• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Skala Ruptur Lien Pada Trauma Tumpul Abdomen Yang Memerlukan Pembedahan Dan Yang Tidak Memerlukan Pembedahan Di Rsup Dr Kariadi Semarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan Antara Skala Ruptur Lien Pada Trauma Tumpul Abdomen Yang Memerlukan Pembedahan Dan Yang Tidak Memerlukan Pembedahan Di Rsup Dr Kariadi Semarang"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA SKALA RUPTUR LIEN PADA

TRAUMA TUMPUL ABDOMEN YANG MEMERLUKAN

PEMBEDAHAN DAN YANG TIDAK MEMERLUKAN

PEMBEDAHAN DI RSUP DR KARIADI SEMARANG

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

M. HASBI ASSHIDDIQI 22010110110072

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO 2014

(2)
(3)

HUBUNGAN ANTARA SKALA RUPTUR LIEN PADA TRAUMA TUMPUL ABDOMEN YANG MEMERLUKAN PEMBEDAHAN DAN YANG TIDAK MEMERLUKAN PEMBEDAHAN DI RSUP DR KARIADI SEMARANG Hasbi Asshiddiqi1, Ani Margawati2, Abdul Mughni3

ABSTRAK

Latar Belakang: Trauma tumpul abdomen merupakan salah satu dampak terbesar dari terjadinya ruptur lien. Perdarahan yang terjadi pada lien harus secepatnya dikenali dan ditangani, karena akan berdampak pada homeostasis tubuh. Penentuan skala pada ruptur lien sangat diperlukan, karena tidak semua ruptur lien perlu dilakukan tindakan pembedahan.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara skala ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen terhadap perlunya pembedahan dan terapi tanpa pembedahan di RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik menggunakan metode

cross sectional dengan sampel sebanyak 40 sampel. Data yang digunakan berupa catatan medik dan kemudian dilakukan uji statistik chi-square.

Hasil: Pada penelitian ini didapatkan 26 (65%) pasien ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen yang dilakukan tindakan pembedahan memiliki rerata skala dan standar baku sebesar 4,08 r 0,560 dengan median (minimum-maksimum) 4 (3 – 5). Sedangkan 14 (35%) pasien ruptur lien yang diberi terapi tanpa pembedahan memiliki rerata skala dan standar baku sebesar 2,50 r 0,519 dengan median (minimum-maksimum) 2,5 (2 – 3). Dari pernyataan tersebut, terdapat perbedaan bermakna antara skala ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen terhadap tindakan pembedahan maupun terapi tanpa pembedahan (p<0,001).

Kesimpulan: Terdapat hubungan antara skala ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen dengan tindakan definitif di RSUP Dr. Kariadi Semarang yaitu pada skala 4 dan 5 diperlukan tindakan pembedahan. Grading 1 dan 2 dapat diberi terapi tanpa pembedahan. skala 3 dapat diberi terapi pembedahan maupun tanpa pembedahan, tergantung pada keadaan hemodinamika dan kestabilan pasien.

Kata kunci: skala ruptur lien, trauma tumpul abdomen, pembedahan, konservatif.

1

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang 2

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

3

Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

(4)

ASSOCIATION BETWEEN SPLEEN RUPTURE GRADE IN SURGICALLY TREATED AND CONSERVATIVELY TREATED ABDOMINAL BLUNT TRAUMA IN RSUP DR. KARIADI SEMARANG

ABSTRACT

Background: Abdominal blunt trauma is one of the greatest effects of an spleen rupture. The bleeding of the spleen needs to be recognized and managed quickly, because it will give impact to body homeostasis. The grading determination in spleen rupture is really needed, because not all spleen ruptures need surgery.

Aim: This study aims to investigate the correlation between spleen rupture grading due to abdominal blunt trauma toward the necessary of surgery or non-operative treatment in Kariadi General Hospital.

Methods: This study was an observational analytic study using cross sectional method with sample size of 40 samples. Medical records were used and then analyzed with chi square statistical test.

