• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kata menopause berasal dari bahasa Yunani, yaitu men yang berarti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kata menopause berasal dari bahasa Yunani, yaitu men yang berarti"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Menopause

Kata ”menopause” berasal dari bahasa Yunani, yaitu ”men” yang berarti bulan dan ”peuseis” yang berarti penghentian sementara. Secara lingustik yang lebih tepat adalah ”menocease” yang artinya berhentinya masa menstruasi (Smart, 2010).

Banyak definisi tentang menopause yang dikemukan oleh para ahli, diantaranya mereka mengatakan menopause adalah :

Burger (2007), mendefinisikan menopause adalah berhentinya menstruasi secara permanen yang diakibatkan hilangnya folikel ovarium yang diperantai oleh transisi menopause, suatu penanda awal munculnya ketidakteraturan menstruasi. Mckinlay (1996), mengatakan secara klinis menopause alami dapat didiagnosa setelah 12 bulan berturut-turut tidak menstruasi tampa sebab yang jelas (seperti kehamilan, menyusui) sejak menstruasi terakhir.

Sutanto (2005), mendefinisikan menopause sebagai proses alami dari penuaan, yaitu ketika wanita tidak lagi mendapat haid selama 1 tahun. Berhentinya haid karena ovarium tidak lagi memproduksi hormon estrogen dan progesteron, dan rata-rata terjadinya menopause pada usia 50 tahun.

Menopause adalah berhentinya siklus haid terutama karena ketidakmampuan

sistem neurohumoral untuk mempertahankan stimulasi periodiknya pada sistem

(2)

menopause sebagai perdarahan rahim terakhir yang masih diatur oleh hormon ovarium. Istilah menopause digunakan untuk menyatakan suatu perubahan hidup dan

pada saat itulah seorang wanita mengalami periode terakhir masa haid .

Shimp & Smith (2000), mendefenisikan menopause sebagai akhir periode menstruasi, tetapi seorang wanita tidak memperhitungkan post menopause sampai wanita tersebut telah 1 tahun mengalami amenorrhea. Menopause membuat berakhirnya fase reproduksi pada kehidupan wanita.

Gebbie (2005), mengatakan menopause sebagai periode menstruasi spontan yang berakhir pada seorang wanita dan merupakan diagnosa yang ditegakkan secara retrospektif setelah amenorrhea selama 12 bulan. Menopause terjadi pada usia rata-rata 51 tahun.

Menopause adalah masa kehidupan wanita ketika kemampuan reproduksinya

berhenti. Ovary (kelenjar reproduksi wanita) berhenti fungsinya dan menghasilkan hormon yang lebih sedikit (WHO, 1996). Pengertian lain dari menopause adalah berhentinya menstruasi secara permanen yang disebabkan hilangnya fungsi

folikel-folikel sel telur (Greendale, 1999).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menopause adalah masa setelah satu tahun berhentinya menstruasi/haid yang disebabkan oleh menurunnya produksi hormon estrogen dan progesteron di ovarium dan berakhirnya masa reproduksi seorang wanita.

(3)

2.1.1. Fisiologi Menopause

Kasdu (2000), mengatakan sejak lahir bayi wanita sudah mempunyai 770.000-an sel telur yang belum berkembang. Pada fase prapubertas, yaitu usia 8–12 tahun, mulai timbul aktifitas ringan dari fungsi endokrin reproduksi. Selanjutnya, sekitar 12–13 tahun, umumnya seorang wanita akan mendapatkan menarche (haid pertama kali). Masa ini disebut sebagai pubertas dimana organ reproduksi wanita mulai berfungsi optimal secara bertahap. Pada masa ini ovarium mulai mengeluarkan sel-sel telur yang siap untuk dibuahi. Masa ini disebut fase reproduksi atau periode

fertil (subur) yang berlangsung sampai usia sekitar 45 tahunan. Pada masa ini wanita

mengalami kehamilan dan melahirkan. Fase terakhir kehidupan wanita atau setelah masa reproduksi berakhir disebut klimakterium, yaitu masa peralihan yang dilalui seorang wanita dari periode reproduktif ke periode non produktif. Periode ini berlangsung antara 5–10 tahun sekitar menopause yaitu 5 tahun sesudah menopause.

