• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam penelitian ini akan dikemukakan beberapa teori dan konsep yang berkaitan dengan tema penelitian yang diangkat, yaitu “Analisis Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pegawai di UPTD Laboratorium Lingkungan Kabupaten Bandung”. Adapun teori yang dibahas yaitu yang berkaitan dengan teori K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). Untuk lebih menegaskan lagi dalam penelitian yang diambil peneliti, berikut dilampirkan perbandingan penelitian dengan jurnal terdahulu, yaitu Lampiran 1

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

2.1.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pengertian tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja banyak dikemukakan oleh para ahli, diantaranya yaitu menurut Sedarmayanti (2009) yang mengemukakan bahwa :

“ Keselamatan dan kesehatan kerja adalah pengawasan terhadap orang, mesin, material dan metode yang mencakup lingkungan kerja agar pekerja tidak mengalami cedera.” Secara umum dapat kita pahami bahwa keselamatan dan kesehatan adalah dua hal yang saling berkaitan yang menyangkut keadaan fisik dan mental seseorang. Dengan terciptanya kondisi fisik dan mental yang baik, sehat, dan terlindungi, diharapkan sumber daya manusia yang tercipta pun adalah sumber daya yang berdaya guna bagi organisasi. Dengan adanya tingkat keselamatan dan kesehatan yang baik tersebut diharapkan pula kesejahteraan dan kualitas kerja para karyawan pun akan ikut meningkat. Sumber Daya Manusia (SDM) yang akan tercipta akhirnya tentunya SDM yang akan mampu bersaing dalam menghadapi tuntutan kerja yang semakin meningkat.

(2)

2.1.2 Fungsi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

Berkaitan dengan fungsi K3 tersebut, Rejeki (2016) dalam bukunya mengemukakan, yaitu:

1. Fungsi dari kesehatan kerja sebagai berikut.

a. Identifikasi dan melakukan penilaian terhadap risiko dari bahaya kesehatan di tempat kerja.

b. Memberikan saran terhadap perencanaan dan pengorganisasian dan praktik kerja termasuk desain tempat kerja.

c. Memberikan saran, informasi, pelatihan, dan edukasi tentang kesehatan kerja dan APD.

d. Melaksanakan survei terhadap kesehatan kerja. e. Terlibat dalam proses rehabilitasi.

f. Mengelola P3K dan tindakan darurat.

2. Fungsi dari keselamatan kerja seperti berikut.

a. Antisipasi, identifikasi, dan evaluasi kondisi serta praktik berbahaya. b. Buat desain pengendalian bahaya, metode, prosedur, dan program. c. Terapkan, dokumentasikan, dan informasikan rekan lainnyadalam hal

pengendalian bahaya dan program pengendalian bahaya.

d. Ukur, periksa kembali keefektifan pengendalian bahaya dan program pengendalian bahaya.

3. Peran Kesehatan dan keselamatan kerja dalam ilmu K3

Peran kesehatan dan keselamatan kerja dalam ilmu kesehatan kerja berkontribusi dalam upaya perlindungan kesehatan para pekerja dengan upaya promosi kesehatan, pemantauan, dan survailan kesehatan serta upaya peningkatan daya tahan tubuh dan kebugaran pekerja. Sementara peran keselamatan adalah menciptakan sistem kerja yang aman atau yang mempunyai potensi risiko yang rendah terhadap terjadinya kecelakaan dan menjaga aset perusahaan dari kemungkinan loss.

(3)

2.1.3 Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja

Tujuan K3 yang utama adalah Notoatmodjo (2009) menyatakan pula bahwa: “Tujuan utama kesehatan dan keselamatan kerja adalah agar karyawan atau pegawai disebuah institusi mendapat kesehatan yang seoptimal mungkin sehingga mencapai produktivitas kerja yang setinggi-tingginya.”

Lebih lanjut Rejeki (2016) merinci tujuan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai berikut :

1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan produktivitas nasional.

