• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENJADI ANGGOTA TIM TEKNIS OPERATOR ALAT SENSOR TAYANGAN PROGRAM ACARA TELEVISI DI LEMBAGA SENSOR FILM (LSF)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENJADI ANGGOTA TIM TEKNIS OPERATOR ALAT SENSOR TAYANGAN PROGRAM ACARA TELEVISI DI LEMBAGA SENSOR FILM (LSF)"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

MENJADI ANGGOTA TIM TEKNIS OPERATOR

ALAT SENSOR TAYANGAN PROGRAM ACARA TELEVISI

DI LEMBAGA SENSOR FILM (LSF)

LAPORAN KULIAH KERJA PROFESI

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan menempuh Kuliah Kerja Profesi (KKP)

Progam Studi Televisi dan Film Jurusan Seni Media Rekam

Oleh:

BAYU ANDRIAN PAMUNGKAS NIM. 14148104

FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

INSTITUT SENI INDONESIA

SURAKARTA

2020

(2)

ii LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KULIAH KERJA PROFESI (KKP) MENJADI ANGGOTA TIM TEKNIS OPERATOR

ALAT SENSOR TAYANGAN PROGRAM ACARA TELEVISI DI LEMBAGA SENSOR FILM (LSF)

Diajukan oleh: Bayu Andrian Pamungkas

NIM. 14148104

Telah disetujui dan disahkan Laporan Kuliah Kerja Profesi Surakarta, 9 September 2020 Mengetahui, Dosen Pembimbing Drs. Achmad Sjafi’i, M.Sn. NIP. 195705271985031002 Menyetujui,

Ketua Jurusan Seni Media Rekam

Sri Wastiwi Setiawati, S.Sn., M.Sn. NIP. 197505252005012003

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maka Esa atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Kuliah Kerjas Profesi (KKP) sebagai bagian dari tim teknis di Lembaga Sensor Film. Kuliah Kerja Profesi (KKP) memberikan banyak maanfaat bagi penulis. Ilmu pengetahuan dan pengalaman berhasil diraih penulis selama dua bulan pelaksanaan.

KKP di Lembaga Sensor Film dapat dilaksanakan dengan lancer karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Achmad Sjafi’i, M.Sn., yang telah bersedia membimbing penulis dalam pembuatan proposal hingga laporan KKP.

2. Dewa Ayu Oka S., selaku HRD, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan kegiatan KKP di Lembaga Sensor Film.

3. Akmal Prathama F., selaku pembimbing lapangan yang telah bersedia membimbing penulis selama proses pelaksaan KKP di Lembaga Sensor Film. 4. Kedua orang tua beserta keluarga yang selalu memberikan dukungan materi maupun moral kepada penulis selama proses pelaksanaan KKP berlangsung. 5. Teman-teman Program studi Televisi dan Film, terutama angkatan 2014 yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis selama pelaksanaan KKP.

6. Semua pihak yang telah membantu penulis selama pelaksanaan KKP, mulai dari penyusunan proposal KKP, pelaksanaan KKP hingga penyusunan laporan KKP.

(4)

iv

Laporan KKP ini masih jauh dari sempurna, masih banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka bagi krtitik dan saran yang bersifat membangun. Semoga laporan KKP ini dapat bermanfaat bagi pembaca, penulis dan semoga dapat memberikan dorongan penulis untuk bisa membuat karya tulis yang lebih baik lagi di masa yang akan dating.

Surakarta, 9 September 2020

(5)

v DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN……….…ii

KATA PENGANTAR………...…..………...iii

DAFTAR ISI...v

DAFTAR GAMBAR ……….…vi

BAB I PENDAHULUAN………...………..…1

A. Latar Belakang………...1

B. Tujuan………...2

C. Manfaat……….2

D. Waktu Pelaksana…...………..…...3

E. Lokasi Kuliah Kerja Profesi………..………...…....4

BAB II MATERI DAN METODE KULIAH KERJA PROFESI…………...5

A. Materi Kuliah Kerja Profesi……….……...5

B. Metode KKP……….…9

1. Pengumpulan Data Primer………...…………...9

a. Observasi Partisipasi………9

b. Wawancara………..……...10

2. Pengumpulan Data Sekunder……….10

a. Dokumen………....10

BAB III PELAKSANAAN KULIAH KERJA PROFESI………...……….12

A. Data Lembaga Kuliah Kerja Profesi………..…12

1. Visi dan Misi Lembaga Sensor Film (LSF)……….………..13

a. Visi………...13

b. Misi………....13

2. Struktur Organisasi LSF………...….15

3. Sensor Program Acara Televisi di LSF………...15

B. Pelaksanaan Kuliah Kerja Profesi………...…17

1. Adaptasi dan Penugasan………....17

2. Realisasi Kegiatan Kuliah Kerja Profesi………...18

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN………..27

A. Kesimpulan……….……….……...27

B. Saran...28

DAFTAR PUSTAKA………...30

(6)

vi DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kantor Lembaga Sensor Film………..4