2.1.2. Tahap-Tahap Menopause

Menopause terbagi dalam beberapa fase, menurut Manuaba (1999), perubahan wanita menuju masa menopause antara usia 50-65 tahun yaitu :

a. Fase pra-menopause (klimakterium), pada fase ini seorang wanita akan mengalami kekacauan pola menstruasi, terjadi perubahan psikologis/kejiwaan dan perubahan fisik. Berlangsung sekitar 4-5 tahun, ini terjadi pada usia antar 48-55 tahun.

b. Fase menopause, berhentinya menstruasi. Perubahan dan keluhan psikologis fisik makin menonjol, berlangsung sekitar 3-4 tahun, pada usia antara 56-60 tahun

(4)

c. Fase pasca-menopause (senium), terjadi pada usia di atas 60-65 tahun. Wanita beradaptasi terhadap perubahan psikologis dan fisik, keluhan makin berkurang.

Menurut Midasmart (2009), tahapan menopause bermula dari tahap reproduksi sampai berakhir pada awal senium, saat wanita usia 40-65 tahun:

a. Pra-menopause, merupakan masa 4-5 tahun sebelum menopause, fungsi reproduksinya mulai menurun, timbul keluhan tanda-tanda menopause, perdarahan tidak teratur.

b. Menopause, terjadi pada usia sekitar 50 tahun, perdarahan uterus terakhir yang masih dikendalikan oleh ovarium, masa wanita mengalami akhir datangnya haid sampai berhenti, periode dengan keluhan memuncak, rentangan 1-2 tahun sebelum dan 1 tahun sesudah menopause.

c. Pasca menopause, masa 3-5 tahun setelah menopause, munculnya perubahan-perubahan patologi secara permanen disertai memburuknya kondisi fisik pada usia lanjut (senium).

d. Ooforopause, saat ovarium kehilangan fungsi hormonalnya sama sekali.

Kasdu (2004), mengatakan pada masa premenopause, hormon estrogen dan

progesteron masih tinggi, tetapi semakin rendah ketika memasuki masa

perimenopause dan postmenopause. Keadaan ini berhubungan dengan fungsi ovarium yang terus menurun. Semakin meningkat usia seorang wanita, semakin menurun jumlah sel-sel telur pada kedua indung telur. Hal ini disebabkan adanya ovulasi pada setiap siklus haid, dimana pada setiap siklus, antara 20 hingga 1.000 sel telur tumbuh dan berkembang, tetapi hanya satu atau kadang-kadang lebih yang berkembang

(5)

sampai matang akan juga mati, juga karena proses atresia, yaitu proses awal pertumbuhan sel telur yang segera berhenti dalam beberapa hari atau tidak berkembang. Proses ini terus menurun selama kehidupan wanita hingga sekitar 50 tahun karena produksi ovarium menjadi sangat berkurang dan berakhir berhenti bekerja.

Sarwono (2002), menyebutkan penurunan fungsi ovarium menyebabkan berkurang kemampuan ovarium untuk menjawab rangsangan gonadotropin, keadaan ini akan mengakibatkan terganggunya interaksi antara hipotalamus-hipofisis. Pertama terjadi kegagalan fungsi korpus luteum. Kemudian, turunnya produksi steroid

ovarium menyebabkan berkurangnya reaksi umpan balik negatif terhadap hipotalamus. Keadaan ini meningkatkan produksi Follicle Stimulating Hormone

(FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Dari kedua gonadotropin itu yang paling tinggi peningkatannya adalah FSH. Kadar FSH pada masa menopause adalah 30-40mIu/ml”.