2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja tersebut. 3. Memelihara sumber produksi agar dapat digunakan secara aman dan efisien. Tentu pandangan pengusaha/instansi yang menganggap enteng masalah K3 pada akhirnya akan mempengaruhi pula keberhasilan dari pencapaian tujuan organisasi yang bersangkutan. Kerugian perusahaan malah akan bertambah besar apabila para pegawainya tidak sehat secara fisik dan mental, karena tentu produktivitas terus menurun dan perusahaan akan terancam kehilangan para pegawainya.

2.1.4 Manajemen K3

Sementara demi mewujudkan tingkat keselamatan dan kesehatan yang baik, Mathis dan Jackson (2010) secara lebih lengkap mengemukakan tentang program manajemen keselamatan kerja yang efektif, sebagai berikut :

Program manajemen keselamatan kerja yang efektif tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Organizational Commitment

Komitmen atau rasa tanggung jawab organisasi merupakan inti dari manajemen keselamatan kerja. Seluruh lapisan manajemen, mulai dari tingkat tertinggi hingga tingkat terendah harus memiliki komitmen yang sama untuk mendukung program

(4)

manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Dengan kata lain semua pegawai harus bersama-sama berusaha mewujudkan program K3 tersebut. Upaya mewujudkan komitmen organisasi ini dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, yaitu :

a. Pendekatan organisasi

Di mana dapat dilakukan melalui desain pekerjaan, pengimplementasian kebijakan keselamatan kerja, pemanfaatan komite K3, dan pengkoordinasian penyelidikan kecelakaan kerja.

b. Pendekatan rekayasa teknis,

Dapat dilakukan melalui pembuatan desain lingkungan kerja dan sarana dan prasarana yang mendukung program K3, peninjauan peralatan kerja, dan pengaplikasian prinsip-prinsip ergonomi.

c. Pendekatan indivual.

Dapat dilakukan melalui pemberian dorongan untuk meningkatkan motivasi dan sikap yang baik yang mendukung pelaksanaan program K3, pemberian pelatihan tentang K3, dan pemberian penghargaan melalui program insentif.

2. Policies, discipline, and recordkeeping

Mendesain kebijakan tentang peraturan keselamatan dan kesehatan kerja serta menegakkan disiplin bagi pelaku pelanggaran, merupakan komponen penting bagi usaha-usaha keselamatan kerja. Kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan dalam menetapkan program K3 yang tepat bagi organisasi. Dalam hal ini UPTD Laboratorium Lingkungan sebagai organisasi pemerintah yang terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional (KAN), harus menentukan kebijakan program K3 yang sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh KAN. Penegakkan disiplin K3 yang dimaksud adalah terkait ketegasan organisasi dalam memberikan hukuman bagi pegawai yang tidak mentaati peraturan K3 yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, bila terjadi suatu kecelakaan kerja, namun semua aturan K3 telah dilaksanakan dengan baik oleh pihak manajemen, dan pihak pegawai yang telah lalai tidak mengikuti aturan

(5)

K3 tersebut, maka pihak manajemen tidak dapat disalahkan dan kecelakaan yang terjadi dicatat sebagai kecelakaan yang tidak disengaja.

Pendokumentasian tentang peristiwa yang terkait dengan K3 adalah hal yang juga sangat penting. Pendokumentasian adalah pencatatan secara rutin semua hal yang terkait pelaksanaan program K3, termasuk kejadian kecelakaan kerja dan penyebab- penyebabnya, sehingga kita akan mudah dalam mencari sumber permasalahan K3 yang sedang dihadapi.

3. Training and communication

Pelatihan tentang K3 adalah salah satu cara yang efektif untuk mengurangi tingkat kecelakaan kerja. Pelatihan K3 yang baik, yaitu harus mampu melibatkan seluruh karyawan di setiap kesempatan dalam sesi pelatihan tentang keselamatan kerja serta dalam pertemuan-pertemuan komite. Pertemuan komite ini adalah pertemuan rutin yang membahas tentang program K3. Sebagai tambahan dalam pelatihan keselamatan kerja, komunikasi yang terus menerus dalam membangun kesadaran keselamatan kerja juga harus rutin dilakukan.

4. Participation (safety committees)

Para pekerja harus sering dilibatkan dalam perencanaan pembuatan program keselamatan dan kesehatan kerja mereka. Partisipasi yang dilakukan dapat melalui suatu keikutsertaan dalam suatu komite khusus tentang K3. Para peserta komite mayoritas harus diikuti oleh para pegawai dari kalangan pelaksana (staf), dan tidak boleh didominasi oleh para manajer. Hal ini dilakukan untuk menciptakan suatu program K3 yang benar-benar dibutuhkan dan efektif untuk diterapkan bagi para pegawai.

5. Inspection, investigation, and evaluation

Proses pemeriksaan terhadap segala hal yang terkait K3 harus rutin dilakukan. Pemeriksaan ini bisa dilakukan oleh koordinator K3, komite K3 ataupun dilakukan oleh pihak eksternal yang berwenang dalam bidang pelaksanaan program K3. Proses investigasi atau penyelidikan terhadap semua kejadian yang berhubungan dengan K3 pun harus rutin dilakukan, agar kejadian kecelakaan kerja yang sama tidak terulang

(6)

kembali, dan mendapatkan solusi terbaik untuk menghindari kecelakaan kerja yang tidak diinginkan. Terakhir adalah proses evaluasi dari keseluruhan pelaksanaan program K3, di mana kita dapat menemukan titik kelemahan dari program yang dijalankan, serta menentukan perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan.

Manajemen K3 dalam paparan teoritis menurut Mathis dan Jackson (2010) tersebut, merupakan langkah-langkah manajemen yang dapat diterapkan di organisasi teknis seperti UPTD Laboratorium Lingkungan Kabupaten Bandung. Hal tersebut mengingat UPT Laboratorium Lingkungan adalah organisasi mengacu pada aturan laboratorium terakreditasi, sehingga harus mampu mewujudkan suatu pelaksanaan K3 dengan baik.

2.1.5 Lambang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

Lambang K3 beserta arti dan maknanya tertuang dalam Kepmenaker RI 1135/MEN/1987 tentang Bendera Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Berikut ini penjelasan mengenai arti dari makna lambang K3 tersebut.

Gambar 2.1 Lambang K3

Sumber: Buku Kesehatan dan Keselamatan Kerja (2016)

Bentuk lambang K3 yaitu palang dilingkari roda bergigi sebelas berwarna hijau di atas warna dasar putih. Arti dan makna lambang K3 yaitu:

1. Palang bermakna bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK). 2. Roda gigi bermakna bekerja dengan kesegaran jasmani maupun rohani.

(7)

3. Warna putih bermakna bersih dan suci.

4. Warna hijau bermakna selamat, sehat, dan sejahtera. 2.2 Model Konseptual

Analisis keselamatan dan kesehatan kerja pegawai di UPTD Laboratorium Lingkungan Kabupaten Bandung adalah kajian yang bersifat kasuistik. Sekalipun pada dasarnya semua jenis pekerjaan memerlukan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, namun tidak semua jenis pekerjaan memiliki tingkat resiko keselamatan dan kesehatan kerja yang sama. Berdasarkan fenomena yang diulas dalam latar belakang permasalahan tersebut, maka penelitian yang akan dilakukan adalah mengenai analisis keselamatan dan kesehatan kerja pegawai di UPTD Laboratorium Lingkungan Kabupaten Bandung. Di mana berlandaskan teori-teori yang dikemukakan sebelumnya, peneliti mengasumsikan bahwa masih belum terjamin perlindungan akan resiko kerja yang dihadapi para karyawan di UPTD Laboratorium Lingkungan Kabupaten Bandung tersebut.

