• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM POLRI DI POLRES GORONTALO KOTA. Sudiar Pagau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM POLRI DI POLRES GORONTALO KOTA. Sudiar Pagau"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM POLRI

DI POLRES GORONTALO KOTA

Sudiar Pagau

Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo

Jl. Jend. Soedirman Kota Gorontalo. TLPN 0435 821752. FAX 0435821752 ABSTRAK

Tujuan penulisan dalam penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis upaya Penenggulangan terhadap tindak Pidana Penganiayaan yang dilakukan oleh Oknum Polri di Polres Gorontalo Kota. Penelitian ini dilaksanakan di Polres Gorontalo Kota, penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode penelitian Empiris, yang dilakukan dengan studi lapangan terhadap bahan- bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dengan Tehnik Pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, dan dianalisis secara deskriptif. Dari hasil penelitian dilapangan bahwa dalam Penanggulangan tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh Oknum Polri di Polres Gorontalo Kota terdapat 19 kasus penganiayaan yang terjadi dalam kurun waktu sejak tahun 2010 sampai 2012, dan setiap perbuatan pidana penganiayaan yang dilakukan oleh Oknum Polri di sanksikan dengan hukum pidana dan sidang disiplin (KKEP)

Kata Kunci: Upaya Penanggulangan Penganiayaan Polri

PENDAHULUAN

Perkembangan hukum di Indonesia saat ini terlihat sangat signifikan, hal ini ditandai dengan banyaknya permasalahan hukum yang muncul, fakta memperlihatkan suatu gambaran kontras tentang amanah Undang-Undang bahwa Indonesia adalah negara hukum, negara yang penyelenggaraan kekuasaannya didasarkan atas hukum.

(2)

2

Adapun yang menjadi tujuan hukum yaitu : pertama, kepastian hukum merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma hukum yang tertulis, Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak lagi dapat dijadikan pedoman perilaku bagi semua orang. Kedua, keadilan

menurut Plato1 adalah kemampuan memperlakukan setiap orang sesuai dengan

haknya masing-masing, dengan nilai kebajikan untuk semua yang diukur dari apa yang seharusnya dilakukan secara moral, bukan hanya diukur dari tindakkan dan

motif manusia. Ketiga, kemanfaatan menurut Bentham2 yaitu dapat diartiakn dengan

kebahagiaan (happiness). Baik buruknya suatu hukum, bergantung pada apakah hukum itu memberikan kebahagiaan atau tidak bagi manusia, hukum yang baik adalah hukum yang yang dapat member manfaat kepada setiap subjek hukum.

Berbicara soal penegakan hukum adanya keharusan menjalankan hukum sesuai dengan tujuan hukum itu sendiri dan dapat memprioritaskan ketiga tujuan hukum ini tanpa ada yang di kecualikan, sehingga tercipta suatu keadaan yang aman. Hal ini berlaku juga bagi Kepolisan Republik Indonesia sebagaimana yang di amanahkan dalam undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, yakni dalam Pasal 13 tentang tugas dan wewenang Polri.

Pada dasarnya kehadiran dan tugas Polisi tak lepas dari permasalahan dan tindak Pidana, Polisi dapat menjadi pengayom dan pelindung masyarakat juga dapat memberikan rasa nyaman dalam masyarakat menjalankan aktifitas manusia sebagai subjek hukum.

Menurut Roeslan Saleh3 dewasa ini telah banyak orang yang berkecimpung

dalam hukum pidana baik dalam teori maupun praktik yang melihat

1

Fence WantuIdee Des Recht Kepastian hukum, Keadilan dan Kemanfaatan (Implemtasi dalam Proses

Peradilan Perdata) .Yogyakarta.PustakaPelajar, 2011, hlm.88.

2

Ibid. Hlm.100 3

(3)

3

persoalan dari hukum pidana tidak lagi sebagai persoalan yang abstrak dan perkara pidana cukup dipecahkan dari belakang meja saja, melainkan orang telah semakin banyak perhatian terhadap persoalan manusia semakin mendalam dibidang hukum pidana.