2.1.3 Gejala dan Keluhan pada Wanita Menopause

Ketika akan menopause, terjadi perubahan-perubahan pada tubuh yang dapat menimbulkan keluhan-keluhan pada wanita menopause. Gejala awal yang terjadi pada masa menopause adalah menstruasi menjadi tidak teratur, cairan haid menjadi semakin sedikit atau semakin banyak, hot flushes yang kadang-kadang menyebabkan

insomnia, palpitasi, pening, dan rasa lemah. Gangguan seksual (perubahan libido dan disparenia). Gejala-gejala saluran kemih seperti urgensi, frekwensi, nyeri saat

(6)

Hanafiah (2000), mengatakan turunya fungsi ovarium mengakibatkan hormon

estrogen dan progesteron sangat berkurang di dalam tubuh wanita. Penurunan sampai

hilangnya hormon estrogen dari ovarium ini yang terjadinya pada awal masa

klimakterium sampai hilangnya fungsi ovarium (ooforase) menimbulkan

keluhan-keluhan tertentu (sindrom defesiensi estrogen) yang kadang-kadang sangat mengganggu dan memerlukan pengobatan. Dalam jangka pendek pada masa pra dan pascamenopause, turunnya kadar estrogen menyebabkan timbulnya suatu gejala yang merupakan sindromma klimakterium dan dalam jangka panjang dapat menimbulkan penyakit kardiovaskuler, osteoporosis dan demensia tipe Alzheimer.

Adapun gejala dan keluhan yang umum muncul pada wanita menopause (Hanafiah, 2000) yaitu :

1. Gangguan vasomotor, yaitu hot flushes (gejolak panas) dan keringat banyak pada malam hari (night sweats)

2. Gangguan psikis, yaitu irritabilitas (mudah tersinggung), ansietas (cemas), depresi, susah tidur, libido menurun dan pelupa

3. Gangguan urogenital, yaitu incontinence urine (berkemih tidak tertahan), frequency (sering berkemih), dysuria (nyeri berkemih) dan nocturia (berkemih malam hari) serta dyspareunia (nyeri bersetubuh)

4. Perubahan pada alat-alat non genetalia, yaitu rambut rontok, kulit mengalami atropi dan kering serta tampak keriput.

(7)

2.1.4. Hot flush

Manuaba (1998), mengatakan hot flush adalah rasa panas yang luar biasa pada wajah dan tubuh bagian atas seperti leher dan dada. Hot flushes terjadi pada malam hari, dan menyebabkan keluarnya keringat, terjadi selama beberapa detik atau menit, tetapi ada juga yang berlangsung sampai 1 jam. Hot flushes berlangsung selama 2-5 tahun ketika wanita akan memasuki usia menopause atau saat menopause dan akan menghilang sekitar 4-5 tahun pasca menopause. Wanita yang mengalami hot flushes ini sekitar 75%-80%.

Gejala ini terjadi karena pada saat menopause, seiring dengan terhentinya menstruasi akan terjadi peningkatan hormon FSH dan LH serta rendahnya estrogen. Salah satu efek samping dari FSH adalah terjadinya vasodilatasi dibawah kulit yang dapat menimbulkan perubahan yaitu pelebaran pada pembuluh darah, sehingga meningkatkan aliran darah dibawah kulit. Melebarnya pembuluh darah pada wajah, leher, dan tengkuk menimbulkan semburan rasa panas. Rasa panas ini muncul tiba-tiba dan akan hilang setelah beberapa menit berikutnya (Guyton, 1999). Mashshak (2000), mengatakan bahwa gejolak panas merupakan hasil dari suatu perubahan tiba-tiba dalam pusat pengaturan suhu di hipotalamus.

Hingga saat ini etiologi yang pasti dari gejolak panas tidak diketahui, namun diduga mekanisme termoregulator pada inti hipotalamus mengalami malfungsi. Gejolak panas muncul tiba-tiba menyebar ke berbagai bagian tubuh, terutama dada, wajah dan kepala. Biasanya terjadi kemerahan dan banyak keringat disertai berdebar-debar, cemas dan diikuti rasa dingin. Seluruh episode berlangsung beberapa detik

(8)

hingga beberapa menit. Gejolak panas dapat timbul beberapa kali dalam sehari, tapi berbeda-beda pada tiap wanita, rata-rata terjadi 5-10x/hari (Hanafiah, 2000).

2.1.5. Sulit Tidur

Bender (1998) dalam Lasmini (2000), mengatakan bahwa sulit tidur merupakan gejala yang sering dialami oleh wanita menopause, sehingga dengan alasan tersebut mereka mencari pertolongan ke tenaga medis. Beberapa hal dari sulit tidur ini, merupakan suatu dampak dari rasa semburan panas hot flusth, dan banyak keringat diwaktu malam sehingga merasa terganggu pada saat tidurnya.