Gambar 2. Logo Lembaga Sensor Film ……….……….12

Gambar 3. Struktur Organisasi LSF………15

Gambar 4. Contoh Daftar Hasil Sensor………...16

Gambar 5. Loket administrasi pendaftaran sensor………..19

Gambar 6 Tempat antre loket administrasi………19

Gambar 7. Penulis sedang bertugas sebagai operator alat sensor………...20

Gambar 8. Tempat duduk anggota dan tenaga sensor...21

Gambar 9. Ruangan sensor program acara televisi...21

Gambar 10. Layar penampil video………..22

Gambar 11. Contoh DVD program acara televisi………...22

Gambar 12. Pemutar DVD sensor………...23

Gambar 13. Anggota dan tenaga sensor………...24

Gambar 14. Simulasi tarif sensor………25

Gambar 15. Ruangan server...25

(7)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, mahasiswa kini tidak hanya memiliki kewajiban untuk belajar. Mempraktikkan ilmu yang telah dimiliki merupakan salah satu tujuan program KKP. Salah satu upaya untuk mengasah kemampuan hardskill maupun softskill mahasiswa dalam penerapan bekerja secara professional, dapat dilakukan melalui kegiatan KKP. Kekuatan mental dan kemampuan mengolah rasa mahasiswa dapat diketahui melalui kegiatan lapangan ini.

Pelaksanaan KKP dilaksanakan di Lembaga Sensor Film (LSF) atau badan usaha swasta yang bergerak dalam bidang teknis sebagai operator alat sensor. KKP ini dilaksanakan oleh penulis ketika sudah menempuh mata kuliah sebanyak 100 SKS dan pelaksanaan KKP dilaksanakan pada semester tujuh. Lembaga Sensor Film (LSF) adalah lembaga yang bersifat tetap dan independen, berkedudukan di Ibu kota Negara Republik Indonesia, bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan), sebagaimana ditegaskan dalam UU Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman.

LSF bertugas melakukan penyensoran yaitu melakukan penelitian dan penilaian terhadap judul, tema, gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan suatu film dan iklan film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada masyarakat. Sejalan dengan tugas tersebut, LSF mempunyai fungsi perlindungan

(8)

2

terhadap masyarakat, penyusunan pedoman, sosialisasi, perbantuan dan pemantauan tentang beberapa hal yang berkaitan dengan sensor film yang akan dipertunjukkan kepada publik. 1Dengan arahan secara akademis, penulis mendapatkan pengalaman berharga dari pelaksanaan KKP ini.

B. Tujuan

Kegiatan KKP Prodi Televisi dan Film ISI Surakarta di Lembaga Sensor Film (LSF) bertujuan untuk :

1. Menerapkan dan meningkatkan ilmu pengetahuan pada bidang sensor program acara TV.

2. Mengetahui sekaligus mengalami suasana kerja secara langsung di bidang sensor program acara TV.

3. Mengetahui sistem manajemen dan standar operasional prosedur sensor.

C. Manfaat

Kegiatan Kulia Kerja Profesi di di Lembaga Sensor Film (LSF) diharapkan dapat memberikan manfaat baik kepada mahasiswa, lembaga pendidikan, maupun dunia industri.

1. Bagi Mahasiswa

a. Pembekalan terhadap mahasiswa untuk menjadikan seorang yang berpotensi, kompeten, dan professional dalam bidang sensor TV agar siap memasuki dunia kerja.

1

Heru Erwanto. 2011. Sensor Film di Indonesia dan Permasalahannya dalam Persperktif Sejarah (1945-2009). Bandung

(9)

3

b. Mahasiswa dapat mempersiapkan diri secara mental, fisik, dan kualitas dalam rangka menghadapi persaingan kerja yang semakin kompetitif. c. Menumbuhkan rasa semangat pada mahasiswa untuk dalam mencari ilmu

dan pengetahuan untuk bekal masa depan.

2. Bagi Peguruan Tinggi

a. Merupakan salah satu evaluasi terhadap kurikulum yang sudah diterapkan kepada mahasiswa selama enam semester.

b. Memperoleh informasi dari lembaga sensor tentang kompetensi dan kualifikasi SDM yang dibutuhkan.

c. Sebagai jembatan kerja sama antara lembaga pendidikan dengan pihak LSF.

3. Bagi Lembaga Sensor Film (LSF)

a. Menjadikan referensi calon tenaga terdidik yang diperlukan di bidangnya. b. Mendapatkan tenaga berkompetensi pada bidangnya untuk turut

memahami bidang sensor program acara TV.