Results: In this study, 26 patients (65%) with spleen rupture due to abdominal blunt trauma managed with surgery had average grading and standard deviation of 4,08 r 0,560, with median (minimum-maximum) 4 (3 – 5). While 14 (35%) patients with spleen rupture and without surgery had average grading and standard deviation 2,50 r 0,519 with median (minimum-maximum) 2,5 (2 – 3). From those data, there was a significant correlation between spleen rupture grading due to abdominal blunt trauma with surgery or non-operative treatment (p<0,001).

Conclusions: There was a correlation between spleen rupture grading due to abdominal blunt trauma with definitive management in Kariadi General Hospital, which is, in grade 4 and 5 surgery is needed. In grade 1 and 2 non-operative treatment may be administered. In grade 3 either surgery or non-operative treatment may be given, depending on the patients’ hemodynamic condition and stability.

Keywords: spleen rupture grading, spleen rupture scale, abdominal blunt trauma, surgery, conservative.

(5)

PENDAHULUAN

Dewasa ini kemajuan teknologi automotif dan pengguna kendaraan bermotor semakin meningkat pesat.1 Trauma akibat kecelakaan bermotor merupakan penyebab kematian nomor empat di Indonesia, tetapi pada usia produktif merupakan penyebab kematian utama.2Menurut data World Health Organization

(WHO) tahun 2011 menyebutkan sebanyak 67% korban kecelakaan lalu lintas berada pada usia produktif yaitu pada umur 22 – 50 tahun.1,3

Trauma abdomen merupakan salah satu dampak terbesar dari kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.4Ruptur lien terjadi pada 40-55% dari semua trauma tumpul abdomen.5 Ruptur lien terjadi akibat adanya deselerasi cepat, kompresi, transmisi energi melalui dinding dada posterolateral lalu menuju lien, atau bisa juga akibat fraktur iga sekitar yang menusuk ke dalam sehingga mengenai lien.6

Lien memiliki fungsi yang sangat penting bagi tubuh bekerja sebagai reservoar cadangan darah, penghasil respon imun spesifik, fagositosis zat-zat asing yang ada di dalam sirkulasi dan penghancuran eritrosit tua.2 Lien secara fisiologis diedari darah sampai 350 liter sehari, sehingga apabila terjadi ruptur lien kondisi tersebut sangat berbahaya bagi tubuh karena dapat terjadi perdarahan yang sangat hebat.7

Penentuan skala digunakan untuk memperoleh informasi obyektif karena tidak semua ruptur lien perlu dilakukan tindakan pembedahan, CT scan merupakan pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menentukan grading ruptur lien.8,9 Penanganan ruptur lien yang terlambat memiliki angka kematian yang relatif tinggi (5-15%).10

METODE

Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Rekam Medik RSUP Dr Kariadi Semarang bulan Juni 2014. Responden dipilih dengan cara consecutive sampling. Data diperoleh dari

(6)

Rekam Medik pasien menjalani terapi definitif, pembedahan.

Pada penelitian ini didapatkan pada periode Januari 2007 kriteria eksklusi terdapat inklusi dan dijadikan sebagai Kriteria inklusinya adalah tumpul abdomen yang telah medik yang lengkap sedangkan

trauma tumpul abdomen meninggal sebel Variabel bebas penelitian

abdomen dengan variabel

pembedahan. Analisis data dilakukan menggunakan uji

HASIL

Karakteristik dan Distribusi Responden Didapatkan 40 jumlah pasien

Dr. Kariadi Semarang,

banyak dibandingkan pasien perempuan sebanyak 7

Gambar 1.Distribusi pasien ruptur lien a berdasarkan je

17,5

pasien ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen yang definitif, yaitu terapi pembedahan maupun terapi

nelitian ini didapatkan 43 kasus ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen Januari 2007 – November 2013. Jumlah pasien yang

terdapat 3 pasien dan terdapat 40 pasien yang termasuk sebagai sampel penelitian.

inklusinya adalah pasien yang mengalami ruptur lien akibat yang telah dilakukan tindakan definitif yang memiliki sedangkan kriteria eksklusi yaitu pasien ruptur lien trauma tumpul abdomen meninggal sebelum diberi tindakan definitif.

penelitian ini adalah skala ruptur lien pada trauma abel terikat adalah tindakan pembedahan dan terapi . Analisis data dilakukan menggunakan uji Chi-Square.