Gangguan tidur dapat juga ada hubungannya dengan penurunan hormon

estrogen pada wanita yang mempengaruhi produksi dari serotonim, yaitu zat kimia

yang ada diotak yang memiliki peranan penting dalam mengatur pola tidur. Dengan menurunnya kadar serotonim dalam otak mengakibatkan gangguan tidur pada wanita yang sedang dalam menopause. Kesulitan dalam tidur tidak hanya menimbulkan rasa keletihan fisik, namun juga gangguan emosi.

Gangguan tidur adalah suatu masalah yang sering dihubungkan dengan gejolak panas, masalah ini dapat memiliki efek domino pada seluruh kehidupan penderita.

2.1.6. Vagina Kering

Menurut Kasdu (2004), gangguan seksual terjadi karena penurunan kadar

estrogen yang menyebabkan vagina menjadi atropi, kering, gatal. Panas, dan nyeri

saat aktifitas seksual (disparenia) karena setelah menopause sekresi vagina berkurang. Disamping itu dinding vagina menjadi tipis, elastisitasnya berkurang dan

(9)

menjadi lebih pendek serta lebih rendah, akibatnya terasa tidak nyaman dan nyeri selama aktifitas seksual. Atropi vagina terjadi 3-6 bulan setelah menopause dan gejalanya dirasakan dalam 5 tahun menopause.

2.1.7. Tidak Dapat Menahan Air Seni

Atropi juga dapat terjadi pada saluran kemih bagian bawah, sehingga otot

penyangga uretra dan kandung kemih menjadi lemah. Hilangnya onus otot utetra karena menurunnya kadar estrogen, akibat terjadinya gangguan penutupan uretra dan perubahan pola aliran urine menjadi tidak normal sehingga fungsi kandung kemih tidak dapat dikendalikan (inkontinensia urine) dan mudah terjadi infeksi pada saluran kemih bagian bawah (Shimp & Smith, 2000).

2.1.8. Perubahan Kulit

Selain itu turunnya kadar estrogen juga berpengaruh pada jaringan kolagen yang berfungsi sebagai jaringan penunjang pada tubuh. Hilangnya kolagen menyebabkan kulit menjadi kering dan keriput, rambut terbelah-belah, rontok, gigi mudah goyang dan gusi berdarah, sariawan, kuku rusak, serta timbulnya rasa sakit dan ngilu pada persendiaan (Kasdu, 2004).

2.1.9. Berat Badan

Dengan bertambahnya usia, aktifitas tubuh juga berkurang. Hal ini menyebabkan gerak tubuh berkurang, sehingga lemak semakin banyak tersimpan. Berdasarkan penelitian yang di kutip oleh Kasdu ditemukan bahwa setiap kurun waktu 10 tahun berat badan akan bertambah atau melebar ke samping, ditemukan 29% wanita pada masa menopause memperlihatkan kenaikan berat badan dan 205

(10)

diantaranya memperlihatkan kenaikan yang mencolok. Hal ini diduga ada hubungannya dengan turunnya estrogen dan gangguan pertukaran zat dasar metabolisme lemak ( Kasdu, 2004).

2.1.10. Osteoporosis

Osteoporosis merupakan suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan

menurunnya massa tulang dan mikroarsitektur dari jaringan tulang akibat berkurangnya hormon estrogen (Proverawati, 2009)

Estrogen juga membantu penyerapan kalsium ke dalam tulang, sehingga

wanita yang telah mengalami menopause mempunyai resiko lebih mudah terkena

osteoporosisi. Kehilangan massa tulang merupakan fenomena universal yang dimulai

sekitar usia 40 tahun, dan meningkat pada wanita postmenopause, yaitu rata-rata kehilangan massa tulang 2% tiap tahun. Pada tahun-tahun awal setelah menopause, kehilangan massa tulang berlangsung sangat cepat dan resiko jangka panjang untuk terjadinya patah tulang meningkat (Kasdu, 2004).