Untuk memberikan gambaran yang sederhana tentang penelitian yang akan dilakukan, maka peneliti akan mengilustrasikannya dalam bentuk variable input, proses, dan output. Berikut indikator yang digunakan :

1. Input

Yaitu modal dasar yang harus dikelola lebih lanjut, di mana dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Sumber daya manusia

b. Peraturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja 1) Keputusan Kepala Bapedal Nomor 113 Tahun 2000

2) lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 06 tahun 2009

3) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003

2. Proses

Yaitu kegiatan yang mampu merubah input menjadi output, di mana dalam penelitian ini diterapkan teori dari Mathis dan Jackson (2010) tentang manajemen keselamatan kerja yang efektif, yang terdiri dari:

(8)

a. Organizational Commitment

Komitmen organisasi terhadap pelaksanaan program manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di UPTD laboratorium Lingkungan Kabupaten Bandung.

b. Policies, discipline, and recordkeeping

Penerapan kebijakan tentang aturan-aturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), serta proses pendisiplinan/penegakkan aturan dan pendokumentasian tentang pelaksanaan K3 tersebut.

c. Training and communication

Pelaksanaan pelatihan K3 serta sosialisasinya terhadap seluruh pegawai UPTD DLaboratorium Lingkungan Kabupaten Bandung.

d. Participation (safety committees)

Partisipasi para karyawan dalam pembuatan program K3 di UPTD laboratorium Lingkungan Kabupaten Bandung.

e. Inspection, investigation, and evaluation

Pemeriksaan rutin, penyelidikan terhadap peristiwa kecelakaan yang terjadi, serta evaluasi terhadap pelaksanaan program K3 di UPTD Laboratorium Lingkungan Kabupaten Bandung.

3. Output

Yaitu hasil akhir yang diharapkan dapat terwujud, di mana dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah adanya perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan kerja para pegawai UPTD Laboratorium Lingkungan Kabupaten Bandung. Termasuk terpenuhinya semua sarana dan prasarana K3, baik memadai dalam jenis dan jumlahnya. Selain tentunya metoda yang digunakan semakin mutakhir dan sesuai kebutuhan, serta peningkatan kesadaran para pegawai akan pentingnya K3 semakin meningkat. Hingga pada akhirnya semua hal tersebut akan mewujudkan :

a. Berkurangnya tingkat kecelakaan, dan b. Berkurangnya resiko terjangkit penyakit

(9)

2.3 Landasan Hukum/Regulasi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

Dalam bukunya Rejeki (2016) menjelaskan mengenai landasan hukum merupakan bentuk perlindungan yang diberikan oleh pemerintah terhadap masyarakat dan karyawan yang wajib untuk di terapkan oleh perusahaan. Berikut adalah peraturan yang mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 mengenai Keselamatan Kerja

Undang-undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja. Menurut UU ini kewajiban dan hak tenaga kerja sebagai berikut.

a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.

c. Memenuhi dan menaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan yang diwajibkan.

d. Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan yang diwajibkan.

e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan ketika syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya, kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung jawabkan.

2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 mengenai Kesehatan

Undang-undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan berkewajiban memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang baru maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya, para pekerja juga berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD) dengan tepat dan benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang

(10)

diwajibkan. Undang- undang No.23 tahun 1992, Pasal 23 tentang Kesehatan Kerja juga menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh produktivitas kerja yang baik. Karena itu, kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja.

2.4 Parameter fisik lingkungan

Parameter fisik lingkungan kerja yang akan dijelaskan selanjutnya tidak dijelaskan semua tetapi hanya beberapa parameter saja seperti:

2.4.1 Suhu

Suhu udara adalah derajat panas dari aktifitas molekul dalam atmosfer. Suhu adalah suatu sifat fisika dari suatu benda yang menggambarkan energi Kinetik rata-rata pergerakan molekul suatu benda. Suhu dinyatakan dalam satuan derajat Celcius (oC), Fahreinheit (oF), Reamur (oR), Kelvin (oK). Pengukuran suhu menggunakan termometer (Laboratorium Teknik Sumber Daya Alam dan Lingkungan, 2014).