Distribusi Responden

mlah pasien ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen Semarang, didapatkan 33 pasien laki-laki (82,5%) adalah

ngkan pasien perempuan sebanyak 7 pasien (17,5%).

Distribusi pasien ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen berdasarkan jenis kelamin di RSUP Dr. Kariadi Semarang

82,5% 17,5%

laki-laki perempuan

yang telah maupun terapi tanpa

tumpul abdomen yang termasuk termasuk kriteria

lien akibat trauma miliki catatan ruptur lien akibat

trauma tumpul dan terapi tanpa

abdomen di RSUP (82,5%) adalah lebih

rauma tumpul abdomen perempuan

(7)

Berdasarkan terapi yang

pasien dilakukan terapi pembedahan tanpa pembedahan (konservatif). abdomen yang diberi terapi 18 pasien pada skala 4, 5 pa ada (0%) pasien yang dilakukan dilakukan pada 7 pasien

sedangkan pada skala 1, pembedahan.

Gambar 3.Distribusi pasien berdasarkan

Hubungan jenis kelamin dengan tindakan definit

Hasil uji analisis didapatkan pembedahan yaitu 19 (73, Sedangkan pasien yang (100%) pasien laki-laki menunjukan bahwa pada Karena nilai p < 0,05,

hubungan yang bermakna antara jenis kelam 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 skala 1 skala 2

terapi yang diberikan, dari 40 (100%) pasien sebanyak 26 terapi pembedahan dan 14 (35%) pasien lainnya diberi pembedahan (konservatif). Pada pasien ruptur lien akibat trauma

diberi terapi pembedahan sebanyak 3 pasien berada pada 4, 5 pasien pada skala 5, sedangkan pada skala 1 dan 2 yang dilakukan terapi pembedahan. Terapi tanpa pembedahan

pasien yang termasuk pada skala 2, 7 pasien pada 1, 4 dan 5 tidak ada (0%) pasien yang diberi terapi

Distribusi pasien berdasarkan terapi yang diberikan di RSUP Dr. Kariadi Semarang

Hubungan jenis kelamin dengan tindakan definitif

s didapatkan frekuensi jenis kelamin terhadap

19 (73,1%) pasien laki-laki dan 7 (26,9%) pasien perempuan. yang diberi terapi tanpa pembedahan (konservatif)

laki dan pada pasien perempuan tidak ada (0%). bahwa pada uji Fisher variabel jenis kelamin memiliki p 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak rmakna antara jenis kelamin dengan tindakan definitif.

skala 2 skala 3 skala 4 grade 5

pembedahan tanpa pembedahan

sebanyak 26 (65%) lainnya diberi terapi trauma tumpul berada pada skala 3, 1 dan 2 tidak tanpa pembedahan pasien pada skala 3, diberi terapi tanpa

rapi yang diberikan di

terhadap tindakan pasien perempuan. (konservatif) yaitu 14 (0%). Tabel 6 memiliki p = 0,075. bahwa tidak terdapat

finitif. pembedahan tanpa pembedahan

(8)

Tabel 1. Sebaran Jenis kelamin terhadap tindakan definitif Variabel Jenis kelamin Kelompok P Tindakan pembedahan Tanpa pembedahan Laki-laki 19 (73,1%) 14 (100%) 0,075¥ Perempuan 7 (26,9%) 0 (0%) ¥ Uji Fisher

Hubungan umur pasien dengan tindakan definitif

Hasil uji analisis didapatkan rerata umur dan standar baku pada kelompok yang dilakukan tindakan pembedahan sebesar 28,58 r 13,735 dengan median (minimum-maksimum) 25,00 (14-70). Sedangkan rerata umur dan standar baku pada pasien yang diberi terapi tanpa pembedahan sebesar 32,93 r 14,457 dengan median (minimum-maksimum) 33,00 (16-61). Tabel tersebut menunjukan bahwa pada uji Mann-Whitney sebaran umur pasien terhadap tindakan pembedahan maupun terapi tanpa pembedahan memiliki nilai p = 0,314. Karena nilai p < 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara umur pasien dengan tindakan pembedahan maupun terapi tanpa pembedahan.