D.Waktu Pelaksanaan

Pelaksanaan KKP berlangsung selama dua bulan dimulai pada tanggal 6 November 2017 – 5 Januari 2018 dengan ketentuan masuk enam hari kerja dalam seminggu. Sesuai dengan sistem kerja di Lembaga Sensor Film (LSF) pelaksanaan jam kerja sebagai berikut :

Hari Kerja : Senin s.d. Jumat

(10)

4 E.Lokasi Kuliah Kerja Profesi

Gambar 1. Kantor Lembaga Sensor Film (Sumber: kanalaceh.com, 2017)

Nama instansi / perusahaan : Lembaga Sensor Film

Bidang kerja / divisi : Tim teknis (operator alat sensor)

Alamat : Jln. M.T. Haryono Kavling 47-48, Jaksel 12770 Telepon : (021)790271-79191129

(11)

5 BAB II

MATERI DAN METODE KULIAH KERJA PROFESI

A. Materi Kuliah Kerja Profesi

Di Indonesia terdapat sebuah lembaga khusus yang bernama LSF yakni Lembaga Sensor Film. Lembaga yang berkantor di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan ini, memiliki tugas untuk menyaring dan memberikan sensor dari sebuah tayangan program TV yang akan disiarkan dan film yang akan ditayangkan di bioskop seluruh Indonesia. Walaupun lembaga ini relatif jarang terliput oleh media, namun tugas dan fungsinya cukup vital dalam menjalankan amanat Undang-undang No. 33 Tahun 2009 tentang perfilman.

Dalam prosesnya, LSF akan menerima sebuah pendaftaran yang dilakukan oleh pihak stasiun televisi dan pembuat film. Kemudian pihak stasiun televisi dan pembuat film akan memberikan permintaan kategori film yang dibuatnya. Langkah berikutnya, tayangan program acara televisi dan film yang telah didaftarkan akan dibawa ke sebuah ruangan sensor dan akan diteliti oleh kurang lebih sebanyak enam komisi. Keenam komisi ini memiliki tugasnya masing-masing yakni;

1. Bidang penyensoran

2. Bidang evaluasi dan hukum 3. Bidang hubungan antarlembaga 4. Bidang Dialog

(12)

6

6. Bidang Pemantauan

Selama proses penyensoran film, ketua dan wakil ketua komisi LSF pun juga diharuskan untuk turut hadir. Lembaga ini juga tidak hanya bertugas untuk melakukan sensor terhadap program acara TV dan film saja, namun juga memberikan penyensoran terhadap tayangan iklan dan videoklip musik.

Jika pihak LSF menemukan adanya unsur yang tidak sesuai dengan kategori yang diajukan, maka pihak LSF akan memberikan opsi kepada pihak stasiun televisi dan pembuat film untuk mengganti adegan-adegan yang tidak sesuai dengan kategori yang dimintakannya. Namun jika pihak stasiun televisi dan pembuat film ingin salah satu adegan yang ada di film tersebut untuk tidak diganti maka LSF akan memberikan opsi untuk mengganti kategori umur filmnya. Hal ini dilakukan agar tayangan program acara TV dan film yang nanti ditonton oleh masyarakat sesuai dalam kategori usia yang telah ditentukan.

Pelayanan administrasi penyensoran ditangai oleh sub bagian fasilitasi proses penyensoran. Adapun alur prosesnya adalah sebagai berikut:

1. Pemohon (Stasiun TV, Production House, Instansi Pemerintah, Komunitas, dll) yang akan menyensorkan film dan atau iklan film mengambil nomor antrian.

2. Pemohon mengajukan permohonan sensor dengan mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan oleh Lembaga Sensor Film (LSF) melalui loket pendaftaran (1), dengan melampirkan dokumen-dokumen antara lain: Sinopsis, daftar crew, daftar permain, foto copy IUP (Izin Usaha

(13)

7

Perfilman), surat keterangan dari BPOM dan surat izin edar berdasarkan Permenkes Nomor 76 Tahun 2013 (untuk iklan produk obat-obatan dan kosmetik).

3. Petugas pendaftaran menerima surat permohonan dan mengecek kelengkapan persyaratan permohonan sensor.

4. Setelah dicek kelengkapan persyaratan permohonan sensor tersebut, akan diverifikasi oleh Kepala Sub Bagian Fasilitasi Proses Penyensoran dan dinyatakan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan, kemudian surat tersebut akan dibubuhi paraf.

5. Petugas pendaftaran akan membuat Bukti Proses Sensor/ BKRV, kemudian akan ditandatangani oleh Kepala Sekretariat.

6. Surat Bukti Proses Sensor/ BKRV, akan diberikan kepada pemohon untuk melanjutkan ke loket pengukuran dengan terlebih dahulu mengambil nomor antrian.

7. Pemohon mengambil nomor antrian pengukuran. Lalu Pemohon menyampaikan dokumen (Bukti Proses Sensor dan materi sensor yang akan diukur) dengan nomor urut antrian, melalui loket pengukuran.

8. Setelah melakukan pengukuran materi sensor, pemohon akan melakukan pembayaran materi sesuai dengan durasi yang telah diukur oleh petugas pengukuran.

9. Petugas kasir akan menyerahkan kuitansi pembayaran kepada petugas pembuat Berita Acara Penyensoran (BAP).

(14)

8

diserahkan kepada petugas penjadwalan sensor, setelah diverifikasi oleh Kepala Sub Bagian Fasilitasi Penyensoran.