Saat ini bidang penegakan hukum harus banyak memperhatikan “Manusia” yang tersangkut kasus/masalah hukum bukan hanya petugas/aparat penegak hukum maupun korban, juga terhadap mereka yang sedang diadili. Hukum pidana penegakannya memang terlibat kontradiksi yang mengadung ancaman sanksi yang keras/tegas, namun dalam penerapannya punya tujuan yang baik bagi manusia yang terlibat. Meskipun harus diakui bahwa pokok pikiran yang demikian bukan pekerjaan yang mudah karena seringkali juga terjadi sesuatu yang tak terduga.

Sebagaimana hakikatnya manusia merupakan subjek hukum cenderung atau berpotensi melakukan tindak pidana khususnya dalam hal tindakan penganiayaan. Tindak pidana penganiayaan dapat dilakukan oleh kalangan mana saja, tidak terkecuali mereka yang mendapat amanah sebagai pelaku penegak hukum.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam hal penyusunan skripsi dengan judul upaya penanggulangan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh oknum polri di polres kota gorontalo adalah jenis empiris sosiologis dimana dalam hasil penelitian mengkaji segala fakta lapangan melalui pendekatan Deskriptif Sifat analisis deskriptif maksudnya adalah bahwa peneliti dalam menganalisis berkeinginan untuk memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian sebagaimana hasil penelitian yang dilakan. Serta Menggunakan pendekatan kualitatif yaitu adalah suatu cara analisis hasil penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu data yang dinyatakan oleh responden

(4)

4

secara tertulis atau lisan serta juga tingkah laku secara nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang dapat menjawab permasalahan sosiologis.

PEMBAHASAN

Dalam hal tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh oknum polri di polres kota gorotalo adapun yang menjadi dasar permasalahan yakni faktor apa saja yang melatarbelakangi terjadinya suatu tindakan penganiayaa yang dilakukan oleh oknum polri serta bagaimana upaya penanggulangan tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh oknum polri di polres kota gorontalo. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adapun faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya tindakan penganiayaan tersebut adalah Pertama faktor diskresi polri diskresi adalah: suatu perbuatan untuk melakukan tindakan berdasarkan kekuasaan dan kewenangan yang dinilai benar oleh seseorang yang mempunyai kekuasaan tersebut.Sehingga diskresi dapat menjadi suatu faktor yang memicu terjadinya suatu tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh oknum polri, diskresi yang diimplementasikan melenceng dapat ditafsirkan suatu pengambilan tindakan berdasarkan wewenang dan kekuasaan

berdasarkan keinginan dari oknum polri itu sendiri4. Hal tersebut didukung oleh

pendapat dari Sadjijono5 memaknai istilah diskresi tidak dapat dipisahkan dengan

konsep kekuasaan atau kewenangan yang melekat untuk bertindak, yakni bertindak secara bebas dengan pertimbangannya sendiri dan tanggung jawab atas tindakan tersebut. Faktor berikutnya adalah faktor stres hal ini dapat dilihat dari pekerjaan

4

Mustafa A. Abdullah , Kasi Propam Polres kota Gorontalo, Wawancara, 16 April 2013 5Sadjijono,2010. Memahami Hukum Kepolisian, Jogjakarta, LaksbangPresindo, hlm 144

(5)

5

polisi yang kompleks dan berkecimpung dengan persoalan tentang kejahatan sehingga dapat memicu terjadinya tingkat stres yag sangat tinggi, hal ini juga

didukung dengan pendapat yang dikemukakan oleh Anton tabah6 tentang relita polisi

strees yang dilihat dari segi:

analogis fisiologis yang harus dikerjakan oleh seorang polisi dihadapkan pada ambifalensi peran selaku pelindung dan pengayom masyarakat dan penegak hukum.ini stereotipe paling nyata bagi seorang polisi.Satu sisi mengkehendaki kasih sayang selaku pengayom dan satu sisi lagi harus keras dan bengis (powerfull and cruel) ketika berperan sebagai penegak hukum terutama saat menghadapi penjahat brutal;