Tabel 2.Sebaran umur pasien dengan tindakan definitif Variabel umur n Median (minimum-maksimum) Rerata rs.b. p tindakan pembedahan 26 25,00 (14-70) 28,58 r13,735 0,314€ terapi tanpa pembedahan 14 33,00 (16-61) 32,93 r14,457 € Uji Mann-Whitney

Hubungan kejadian multiple trauma dengan tindakan definitif

Hasil uji statistik mengenai hubungan multiple trauma terhadap tindakan pembedahan maupun terapi tanpa pembedahan di RSUP Dr. Kariadi Semarang ditunjukan pada tabel 8. Diketahui dari 19 (73,1%) pasien yang mengalami multiple trauma dan sebanyak 7 (26,9%) pasien tidak mengalami multiple trauma

(9)

dilakukan tindakan berupa pembedahan. Sedangkan 10 (71,4%) pasien yang mengalami multiple trauma dan 4 (28,6%) pasien yang tidak mengalami multiple trauma diberikan terapi tanpa pembedahan. Tabel tersebut menunjukan bahwa pada uji Fisher variabel kejadian multiple trauma memiliki p = 1,000. Karena nilai p < 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian multiple trauma dengan tindakan pembedahan maupun tanpa pembedahan.

Tabel 3. Hubungan multiple trauma dengan tindakan definitif

Multiple Trauma

Kelompok

P Tindakan

pembedahan Tanpa pembedahan

n % n % Ada 19 73,1% 10 71,4% 1,000¥ Tidak 7 26,9% 4 28,6% Total 26 100% 14 100% ¥ Uji Fisher

Hubungan skala ruptur lien dengan tindakan definitif

Tabel 4.Uji normalitas skala ruptur lien terhadap tindakan definitif

Kelompok p

Tindakan pembedahan 0,000*

Tanpa pembedahan 0,000*

*Uji Shapiro Wilk

Hasil uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro Wilk didapatkan nilai p < 0,05 sehingga data berdistribusi tidak normal. maka uji yang digunakan adalah uji non parametrik dengan menggunakan uji Mann-Whitneysebagai berikut:

Tabel 5.Hubungan skala ruptur lien terhadap tindakan definitif

Kelompok n Mean rs.b. Median

(min-maks) p Tindakan pembedahan 26 4,08 r0,560 4 (3 – 5) 0,000 € Tanpa pembedahan 14 2,50 r0,519 2,5 (2 – 3) €

(10)

Hasil uji statistik mengenai hubungan antara skala ruptur lien dengan tindakan pembedahan maupun terapi tanpa pembedahan di RSUP Dr. Kariadi Semarang ditunjukan pada tabel 10. Diketahui dari 26 pasien ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen yang dilakukan tindakan pembedahan memiliki rerata skala dan standar baku sebesar 4,08 r 0,560 dengan median (minimum-maksimum) 4 (3 – 5). Sedangkan dari 14 pasien ruptur lien yang diberi terapi tanpa pembedahan memiliki rerata grading dan standar baku sebesar 2,50 r 0,519 dengan median (minimum-maksimum) 2,5 (2 – 3). Tabel 10 menunjukan bahwa pada uji Mann-Whitney, diperoleh angka p < 0,001. Karena nilai p < 0,05, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara skala ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen terhadap tindakan pembedahan maupun terapi tanpa pembedahan.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukan sebagian besar sampel sebanyak 26 (65%) pasien dilakukan tindakan pembedahan. Hasil tersebut sesuai dengan teori sebelumnya, Irene winata dan Thomas menyebutkan bahwa sebagian besar cedera pada kavum abdomen bersifat operatif sehingga perlu tindakan segera dalam menegakan diagnosis dan mengirim pasien ke ruang operasi.11

Meskipun secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan tindakan definitif pada pasien ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen, tetapi dari data diketahui bahwa pasien laki-laki jumlahnya lebih banyak dibandingkan pasien perempuan. Dari 40 jumlah pasien ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen didapatkan 33 (82,5%) pasien laki-laki adalah lebih banyak dibandingkan pasien perempuan sebanyak 7 (17,5%) pasien. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya, Hunaina al-kindi menyebutkan bahwa dari 17 pasien ruptur lien akibat trauma abdomen, sebagian besar sebanyak 13 (76%) pasien diantaranya berjenis kelamin laki-laki dan 4 (24%) pasien lainnya berjenis kelamin perempuan. Hal ini mungkin berhubungan dengan tingginya kegiatan dalam olahraga, berkendara dan bekerja kasar pada laki-laki.12,13 Selain itu, pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang

(11)

bermakna antara kejadian multiple trauma terhadap tindakan definitif yang diberikan. Ternyata terjadinya cedera pada organ lain tidak berpengaruh pada tindakan defnitif yang akan diberikan pada organ lien. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Eskandarlou dkk yang menyatakan bahwa kejadian multiple trauma dapat mempengaruhi lama tinggal di rumah sakit 3 sampai 15 hari lebih lama.14

Terapi pembedahan yang diberikan dari 26 pasien didapatkan hasil sebanyak 19 (73,1%) pasien laki-laki dan 7 (26,9%) pasien perempuan. Sebanyak 3 pasien berada pada skala 3, 18 pasien pada skala 4, 5 pasien pada skala 5, sedangkan pada skala 1 dan 2 tidak ada (0%) pasien yang dilakukan terapi pembedahan. Tindakan pembedahan seluruhnya dilakukan pada pasien yang mengalami ruptur lien yang memiliki skala 3 sampai dengan skala 5. Hal itu sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh K Tan, dkk yang menyatakan dari 42 pasien ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen sebanyak 11 pasien dilakukan tindakan pembedahan. Pada penelitian tersebut tidak ada pasien (0%) yang termasuk dalam skala 1, sedangkan sebanyak 1 (9,1%) pasien yang termasuk skala 2, 3 (27,3%) pasien termasuk skala 3, 6 (54,5%) pasien termasuk skala 4 dan 1 (9,1%) pasien termasuk skala 5. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa sebagian besar pasien yang diberi tindakan pembedahan memiliki skala 3 sampai dengan 5.15 Hal ini didukung oleh penelitian M Heuer dan Taeger di Universitas Saarlandes Austria yang menyatakan dari 1.630 pasien ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen sebanyak 758 pasien dilakukan tindakan pembedahan yang seluruhnya merupakan skala 4 dan 5.16 Terapi pembedahan pada lien diberikan kepada pasien yang mengalami hemodinamika yang tidak stabil dan mengalami perdarahan. Perdarahan merupakan hal yang paling memerlukan perhatian karena besarnya jumlah darah yang terkandung di dalam organ lien.17

Terapi tanpa pembedahan terhadap organ lien pada penelitian ini terdapat 14 (35%) pasien yang seluruhnya adalah 14 (100%) pasien laki-laki. Terapi tanpa pembedahan dilakukan pada 7 pasien yang termasuk pada skala 2, 7 pasien pada skala 3, sedangkan pada skala 1, 4 dan 5 tidak ada (0%) pasien yang diberi terapi tanpa pembedahan. Terapi tanpa pembedahan seluruhnya dilakukan terhadap

(12)

pasien ruptur lien yang termasuk pada skala 2 dan 3. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya, Miklosh Bala dkk menyebutkan bahwa dari 64 pasien ruptur lien akibat trauma yang telah diteliti, sebagian besar terapi tanpa pembedahan dilakukan pada pasien yang termasuk pada skala 1, 2 dan 3.18 Sebagaimana disebutkan dalam penelitian sebelumnya di Singapura bahwa dari 31 pasien ruptur lien akibat trauma tumpul yang dilakukan terapi tanpa pembedahan, sebanyak 24 (77,4%) pasien sebagian besar termasuk pada skala 1 sampai dengan 3 (p=0,006).16 Penatalaksanaan ruptur lien tanpa pembedahan dilakukan pada pasien yang sadar, mengalami hemodinamika stabil, dan tanpa adanya cedera serius pada cedera abdomen.19

Berdasarkan penelitian ini, secara statistik menunjukan bahwa didapatkan hubungan yang bermakna antara skala ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen terhadap tindakan definitif yang diberikan. Hal ini dinyatakan dalam data, yaitu pada skala 4 dan 5 dibutuhkan terapi pembedahan untuk menyelamatkan lien. Sedangkan pada skala 1 dan 2 terapi yang diberikan merupakan terapi tanpa pembedahan (konservatif). Sedangkan pada skala 3 terapi yang diberikan dapat berupa terapi pembedahan maupun terapi tanpa pembedahan, tergantung pada keadaan hemodinamika dan kestabilan pasien tersebut.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu dalam mendapatkan data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan penelitian. Hal ini disebabkan karena data yang diperoleh dari pelaporan orang yang mengalami trauma tumpul abdomen, kesadaran masyarakat untuk memeriksa pada skala ringan belum menjadi hal yang penting. Selain itu, data yang digunakan berupa data sekunder yaitu catatan medik yang tidak semua data yang diperlukan dalam penelitian ini tercantum dengan lengkap. Hasil pemeriksaan, terapi yang telah diberikan kepada pasien merupakan hal penting untuk pasien maupun untuk data rekam medik rumah sakit.

(13)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara skala ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen terhadap tindakan definitif. Pada skala 4 dan 5 diperlukan tindakan pembedahan, skala 1 dan 2 diberikan terapi tanpa pembedahan, skala 3 dapat diberi terapi pembedahan maupun terapi tanpa pembedahan tergantung pada keadaan hemodinamika dan kestabilan pasien.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara skala ruptur lien akibat trauma tumpul abdomen dengan menggunakan metode yang berbeda. Selain itu perlu diperhatikan kelengkapan data rekam medis berupa hasil pemeriksaan dan terapi yang telah diberikan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada dr. Abdul Mughni,Msi.Med, Sp.B-KBD dan Dra. Ani Margawati M.kes, Ph.D yang telah memberikan saran-saran dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada dr. B.Parish Budiono,Msi.Med, Sp.B-KBD selaku ketua penguji dan Dr.dr. Selamat Budijitno,M.Si.Med,Sp.B(K)Onk selaku penguji, serta pihak-pihak lain yang telah membantu hingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Intelijen Negara 2013. Kecelakaan Lalu Lintas Menjadi Pembunuh Besar Ketiga. [cited.2014 Jan 14]. Available from: http://www.bin.go.id/awas/detil/197/4/21/03/2013/kecelakaan-lalu-lintas-menjadi-pembunuh-terbesar-ketiga.

2. Sjamsuhidajat, de jong. Buku ajar ilmu bedah.ed.3.Jakarta. EGC; 2010. 3. Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. ed.31. Jakarta. EGC;

2010.

4. Kochar SK. Principles & Practice of Trauma Care. ed.2. India. India; 2013. 5. Gouhua Li, Susan P. Baker. Injury Research Theories, methodes and

approaches. New York. Springer; 2012.

6. Townsend, Courtney M,et al. Buku Saku Ilmu Bedah Sabiston.ed.17 dst. Jakarta. EGC; 2010.

7. Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Unversitas Diponegoro. Lecture Notes Histologi I.Semarang. FK UNDIP; 2011.