11.Petugas penjadwalan sensor mendistribusikan BAP dan materi sensor ke ruang sensor.

12.Kelompok penyensor yang terdiri dari Anggota dan Tenaga Sensor melaksanakan proses penyensoran.

13.Ketua Tim sensor akan membuat keputusan hasil sensor yang dituliskan dan ditandatangani dalam BAP.

14.Setelah proses sensor dilakukan oleh kelompok penyensor dan dinyatakan lulus atau tidak lulus, selanjutnya petugas membuat STLS atau STTLS kemudian ditandatangani oleh Ketua LSF.

15.Materi yang lulus sensor dengan revisi akan dibuatkan pertelaan, yang selanjutnya diberikan kepada pemohon untuk dilakukan revisi materi sensor dan yang tidak lulus sensor akan diberikan Surat Tanda Tidak Lulus Sensor (STTLS).

16.Materi film dan atau iklan film yang direvisi, akan disensor ulang untuk mendapatkan STLS (Surat Tanda Lulus Sensor).

17.LSF juga membuka ruang dialog bagi para pemilik film untuk mendiskusikan film dan atau iklan film yang lulus dengan revisi (proses dialog dan penyensoran ulang tidak dikenakan biaya apapun).

(15)

9 B. Metode KKP

Metode Kuliah Kerja Profesi menggunakan pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Kedua metode ini saling berkaitan dan mendukung. Selengkapnya penjabaran keduanya sebagai berikut :

1. Pengumpulan Data Primer

Proses Kuliah Kerja Profesi di Lembaga Sensor Film (LSF) menggunakan teknik pengumpulan data primer sebagai berikut :

a. Obeservasi Partisipasi

Observasi partisipan merupakan suatu proses pengamatan langsung yang melibatkan observer dengan turun serta menjadi bagian dalam situasi kehidupan yang diobservasi. Observasi ini merupakan langkah awal untuk mengenal sistem kerja di Lembaga Sensor Film (LSF). Observasi partisipan dilakukan dengan ikut kerja berpartisipasi di dalam kinerja perusahaan dari mulai tahapan kerja awal sampai akhir.

Pada tahap ini dilakukan pengamatan tentang suasana kerja yang ada di Lembaga Sensor Film (LSF). Studio LSF memiliki peralatan khusus pada sensor film sedangkan pada sensor tayangan program televisi menggunakan peralatan standar meliputi pemutar kaset DVD, dua layar LED, dan stereo sound system.

Lembaga Sensor Film (LSF) memiliki lima studio sensor. Pada tahap ini dilakukan pengamatan tentang mekanisme dan proses kerja

(16)

10

tayangan program acara TV. Observasi ini dilakukan sebelum dan selama proses pelaksanaan KKP.

Sebelum pelaksanaan KKP, yang dilakukan pengamatan proses dan alur kerja proses sensor mulai dari menerima kaset DVD berisi tayangan program dari stasiun TV terkait hingga sebuah tayangan diberi “Surat Tanda Lulus Sensor”.

b.Wawancara

Wawancara dilakukan sebagai upaya untuk mencari informasi dan mengkonfimasi segala hal yang berhubungan dengan pengoperasian alat sensor program acara TV. Selama proses pelaksanaan KKP berlangsung, wawancara dilakukan terhadap Akmal Prathama selaku Pembimbing Lapangan untuk mengetahui instansi lebih mendalam, meliputi teknis dan regulasi sensor hingga perbedaan antara sensor film dan televisi.

2. Pengumpulan Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder dalam laporan KKP ini menggunakan dokumen dan rekaman serta studi pustaka

a. Dokumen

Dokumen yang digunakan berupa soft file maupun hard file yang dimiliki oleh Lembaga Sensor Film (LSF). Dokumen-dokumen yang dimaksud dapat berupa data base dokumen harian yang berisi judul proram acara televise. Sementara itu rekaman yang dimaksud ialah rekaman hasil wawancara. Analisa terhadap dokumen dapat digunakan

(17)

11

sebagai perbandingan teradap materi yang sudah didapatkan di kampus dengan materi di dunia kerja.

(18)

12 BAB III

PELAKSANAAN KULIAH KERJA PROFESI A. Data Lembaga Kuliah Kerja Profesi

Gambar 2. Logo Lembaga Sensor Film (Sumber: lsf.go.id, 2017)

Film sebagai sebuah karya seni budaya memiliki peran strategis dalam peningkatan ketahanan budaya dan kesejahteraan masyarakat lahir batin. Film merupakan media komunikasi massa film juga berpotensial sebagai sarana pendidikan dan pembinaan karakter bangsa2. Bagi suatu negara, film bisa menjadi sarana promosi di luar negeri dan bisa menjadi alat penetrasi budaya dari suatu bangsa ke bangsa lain.

Karena demikian strategisnya nilai film, negara bertanggung jawab dalam memajukan perfilman nasional dan melindungi masyarakat dari pengaruh negatif film. Berkaitan dengan tanggung jawab negara tersebut, negara

2

(19)

13

membentuk Lembaga Sensor Film (LSF). Gambar 2 merupakan logo Lembaga Sensor Film (LSF), lembaga yang bersifat tetap dan independen, berkedudukan di Ibu kota Negara Republik Indonesia, bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan), sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman.

