sebuah sistem dan menentukan baik tidaknya suatu rancangan sistem.

Component Architecture

Component Architecture adalah struktur sistem dari komponen-komponen yang

berkaitan. Component adalah suatu kumpulan dari bagian-bagian program yang

memiliki tanggung jawab masing-masing. Tujuan dari aktivitas ini adalah untuk membuat struktur sistem yang mudah dimengerti (comprehensible) dan flexible.

Hasil dari aktivitas ini adalah component diagram.

Komponen sistem memiliki tiga bagian, yaitu :

Model : bertanggung jawab untuk menampung object dari problem domain.

Function : bertanggung jawab untuk menyediakan fungsionalitas dari sistem.

User interface : bertanggung jawab untuk mengatur interaksi antara pengguna

(user) dengan sistem.

Perancangan component architecture dapat dilakukan berdasarkan pola-pola

(46)

paling sesuai dengan model sistem. Hasil dari component architecture adalah component diagram. Pola-pola arsitektural tersebut antara lain:

Layered Architecture Pattern

Generic Architecture Pattern

Client-Server Architecture Pattern

Client-Server Architecture dikembangkan dalam industri software, terdiri dari

sebuah server dan beberapa client.

Tabel 2.8 Macam-macam distribusi dari Client Server Architecture

Client Server Architecture

U U + F + M Distributed presentation U F + M Local presentation U + F F + M Distributed functionality U + F M Centralized data U + F + M M Distributed data

(47)

Sumber: Mathiassen et al. (2000)

Gambar 2.16 Contoh Component Diagram

Process Architecture

Process architecture adalah sebuah struktur eksekusi sistem yang terdiri dari

proses-proses yang saling tergantung satu sama lain. Dalam aktivitas ini juga perlu menentukan pola distribusi yang sesuai dengan model sistem. Pola-pola distribusi yang ada antara lain:

Centralized Pattern

Distributed Pattern

Decentralized Pattern

Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah deployment diagram yang menunjukkan processor dengan komponen program dan active objects. Processor adalah unit

yang melakukan proses. Setiap kotak dalam deployment diagram

menggambarkan sebuah node yang menunjukkan sebuah hardware. Hardware

(48)

di dalam node digambarkan dengan symbol komponen. Garis yang

menghubungkan node menunjukkan jalur komunikasi antar device.

Sumber: Mathiassen et al. (2000)

Gambar 2.17 Contoh Deployment Diagram

2.7.4.6 Component Design

Menurut Mathiassen, et al. (2000) Component design bertujuan untuk

menentukan implementasi kebutuhan di dalam kerangka kerja arsitektural. Kegiatan component design bermula dari spesifikasi arsitektural dan

kebutuhan sistem.. Component design terdiri dari tiga aktivitas, yaitu:

a. Model component

Menurut Mathiassen, et al (2000) Model component adalah bagian dari

sistem yang mengimplementasikan model problem domain. Konsep utama

dalam desain komponen model adalah struktur yaitu class diagram. Dalam

aktivitas ini dihasilkan sebuah revise class diagram.

b. Function component

Menurut Mathiassen, et al (2000) komponen function adalah bagian dari

(49)

Campaign Manager :Client getName() listCampaigns() :Campaign getCampaignDetails() :Advert

loop [for all client’s campaigns]

listAdverts()

getAdvertDetails() loop [for all campaign’s adverts]

addNewAdverts()

Advert

newAd:Advert

Sumber: Bennet et al. (2006)

Gambar 2.14 Contoh Sequence Diagram

2.7.4.5 Architectural Design

Architectural design (perancangan arsitektur) bertujuan untuk

menstrukturisasi sistem yang terkomputerisasi. Architectural design terdiri atas 2

kegiatan, yaitu component architecture dan process architecture. Component architecture adalah struktur sistem yang terdiri dari komponen-komponen yang

saling berhubungan, berfokus pada class (aspek yang lebih stabil) dan merupakan

struktur untuk keperluan deskripsi.

Process architecture berfokus pada aspek fisikal guna proses-proses yang ada dalam

sistem.untuk mencapai koordinasi dan penggunaan yang efisien pada technical platform. (Mathiassen et al 2000).

(50)

function komponen adalah memberikan akses bagi usr interface dan komponen sistem lainnya ke model.

c. Connecting component

Merupakan desain hubungan antar komponen untuk memperoleh rancangan yang fleksibel dan mudah dimengerti. Hasilnya adalah class diagram yang berhubungan dengan komponen-komponen sistem.

Sumber: Mathiassen (2000)

Gambar

Gambar 2.1 Peta Kendali
Gambar 2.2 Pareto Diagram
Gambar 2.3 Fishbone Diagram  2.5  FMEA (Failure Modes and Effect Analysis)
Tabel 2.1 Skala Occurance
+7

Referensi

Dokumen terkait

- Apabite ada perubahan alamat email mohon diinformasScan pada Unit Kerja BANK BRIa. ld a

 Bahasa penulisan business plan adalah Bahasa Indonesia dan diperkenankan menggunakan Bahasa Inggris untuk kata-kata yang harus menggunakan bahasa terkait

Antarmuka  ini  merupakan  form  antarmuka  user  dengan  sistem  dalam  melakukan  proses  inputan  parameter  antrian  sebelum  dilakukan  proses  hitung 

 Manajer supervisor memberikan instruksi-instruksi yang spesifik kepada para karyawan baru yang direkrut untuk mencapai tingkat produksi yang lebih

1. Intensitas santri mengikuti pengajian Kitab Sulamuttaufiq Bab Shalat adalah cukup. Hal ini dapat dibuktikan dengan dengan hasil yang diperoleh adalah mencapai

Kompetensi awal siswa dalam memahami cerpen saat ini dipengaruhi oleh proses pembelajaran, media, dan bahan ajar yang dipakai guru pada waktu belajar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Taufik, dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang

Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta karunianya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul