• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rute perjuangan gerilya A.H. Nasution pada masa agresi militer Belanda II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rute perjuangan gerilya A.H. Nasution pada masa agresi militer Belanda II"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

..

.

JawaTengah

(2)

- - - --

-

- - - - -

-

- -

- --·-

·

·--- - ·--···

lllllE PERJUANGAN GE LYA A.H

IASVll8I

PAIA MASA AGRESI M LRER BELUIDA II

. . . Olall:

Tugas"' ...

Sllllme

Samrolul ... ...,...

SuW81M

IEllBllEIUll IEBUDAYAAll DM PAlllWISATA DllBCIORAT .BDERAL mAI WYA, Im DM FILM BAUi PELESTARIAI SEJARAll DAI II.Al 1RADISIOIAI.

YOGYAKARTA 2011

' -.

.,

I
(3)

... ····----

···

-

- -

- -

- -

- -

- - - --

- - - --

- - - -

--Rute Petjuangan Gerilya A.H. Nasuti.on Pada Masa Agresi Militer Belanda II Disusun Oleh:

Tugas Tri Wahyono Suhatno

Samrotul Ilmi Albiladiyah Suwamo

© Penulis, 2011

Desain Sampul : Henry Artiawan Yudistira Setting & Layout : Suji

Editor : Dwi Ratna Nurhajarini

Cetakan pertama: Agustus 2011 B:PSNT 03.08.11

Diterbitkan pertamakali oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta .

JI. Brigjend Katamso 139 Yogyakarta Telp. (0274) 373241, Fax. (0274) 381555 email: senitra@bpsnt-jogja.info

Hak Opta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun, tanpa izin tertulis dari Penulis dan Penerbit.

Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan (KD1) Wahyono, Tugas Tri

Rute Perjuangan Gerilya A.H. Nasuti.on pada Masa Agresi Militer Belanda II, Tugas Tri Wahyono, dkk, Cetakan 1, Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta

x + 90 him.; 15,5 x 2lcm ISBN 978-979-8971-38-9

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat Nya, sehingga Balai Pelestarian Sejarah dan

Nilai Tradisional Yogyakarta dapat menerbitkan buku hasil penelitian

yang berjudul: Rute Perjuangan Gerilya A.H. Nasution, Pada Masa

Agresi Militer Belanda

II.

Buku ini merupakan salah satu basil laporan penelitian yang dilaksanakan oleh Tugas Tri Wahyono, clkk., Staf Peneliti Balai Pelestarian Sejarah clan Nilai Traclisional Yogyakarta, dan cliterbitkan dengan

menggunakan anggaran yang tertuang clalam DIPA Tahun 2011

Tujuan penelitian ini aclalah menggali dan mengungkapkan peristiwa lokal perjuangan mempertahankan kemerclekaan RI, khususnya perjuangan

A.H Nasution clan menclokumentasikan peristiwa lokal untuk melengkapi

penulisan sejarah nasional. Konsep perang gerilya yang dikemukakan A.H Nasuti.on mencakup aspek perjuangan clalam mempertahankan kemerclekaan.Di samping itu konsep perang gerilya melibatkan seluruh lapisan masyarakat, clan sangat terbukti Belancla kewalahan menghaclapi perlawanan rakyat. Berawal clari itulah, membuktikan bahwa manunggalnya TNI clengan rakyat merupakan kekuatan yang sangat clasyat.

Dengan terbit clan disebarluaskannya buku ini, mudah-mudahan clapat menambah wawasan bagi siapa saja yang ingin mempelajari, menclalami sejarah perjuangan AH. Nasution khususnya clan perjuangan

rakyat clalam mempertahankan kemerclekaan RI pacla umumnya.

Akhirnya, kami ucapkan terima kasih kepacla semua pihak yang telah bekerja keras membantu tersusunnya clan diterbitkan buku ini. Semoga buku ini dapat berguna bagi masyarakat.

Kepala,

Dra. Christriyati Ariani, M.Hum. Rute Petjuangan Gerilya A.H. Nasution:

(5)

DAFTAR ISi

KATAPENGANTAR ... ,... v

DAFfAR ISI ... VI DAFfAR POTO... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A.

utar

Belakang...

1

B. Tinjauan Pustaka... 5

BAB II DARI KEMERDEKAAN SAMPAI AGRESI MILITER BELANDA II... 7

A. Kekalahan Jepang, Awai Indonesia... 7

B. Ibukota RI Diduduki Belanda ... 15

C. Perlawanan Rakyat Semesta... 21

BAB ID AKTIVITAS A.H. NASUTION DI KEPURUN, KIATEN... 30

A. Kepurun sebagai Markas Gerilya... 30

B. Aktivitas Gerilya A.H. Nasution dan Peran Masyarakat Kepurun... 34

BAB IV AKTIVITAS GERILYA A.H. NASUTI ON DI BORO, KULONPROGO ... 44

A. Boro sebagai Markas Gerilya ... 44 B. Aktivitas Gerilya A.H. Nasution dan Peran Masyarakat Boro 56

Rute Perjuangan Gerilya A.H. Nasution: pada Masa Agrcsi Militer Belanda II

(6)

BAB V PENARIKAN TENTARA BELANDA DAN

KEMBALINYA IBUKOTA REPUBLIK INDONESIA KE

YOGYAKARTA... 65

A. Penarikan Tentara Belanda... 65

B

.

Ibukota RI Kembali ke Yogyakarta ...

77

BAB VI PENUTUP ... 82

A.

Kesimpulan...

...

...

82

B. Saran...

.

...

...

...

..

83

DAFfAR PUSTAKA... 84

DAFfAR INFORMAN ... 88

Rute Perjuangan Gerilya A.H. Nasution:

(7)

DAFTARFOTO

Foto 1: Rumah Lurah Desa Taskombang, Parto Wiyono, Dukuh Jumblengan, Kel. Taskombang,

Manisrenggo, Klaten... ... ... 32

Foto 2: Puing-puing bekas rumah Lurah Desa Kepurun, Parto Harjono Desa Pecokan, Kel. Kepurun, Manisrenggo, Klaten... 34

Foto 3: Rumah Bayan Tarub, Tarno Atmojo Dk. Tarub, Kel. Kepurun, Manisrenggo, Klaten... 38

Foto 4: Rumah Bayan Tarub, Tarno Atmojo Dukuh Tarub, Kel. Kepurun, Manisrenggo, Klaten (Foto Th. 2007) ... 38

Foto 5: Rumah Prawiro Harjono Dukuh Baturan, Kel. Kepurun, Manisrenggo, Klaten ... 39

Foto 6: Rumah Lurah Desa Sapen, Yoso Sumarto Dukuh Sapen, Kel. Sapen, Manisrenggo, Klaten ... 41

Foto 7: Rumah Bayan Kepurun, Sangadi Ronodimejo Dukuh Sanggean, Kel. Kepurun, Manisrenggo, ... 41

Foto 8: Rumah Lurah Desa Banjarasri, Sastro Wiharjo Dukuh Borogunung, Kel. Banjarasri, Kee. Kalibawang, ... 45

Foto 9: Rumah Pak Nitirejo Dk. Borogunung, Kel. Banjarasri, Kalibawang, (Foto Th. 1949) ... 46

Foto 10: Rumah Pak Nitirejo Dk. Borogunung, Kel. Banjarasri, Kalibawang, (Foto Th. 2007) ... 46

Foto 11: Bukit Menoreh (Foto tahun 1949) ... ... ... 48

Foto 12: Bukit Menoreh (Foto Tahun 2007) ... 48

Foto 13: Pemandangan yang dilihat dari Bukit Menoreh... ... .... 49

Foto 14: Peta Rute Gerilya ... 64 Rute Perjuangan Gerilya A.H. Nasution:

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Pada tanggal 19 Desember 1948, tentara Belanda melancarkan aksi

militernya yang kedua. Dengan aksi militernya itu, Belanda berusaha menghancurkan RI beserta 1NI-nya. Hasilnya, selain dapat menduduki

ibukota RI di Yogyakarta, Belanda juga berhasil menawan presiden, wakil presiden, dan para pejabat pemerintah sipil maupun militer

lainnya.

Namun pucuk pimpinan Tentara Nasional Indonesia

(fNI),

Panglima Besar Angkatan Perang RI Jenderal Sudirman dapat meninggalkan kota dan selanjutnya memimpin perang gerilya.

Pada saat penyerbuan Belanda ke Yogyakarta, Wakil Panglima Besar Angkatan Perang RI, Kolonel A.H. Nasution beserta rombongan tengah berada di Jawa Timur. Kolonel A.H. Nasution setelah mendapat laporan tentang peristiwa 19 Desember 1948 itu, kemudian segera bersiap-siap untukkembalike Yogyakarta. Namun perjalanandariJawa Timuritu tidak dapat sampai ke tempat tujuan. Mereka hanya sampai di daerah Prambanan, hal itu disebabkan tentara Belanda telah menguasai medan sampai di daerah Kalasan yang berbatasan dengan Prambanan. Oleh karena itu, Kolonel A.H. Nasution memerintahkan kepada seluruh rombongan untuk segera menuju utara ke lereng Gunung Merapi (Notosusanto, 1973: 31).

Kira-kira jam sepuluh malam rombongan Kolonel A.H. Nasution tiba di Desa Taskombang setelah sejak sore hari berjalan kaki dari daerah Prambanan. Rombongan pada malam itu kemudian beristirahat di Desa Taskombang (Nasution, 1983: 83). Esok harinya, tanggal 20 Desember 1948, Kolonel A.H. Nasution disertai beberapa orang perwira telah sitnpai

'

Rute Perjuangan Gerilya A.H. Nasution:

pada Masa Agresi Militer Belanda II

'

i

'
(9)

· di Desa Kepurun. Dari Desa Kepurun itulah Kolonel A.H. Nasution kemudian mengeluarkan maklumat kepada seluruh Agkatan Perang RI untuk segera memberlakukan strategi perang gerilya yang sebelumnya memang telah dirancang untuk menghadapi kemungkinan terjadinya serangan Belanda yang kedua (Nasution, 1953: 127-137).1

Semenjak jatuhnya ibukota RI di Yogyakarta sebagai akibat dari serbuan tentara Belanda itu, maka suasana revolusi mulai mewarnai kehidupan pedesaan. Daerah pedesaan oleh para pejuang RI dijadikan tempat pertahanan dan tempat pengungsian. Mereka yang datang ke

daerah pedesaan itu terdiri dari bermacam-macam kesatuan pejuang dan penduduk dari kota, sehingga rute perjuangan mereka pada masa Agresi Militer Belanda II itu sangat berpengaruh terhadap para gerilyawan dalam menghadapi tentara Belanda.

Mengingat suasana revolusi, maka rute-rute gerilya para pejuang tidak ayal

lagi

·

banyak melalui wilayah pedesaan, termasuk yang dilakukan oleh Kolonel A.H. Nasution dari wilayah Taskombang, Klaten sampai perbukitan Manoreh, Kulonprogo. Dari rute gerilya A.H. Nasution tersebut ada hal yang menarik untuk dieksplanasikan sesuai dengan konsep perang gerilya. Konsep

itu menyangkut sttategi perjuangan dalam menghadapi tentara

Belanda,

karena

TNI

pernah gagal

ketika menghadapi Agresi Militer Belanda I tahun 1947.

Pada waktu itu, pola pertempuran yang dilakukan oleh 1NI dalam menghadapi tentara Belanda masih menggunakan strategi linier, artinya

berhadapan langsung secara frontal dengan musuh meskipun kalah dalam hal persenjataan. Oleh karena itulah 1NI mengalami banyak kegagalan

di berbagai medan pertempuran. Bercermin dari pengalaman itu, maka A.H. Nasution mengubah strategi linier menjadi strategi gerilya. Dengan strategi yang baru itu, hasilnya dapat dirasakan ketika. 1NI menghadapi

tentara Belanda pada Perang Kemerdekaan II tahun 1948-1949 yakni dengan mundurnya tentara Belanda dari bumi Indonesia.

1 Maldumat yang dimaksud adalah Maldumat No. 2/MBKD, Tanggal 22 Desember 1948 tentang Berlakunya Pemcrintahan Militer untuk Scluruh Pulau Jawa, dan Instruksi No. 1/MBKD/48, Tanggal 25 Desember 1948 tentang Bekerja Pemcrintahan Militer Seluruh Jawa.

Rute Petjuangan Gerilya A.H. Nasution: pada Masa Agresi Militcr Belanda II

(10)

Perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 banyak diwarnai oleh berbagai peristiwa penting yang menyertainya. Adanya Perang Kemerdekaan I tahun 194 7, dilanjutkan dengan Perang Kemerdekaan II tahun 1948-1949 membuktikan bahwa cita-cita kemerdekaan yang didambakan bangsa Indonesia itu mendapatkan hambatan dan tantangan yang culmp berat. Bangsa Incloensia harus menghadapi bangsa Belanda yang hendak menguasai kembali wilayah Indonesia.

Setelah banyak mengalami kerugian clan ·kegagalan dalam Perang Kemerdekaan I, maka clalam menghaclapi serangan Belancla yang kedua, TNI bersama-sama clengan rakyat Indonesia mengubah strategi pertempurannya yakni dari strategi linier menjadi strategi gerilya. Strategi perang gerilya itu menyertakan seluruh komponen bangsa, sehingga seluruh Pulau Jawa clan kelak Nusantara akan menjadi suatu medan perang gerilya yang luas (Notosusanto, 1973: 13). Oleh karena itu, A.H. Nasuti.on yang merupakan perancang atau arsitek clari perang gerilya yang menyertakan seluruh komponen bangsa itu menyebutnya sebagai Perang Rakyat Semesta (Nasuti.on, 1983: 71).

Mengingat jasa yang disumbangkan oleh A.H. Nasuti.on clengan konsepnya Perang Rakyat Semesta itu sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup negara RI dalam menghaclapi kembalinya penjajah Belancla, maka dalam kajian ini dipandang perlu untuk mengungkapkan bagaimana konsep Perang Gerilya Semesta itu clan bagaimana aktivitas A.H. Nasuti.on selama Perang Kemerclekaan II tahun 1948-1949.

Dengan mengungkapkan aktivitas A.H. Nasution selama perang gerilya, maka kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang menyertainya diharapkan akan dapat ditampilkan pula, seperti rute gerilya A.H. Nasution selama Perang Kemerclekaan II, kemudian bagaimana peranan atau dukungan masyarakat peclesaan dalam keikutsertaannya menyelenggarakan pertahanan rakyat total, serta jaringan-jaringan komanclo yang terbentuk selama Perang Kemerdekaan Il itu. Perlu ditambahkankan, bahwa SNIIpai sekarang penulisan tentang rute perjuangan gerilya A.H. Nasution belum

Rute Petjuangan Gerilya AH. Nasution: pada Masa Agresi Militer Belanda II

(11)

sempat

dikerjakan

walaupun pada

waktu

itu beliau masih hidup, ide terse but sudah terpikirkan.

Ruang lingkup temporal kajian ini meliputi kurun waktu antara tahun 1948-1949. Tepatnya dimulai pada tanggal 19 Desember 1948 ketika terjadi peristiwa Agresi Militer Belanda yang kedua sampai terjadinya peristiwa

penarikan tentara Belanda dari Yogyakarta clan kembalinya para pemimpin TNI beserta pemimpin pemerintahan RI ke Yogyakarta pada awal bulan Juli 1949.

Adapun ruang lingkup spasialnya mengikuti jalur gerilya A.H. Nasution dari Taskombang (Kepurun), Kabupaten Klaten sampai perbukitan Menoreh (Boro), Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta.

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode sejarah yang menitikberatkan pada studi bahan dokumen. Oleh karena itu, sejalan dengan bidang kajian sejarah yang memusatkan perhatiannya pada masa lampau itu, maka dalam proses metode sejarah biasanya ditempuh melalui empat tahap. Pertama, adalah heruistik, yaitu proses mencari dan inenemukan sumber-sumber. Tahap kedua, yaitu kritik sumber, meliputi kritik ekstem dan kritik intern. Kritik ekste~ yakni menyangkut keaslian dokumen, sedangkan kritik intern menyangkut isi dari dokumen-dokumen itu sendiri. Tahap ketiga adalah interpretasi atau penafsiran. Kemudian tahap terakhir adalah proses ke dalam penulisan sejarah atau historiografi (Notosusanto, 1978: 11 ).

Untukmelengkapi data-data atau kesaksian yang diperoleh

dari

bahan dokumen diperlukan bahan pembanding berupa hasil wawancara dengan para pelaku sejarah. Hal itu bertujuan untuk menunjukkan bahwa dokumen-dokumen yang telah diperoleh tersebut cukup kredibel. Selanjutnya studi bahan pustaka akan dimanfaatkan sebagai sumber acuan dalam penulisan sejarah yang berhubungan dengan topik penulisan. Disamping itu, kegiatan pengamatan dan observasi akan dilaksanakan pula

guna

membantu menguji dan mengecek fakta dan data yang telah ada.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan peristiwa-peristiwa

lokal yang berkaitan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan

Rute Petjuangan Gerilya A.H. Nasution:

(12)

RI, khususnya perjuangan A.H. Nasution pada masa Perang Kemerdekaan II. Disamping itu juga untuk mencatat dan mendokumentasikan peristiwa-peristiwa lokal untuk melengkapi penulisan sejarah nasional.

Penelitian dan penulisan yang berkaitan dengan rute perjuangan gerilya A.H. Nasution pada masa Perang Kemerdekaan II tahun 1948-1949 sangat bermanfaat bagi perkembangan studi sejarah revolusi di tingkat lokal. Selain itu, para tokoh yang terlibat dalam perjuangan gerilya di daerah-daerah itu dapat menunjukkan eksistensi dan peranannya untuk tujuan dan kepentingan yang lebih besar di tingkat nasional.

B. Tinjauan Pustab

Karya utama yang dimanfaatkan untuk mendukung penelitian dan penulisan dengan tema Rute Perjuangan Gerilya A.H. Nasution: Dari Taskombang sampai Perbukitan Menoreh pada Masa Agresi Militer Belanda II yakni sebuah otobiografi atau memoar A.H. Nasution berjudul

Memenuhi Panggilan Tugas, Jilid 2: Kenangan Masa Geri/ya, yang diterbitkan CV Haji Masagung tahun 1983.

Buku riwayat hidup atau memoar A.H. Nasution itu memuat uraian tentang permasalahan-permasalahan kemiliteran maupun kenegaraan, juga peristiwa-peristiwa penting yang menyertainya sebagaimana yang telah beliau alami sendiri dalam kurun waktu tahun 1948-1949. Dalam pemyataannya, A.H. Nasution menulis:

" ... periode 1945-1949 adalah salah satu periode yang terpenting dalam sejarah bangsa dan tanah air kita. Karena dalam periode inilah rakyat berkorban habis-habisan, dan menderita tak

terhingga, buat mencapai sekaligus mempertahankan kemerdekaan dan persatuan nasional kembali, setelah melewati masa penjajahan dan perpecahan berabad-abad lamanya.

Banyak kekurangan dan kesalahan yang telah kita perbuat sebagai bangsa dan negara. Namun pada hakikatnya ternyata cukup mampu dan ulet buat menyelamatkan hari kemudian kita sebagai bangsa yang merdeka dan berbahagia melalui suatu perang rakyat semesta ... " (Nasution, 1983: vii).

Rute Perjuangan Gerilya A.H. Nasution:

(13)

Pada bagian lain beliau menyatakan:

" ... tentara kita dewasa itu bukanlah tentara yang terbiasa dengan cara-cara yang lazim, melainkan suatu tentara revolusi yang bangkit serentak dengan dan dalam gelora revolusi itu sendiri".

"Bahwasanya perjuangan gerilya dalam revolusi kita itu jauh dari sekedar ketentaraan semata-mata". "Maka pejuang gerilya itu tiada terbatas pada 1NI dan laskar saja, melainkan Pak Lurah, Pak Camat, pegawai nonkooperator, duta perjuangan, tukang becak, penyelidik, buruh, penyabot, Pak Tani pemberi pemondokan, perbekalan dan sebagainya" (Nasution, 1983: vii).

Sumber pustaka lainnya yang juga dapat mendukung penulisan ini,

antara lain Seki tar Perang Kemerdekaan Indonesia. Jilid 9-10 (1994)

dan Pokok-pokok Geri/ya (1953), keduanya ditulis oleh A.H. Nasution; kemudian Markas Besar Komando Djawa (1973) oleh Nugroho Notosusanto (Ed.); Laporan dari Banaran (1980) ditulis oleh T.B. Simatupang; dan sebagainya.

Rute Petjuangan Gerilya A.H. Nasution:

(14)

BAB II

DARI KEMERDEKAAN SAMPAI

AGRESI MILITER BELANDA II

A. Kekalahan Jepang, Awai Indonesia

Setelah Jepang kalah perang melawan tentara Sekutu clan menyerah pada tahun 1945, maka Jepang harus tunduk pada Sekutu. Walaupun kemudian Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya pada

tanggal

17 Agustus 1945 yang diwakili oleh Soekarno-Hatta, namun Jepang tidak mengakuinya karena berpegang pada komitmen tanggal 15 Agustus 1945 yaitu menyerah kepada Sekutu (Notosusanto, 1983: 109).

Mengetahui demikian, para pemuda pejuang Indonesia yang berkeinginan cepat menduduki tempat-tempat penting berkaitan dengan kompetensi perjuangan bangsa, para pemuda mendesaknya dan akibatnya selalu berhadapan dengan Jepang. Oleh karena itu jika kedua belah fihak

saling bersikeras mempertahankan pendiriannya, dari fihak Indonesia ingin menduduki, sedangkan dari fihak Jepang

ingin mempertahankan,

maka dapat dipastikan terjadi benturan-benturan yang tak dapat dihindari. Mengenai

keharusan Jepang patuh terhadap Sekutu, walaupun kebanyakan mereka patuh, namun temyata ada perwira Jepang, bersimpati

t:erl;iadap

Indonesia, misalnya Laksamana Maeda (Hiroshi Maeda) yang sangat menghargai perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan (Sufian, 1987).

Pada masa akhir pendudukan Jepang, di mana-mana terjadi perebutan kekuasaan antara Jepang dengan Indonesia. Di Yogyakarta ada saW,i satu kelompok pejuang yaitu kelompok Patuk di bawah pimpinan K~umo Sunjoyo, semasa pendudukan Jepang memimpin gerakan bawah tanah. Dalam keterangannya C.H. Marsoedi, mengatakan bahwa dirinya

pada

akhir

Rute Perjuangan Gerilya AH. Nasution: pada Masa Agresi Militer Bclanda II

(15)

pendudukan Jepang, masuk ke kelompok Patuk ini. C.H. Marsoedi sebagai anggota kelompok, mendapat tugas memberikaninformasi tentang seluk beluk markas Jepang di Kotabaru. Selain itu.juga mengambil alih sekitar 12 pucuk senjata milik Jepang di Kantor Pos. Kelompok Patuk ini juga mengorganisasi penurunan bendera Hinomaru di Cokan Kantai (Gedung Agung) dan menggantikannya dengan Merah Putih (Marsoedi, 1987I1988: 6).

Kedatangan tentara Sekutu ke Indonesia di bawah Komando Asia Tenggara atau

Southeast Asia Command

dengan pimpinannya Laksamana

Lord Louis Mountbatten. Secaraberturut-turutSekutu menerjunkan perwiranya yaitu Mayor Green

Haigh

di Kemayoran,Jakarta, menyusul berlabuhnya

kapal

penjelajah

Cumberland

dengan pasukan dan Panglima Skwadron Penjelajah V

Inggris

yaitu Laksamana Muda w.R.Patterson di Tanjung Priok. Pasukan Sekutu yang ditugaskan ke Indonesia tersebut merupakan komando bawahan dengan

tiga

divisi dari Komando Asia Tenggara yang bernama

Allied Forces

Netherlands East Indies (AFNEI)

di bawah pimpinan letnan Jenderal Sir Phillip Christison. Tugasnya di Indonesia untuk menyelesaikan

masalah-masalah

yang terjadi di Indonesia khususnya dengan Jepang.

Kedatangan Sekutu ke Indonesia dibarengi

NICA

atau

Netherlands

Indies Civil Administration

yaitu organisasi pemerintah sipil Belanda yang bertugas menguasai kembali daerah jajahan, Indonesia (Notosusanto, 1982/ 1983: 109). Pengalaman telah memberikan kepada bangsa Indonesia

akan

suatu kewaspadaan bagaimana jika melihat Belanda. Oleh karena itu bangsa Indonesia yang telah kenyang dan merasakan pahit getirnya perjuangan bersikap waspada. Sehubungan dengan kekacauan yang tak

kunjung henti di ibukota Jakarta, maka memunculkan wacana tentang pemindahan ibukota ke tempat yang aman. Setelah melalui proses dalam sidang kabinet, maka diputuskan ibukota dipindahkan dari Jakarta. Tanggal 4 Januari 1946 Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta beserta rombongan meninggalkan Jakarta menuju Yogyakarta. Sehingga saat itu resmilah Yogyakarta sebagai · ibukota Republik.

Walaupun ibukota RI dijauhkan dari Jakarta dan menempati tempatyang baru yaitu di Yogyakarta, namun Belanda selalu mencari-cari dan mencuri

Rutc Petjuang:m Gerilya A.H. Nasution:

(16)

kesempatan

bagaimana

caranya dapat menguasai Indonesia kembali. Upaya

darnai antara fihak yang bertikai memang selalu diadakan. Selanjutnya diadakan

perundingan

di Linggajari, sebelah se1atan

Cirebon

pada

tanggal 10 November

1946 yang hasilnya diumumkan tanggal 15 November.

Pada intinya dalarn perundingan tersebut Belanda secara de facto

mengakui adanya wilayah negara Republik Indonesia mencakup Sumatera, Jawa dan Madura, Kedua belah fihak yaitu Belanda clan Indonesia

bersama-sama menangani terbentuknya Negara Indonesia Serikat, Pemerintah Negara Indonesia Serikat dan Belanda bersama-sama membentuk Uni

Indonesia-Belanda di bawah pimpinan Ratu Belanda (Soetardono, 1977:

30; Notosusanto, 1982/1983: 121)

Hasil perundingan tersebut menimbulkan pro dan kontra. Golongan yang pro beranggapan bahwa perundingan adalah suatu alat saja, untuk selanjutnya dicarikan jalan keluar bagi perjuangan bangsa, memperbarui kedudukan politik. Bagi yang kontra karena merasa bahwa hasil perundingan memang menguntungkan Belanda dan merugikan Indonesia. Menghadapi dua kelompok tersebut, pemerintah kemudian merevisi keanggotaan Komite Nasional Indonesia Pusat pada tanggal 25 Maret 1947 (Notosusanto, 1982/1983: 123).

Keinginan Belanda untuk tetap berpengaruh atas Indonesia, mendorong Belanda melanggar perjanjian yang telah disetujuinya sendiri dengan melakukan Agresi Militer Pertama tanggal 21 Juli 1947

(Poerwokusumo, 1987: 28).2 Dalarn agresinya itu Belanda melancarkan

serangan yang diarahkan ke daerah pertahanan Republik Indonesia, terutama lapangan terbang Maguwo. Oleh karena itu secara diam-diam

Sutan Syahrir meninggalkan Yogyakarta menuju ke luar negeri, Amerika,

Inggris, India, dengan membawa pesan pemerintah tentang sikap Indonesia

dan pelanggaran yang telah dilakukan Belanda. Tindakan Belancla yang

tidak mengenal etika tersebut menuai kritikan clan negara-negara sahabat

2 Dipandang dari kacamata Bclanda, tindabn pcnycrangan terhadap RI itu dinamW.n Abi Polisionil (Adie

Politioneel), yairu aksi untuk mcncrtibbn kebcauan ymg tcrjadi di SU2tu wibyah ymg mcojadi bagian

dari Kctajam Bclanda. Indonesia berpcndapat, bahWll pcristiwa tmcbut din:amakan Abi Militer brcna ·

meoyerang suaru negara ymg tdah dialrui oleh Bclmd:i dabm Pcrjmjian linggajati.

Rute Petjuangm Gcrilya A.H. Nasution:

pada M2Sa Agtcsi Militer Bcbnda II

(17)

tersebut bersimpati atas perjuangan rakyat Indonesia yang kemudian disampaikan clan diterima oleh Dewan Keamanan PBB.

Pada

tanggal

29 Juli 1947 India menyumbang obat-obatan kepada Palang Merah Indonesia

yang

dibawa dengan pesawatDakota Vf-CLA milik Patnaik, namun ditembak jatuh oleh pesawat pemburu Belanda di Desa Ngotho, sebelah selatan Yogyakarta.

Gugur

dalam

peristiwa

itu antara lain: Komodor Muda Udara A Adisutjipto, Komodor Udara Dr. Abdurrachman Saleh, dan

Opsir

Muda Udara I Adisumarno Wtryokusumo (Soetardono, 1977: 32).

India juga membantu di bidang pertahanan udara dengan ikut melatih calon-calon penerbang Indonesia dan membantu perjuangan diplomasi di forum internasional. Negara Mesir membantu mengirim obat-obatan, yang tiba di Yogyakarta pada

tanggal

5 Maret 1948 (Soetardono, 1977: 32). Berdasarkan pengalaman menghadapi Belanda itu, Tentara Nasional Indonesia (fNI) kemudian mempersiapkan rencana untuk menghadapi serangan Belanda selanjutnya (Notosusanto, 1982/1983: 167).

Tentang Agresi Militer Belanda yang pertama tahun 1947, dari sudut pandang Belanda, seorang wartawan perang bernama Alfred van Sprang menFotokan situasi malam menjelang agresi di Jawa, keadaannya tidak mengenakkan. Mereka menilai bahwa di dalam Republik Indonesia, anarki meningkat, adanya kekacauan dari seberang garis demarkasi. Selain itu Belanda juga memandang bahwa ada

pertikaian

antar kelompok perjuangan, timbul

pertentangan antar pengikut TRI (f entara Republik Indonesia), Laskar Rakyat clan organisasi-organisasi lain. Penduduk mengeluh karena adanya rezim teror clan semena-mena, harga beras mahal,

sedangkan

kesehatan menurun. Keadaan tidak aman, tiap hari terjadi sabotase, makin banyak kendaraan kena ranjau darat, paku sengaja ditebarkan di jalan antara Jakarta-Kranji, terjadi pemotongan kawat telepon berkali-kali. Pelanggaran kesepakatan meningkat, gencatan senjata yang telah disetujui dalam Linggajati hanya tinggal kata-kata

yang

tidak ditaati. Pemerintah Belanda berupaya semaksimal mungkin mencari solusi terbaik, namun yang berkembang sebaliknya. Dalam keadaan demikian patut ditanyakan bagaimana jika harus terjadi peristiwa aksi militer yang tidak dapat dihindari (Hejboer, 1998: 32).

Rute Petjuangan Gerilya A.H. Nasution: pada Masa Agresi Militer Belanda II

(18)

- - - -

-

- -

- - - -

-

-

--·----

·-·

Peristiwa agresi militer yang dilakukan Belanda mengundang simpati banyak negara, selanjutnya diteruskan ke Dewan Keamanan PBB. Organisasi dunia ini kemudian membentuk sebuah komisi jasa baik pada tanggal 27 Agustus 1947 dengan tujuan untuk menyelesaikan pertikaian yang berkepanjangan antara Indonesia dengan Belanda. Komisi jasa baik untuk mencari perdamaian tersebut dinamakan Komisi Tiga Negara (KTN), yaitu Australia yang ditunjuk Indonesia sebagai wakil Indonesia, Belgia mewakili Belanda, sedangkan Amerika dipilih oleh Autralia dan Belgia. Para diplomat anggota komisi tersebut yaitu Dr. Frank B. Graham

dari

Amerika, Richard

C.

Kirby dari Australia, Paul van Zeeland dari

Be1gia.

Pada

tanggal

27Oktober1947 para anggota Komisi Tiga Negara tersebut

ti.ha di Indonesia, untuk mengawasi jalannya perundingan perdamaian antara Indonesia dengan Belanda, dengan demikian maka K1N mulai dapat bekerja (Notosusanto, 1982/1983: 126).

Walau dibentuk komisi jasa-jasa baik, K1N, mempunyai tujuan untuk mencari jalan keluar dari keruwetan pertikaian antara Belanda dengan Indonesia, namun kenyataannya sangat sulit dilaksanakan. K1N

menghubungi Indonesia maupun Belanda untuk membicarakan pertemuan

keduanya, tetapi masing-masing baik Indonesia maupun Belanda tidak menghendaki berada di tempat lawan. Oleh karena masing-masing

hersikukuh, maka Amerika menawarkan tempat untuk berunding tersebut

di sebuah kapal angkut pasukan yaitu kapal Renville yang sedang berlabuh di Teluk Jakarta. Tawaran Amerika tersebut disambut baik oleh Indonesia maupun Belanda.

Pembukaan perundingan di atas kapal Renville dilaksanakan pada tanggal 8Desember1947 antara Indonesia, Belanda, disertai K1N yang selalu berusaha mendekatkan keduanya (Notosusanto, 1997: 33). Dalam perundingan diwarnai perdebatan antara Indonesia dengan Belanda. Keduannya mempermasalahkan ten tang gencatan senjata (cease fire)

dan garis demarkasi van Mook. Pendekatan dan pembicaraan diadakan di Jakarta maupun di Kaliurang, Yogyakarta secara berganti-ganti. Dari pembicaraan itu masing-masing yang bertikai menyanggupi untuk

Rutc Pctjuangan Gcrilya AH. Nasution:

(19)

mengadakan gencatan senjata, menyetujui adanya garis demarkasi antara wilayah Indonesia clan daerah yang diduduki Belanda, penarikan mundur Tentara Nasional Indonesia dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan yang ada di Jawa Barat dan Jawa Timur ke daerah wilayah Republik di Yogyakarta. Namun demikian walaupun telah berunding, di sisi lain terjadi pelanggaran-pelanggaran, Belanda menyerbu daerah-daerah clan mendudukinya, salah satu contohnya seperti yang dilakukan di daerah Kedu Utara (Notosusanto, 1982/1983: 126).

Dari fihak Indonesia, para pejuang dengan sendirinya juga semakin aktif mengangkat senjata untuk melawan. Stasiun Radio Yogyakarta gencar menyuarakan aktivitas para pejuang gerilya dan membakar semangat pemuda untuk memertahankan Republik ini. Perang yang terus-menerus tersebut membawa efek bermacam-macam di fihak Indonesia maupun Belanda. Di £ihak Indonesia, di antara para ahli politik ada yang meragukan kekuatan bangsa sendiri, sehingga terbersit suatu rencana untuk mengangkat permasalahan ini ke tangan PBB

lagi.

Dari pihak Belanda, mereka yakin setelah angkatan

perang

Republik Indonesia dapat digempur, banyak para nasionalis yang mau diajak kerjasama dengan Belanda dan mau menuruti kebijaksanaan van Mook (Nasuti.on, 1978: 440).

Oleh karena persoalan antara Belanda clan Indonesia sulit mendapatkan titik temu, maka K1N mengusulkan sebuah konsep penyelesaian integral, yang kemudian dikenal dengan sebutan 'Pesan Natal' atau Christmas Message. Konsep penyelesaian pertikaian yang diusulkan K1N tersebut isinya yaitu pertama: immediate standfast and cease fire (berdiri tegak di tempat dan penghentian tembak-menembak), kedua : pengulangan kembali pokok dasar Perundingan Linggajati (Notosusanto, 1982/1983: 127). Bagi Indonesia usulan K1N itu tidak menarik karena perundingan yang pernah dilakukan (Linggajati), walaupun telah ditandatangani, namun Belanda telah melanggarnya. Dengan pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh K1N, maka pada tanggal 17 Januari 1948 naskah persetujuan Renville ditandatangani. Persetujuan Renville berisi tentang gencatan senjata antara £ihak RI dengan Belanda, pokok-pokok utama

Rute Petjuangan Gerilya AH. Nasution:

(20)

perundingan untuk penyelesaian politik antara Indonesia clan Belancla (Notosusanto, 1982/1983: 127).

Pemerintah clan bangsa Indonesia pada masa revolusi menghadapi banyak hal yang menjadi hambatan jalannya

petjuangan

anak

bangsa

Mulai aclanya sikap pro clan kontta antara kelompok satu dengan lainnya tentang Petjanjian Renville, kemudian adanya Agresi Militer Belancla tahun 1947. Selanjutnya pada tahun 1948 terjadi perpecahan di dalam Partai Sosialis, juga adanya kelompok Sjahrir clan kelompok Amir Syarifuddin. Kelompok Syahrir membentuk Partai Sosialis Indonesia (PSI), sedangkan kelompokAmir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR). FD Rini terdiri dari Partai Sosialis, Partai Buruh Indonesia (PBI), PK.I, merupakan oposisi terhadap Kabinet Hatta clan kemudian menjelma menjadi PK.I Muso (Notosusanto, 1982/1983: 108). PK.I Muso ini kemudian m~ upaya untuk

mengambil

alih kekuasaan yang ada di Madiun

pada

tahun 1948.

Pada waktu itu di daerah Madiun berkembang politik di bawah mayoritas kelompok petjuangan yang berkiblat pada golongan sosialis. Kelompok-kelompok golongan sosialis tersebut misalnya, Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), dari

kalangan

pemuda dipimpin oleh Sumarsono, sedangkan Serikat Rakyat (SR) dari kalangan tua dipimpin oleh Sadi Singomentolo dan Pak Diko (Anderson, 2003: 50). Selain itu juga ada Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang kemudian bergabung dengan Partai Komunis Indonesia pimpinan Muso. Dibandingkan dengan golongan nasionalis dan agama walaupun telah digabung, maka golongan sosialis di daerah Madiun mempunyai pengaruh yang lebih besar. Keadaan menjadi lebih kacau setelah tetjadi lomba pengaruh di antara golongan-golongan tersebut terhadap masyarakat, kalangan orang beragama, santri juga terhadap kelompok militer. Sehingga ada dua kubu yang saling herhadapan, masing-masing mengandalkan kesatuan-kesatuan tertentu dari angkatan perang, yang pro pemerintah clan yang kontta.

Pada tanggal 18 September 1948 di sebclah utara Madiun, tepatnya di sekitar pabrik gula Mojoagung waktu dinihari terjadi tembakan pertempuran, upaya pengambilalihan keJmasaan yang dilakukan oleh

Rute Petjuangan Gerilya A.H. Nasution: pada Masa Agrcsi Militcr Bclanda II

(21)

Komunis, Pesindo, BPRI (Barisan Pemberontak Republik Indonesia), Deta.semen Polisi non reguler dengan menyerbu Marlms Divisi Mobil, barak-barak CPM, menangkapi pasukan pemerintah yang tidak menyadari akan peristiwa tersebut. Untuk sementara Komunis memperoleh kemenangan, dan Madiun diduduki. Tanggal 19 September 1948 pukul 21.30 Muso berpidato di radio Madiun bahwa pasukannya akan melawan makelar

romushr

dan kelompok borjuis dalam Kabinet Hatta yang dinilai gagal dalam memenuhi janji revolusi (Anderson, 2003: 72).

Peristiwa Madiun terasa sampai ke daerah-daerah. Gerakan yang

dilakukan oleh Komunis bertujuan untuk menimbulkan

kegelisahan

dalam

masyarakat clan memanas-manasinya, supaya kepercayaan

pada

pemerintah

berkurang

Tentara

yang

berada di daerah

pedalaman

diadu domba terutama

terhadap

tentara Siliwangi.

Jika

upaya tersebut berhasil, tentara terpecah-belah,

masyarakat gelisah, maka pemerintah akan mudah dilumpuhkan. Di Solo,

Divisi IV dapat dimasuki oleh penyelundup pengacau

yang diketuai oleh Yadau

clan Suyoto, dua orang bekas anggota angkatan laut yang

dimanfaatkan oleh

kepentingan

PKI. Kesatuan-kesatuan Brigade 29 bekas kelaskaran di bawah pimpinan Letnan Kolonel Dahlan telah mengkhianati negara (Kementerian Penerangan, 1953: 284). Melihat kenyataan demikian Presiden Soekamo

segera

memerintahkan Panglima Besar Sudirman untuk memulihkan kekuasaan pemerintah di Madiun. Pemerintah bereaksi sangat cepat Presiden Soekarno berpidato dalam siaran radio yang isinya bahwa masyarakat dapat memilih antara Muso dengan PKI, atau Soekarno-Hatta yang insya Allah berupaya

agar Republik Indonesia merdeka tidak akan

pernah dijajah 1agi oleh negara

mana pun di dunia (Heijboer, 1998: 134-135).

Kekacauan di Madiun ditimbulkan oleh bangsa Indonesia sendiri, namun kemudian Tentara Nasional Indonesia cepat mengambil sikap tegas, walaupun dengan peralatan terbatas kemudian dapat menguasai daerah wilayah Republik Indonesia. Tindakan tersebut dilakukan, demi untuk menyelamatkan negara dari rongrongan sekelompok golongan,

3 Muso menyalllkan bahwa yang dim2ksud dengan makdar romusha adalah Bung Kamo karena dianggap tclah mendorong para pemuda untuk menjadi romusha yang bekerja pada Jepang.

Rute Perjuangan Gerilya A.H. Nasution:

(22)

walaupun pada masa itu di bawah tekanan blokade ekonomi

dari

Belanda. 4

Keberhasilan Indonesia dalam menumpas pemberontakan Madiun mendapatkan apresiasi di dunia intemasional terutama

dari

negara

Amerika

Serikat (Anderson, 2003: 107; Notosusanto, 1982/1983: 130)

B. Ibukota RI Diduduki Belanda

Se1ang

dua setengah bulan setelah adanya peristiwa Madiun, Yogyakarta

yang kala itu sebagai ibukota RI dihentakkan adanya serangan mendadak

tanggal 19 Desember 1948. Setangan tersebut dilancarkan fihak Belanda yang sasarannya adalah

wilayah

Indonesia. Belanda telah melakukan agresi militer

lagi setelah agresi militer pertamanya pada tahun 1947. Jelasnya peristiwa tersebut merupakan agresi militer Belanda yang

kedua.

Peristiwa tersebut terjadi

pada

pagi

hari. Sekitar pukul 05.15 terdengar suara deru pesawat

terbang

di

atas Kota Yogyakarta. Semula banyak yang mengira kalau suara tersebut suara para tentara yang sedang berlatih perang, karena memang hari

Minggu

dan jam tersebut merupakan hari latihan

perang.

Akan tetapi makin lama suara deru pesawat terbang terdengar semakin membisingkan, karena banyak jumlahnya (Kementerian Penerangan, 1953: 383). Sebagian dari pesawat-pesawat yang

terbang

di atas Kota Yogyakarta kemudian melepaskan tembakan-tembakan, menjatuhkan granat-granat, born ke beberapa sasaran. Terlihat banyak tentara Belanda dengan parasutnya yang diterjunkan dari atas pesawat di Maguwo.

Tentu saja tempat-tempat yang terkena sasaran

serangan

tersebut mengalami kerusakan. Masyarakat Kota Yogyakarta dan sekitamya, juga para pengungsi

dari berbagai tempat yang ada di Yogyakarta sangat panik dan bingung Pata

pengungsi tersebut antara lain berasal dari Jawa Ba.rat, Banyumas, Pekalongan, Semarang, Surabaya, semuanya tidak tahu harus mengungsi ke mana

1agi

(Kementerian Penerangan, 1953: 383).

Mendaratnya pesawat Belanda di Maguwo

dengan

sejumlah pasukannya secara mendadak itu, sebenamya te1ah direncanakan oleh Belanda yang

ingin

4 Sctclah Proldamasi 17 Agustus 1945, BcJanda mcWwkan blobde diooomi y:ing dimulai f*1a bulan November 1945, tujlJllllllP lllltuk melcmahkan RqNblik lndooesiadcogati senjal2 clmJoomi. Hampan Bdaoda, dcogati blokadc ckonomi itu k=laan sosial elronomi Indonesia memburuk, kekimngan bahan-bahan impor, dan sctcrusnya. Dengm kata lain, sccara ckonomis BcJanda ingin mcoghancurlebmbn Indoncsi2.

Rutc Perjuangan Gcrilya AH. Nasution: pada Masa Agrcsi Militcr Bclanda II

(23)

menghilangkan kekuasaan

RI. Dinas rahasia

Indonesia tidak dapatmenangkap rencana itu, karena instansi-instansi yang bertugas tengah mengadakan penyelidikan hubungan dengan luar negeri. Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh fihak Belanda untuk menyerang Indonesia. Pada malam pukul 23.30 sebelum

serangan

Belanda atas ibukota Yogyakarta, Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Beel betpidato di radio bahwa Belanda tidaklagi terikat

pada

Perjanjian Renville. Sebelumnya pun Belanda sudah menyatakan bahwa tidak ada perlunya mengadakan

perundingan

dengan Indonesia (Nasution, 1979: 179-180). Pemyataan Belanda bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian yang telah disepakati itu

artinya

dengan bebas melakukan

pe1anggaran,

termasuk mengangkat senjata terhadap Indonesia dan menduduki ibukota

yang

saat itu berada di Yogyakarta.

Pada saat

serangan

Belanda atas

lapangan

terbangMaguwo,

perrnhanan

di tempat tersebuttidak penuh, karenahanya

diselenggarakan

oleh

setengah

kompi

taruna Angkatan Udara Republik Indonesia. Perwira dinas

yang

bertugas di

Maguwo

pada saatitu adalah

Kasmiran dan

rekan-rekannya

Petugas diktjutkan

olehledakan born yangdilakukan oleh tiga pesawatMitchellAU Belanda disertai dengan pendaratan pasukan

payung

Setelah pesawat Mitchell disusul kemudian

pesawat pemburu

yang

merusakkan

bangunan serta

pos-pos

senapan mesin dengan roket (Heijboer, 1998: 142). Sementaraitu pesawatDakota mendaratkan pasukannya yang berisi dua kompi Pasukan Khusus merupakan prajurit-prajurit terlatih Belanda, sebagian terdiri dari etnikAmbon dan Tmor. Para taruna AU yang menghadapi musuh demikian tidaklah imbang kekuatannya,

sehingga

banyak

tarunaAU calon penerbangyanggugur dalam bentrokan itu. Ironisnya

1apangan

terbang Maguwo yang saatitu tengah diduduki musuh tidak diketahui

san1a sekali oleh awak pesawat Catalina Republik

yang

memuatpara

perwira

1NI dan baru kembali bertugas dari Singapura. Sehingga tanpa menaruh

kecurigaan

pilot pesawat ini mendarat di sela-sela pesawat Dakota Belanda. Oleh karena itu setelah mendarat, pilot beserta para

perwira

1NI

langsung

dapat ditawan

Belanda tanpa.kesukaran

yang

berarti.

Peristiwa tanggal 19 Desember 1948 di Maguwo telah mengejutkan para petinggi pemerintah. Pagi itu juga Kapten Suparjo, ajudan Jenderal

. ,

:'

-.- " . '~:~

·:

,,;.

I;,<~\< ·~

Rute Petjuangan Gerilya A.H. Nasution: pada Masa Agresi Militer Belanda II

(24)

Suclirrnan, mendapat perintah untuk

menghadap

presiden di istana

(Gcdung

Agung) untuk menanyakan

langkah

lebih lanjut setelah adanya senmgan Belanda pagi itu. Namun setelah menunggu beberapa waktu, ajudan tersebut belum ada jawaban. Oleh karena belum juga ada keputusan, maka sejam kemudian dalam keadaan sakit Jenderal Sudirman sendiri menghadap Presiden Sukarno membicarakan masalah itu. Jenderal Sudirman juga minta izin untuk ikut bergerilya bergabung

dengan

para pejuang (Nasution, 1979: 184). Sebelum menghadap presiden, Jenderal Sudirman menyempatkan membuat Perintah Kilat yang ditujukan kepada segenap anggota

Angkatan

Perang Republik Indonesia. Sebelum keluar kota Jenderal Sudirman berpesan kepada Kapten Suparjo supaya mengumumkan Perintah Kilat tersebut lewat radio, sebagai tanda dimulainya perang gerilya. Berikut isi lengkap dari perintah kilat itu (Nasution, 1979: 185).

PERINTAH KILAT No. I/P.B./D / 48 1. Kita telah diserang.

2. Pada tanggal 19 Desember 1948 Angkatan Perang Belanda menyerang kota Yogyakarta dan lapangan terbang Maguwo. 3. Pemerintah Belanda telah membatalkan Persetujuan Gencatan

Senjata.

4. Semua Angkatan Perang menjalankan rencana yang telah ditetapkan untuk menghadapi serangan Belanda.

Dikeluarkan di tempat. Tanggal : 19 Desember 1948

Jam

:

08.00

Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia

ttd

Letnan Jenderal SUDIRMAN

Rute Perjuangan Gerilya A.H. Nasution:;c:

(25)

Tanpa rnengindahkan pembicaraan-pembicaraan yang

tengah dilakukan

oleh KIN di Kaliurang, setelah pernboman di Maguwo, Belanda rnencari sasaran selanjutnya. Pesawat-pesawat Belanda rnengarahkan sasarannya ke kota, jalan, jembatan, bangunan. Menyusul jatuhnya born ke tempat-tempat

lain misalnya di Tugu di Jalan Gondolayu. Sementara para pejabat Indonesia berembug rnengadakan

sidang

darurat di istana, dari Maguwo

pasukan

Belanda

bergerak

rnenuju ke arah barat. Kota Yogyakarta

pada

sekitar pukul 08.30. Mereka rnenggunakan dua jalan yang ada, yaitu jalan utama Yogya-Solo clan jalan yang ada di sebelah selatan, jalan Wonosari-Yogya (Heijboer, 1997: 143). Sekitar pukul 09 .00

pagi

Benteng yang betada di depan istana Gedung

Agung

dijatuhi born pembakar, sehingga api rnenjalar ke mana-mana (Nasution, 1979: 211). Akhimya Kota Yogyakarta berhasil diduduki Belanda.

Sernentara itu di kota tentara Republik bersiap-siap rnerencanakan serangan balasan. KSAU Suriadarrna rnenganjurkan supaya rnenggunakan pernancar-pernancar radio untuk rnenyebarkan inforrnasi, perintah, atau juga pengumuman agar inforrnasi tersebut cepat sampai di tujuan clan efisien. Untuk rnenyelamatkan peralatan kornunikasi radio dari operasi Belanda, pernancar radio AURI call sign PC II oleh Budiharjo, Widodo, Sungkono clan Basuki dipindahkan ke Desa Banaran, Gunungkidul. Stasiun radio tersebut berternpat di rumah seorang penduduk bemama Ny. Pawirosetorno. Agar tidak rnencolok peralatan diternpatkan di dapur, siarannya pun pada rnalam hari. Namun selanjutnya ketika Belanda rnenuju sasaran clan rnenduduki ternpat-ternpat Republik Indonesia sarnpai di

Gading,

Playen clan Wonosari, dengan cepat peralatan radio disernbunyikan di WC di kebun dengan ditutupi sampah (Surnarjono, 1984). Rakyat Banaran rnengungsi ke Desa Pacar, Paliyan, sedangkan Budiharjo bersama stafnya juga rnenyelamatkan diri setelah rnenyelamatkan barang-barang penting lainnya.

Dalam rencana serangan balasan, Kornandan Militer Kota, Letnan Kolonel Latif rnendapat tugas untuk rnengurnpulkan pasukan. Pada saat keadaan genting itu, para pemimpin negeri di bawah Presiden Sukarno rnengambil langkah bahwa para pemimpin tetap di kota, karena kalau ke

Rnte Pctjuangan Gerilya A.H. Nasution:

(26)

r - - - -- - - -- - · - · - - - · .

luar kota tentu dik.ejar musuh. Presiden Soekarno melihat situasi:~ berubah dengan cepat itu, kemudian membentuk Pemerintah Dtturat Republik Indonesia di Bukittinggi di bawah pimpinan Mr. Syafrudin Prawiranegara, karena keadaan yang sudah tidak mungkin

1agi

menjalankan tugas yang semestinya. Jika rencana itu gagal, diperintahkan kepada Menteri Keuangan

Mr.

Maramis yang sedang keluar negeri, Palar dan Dr. Sudarsono di New Delhi supaya membentuk exile Gouvernment Republic

Indonesia di India.

Mandat Presiden dari Yogyakarta

kepada

Mr.Syafruddin Prawiranegara tersebut menurut Nasution (1979) tidak sampai ke dirinya, namun Mr.Syafruddin mengambil tindakan hanya menurutilham buat membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatera. Bunyinya mandat tersebut demikian:

Kami Presiden Republik Indonesia memberitakan, bahwa pada hari Minggu tgl.19-12-1948, djam 6 pagi Belanda telah mulai serangannja atas Ibu Kota Jogjakarta. Djika dalam keadaan Pemerintah tidak dapat mendjalankan kewadjibannja

lagi,

kami menguasakan kepada Mr.Sjafrudin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran Republik Indonesia untuk membentuk Pemerintah Republik Darurat di Sumatera.

Jogjakarta, 19 Desember 1948 Presiden : Soekarno Wk.Presiden : Moh.Hatta

Perintah untuk membentuk perwakilan RI di India oleh Moh.Hatta dan Agus Salim ditambah demikian:

" ... Djika ichtiar Sjafrudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintah Darurat di Sumatera tidak berhasil kepada saudara-saudara dik.uasakan untuk membentuk exile Gouvernment Republic Indonesia di India. Harap dalam hal ini berhubungan dengan Sjafrudin di Sumatera. Djika hubungan tidak mungkin, harap diambil tindakan-tindakan seperlunja ... " (Nasution, 1979: 186)

Rutc Pctjwuigan Gcrilya A.H. Nasutiom" · pada Masa Agrcsi Militcr Bclanda II ·

(27)

Menanggapi serangan Belanda atas Republik Indonesia di Yogyakarta, Panglima Besar Jenderal Sudirman yang tengah sakit memerintahkan kepada seeluruh anggota tentara untuk ikut bergerilya menghadapi tentara musuh. Jenderal Sudirman juga membuat perintah harian yang kemudian dibacakan melalui corong radio. Isinya mengutuk perbuatan Belanda yang bertentangan dengan etika, tidak adil, tidak jujur, melakukan kekerasan, padahal bangsa Indonesia sedang berjuang menuntut keadilan, kebenaran, mempertahankan kemerdekaan clan kehormatan. Sehubungan dengan

itu Jenderal Sudirman diharapkan mempunyai tekad bulat bersatu untuk mempertahankan kemerdekaan clan kehormatan untuk menggagalkan maksud keji Belanda yang memaksakan kekuasaannya atas Indonesia (Nasuti.on, 1979: 298). Pada sekitar pukul 13.00 siang setelah dari istana, masih dalam keadaan sakit Jenderal Sudirman meninggalkan kota untuk berjuang bersama dengan para gerilyawan.

Menurut penuturan RO. Permadipura bekas kepala rumah tangga presiden di Yogyakarta, pada pukul 15.00 Presiden Sukarno keluar dari

istana didampingi Tobing yang membawa bendera putih. Keduanya

menuju ke arah opsir Belanda yang memanggilnya untuk mengikutinya

ke jalan, tepat di depan Kantor Pos bertemu clan berjabat-tangan dengan

Komandan Kolonel Van Langen. Saat itu juga radio memberitahukan bahwa Bung Karno telah tertangkap, tertawan. Selanjutnya kembali ke

istana bersama-sama, di istana tersebut tertawan juga para pemimpin Republik lainnya (Nasution, 1979: 213).

Pengumuman tentang tertangkapnya Bung Karno tersebut didengar pula oleh KTN di Kaliurang. Pada tanggal 20Desember1948 pukul 02.30 dengan mengendarai beberapa jeep Belanda membawa tentara payungnya

di Kaliurang. Kedatangannya membawa korban penduduk juga penghinaan

pada bangsa Indonesia. Di Kaliurang tersebut Belanda tidak lagi mau mertghargai K.1N. Belanda yang telah melakukan agresi tersebut mendapat kecaman dunia intemasional.

Rute Pctjuangan Gerilya A.H. Nasution:

(28)

C. Perlawanan Rakyat Semesta

Rakyat Yogyakarta tidak menduga kalau di pagi buta itu akan mendapat serangan mendadak dari Belanda, sehingga kekalutan menimpa semua orang, bahkan serangan tersebut mengakibatkan rakyat menjadi gamang terhadap pemerintah. Selanjutnya dari radio terdengar seruan para pimpinan negeri yang disampaikan oleh Presiden Sukarno, Wakil Presiden Moh.Hatta, Panglima Besar Angkatan Perang RI Jenderal Sudirman, Menteri Negara Sultan Hamengku Buwono

IX,

yang mengajak segenap rakyat Indonesia untuk berjuang mempertahaokan kemerdekaan dari penjajahan. Oleh pucuk pimpinan angkatan perang sendiri telah diputuskan bahwa untuk menghadapi Belanda ini rakyat Indonesia harus mengadakan

perlawanan

gerilya sepanjang masa. Menghadapi Belanda tidak seluruhnya dilawan secara frontal, namun dengan taktik gerilya tak terbatas. Artinya pada masa itu di mana pun Belanda yang menduduki bumi Indonesia harus dilawan. Pada dasarnya perang gerilya adalah perang rakyat semesta. Dibandingkan dengan perang semesta biasa, perang gerilya lebih mendalam

clan meluas, menyertakan seluruh komponen rakyat. Gerilyawan membaur dalam rakyat. Rakyat merupakan sendi, tumpuan, tempat minta bantuan, dukungan bagi gerilyawan.

Berita tentang serangan ibukota oleh Belanda pada tanggal 19 Desember 1948 itu juga diketahui oleh A.H.Nasution yang pada saat itu pukul 19.00 berada di daerah Prambanan, dalam perjalannya dari Jawa Timur. Dengan cepat A.H. Nasution (Kepala Staf Markas Besar Komando Djawa) membuat pos komand~ sementara bertempat di sebelah utara Prambanan betjarak 5 km, ke arah lereng Gunung Merapi, yaitu di Desa Taskombang, perbatasan antara Yogyakarta-Solo (Nasution, 1979: 4). Langkah ini menurut A.H.Nasution harus segera dilakukan, paling tidak pada malam itu dapat selesai, untuk menentukan lebih lanjut di keesokan harinya. Pada masa perang gerilya itu A.H. Nasution menyiapkan instruksi pokok yaitu Maklumat Pemerintahan Militer untuk seluruh Jawa dan Instruksi Bekerja Pemerintahan Gerilya (Instruksi MBKD I)r

yang

kemudian diteruskan ke seluruh daerah. Di sinilah peran rakyat clan para

Rute Petjuangan Gerilya A.H. Nasution: pada Masa Agresi Militer Bclanda II

(29)

pamong desa, kecamatan-kecamatan beserta stafnya, karena perbanyakan pengumuman menggunakan mesin tulis (tik) di tiap kecamatan atau kalurahan (Nasution, 1979: 7).

Pendudukan Belanda atas Kota Yogyakarta harus dilawan, hal itu penting sekali karena untuk menumbuhkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Akan tetapi tentara dihadapkan dengan masalah yang sangat sulit karena masih dalam keadaan kacau, komunikasi yang macet, namun harus bertindak. Oleh karena itu pemerintah harus mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut. Langkah tersebut baru dapat dimulai tanggal 20 Desember 1948. Para pasukan yang menyelamatkan diri keluar kota dari serangan Belanda, keberadaan mereka tidak jauh, berpangkal di tepi kota. Setelah berhasil mengkoordinasi pasukan yang memakan waktu lima hari, selanjutnya daerah perlawanan dibagi menjadi Sektor Selatan, Sektor Tenggara, Sektor Barat, Sektor Utara dan Sektor Timur (Kementerian Penerangan, 1953: 385).

Mengenai dua hal yaitu maklumat dan instruksi yang disiapkan oleh Markas Besar Komando Jawa (MBKD) tersebut sangat penting karena negeri dalam keadaan genting, sehingga diambil

langkah

demikian. Maklumat yang dikeluarkan tanggal 22 Desember 1948 atau tiga hari setelah agresi Belanda, mengumumkan berlakunya pemerintahan militer di seluruh Jawa. Adapun instruksi yang dikeluarkan MBKD (rahasia)

tanggal

25 Desember 1948 yaitu · instruksi bekerja pemerintahan militer seluruh Jawa. Isinya mencakup: pendahuluan, perkembangan militer clan politik, susunan

clan

usaha pemerintahan militer, peringatan:

agar

supaya menjalankan pemerintahan militer dengan tertib sampai di desa clan

kecamatan. Oleh karena desa dan kecamatan sangat penting sebagai dasar pemerintahan militer (Nasution, 1979: 17-25).

Pada masa revolusi tahun 1948-1949, Indonesia menyusun pemerintahan gerilya yang totaliter, pemerintah kelurahan, pemerintahan militer onderdistrik, pemerintah militer kabupaten, pemerintah militer

daerah clan

kegupernuran militer. Kemudian berturut-turut lurah, Komando Onder Distrik Militer (KODM), Komado Daerah Militer (KDM),

!

;.~

:

·

: .. · ·:

;;:~··

. •'

'

' .

Rute Petjuangan Gcrilya A.H. Nasution:

pada Masa Agresi Militer Belanda II

(30)

Kotnando Militer Daerah (KMD) clan Gubernur Militer. Gubemur Militer ini sebagai komandan pertempuran, juga menjadi kepala pemerintahan gerilya yang totaliter clan dibantu rakyat sipil (Nasution, 1980: 19). Pada masa itu, di daerah Yogyakarta organisasi pemerintahannya termasuk tertata. Hal itu tidak dapat dilepaskan dari peran Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Kepala Daerah Yogyakarta yang sebelumnya memang telah menata demokratisasi di wilayahnya.

Pada tahun 1946 Pemerintah DIY mengeluarkan Maklumat No. 18 tentang dibuatnya Dewan-Dewan Perwakilan Rakyat di DIY (Kasultanan clan Pakualaman). Untuk Daerah Yogyakarta disebut Dewan Daerah bertempat di ibukota Yogyakarta; untuk kota disebut Dewan Kota, berkedudukan di Kota Yogyakarta; di kabupaten disebut Dewan Kabupaten, berkedudukan di ibukota-ibukota kabupaten; serta di kalurahan disebut Dewan Kalurahan, berkedudukan di setiap kalurahan. Maklumat ditandatangani oleh Hamengku Buwono

IX,

Paku Alam VIII,dan Marlan, bunyinya sebagai berikut:

" ... Kami berdua Seri Paduka lngkang Sinuwun kangdjeng Sultan Hamengku Buwono IX dan Seri Paduka kangdjeng Gusti Pengeran Adipati Arjo paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah lstimewa Jogjakarta, dengan persetudjuan Badan Pekerdja Dewan daerah Jogjakarta, mengadakan peraturan tentang djalannja kekuasaan mengatur dan memerintah (legislatief clan executief dalam daerah Kami ... " (Kementerian Penerangan, 1953: 62-63)

Selanjutnya pada pertengahan tahun 194 7 sebelum Belanda menyerang Yogyakarta, atas usulan-usulan antara lain dari lembaga, kelaskaran, tentara, polisi, maka Pemerintah Daerah Yogyakarta membuat Markas Pertahanan dengan menyatukan tentara, pemerintah dan rakyat di tiap kabupaten/kalurahan, kemantren, ke dalam Dewan Pertahanan Daerah. Pembentukan demikian diharapkan supaya ada kesatuan komando di tiap daerah.

Jika putus dengan daerah

lain akan dapat menyelesaikannya sendiri. Usulan tersebut direalisasikan pembentukannya mengingat negeri dalam keadaan genting. Pada tanggal 24 Juni 1947 yang ditandatangani

Rute Petjuangan Gerilya AH. Nasuti.on: pada Masa Agresi Militer Bclanda II

(31)

- - - -

-

-

-

- -

- - -

· - · - ·

··-oleh Paku Alam sebagai Ketua Dewan Pertahanan Daerah Yogyakarta, dan diumumkan pada

tanggal

27

Juni

1947 oleh Sekretaris Dewan Pertahanan Daerah Yogyakarta, Poerwokoesoemo, terbentuk : Markas Pertahanan Kota, Markas Pertahanan Kabupaten, Markas Pertahanan Kalurahan dan Markas Pertahanan Kemantren. Masing-masing Markas Pertahanan mempunyai bagian-bagian dan terdiri anggota-anggota dari berbagai unsur yang bertanggungjawab pelaksanaannya, misalnya dari ketentaraan, polisi, pemuda, instansi penerangan, sosial, kesehatan rakyat, rumah sakit, wanita, rukun kampung, dewan perwakilan rakyat dan unsur lain yang diperlukan (Kementerian Penerangan, 1953: 74).

. Adapun

markas-marbs

pertahanan

seluruh daerah

Yogyakarta

di bawah

Pimpinan Dewan

Pertahanan

Daerah

Yogyakarta,

yangdalam keadaan

genting

dipegang Teritorial Komandan Tenta.nl Daerah Yogyakarta. Selanjutnya secara urutan menurut daerahnya masing-masing, Markas Pertahanan Kota memimpin

pertahanan

di

setiap

kemantren, kalurahan dalam daerah

kekuasaannya.

Markas

Pertahanan

Kabupaten memimpin beberapa Markas

Pertahanan Kalurahan di

daerahnya.

Dalam keadaan genting dipegang oleh koman~ tentara di tiap kabupaten yang membawahinya.

Daerah Yogyakarta merupakan daerah pertahanan (Wehrkreise Ill) di bawah pimpinan Letnan Kolonel Suharto, pos komandonya berada di daerah pegunungan Menoreh. Pasukan gerilya tanggal 26 Desember 1948 mendapat perintah untuk mengadakan serangan balasan tanggal 29 Desember 1948, ini penting untuk mengembalikan kepercayan rakyat. Perintah tersebut berbunyi sebagai berikut

1. mengadakan serangan malam.

2. menghancurkan kekuatan musuh sebanyak-banyaknya. 3. merampas senjata musuh sebanyak-banyaknya.

4. membumihanguskan tempat-tempat yang dianggap penting ... "(Nasution, 1979: 77)

Pada hari yang telah ditentukan itu, yaitu tanggal 29 Desember 1948 pukul 18.00 petang, tentara sudah bersiap-siap. Pukul tujuh malam (19 .00)

'"'''i~ ,,, .?,~]1

' ,;...;.llij

•i ~i

,... '.'i .. ..,;;,l

Rutc Pctjwmgan Gerilya A.H. Nasution: patla M2Sa Agrcsi Militcr Bebnda II

(32)

masing-masing

bergerak

ke sasaran yang ditentukan. Penyernngan di1akukan

dari segala jurusan, yang masing-masing dibagi dua bagian kecil dan besar. Bagian kecil bertugas memancing dengan menyerang pos Belanda yang ada

di pinggir kota, sedangkan bagian besar bertugas masuk kota melalui celah-celah pos-pos Belanda berada dan menghancurkan mereka yang tengah istirahat. Di samping itu mereka juga bertugas melakukan penghadangan Belanda yang akan ke tepi kota membantu clan memperkuat posnya

di tepi-tepi kota. Serangan terhadap Belanda pada pukul 21.00 dengan melepaskan tembakan. Tempat-tempat1NI di kota yaitu di sekitar Kantor Pos, Secodiningratan, Ngabean, Patuk, Pakuningratan, Sentul, Pengok dan Gondokusuman. Tembak-menembak antara 1NI dan Belanda

berlangsung

sampai pukul 04.00 pagi. Pagi itu 1NI muridur untuk menghilang dari incaran Belanda. Serangan tersebut mengakibatkan Belanda mengalami banyak kerugian (Kementerian Penerangan, 1953: 387).

Hari-hari setelah agresi, selanjutnya Belanda mengadakan operasi

pembersihan

terhadap tempat-tempat yang sekiranya diduga persembunyian pata gerilya. Mula-mula di dalam kota, kemudian ke pinggiran, luar kota dan mendudukinya yaitu daerah Prambanan, Klaten, Kaliurang, lereng Merapi, Sentolo, daerah Bantu!, kabupaten-kabupaten kecuali Wates dan Wonosari. Rakyat melakukan perlawanan dengan cara gerilya. Para gerilyawan menguasai daerah selatan kota dan mempunyai daerah kantong-kantong gerilya. Di daerah tersebut pada siang hari pasukan gerilya melakukan penghadangan-penghadangan terhadap musuh. Untuk merintangi jalannya lalu lintas musuh, jembatan Kali Progo juga dirusak. Oleh karena itu setelah tentara Belanda menduduki Sentolo mereka mendapati jembatan sudah rusak (Nasution, 1979: 277-278).

Pembersihan di daerah terus dilakukan oleh Belanda, namun rakyat,

para pejuang di daerah-daerah kabupaten sampai di desa-desa mengadakan perlawanan secara gerilya, karena menghindari perlawanan frontal. Di daerah-daerah, Belanda mengadakan provokasi bahwa Republik telah lemah. Namun demikian perlawanan sembunyi-sembunyi tetap ada. Ak.si bumihangus misalnya yang dipimpin oleh Bupati Bantu!, KRT

Rut.e Petjuangan Gcrilya A.H. Nasution:

(33)

Tirtodiningrat. Setelah memindahkan peralatan yang penting, maka pada tanggal 23 Desember 1948 dan hari berikutnya aksi bumihangus

dilakukan pada gedung-gedung kabupaten, kapanewon, Kantor Pos/ Telepon, pegadaian, gudang garam~ sekolah, kantor-kantor pemerintah, hal ini dilakukan supaya tidak dapat dimanfaatkan oleh musuh. Adapun pemerintah kabupaten selalu berpindah, misalnya di Desa Mandingan, mengikuti keadaaan, supaya aman. Perlawanan rakyat daerah Bantul selain tentara resmi juga dari kelaskaran, sehingga Belanda mengalami kesulitan. Kemungkinan mendapat perlawanan tersebut, kemudian pada

tanggal

19 Januari 1949 daerah Bantul diserang lewat darat maupun udara yang menjatuhkan granat dan mitraliurnya, sehingga banyak korban jatuh

· terutama daerah lmogiri karena banyak pengungsi yang berlindung di desa tersebut. Daerah yang tidak dilewati Belanda yaitu Srandakan dan Sanden (Kementerian Penerangan, 1953: 107).

Serangan Belanda juga dilakukan di daerah Kulonprogo terutama di daerah-daerah Nanggulan, Kenteng dan Samigaluh. Pada tanggal 27 Desember 1948, Belanda datang menyerang ke Wates, sehingga keadaan menjadi kacau. Arsip-arsip dan barang-barang yang penting

milik pemerintahan segera diselamatkan, para pegawainya ke luar kota. Pemerintahan diatur secara siasat gerilya, yang bertanggungjawab yaitu

KR

T. Brotodiningrat Bupati Adikarto dan Komandan KDM. Kedatangan Belanda yang menyerang Wates tersebut menjadikan rakyat, gerilyawan, pejuang mengambil tinciakan bumihangus, perusakan terhadap gedung/ fasilitas yang kemungkinan dapat digunakan Belanda untuk aktivitas pemerintahannya. Aksi yang dilakukan rakyat tersebut di bawah pimpinan Pamong Praja membuat barikade, penghalang jalan dengan menebangi pohon-pohon. Akan tetapi berhubung sistem pertahanan rakyat belum begitu tertata, maka ketika Belanda untuk yang kedua kalinya mengadakan patroli di Wates pada tanggal 10 Februari 1949, rakyat menjadi panik. Setelah ditinjau kembali, dikoordinasi, disusun kembali penataan keamanannya, maka ketika Belanda mengadakan patroli yang ketiga kalinya mendapat sambutan perlawanan pihak gerilya sehingga membuat tentara musuh

Rutc Perjuangan Gerilya A.H. Nasution:

(34)

tercerai-berai (Kementerian Penerangan, 1953: 109). Kejadian tersebut dapat menambah kepercayaan rakyat terhadap tentara.

Daerah Yogyakarta termasuk claerah Wehrkreise III di bawah komanclan Letkol Suharto. Untuk menunjukkan bahwa 1NI masih ada, maka dicarilah akal bagaimana caranya membuka mata clunia internasional bahwa benteng pertahanan negara 1NI masih berdiri. Salah satu caranya adalah mengadakan serangan militer dengan spektakuler merebut ibukota Yogyakarta, walau hanya dalam waktu singkat. Letkol Suharto mengerahkan pasukan clari Subwehrkreise yang acla di Yogyakarta clan sekitarnya. Mereka yang berjumlah kira-kira 2000 orang nantinya pada

tanggal

yang ditentukan, 1 Maret 1949 harus berhadapan dengan pasukan Belanda terdiri dari prajurit KNIL

(Koninklijk Nederlands Indies Leger)

yang ada di sektor Yogyakarta di bawah Kolonel van Langen. Sebelum serangan pagi dilancarkan, malam sebelumnya pasukan 1NI telah menyusup ke

garis

awal pinggiran kota, siap tempur. Pada rencana serangan kilat tersebut ada kekeliruan karena di bagian selatan komandannya lupa

tanggal

itu, sehingga terlanjur menclahului menyerang kota, sehingga acla anggota tentara yang

gugur

di bawah pohon beringin alun-alun utara. Saat tanda sirine pagi pukul 06.00 berbunyi pada

tanggal

1 Maret 1949 serangan

pagi

oleh 1NI dilancarkan dari segala penjuru ke arah kota (Hijboer, 1998: 172). Serangan yang dilancarkan 1NI ke arah kota Yogyakarta tersebut sangat mengejutkan van Langen. Dari sisi barat masuk ke arah kota pasukan di bawah pimpinan Suharto sampai di

Jalan

Malioboro. Dari arah selatan, tentara Republik sampai di alun-alun dan Kantor Pos. Dari timur menuju ke arah kota, pasukan di bawah pimpinan Kapten Rikiclo yang dapat menguai pabrik Watson tempat menyimpan amunisi. Siang harinya sekitar pukul

12.00 bantuan Belanda dari arah utara datang, clan 1NI mundur setelah enam jam dapat menguasai kota (Hijboer, 1988: 173). Peristiwa serangan tanggal 1 Maret 1949 membuktikan pada dunia internasional bahwa 1NI masih ada.