Suhu menunjukkan derajat panas benda. Dimana semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis suhu menunjukkan energy yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing bergerak baik dalam bentuk perpindahan maupun gerakkan di tempat berupa getaran. Makin tingginya energi atom-atom penyusun benda, makin tinggi suhu benda tersebut (Santoso, 2007).

Suhu dan kelembaban udara sangat erat hubungannya, karena jika kelembaban udara berubah, maka suhu juga akan berubah. Di musim penghujan suhu udara rendah, kelembaban tinggi, memungkinkan tumbuhnya jamur pada kertas, atau kertas menjadi bergelombang karena naik turunnya suhu udara.Kelembaban udara berbanding terbalik dengan suhu udara. Semakin tinggi suhu udara, maka kelembaban udaranya semakin kecil. Hal ini dikarenakan dengan tingginya suhu udara akan terjadi presipitasi (pengembunan) molekul air yang dikandung udara sehingga muatan air

(11)

dalam udara menurun (Lakitan,2002).

Memperkirakan temperatur atau suhu udara dengan cara kira-kira cukup sulit karena kemampuan adaptasi tubuh. Setelah melakukan pengamatan bertahun-tahun untuk kondisi Yogya. Orang mulai mengeluh apabila suhu di atas 29ºC. Mereka merasa cukup nyaman di suhu 27ºC. Apabila mulai banyak yang memakai jaket atau sweater, biasanya suhu turun hingga 24ºC. Sebaliknya, ketika melakukan pengamatan di Selandia Baru, ketika orang mulai memakai celana pendek, rupanya suhu mulai diatas 15ºC, bagi orang Yogya tentu cukup dingin. Angin juga sering menipu presepsi kita tentang suhu udara. Ketika banyak angin, kita merasakan lebih nyaman dan sejuk, walau suhu udaranya sama (Satwiko, 2008).

2.4.2 Kelembaban

Kelembaban udara yaitu salah satu faktor lingkungan abiotik yang berpengaruh terhadap aktivitas organisme di alam. Misalnya pada efektivitas pekerjaan, bekerja pada lingkungan yang terlalu panas dapat menyebabkan keletihan yang terlalu dini. Sedangkan pada lingkungan yang terlalu lembab dapat menyebabkan hilangnya fleksibelitas terhadap alat-alat motorik tubuh yang disebabkan oleh timbulnya kerusakan fisik tubuh. Tinggi rendahnya kelembaban udara di suatu tempat bergantung pada beberapa faktor, seperti ketersediaan air di suatu tempat, kuantitas dan kualitas penyinaran, suhu, pergerakan angin dan vegetasi (Umar, 2012).

Besaran yang sering dipakai untuk menyatakan kelembaban udara adalah kelembaban nisbi yang diukur dengan psikrometer atau higrometer. Kelembaban nisbi berubah sesuai tempat dan waktu. Pada siang hari kelembaban nisbi berangsur – angsur turun kemudian pada sore hari sampai menjelang pagi bertambah besar.Kelembaban udara disuatu tempat berbeda-beda, tergantung pada tempatnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantaranya: Jumlah radiasi yang dipancatkan matahari yang diterima bumi, pengaruh daratan atau lautan, pengaruh ketinggian (altitude) dan pengaruh angin (Handoko, 2002).

(12)

kelembaban udara adalah banyaknya kandungan uap air di atmosfer. Udara atmosfer adalah campuran dari udara kering dan uap air. Beberapa cara untuk menyatakan jumlah uap air yaitu :

1. Tekanan uap adalah tekanan parsial dari uap air. Dalam fase gas maka uap air di dalam atmosfer seperti gas sempurna (ideal).