LSF bertugas melakukan penyensoran yaitu melakukan penelitian dan penilaian terhadap judul, tema, gambar, adegan, suara dan teks terjemahan suatu film dan iklan film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada masyarakat. Sejalan dengan tugas tersebut LSF mempunyai fungsi perlindungan terhadap masyarakat, penyusunan pedoman, sosialisasi, perbantuan dan pemantauan tentang beberapa hal yang berkaitan dengan sensor film yang akan dipertunjukkan kepada publik.

Berikut merupakan visi dan misi LSF, sebagaimana tercantum dalam program kerja Tahun 2017.3

1. Visi dan Misi Lembaga Sensor Film (LSF) a. Visi

Terbangunnya Lembaga Sensor Film yang independen, tangguh dan profesional dalam melindungi masyarakat dari pengaruh negatif film dan mendorong berkembangnya perfilman nasional yang berdaya saing sesuai tata nilai budaya bangsa yang unggul.

b. Misi

1. Merevitalisasi sistem kelembagaan dan sumber daya manusia.

3

(20)

14

2. Lembaga Sensor Film yang mandiri dan profesional serta berkarakter sehingga menjadi lembaga yang benar-benar independen.

3. Melengkapi infrastruktur sarana dan prasarana sensor sesuai tuntutan perkembangan teknologi.

4. Mendorong produktivitas usaha perfilman yang lebih bermutu sesuai dengan tata nilai budaya bangsa.

5. Mensosialisasikan pedoman dan kriteria film kepada para pemilik film untuk membuat film bermutu.

6. Memotivasi masyarakat untuk melakukan sensor mandiri

7. Membentuk Lembaga Sensor Film Perwakilan yang berkedudukan di ibu kota provinsi.

8. Melakukan kajian penyiapan peraturan perundang-undangan untuk penerapan sensor.

(21)

15 2. Struktur Orgnaisasi LSF

Gambar 3. Struktur Organisasi LSF (Sumber: Bayu Andrian, 2018)

3. Sensor Program Acara Televisi di LSF

Program acara televisi yang mendapat review dari LSF sekira berjumlah 20 per hari. Pada saat periode KKP penulis pada tanggal 5 November 2017 sampai dengan 6 Januari 2018 penulis banyak terlibat dalam proses sensor program dalam bidang pengoperasian alat sensor.

Berikut merupakan sample data base sensor pada periode KKP yaitu 2848 karya audio visual (film, televisi, iklan, palwa).

(22)

16 Gambar 4. Contoh daftar hasil sensor

(Sumber: dokumentasi pribadi Bayu Andrian, 2017)

Selama ini, selain film, iklan, dan sinetron yang sensornya dilakukan oleh Lembaga Sensor Film (LSF), televisi harus mampu melakukan sensor mandiri terhadap tayangannya yang lain berdasarkan aturan-aturan yang berlaku di dunia penyiaran.

Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS) KPI tahun 2012 pasal 39 ayat 2 menjelaskan tentang lembaga penyiaran televisi wajib melakukan sensor internal atas seluruh materi siaran dan tunduk pada klasifikasi program siaran yang ditetapkan dalam P3-SPS.

(23)

17

internal stasiun televisi, yang bisa saja didasarkan pada aturan dan pertimbangan masing-masing. Program operations yang berada di bawah divisi programming

menjadi bagian yang bertanggung jawab atas isi sebuah tayangan. Divisi ini memiliki bagian quality control (QC) yang melakukan sensor internal berdasarkan catatan LSF atau pun aturan yang ada. Televisi memiliki dua produk utama yaitu jurnalistik dan nonjurnalistik. Berita adalah bagian dari jurnalistik, untuk itu tidak ada sensor yang dilakukan bagian quality control seperti dalam tayangan nonjurnalistik.

Meski sensor berupa bluring dan bip adalah kebijakan stasiun televisi, pihak televisi juga diimbau agar sensor yang dilakukan harus pula memperhatikan estetika di layar dan program acaranya.

B. Pelaksanaan Kuliah Kerja Profesi 1.Adaptasi dan Penugasan

Sesuai jadwal perkuliahan semester ganjil, KKP tahun ajaran 2017-2018 dilaksanakan pada kurun waktu mulai bulan Desember 2017 s.d. Februari 2018. Hari pertama pelaksanaan KKP, tepatnya pada tanggal 6 November 2017 adalah perkenalan dengan karyawan Lembaga Sensor Film dan beradaptasi dengan lingkungan baru di dunia kerja. Dewa Ayu Oka S.. sebagai Head RD bidang umummenjelaskan secara bertahap mengenai jadwal masuk kerja, peraturan S.O.P dan tata tertib yang berlaku di Lembaga Sensor Film, serta pembagian tugas lengkap dengan penjabaran tanggung jawab di setiap tahapannya.

(24)

18

Selanjutnya adalah perkenalan dengan Akmal Prathama Fachmiansyah sebagai pembimbing lapangan selama proses KKP berlangsung. Dewa Ayu Oka S. sudah memberikan pengantar ringan sebelumnya, Akmal Prathama Fachmiansyah melanjutkan dengan memberikan arahan langsung bagaimana proses penyensoran dengan menjelaskan setiap tahapannya.

Suasana dunia kerja memang berbeda dengan dunia perkuliahan, terlebih lagi bidang kerja penyensoran film dan program acara televisi yang belum lengkap didapatkan di bangku perkuliahan. Selain itu setiap karyawan diatur untuk selalu disiplin dan tertib dalam melakukan setiap pekerjaanya.

Hari kedua adalah pembahasan mengenai tugas dan tanggung jawab selama proses pelaksanaan KKP di LSF. Tugas yang harus dilakukan selalu diawali dengan pemberian contoh dan pemahaman terlebih dahulu oleh instruktur untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan karena dalam bidang penyensoran ini harus berhati-hati terhadap alat penyensoran. Tugas utama yang diberikan kepada penulis adalah tanggung jawab sebagai bagian dari tim teknis operator alat sensor.

2. Realisasi Kegiatan Kuliah Kerja Profesi

Kuliah Kerja Profesi dilaksanakan mulai tanggal 6 November 2017 hingga 5 Januari 2018. Jam kerja di Lembaga Sensor Film adalah mulai pukul 07.30 sampai pukul 16.00 WIB dan hari kerja mulai dari hari Senin hingga hari Jumat. Dalam pelaksanaan KKP pekerjaan yang diberikan ialah terlibat dalam pengoperasian alat teknis sensor.

(25)

19

Gambar 5. Loket administrasi pendaftaran sensor (Sumber: Dokumentasi pribadi Bayu Andrian, 2017)

Gambar 6. Tempat antre loket administrasi (Sumber: Dokumentasi pribadi Bayu Andrian, 2017)

Foto 5 dan 6 merupakan tempat loket pendaftaran. Loket tersebut digunakan untuk mendaftarkan program acara yang akan disensor. Selain sebagai tempat pendaftaran juga sebagai loket pembayaran sensor. Terlihat beberata orang dari perwakilan stasiun TV dan PH (production house) sedang mengantre untuk mendaftar. Besar biaya yang dikeluarkan tergantung durasi dan kategori

(26)

20

sensor.

Gambar 7. Penulis sedang bertugas sebagai operator alat sensor (Sumber: dokumentasi pribadi Bayu Andrian, 2017)

Gambar 7 menunjukkan ruang penyensoran. Ruang tersebut adalah tempat operator alat sensor dalam melakukan tugas mempersiapkan dan mengoperasikan alat sensor. Alat-alat yang digunakan berupa pemutar kaset DVD yang dikendalikan dengan remot dan dua buah layar masing-masing berukuran 50 inch yang digunakan untuk menampilkan video yang akan disensor. Foto tersebut diambil pada pukul 13.00 sebelum para petugas sensor masuk ke dalam ruangan. Hal ini dimaksudkan unruk memastikan bahwa alat siap digunakan dan tidak ada kendala. Pada saat itu sekira terdapat 15 program acara TV yang perlu disensor. Untuk mempersiapkan alat tersebut sekira dibutuhkan 5 sampai dengan 10 menit untuk sekali sensor.

(27)

21 Gambar 8. Tempat duduk anggota dan tenaga sensor

(Sumber: dokumentasi pribadi Bayu Andrian, 2017)

Gambar 9. Ruangan sensor program acara televisi (Sumber: dokumentasi pribadi Bayu Andrian, 2017)

Gambar 9 merupakan bilik di depan layar penampil video. Terdapat tujuh kursi dan satu meja besar yang akan ditempati oleh anggota dan tenaga sensor. Pada proses mereka terus berada dalam ruangan selama sensor berlangsung, berlanjut satu program ke program lain. Mereka berdiskusi untuk menentukan bagian program acara yang perlu sensor dan menetukan lulus tidaknya sensor.

Dalam proses sensor, kadang kala alat sensor mengalami masalah berupa overheat karena digunakan terus menerus dengan banyaknya jumlah kaset

(28)

22

DVD program acara yang perlu di-review.

Gambar 10. Layar penampil video

(Sumber: dokumentasi pribadi Bayu Andrian, 2017)

Gambar 10 merupakan layar penampil video berukuran 50 inch yang diguankan untuk review DVD program acara. Ada dua layar LCD yang digunakan supaya para anggota sensor dapat melihat jelas hasil review. Hal ini dimaksudkan karena bentuk tempat duduk yang melingkar supaya tempat duduk sisi kiri dan kanan dapat melihat tanpa ada kendala.