Keadaan di daerah pada masa revolusi, setelah Belanda melakukan agresi clan menduduki Yogyakarta, pemerintah Kabupaten Gunungkidul

Rute Petjuangan Gcrilya A.H. Nasution: pada Masa Agtcsi Militcr Bclanda II

(35)

dirubah menjadi pemerintah militer, sedangkan pusat pemerintahannya

berada di Wonosari. Gunungkidul merupakan daerah pegunungan.

Terhadap daerah ini Belanda berhati-hati. Sehubungan dengan itu setelah tiga bulan pendudukan, baru tanggal 10 Maret 1949 Belanda mulai mengadakan serangan dengan kekuatan besar melalui udara clan darat ke daerah Gunungkidul dengan menjatuhkan born, sehingga memakan banyak korban. Akibat serangan tertsebut maka Pemerintahan Gunungkidul kocar-kacir, pegawai-pegawainya menyelamatkan diri. Baru setelah

diadakan konsolidasi maka pemerintahan senientara berada di Kaligesing.

Dibandingkan dengan kekuatan lawan, kekuatan tentara Republik lebih kecil maka diambil kebijakan dengan mundur, tidak mengadakan perlawanan untuk menyusun strategi dan mengatur siasat. Baru pada

malam harinya rakyat, pemuda, tentara republik, pasukan polisi negara,

membantu tentara mobil dan KODM mengadakan serangan gerilya dengan

membuat penghadangan-penghadangan. Selain itu juga mengadakan

aksi bumihangus terhadap bangunan-bangunan yang sekiranya dapat dimanfaatkan musuh (Hijboer, 1988: 111).

Sejak agresi bulan Desember 1948 sampai bulan Juni 1949 di daerah

Sleman, Belanda menempatkan pos-posnya di Kaliurang, Kledokan,

Tempel, Medari, Beran, Cebongan, sedangkan pos yang hanya dijaga pada siang hari yang ada di dekat jembatan Jombor yaitu di Sinduadi,

Sendangdadi dan Mlati, sehingga tempat-tempat tersebut sebagai palagan yang ramai. Para pejuang Indonesia bersama-sama Tentara Pelajar (fP) dan para pemuda Militer Akademi

(MA)

maju melawan Belanda. Di Kaliurang

Belanda mempunyai dua gedung yang menjadi pos utama. Gedung bagian

barat adalah villa kepunyaan Dr.Sukiman, sedangkan di bagian timur yaitu

Villa Argopeni kepunyaan Sri Paku Alam VITI. Dua gedung pos utama Belanda tersebut pada tanggal 11 Maret 1949 dijadikan sasaran serangan gerilya oleh para pemuda MA (Moehkardi, 1993: 242).

Sebagai orang yang bergerak di bidang militer, A.H. Nasution berpendapat bahwa perlawanan terhadap pendudukan Belanda adalah wujud perang rakyat Indonesia yang bergolak di seluruh bidang dan merata

Rutc Petjuangan Gerilya A.H. Nasution:

(36)

di daerah-daerah. Dapatlah dikatakan bahwa perjuangan mempertahankan kemerdekaan merupakan pelaksanaan perang rakyat semesta yang menolak penjajahan. Dikatakan demikian karena tidak hanya tentara saja yang berjuang, tetapi rakyat termasuk orang sipil, petani, pamong desa, buruh ikut berperan di dalamnya. Tak dapat dilupakan begitu saja peran rakyat yang ada di kota maupun di daerah pedesaan.

Jika

di kota berdiri

bangunan-bangunan rumah sakit, asrama, dan lain sebagainya, maka tempat tersebut kadang-kadang dimanfaatkan oleh para pejuang gerilya. Pemanfaatan tempat-tempat tersebut dipakai sebagai tempat bersembunyi dengan menyamar agar tidak tampak mencolok di mata musuh. Adapun pedesaan pada masa itu sangat penting untuk keperluan gerak pejuang, karena dapat sebagai tempat berlindung, bersembunyi, bemaung, menyusun rencana menghadapi musuh. Masyarakat pedesaan akan dengan suka rela membantu para gerilyawan dengan caranya sendiri misalnya merelakan tempatnya untuk kegiatan, pas, markas, menyelenggarakan dapur umum, palang merah dan kebutuhan-kebutuhan lain yang menyangkut perjuangan.

Selama pendudukan Belanda di Yogyakarta, banyak korban menimpa rakyat. Sejak tanggal 19 Desember 1948 sampai dengan

tanggal

30

Juni

1949 kerugian yang diderita rakyat meliputi korban jiwa, menderita luka-luka, orang hilang dan kerugian benda. Seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi Haminte Kata Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Sleman, Gunungkidul, Kulonprogo dan Adikarto, orang yang meninggal semasa revolusi jumlahnya ada 2718 orang, yang menderita luka-luka 736 orang, yang hilang tidak ditemukan lagi ada 539 orang dan kerugian benda mi1ik rakyat sejumlah Rp 252.684.430,- (Kementerian Penerangan, 1953: 112). Perlawanan dan pengorbanan rakyat daerah Yogyakarta dan sekitamya tak sia-sia demi untuk mempertahankan tanah tumpah darah, negara dan bangsa.

Rutc Pctjuaogan Gerilya A.H. Nasution:

(37)

BAB III

AKTIVITAS A.H. NASUTION

DI KEPURUN, KLATEN

A.

Kcpurun scbagai Mark:as Gcrilya

Kepurun, sebuah nama desa yang terletak di lereng Gunung Merapi mempunyai peranan yang culrup pen

ting

pada masa Perang Kemerdekaan II tahun 1948-1949. Desa itu oleh para pejuang dijadikan basis komando perjuangan gerilya di bawah pimpinan Kolonel A.H. Nasuti.on.

Secara

geografis,

Desa Kepurun sangat tepat untuk

digunakan

sebagai tempat persembunyian

Para

gerilyawan, mengingat letaknya di lereng

gunung

yang berbukit-bukit. Tempatnya pun culrup tersembunyi dan aman terhadap jangkauan patroli Belanda, meskipun sebenarnya Desa Kepurun tidak terlalu jauh dengan jalan raya yang menghubungkan kota Solo dan Yogyakarta di sebelah selatannya Namun Desa Kepurun menyimpan potensi pertanian yang dapat

dianda1kan

oleh gerilyawan untuk menjamin pasokan bahan makan.

Nama Kepurun, menurut cerita rakyat yang telah lama berkembang di daerah itu, sangat berkaitan dengan peristiwa yang terjadi

pada

masa lalu. Desa Kepurun telah disebut-sebut sebagai sebuah desa yang lahir lebih dahulu

daripada

desa-desa disekitarnya. Diceritakan dalam cerita rakyat itu, bahwa ketika Pangeran Diponegoro beserta para prajuritnya melakukan peperangan dengan pasukan Belanda terdesak mundur

hingga

sampai di sebelah selatan kaki Gunung Merapi. Dalam perjalannannya, Pangeran Diponegoro dengan pasukannya itu sempat beristirahat di dekat sebuah sendang (mata air).

Untuk menghilangkan rasa lelah dan haus, prajurit Pangeran Diponegoro pun mengambil air sendang itu untuk keperluan minum. Setelah para prajurit Pangeran Diponegoro meminum air sendang itu,

Rutc Perjuangan Gerilya A.H. Nasution: pada Masa Agrcsi Militer Bclanda II

(38)

- -- - - -- - - -- -- -- -·· - - - · ·

timbul keanehan. pacla diri para prajurit, seketika rasa penat

hilang

clan

timbul kembali keberaniannya untuk melakukan peperangan clengan pasukan Belancla. Melihat anak buahnya kembali bersemangat, Pangeran Diponegoro pun berkata :"Apa gelem nyerang Landa maneh? (Apakah kamu sekalian bersedia menyerang Belancla kembali?). Para prajurit pun menjawab serentak: "Purun! (Bersedia!). Konon clari kata purun itulah kemudian muncul istilah kepurun yang selanjutnya dijadikan sebuah nama clesa, yakni Desa Kepurun (Muryantoro, 1995: 73).

Secara administratif, Desa Kepurun masuk dalam wilayah Kecamatan Manisrenggo, Kabupaten Klaten. Adapun batas desa meliputi sebelah utara berbatasan clengan Desa Bawuhan, Kecamatan Kemalang. Kemudian di sebelah timur berbatasan dengan Desa Sapen clan Ngemplak, Kecamatan Manisrenggo. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Leses, Kecamatan Manisrengo, clan di sebelah barat berbatasan clengan Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman.5

Desa Kepurun yang juga merupakan nama sebuah kelurahan, mempunyai wilayah peclusunan sebanyak empat belas dusun. Aclapun nama-nama clusun di Kelurahan Kepurun yakni: Pecokan, Tarub, Kepurun, Baturan, Kepitu, Cingkrikan, Bayen, Kalilumpang, Suruh, Dliring, Dlimosari, Prembe,Jombor, dan Sangean.6

Melihat potensi pertanian Desa Kepurun, maka tidaklah mengherankan apabila Kolonel A.H. Nasution memutuskart menjadikan desa itu sebagai tempat untuk markas besarnya. Kolonel A.H. Nasuti.on pada saat itu menjabat sebagai Panglima Komanclo Jawa atau Panglima Tentara dan Teritorium Jawa (PTID). Markasnya disebut MBKD (Markas Besar Komanclo Jawa).

Kedudukan MBKD semula berada di ibukota, namun semenjak dikuasainya Yogyakarta oleh pasukan Belancla pada tanggal 19 Desember 1948, maka tempat kedudukan MBKD secara rah

Gambar

Foto 3: Rumah Bayan Tarub, Tamo Atmojo Dk. Tarub, Kel. Kepurun, Manisrenggo,  Klaten (Nasution, 1994)
Foto 5: Rumah Prawiro Harjono Dukuh Batwan,  Kel.  Kepurun, Manisrenggo, Klaten
Foto 8: Rumah Lurah Desa Banjarasri, Sastto Wihatjo Dukuh Borogunung, Kd.  Banjamsri,  Kee
Foto  9: Rumah Pak Nitirejo (Foto Th. 1949) Dk. Borogunung,  KeL  Banjarasri.  Kalibawang, Kulonprogo
+4

Referensi

Dokumen terkait