2. Kelembaban mutlak yaitu massa air yang terkandung dalam satu satuan volume udara lengas.

3. Nisbah percampuran (mixing ratio) yaitu nisbah massa uap air terhadap massa udara kering.

4. Kelembaban spesifik didefinisikan sebagai massa uap air persatuan massa udara basah.

5. Kelembaban nisbi (RH) ialah perbandingan nisbah percampuran dengan nilai jenuhnya dan dinyatakan dalam %.

6. Suhu virtual.

2.4.3 Pencahayaan

Cahaya merupakan suatu bentuk energi yang diradiasikan atau dipancarkan dari sebuah sumber dalam bentuk gelombang dan merupakan bagian dari keseluruhan kelompok gelombang-gelombang elektro-magnet, yang diubah menjadi cahaya tampak(Janis, 2009). Menurut Kepmenkes No. 1405/MENKES/SK/XI/2002, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan produktivitas manusia. Pencahayaan yang baik memungkinkan orang dapat melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat.

Kebutuhan pencahayaan setiap ruangan terkadang berbeda, dimana semuanya bergantung kepada kegiatan yang dilakukan. Beberapa penyelidikaan mengenai hubungan antara produktivitas dengan pencahayaan menyebutkan bahwa pencahayaan yang cukup pada jenis pekerjaan dapat menghasilkan produksi

(13)

maksimal dan penekanan biaya. Pencahayaan yang baik yaitu pencahayaan yang memungkinkan kita dapat melihat obyek yang dikerjakan secara jelas. Besarnya intensitas cahaya perlu diketahui karena pada dasarnya manusia memerlukan pencahayaan yang cukup. Intensitas cahaya sangat mempengaruhi kondisi suatu tempat misalnya kelembapan, suhu dan lain – lain (Pamungkas, 2015).

Pencahayaan ruangan, khususnya di tempat kerja yang kurang memenuhi persyaratan tertentu dapat memperburuk penglihatan, karena jika pencahayaan terlalu besar atau pun lebih kecil, pupil mata harus berusaha menyesuaikan cahaya yang diterima oleh mata. Akibatnya mata harus memicing silau atau berkontraksi secara berlebihan, Karena jika pencahayaan lebih besar atau lebih kecil, pupil mata harus berusaha menyesuaikan cahaya yang dapat diterima oleh mata. Pupil akan mengecil jika menerima cahaya yang besar. Hal ini merupakan salah satu penyebab mata cepat lelah (Departemen Kesehatan, 2008).

Gambar

Gambar 2.1 Lambang K3

Referensi

Dokumen terkait

bassiana pada pengamatan ke-5 menunjukkan jumlah suatu famili mendominasi pertanaman yaitu famili Cecidomyiidae dan Syrphidae, sedangkan rendahnya indeks

Dengan menggunakan metode framework SDLC yaitu analisa dan perencanaan untuk mengumpulkan informasi dan referensi dari website rumah sakit lain, perancangan untuk melakukan gambaran

Rosalina 011 yang merupakan kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh tim dari Fakultas Desain dan Industri Kreatif Universitas Esa Unggul yaitu

Puji Tuhan peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatnya dan karuniaNya, sehingga peneliti dapat meyelesaikan skripsi yang berjudul“Instrumen

Pada era digital meme beredar tidak lagi dipahami sebatas unit-unit kecil dari budaya yang tersebar dari orang ke orang dengan cara menyalin atau imitasi, namun

Dengan memperpendek jarak antara operasi satu dengan operasi berikutnya dan mengurangi bahan yang menunggu serta storage yang tidak diperlukan berpindah dari suatu tempat ketempat

Terdapat tujuh faktor psikologis yang mempengaruhi belajar seorang siswa. Faktor-faktor tersebut adalah: intelgensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan.

Keadilan prosedur juga akan meningkatkan kepuasan kerja, bukan karena semata-mata bertujuan untuk menghasilkan outcome yang lebih adil, tetapi karena dapat menyebabkan