Kondisi psikis seorang polisi tidak dapat diabaikan dalam menangkal stres,karena itu setiap komandan satuan harus mampu menciptakan kondisi satuan atau komando yang nyaman bagi seluruh prajuritnya.misalnya dalam pembinaan personil ada cuti tahunan yang menjadi hak setiap prajurit. Tetapi di lingkungan oprasional polri hak cuti ini hampir tidak dapat terpenuhi penyebab utamanya adalah kekurangan personil;

Stres struktural juga sangat berbahaya apabila tidak diperhatikan dengan seksama. Stres struktural ini muncul akibat metoda reward and punishment (ganjaran dan hukuman) yang tidak obyektif dan kurang efektif;

Stres sosial (sosiologis) sangat mungkin bagi seorang polisi karena pekerjaannya yang lansung berhadapan dengan masyarakat. Stres sosial bisa terjadi

(6)

6

akibat sikap masyarakat terhadap polisi yang kurang kooperatif. sehingganya faktor-faktor diatas merupakan hal yang mendasar yang melatarbelakangi terjadinya suatu tidakan penganiayaan yang dilakukan oleh oknum polri di polres kota gorontalo.

Permasalahan berikutnya yaitu bagaimana upaya penanggulangan tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh oknum polri di polres kota gorontalo. Upaya-upaya yang dilakukan untuk menanggulangi tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh oknum polri di polres kota gorontalo diantaranya Tindakan penganiayaan yang dilakukan oknum polri merupakan suatu tindakan yang tidak dapat dibenarkan secara institusi maupun secara personal dalam prakteknya haruslah mendapatkan suatu ganjaran ataupun hukuman yang diharapkan dapat menanggulangi banyaknya kasus tindakan penganiayaan yang dilakukan oknum polri. Dalam upaya menanggulangi tindak penganiayaan yang dilakukan oleh oknum polri dipolres kota gorontalo, jajaran polri dipolres kota gorontalo banyak menempuh segala upaya. Sebagaimana

yang dijelaskan oleh Adhy pradana7 berpendapat tindakan penganiayaan yang

dilakukan oknum polri tidak dibenarkan di mata hokum, karena merupakan suatu tindak pidana sehingganya dalam penegakan hokum sesuai dengan tujuan hokum itu sendiri haruslah melalui prosedur berdasarkan aturan yang ada.hal tersebut juga merupakan upaya yang dilakukan untuk menanggulangi tindakan penganiayaan yang dilakukan oknum polri.

(7)

7

Hal tersebut juga didukung oleh Mustafa A. Abdullah8 berpendapat upaya

yang dilakukan melalui mekanisme pelaporan ditangani oleh sat reskrim, serta perbuatan yang dilakukan anggota polri tersebut tidak terlepas dari penegakan disiplin yang penanganannya dilakukan oleh SI Propam polres kota gorontalo. Penegakan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota polri diproses melalui sidang disiplin,hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.2 tahun 2003,tentang peraturan disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menjelaskan penjatuhan tindakan disiplin dilaksanakan seketika dan langsung pada saat diketahuinya pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota kepolisian Republik Indonesia. Adapun mekanisme yang dilakukan SI Propam Polres Kota Gorontalo yakni melakukan penyelidikan dalam rangka memperoleh dan mengumpulkan, mengolah serta menyajikan bahan keterangan pada pimpinan berkaitan dengan pelanggaran disiplin, pelanggaran Kode Etik Profesi,dan/atau tindak pidana yang dilakukan oleh anggota polri dalam hal ini merupakan tugas Paminal (Pengamanan Personal). Setelah lengkap bahan yang dikumpulkan oleh Paminal maka tugas selanjutnya adalah provos dalam hal pembinaan disiplin, etika profesi, penegakan hukum, penilaian akreditas, audit infestigasi, dan penyelenggaraan sidang KKEP (Kode Etik).