Gambar 11. Contoh DVD program acara televisi (Sumber: dokumentasi pribadi Bayu Andrian, 2017

(29)

23

Gambar 11 merupakan sample keping DVD yang berisi file berupa video program acara televisi yang telah dikirim oleh pihak stasiun televisi terkait. DVD tersebut yang akan digunakan sebagai bahan untuk melakukan penyensoran. Sebagai contoh beberapa program acara tersebut adalah, Uang Kaget episode 19 dari stasiun televisi RCTI, Siya Ke Ram episode 77 dari stasiun televisi ANTV,

Ternyata episode 63 dari Trans 7, Iklan oli motor Enduro.

Gambar 12. Pemutar DVD sensor

(Sumber: dokumentasi pribadi Bayu Andrian, 2017)

Foto tersebut merupakan bentuk dari pemutar DVD player yang telah dijelaskan sebelumnya. Pemutar DVD tersebut berukuran panjang 50 cm, lebar 30 cm, dan tinggi 10 cm. Beberapa tools pemutar tersebut berupa tombol volume,

putar/jeda, repeat, forward, rewind, dan open/eject. Pengoperasian alat tersebut menggunakan remote control.

Penulis diberi kesempatan dalam pengoprasian alat pemutar DVD tersebut. Dalam prakteknya, diberikan pula kesempatan untuk melihat proses diskusi sensor. Hal ini merupakan kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan

(30)

24

soal sensor dari anggota sensor terpilih.

Gambar 13. Anggota dan tenaga sensor (Sumber: dokumentasi pribadi Bayu Andrian, 2017)

Gambar 13 merupakan sebagian anggota dan tenaga sensor program acara televisi yang berjumlah tujuh orang. Merekalah yang menentukan lulus sensor atau tidaknya sebuah tayangan program acara. Setiap anggota dan tenaga sensor tersebut membawa sebuah catatan berisi hasil diskusi yang mengarah pada lulus tidaknya sensor. Jika ada yang perlu disensor maka mereka akan menuliskan

timecode yang perlu direvisi untuk kemudian dikembalikan pada stasiun televisi dan PH terkait. Selanjutnya stasiun dan PH terkait akan mengirimkan lagi kaset DVD ke LSF. Berikut merupakan sample dari tariff yang bisa dicek secara online.

(31)

25 Gambar 14. Simulasi tarif sensor

(Sumber: lsf.go.id)

Gambar 14 merupakan simulasi jumlah tarif yang harus dikeluarkan oleh stasiun televisi dan PH untuk jasa sensor. Dalam simulasi tersebut terdapat jenis program acara, durasi, dan harga. Sebagai sample dalam gambar di atas adalah jenis sensor untuk program acara tv dengan jumlah tarif senilai Rp60.000. jumlah tarif dalam simulasi sama persis dengan jumlah sebenarnya. Sehingga stasiun televisi dan PH dapat mengecek terlebih dahulu.

Gambar 15. Ruangan server

(32)

26 Gambar 16. Penulis dan pembimbing lapangan

(Sumber: dokumentasi pribadi Bayu Andrian, 2017)

Gambar 15 dan 16 merupakan tempat ruagan server, tempat penulis saat tidak bekerja. Ruangan tersebut juga digunakan oleh para anggota teknis dalam mengontrol data. Gambar 16 merupakan penulis bersama pembimbing bernama Akmal Prathama Fachmiansyah. Akmal bekerja sebagai penanggung jawab tehnis dan bagian server data, merupakan pembimbing penulis saat melakukakan KKP. Selama di sana, beliau banyak memberikan pengerahan serta informasi perihal sensor. Kadang kala informasi penting yang beliau berikan malah saat berada di warung kopi. Hal ini membuat penulis harus berinteraksi dengan beberapa divisi untuk mendapatkan pengetahuan. Kecakapan penulis dalam besosialisasi sangat diperlukan dalam hal ini. Salah satu hal yang melekat dalam ingatan penulis adalah workflow di LSF.

(33)

27 BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kuliah Kerja Profesi (KKP) merupakan mata kuliah wajib semester tujuh yang harus ditempuh oleh mahasiswa. KKP memberi pengalaman yang berharga karena pelajaran teori yang dipelajari di kelas dapat diwujudkan dalam kehidupan nyata. Terdapat banyak hal yang dipelajari lebih dari itu. Berada dalam program KKP mempunyai tujuan untuk melihat lingkungan kerja sesungguhnya dan meningkatkan keterampilan serta pengalaman yang diperoleh selama masa KKP yang tidak dapat dipelajari dalam kelas.

KKP membantu untuk memahami tentang pengoperasian alat sensor beserta pengetahuannya. KKP ini sangat membantu untuk mempelajari prosedur operasi standar seperti alur kerja, proses pengoperasian alat sensor beserta pengetahuannya yang harus diterapkan secara berbeda dalam setiap proses. KKP memang membantu penulis mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang penyensoran.

Perkembangan pribadi diperoleh melalui komunikasi dengan seluruh tim di studio. Kekuatan terpenting yang harus dimiliki penulis saat melakukan KKP di Lembaga Sensor Film adalah kemauan untuk terus belajar untuk dapat menerapkannya dalam dunia kerja.

Dengan melakukan KKP, penulis memiliki pengalaman lebih dalam bekerja dan memiliki beberapa keterampilan baru. Keterampilan dan pengalaman ini, membuat penulis berkembang sebagai orang yang terus berkeinginan untuk

(34)

28

belajar sesuatu yang baru. Pelaksanaan KKP dalam mata kuliah wajib semester tujuh, memungkinkan mahasiswa untuk melaksanakan beberapa aktivitas dan pengalaman praktis di lingkungan kerja. Saat lulus dan bekerja sebagai fresh graduate, penulis sudah siap menghadapi tantangan baru dan beradaptasi dengan mudah sebagai karyawan. Program KKP juga membuka jalan menuju jalur karir magang di masa depan.

Hal ini guna menyiapkan mahasiswa untuk terjun dalam dunia kerja sekaligus mengevaluasi materi yang diberikan selama masa perkuliahan. Pelaksanaan KKP sangat bermanfaat bagi mahasiswa yang akan melaksanakan praktek KKP terutama bagi penulis yang telah menjalani mata kuliah Kerja Profesi ini dapat mengaplikasikan pengetahuan teori dan teknis yang didapat pada bangku perkuliahan, serta mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baru yang belum didapat sebelumnya. Selain itu, Kuliah Kerja Profesi juga dapat menambah relasi dan kenalan sehingga dapat membuka peluang kerja setelah menyelesaikan studi.

B.Saran

Pelaksanaan Kuliah Kerja Profesi selama kurang lebih dua bulan dan mendapat banyak keuntungan, salah satunya mempelajari situasi di tempat kerja, belajar tentang lingkungan kerja dan peraturan, etika, tanggung jawab, manajemen waktu serta profesionalisme. Ada beberapa saran yang dapat disampaikan untuk peserta KKP, institusi dan juga Lembaga Sensor Film:

1. Pelaksanaan mata Kuliah Kerja Profesi pada periode berikutnya disarankan kepada mahasiswa agar tidak hanya terpaku pada kepentingan perkuliahan.

(35)

29

Alangkah lebih baik jika KKP juga sebagai sarana untuk menambah relasi dan memperbanyak jaringan maupun kenalan. Hal ini cukup bermanfaat untuk memperluas wawasan secara pribadi dan sangat membantu untuk membuka peluang lapangan perkerjaan nantinya.

2. KKP merupakan kesempatan yang baik bagi mahasiswa untuk dapat terjun langsung di dunia kerja. Pada kenyataannya, dunia penyensoran film dan program acara televisi sangatlah penting.

3. Pelaksanaan KKP sangat bermanfaat bagi penulis, sehingga diharapkan ke depannya Lembaga Sensor Film (LSF) tetap menjaga keterbukaan bagi peserta KKP yang ingin belajar di lembaga ini.

(36)

30 DAFTAR PUSTAKA

LSF. 2017. Laporan Pelaksanaan Tugas Lembaga Sensor Film. Jakarta: Lembaga Sensor Film

https://www.lsf.go.id/v2/, diakses pada tanggal 23 Juni 2020 pukul 13.00 WIB Heru Erwantoro, 2011. Sensor Film di Indonesia dan Permasalahannya dalam

Perspektif Sejarah (1945 – 2009). Bandung: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional.

(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)

Gambar

Gambar 1. Kantor Lembaga Sensor Film  (Sumber: kanalaceh.com, 2017)
Gambar 2. Logo Lembaga Sensor Film  (Sumber: lsf.go.id, 2017)
Gambar 5.  Loket administrasi pendaftaran sensor  (Sumber: Dokumentasi pribadi Bayu Andrian, 2017)
Gambar 7.  Penulis sedang bertugas sebagai operator alat sensor  (Sumber: dokumentasi pribadi Bayu Andrian, 2017)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 39 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Lembaga Sensor Film;.. Peraturan

Tumbuhan emergen yang tumbuh dengan meluas telah memainkan peranan yang penting dalam penyingkiran bahan tercemar pada paya tiruan kerana ia dapat bertoleransi

Pendidikan kesehatan tentang faktor risiko DM tipe 2 dengan media audio visual efektif meningkatkan persepsi remaja yang ditunjukkan terdapat perbedaan peningkatan

Untuk mengetahui dan menganalisis kecerdasan emosional terhadap kinerja karyawan UPT Puskesmas Ponggok Kabupaten Blitar berpengaruh secara simultan sebagai

Setelah mempelajari seluruh dokumen dan bukti-bukti secara mendalam, Majelis Komisi menemukan bahwa tidak ditemukannya hubungan secara langsung antara PKS dengan ditetapkannya PT

dilakukan penelitian yang menguji hubungan tingkat pengetahuan siswa tentang mangrove dan keterampilan proses sains siswa dalam pembelajaran ekosistem terhadap

Berkaitan dengan itu dalam model pembelajaran berdasarkan masalah (problem based intruction) pada mata pelajaran biologi khususnya materi pokok lingkungan tidak