8. I Seymour, Schwartz. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta. EGC;2000. 9. Ade Sigit, Mayangkoro. Skoring trauma pada pasien trauma multipel dengan

metode Trauma multipel dengan metode Trauma and Injury Severity Score di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta Juli 2004-Januari 2005. Universitas Gadjah Mada; 2005.

10. Hong Kong Journal of Emergency Medicine. Delayed rupture of occult

splenic injury. Available from:

http://hkcem.com/html/publications/Journal/2003-3/p188-190.pdf.

11. Irene Winata, Thomas F, Nealon. Keterampilan Pokok Ilmu Bedah. Jakarta. EGC; 1996.

12. Suri Mudrikha. Trauma Limpa. 2011. [cited.2014 Jan 29]. Available from: http://id.scribd.com/doc/46630957/Trauma-Limpa.

13. Hunaini al-kindi. Splenic Pathology in Traumatic Rupture of the Spleen: A Five Year Study. 2009. [cited.2014 Juli 10]. Available from:

(15)

http://www.omjournal.org/OriginalArticles/PDF/200904/SplenicPathologyin TraumaticRupture.pdf.

14. Derakhsanhfar A, Eskandarlou M. ntroduction of a simple technique for partial splenectomy in multiple trauma patients. 2013. [cited.2014 Juli 10]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24693413.

15. Tan K. Management of Isolated Splenic Injuries after Blunt Trauma: An Institution’s Experience Over 6 Years. 2011. [cited.2014 Juli 8]. Available from: http://www.e-mjm.org/2010/v65n4/Splenic_Injuries.pdf.

16. Taeger G, Heuer M, dkk. No further incidence of sepsis after splenectomy for severe trauma: a multi-institutional experience of the trauma registry of the DGU with 1,630 patients. 2010. [cited.2014 Juni 29]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3351995/.

17. Billie Frensebner, Barbara J Gruendmann. Keperawatan Perioperatif. ed.2. Jakarta. EGC; 2005.

18. Miklosh Bala MD. Blunt Splenic Trauma: Predictors for Successful Non-Operative Management. 2007. [cited.2014 Juni 29]. Available from: https://www.ima.org.il/FilesUpload/IMAJ/0/47/23813.pdf.

19. Lane, Robert. Schein’s Common Sense Emergency Abdominal Surgery. ed.3. Canada. Springer; 2010.

Gambar

Gambar 1. Distribusi pasien ruptur lien a berdasarkan je
Gambar 3. Distribusi pasien berdasarkan
Tabel 2. Sebaran umur pasien dengan tindakan definitif Variabel umur n Median  (minimum-maksimum) Rerata  r s.b
Tabel 4. Uji normalitas skala ruptur lien terhadap tindakan definitif

Referensi

Dokumen terkait

Selain mempergunakan alat jepret untuk kertas atau steples$ dapat pula menggunakan mesin penjilid khusus terutama untuk buku atau diklat yang mempunyai ketebalan tertentu yang

Pengalaman menghidupkan kota Jakarta dengan warna-warni yang cerah serta melihat senyum wajah-wajah ceria yang terpancar dari para peserta berkat dukungan CIMB

Anak juga merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus cita- cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan Nasional.Anak adalah

Obat tradisional yang digunakan pada praktek pengobat tradisional di wilayah Purwokerto paling banyak digunakan untuk terapi kelainan jantung dan pembuluh darah (20,30%),

Meningkatnya impor beras, terutama beras organik dari Indonesia ke Italia dan negara- negara Eropa lain yang memiliki konsumsi besar terhadap bahan makanan organik

Dengan menggunakan istilah “ pesantren” bagi nam a lembaganya, yang pada hakikatnya tidak berbeda dengan sistem m adrasah yang dikelola secara klasikal,

retoričko naslijeđe koje se temelji na pristupu poznatih komunikacijskih znanstvenika i njihovim gledištima, a seže od antike u kojoj je neverbalna komunikacija