Sedangkan pelanggaran tindak pidana oleh anggota polri diproses melalui peradilan umum hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah No.3 tahun 2003, tentang pelaksanaa teknis institusional peradilan umum bagi anggota

(8)

8

Kepolisian Republik Indonesia yang menjelaskan bahwa proses peradilan pidana bagi anggota kepolisian Republik Indonesia sacara umum dilakukan menurut hokum acara yang berlaku dilingkungan peradilan umum. Setelah mendapatkan kekuatan hokum tetap oknum polri tersebut dapat diajukan melalui sidang disiplin maupun

KKEP.9

PENUTUP

Dengan melihat semua pembahasan yang telah dijelaskan pada halaman sebelumnya maka dapatlah ditarik kesimpulan yang mendasar dari hasil penelitian dengan judul upaya penanggulangan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh oknum polri di polres kota gorontalo. Diantaranya Pertama: Dalam melakukan upaya penanggulangan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oknum polri di polres kota gorontalo, selama ini jajaran terkait polri di polres kota gorontalo telah sesuai dengan apa yang diamanahkan dalam KUHP,khususnya diatur dalam pasal 351selaku aturan yang digunakan sebagai sanksi yang diterapkan terhadap suatu perbuatan pidana penganiayaan,serta telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 2 tahun 2003 tentang peraturan disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya diatur dalam pasal 14 ayat (1). Namun bukan berarti upaya yang dilakukan dapat menjamin tidak adanya lagi tindakan-tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh oknum polri di polres kota gorontalo. Kedua yaitu menyangkut upaya penanggulangan tindakan penganiayaan yang dilakukan oknum polri di polres

(9)

9

kota gorontalo adalah penerapan pidana umum sesuai KUHP dan penerapan sanksi disiplin sesuai Undang-undang No.2 tahun 2002 tentang Polri.

Adapun saran dari penulis terkait dengan judul Upaya penanggulangan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh oknum polri di polres kota gorontalo adalah sebagai berikut:

1. Lebih membina karakter personal anggota polri sebagai upaya prefentif sehingga tidak terjadinya tindakan-tindakan yang dapat melanggar hukum dalam hal ini tindakan penganiayaan. Serta dibutuhkan adanya kinerja yang maksimal dari pihak reskrim dan propam untuk menindaki oknum yang melakukan tindakan penganiayaan tersebut sehingga terwujud kinerja yang maksimal dari pihak reskrim dan propam sesuai dengan tupoksi (tugas pokok dan fungsi)

DAFTAR PUSTAKA

Anton Tabah, 2002. Membangun Polri yang Kuat, Mitra Hardhasuma, Jakarta.

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010. Dualisme Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Sadjijono, 2010. Memahami Hukum Kepolisian, Laksbang Pressindo, Yogyakarta. Peraturan Perundang-undangan :

(10)

10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Undang-undang Kepolisian No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah No.3 tahun 2003 Tentang Pelaksanaa Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Republik Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

hormon monal al yan yang g mer merupa upakan kan bag bagian ian dar dari i resp respon on ibu ibu ter terhad hadap ap keh kehami amilan lan,, dapat menjadi

Juru bicara kepolisian Israel mengumumkan, bahwa penutupan yang dilakukan pasukan Israel terhadap Al- Aqsha dengan alasan adanya pelemparan batu ke arah para pemukim dan

Proses kegiatan pembelajaran selanjutnya yaitu kegiatan inti yang terdiri dari: (1) guru memberikan keterangan singkat tenteng berwawancara dan menentukan topik

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan maka analisis dengan menggunakan SIG dapat dimanfaatkan dalam mengidentifikasi potensi longsor berupa pembuatan peta

Perlindngan anak merupakan seraingkaian kegiatan untuk melindungi anak sejak dalam kandungan, a agar anak dapat terjamin kelangsungan hidupnya, tumbuh dan berkembang serta

Usaha lain yang dilakukan oleh kepala sekolah untuk meningkatkan kualitas guru dan tenaga pendidik adalah dengan mengajak para guru dan tenaga pendidik untuk

Dari hasil proses pengolahan dan analisis data yang telah dilakukan melalui program Focal Mechanisme gempabumi Manokwari pada 4 Januari 2009, maka dapat