Lebih dari 90% pasien pasien osteoporosis adalah wanita postmenopause. Diperkirakan antara 25% dan 44% wanita postmenopause mengalami fraktur karena

osteoporosis, terlebih pada tulang belakang, sendi paha, dan lengan bawah. Pada

wanita kulit putih, kira-kira 8 dari 1000 mengalami fraktur oeteoporosis, dan pada wanita kulit hitam 3 dari 1000. Walaupun wanita kulit putih dan wanita Asia mempunyai resiko yang meningkat untuk menjadi fraktur tulang karena

(11)

bulan pertama setelah fraktur tulang paha dibanding wanita kulit putih, yaitu 20% dan 11% (Shimp dan Smith, 2000).

Pramono dalam Kasdu (2004 ), mengatakan bahwa, pada lansia berusia 60-78 tahun sering ditemukan osteoporosisi, dan pada golongan ini wanita dua kali lebih banyak dibandingkan pria. Secara kumulatif, selama hidupnya wanita akan mengalami kehilangan 40%-50% massa tulangnya, sedangkan pria hanya kehilangan sebanyak 20%-30%. Dengan demikian, wanita lebih beresiko menderita osteoporosis dan patah tulang pada masa postmenopause.

American Society for Reproductive Medicine menyebutkan pada wanita di

atas 50 tahun, terdapat 13-18% yang mengalami osteoporosis. Meningkatnya kemungkinan terjadi fraktur sebesar 15-20%. Patah tulang pangkal paha akibat osteoporosis diperkirakan akan meningkat tiap tahunnya menjadi 6,26 juta sampai tahun 2050. Di Amerika Serikat didapatkan 24 juta penderita osteoporosis yang memerlukan pengobatan, 80% adalah wanita. Sepuluh juta sudah jelas mengalami osteoporosis, dan 14 juta mengalami massa tulang yang rendah yang merupakan risiko tinggi terjadinya osteoporosis berat. Dari yang tenderita osteoporosis kurang lebih 1,5 juta mengalami patah tulang, dan diperkirakan 37.000 orang meninggal tiap tahunnya akibat komplikasinya (Proverawati, 2009).

2.1.11. Penyakit Jantung Koroner

Penurunan kadar estrogen juga mengakibatkan penurunan HDL (High Density

Lipoprotein) dan meningkatkan LDL (Low Density Lipoprotein), trigliserida, dan

(12)

Penimbunan lemak tubuh juga merupakan faktor resiko penyakit jantung koroner. Penelitian yang dilakukan oleh Gallup (1995), ditemukan bahwa wanita berpeluang dua kali lebih besar terkena penyakit jantung koroner daripada kanker payudara, dan terjadinya penyakit jantung koroner pada wanita menopause menjadi dua kali lipat dibanding pria pada usia yang sama (Kasdu, 2004).

2.1.12. Kanker

Penyakit lain yang dapat terjadi pada masa menopause adalah kanker, seperti kanker endometrium, kanker indung telur, kanker mulut rahim, kanker payudara, dan kanker vagina, selain pengaruh hormon tubuh juga berhubungan dengan gangguan tubuh lainnya akibat penyakit degeneratif, seperti diabetes dan penyakit jantung. Faktor genetik dan gaya hidup juga berpengarruh. Hipertensi juga sering terjadi,

demensia tipe Alzheimer juga kadang ditemukan pada periode pramenopause dan

pasca menopause, dimana terjadi penurunan kadar hormon seks steroid yang menyebabkan beberapa perubahan neuroendrokrin sistem susunan saraf pusat, maupun kondisi biokimiawi otak. Pada keadaan ini terjadi proses degeneratif sel neuro di hampir semua bagian otak terutama yang berkaitan dengan fungsi ingatan. Kelainan tersebut seperti sulit berkonsentrasi, hilang fungsi memori jangka pendek, dan beberapa kondisi yang berhubungan dengan kelainan psikologis (Kasdu, 2004).

2.1.13. Perubahan Psikologis Wanita Menopause

Selain perubahan fisik, perubahan-perubahan psikologis juga sangat mempengaruhi kualitas hidup seorang wanita dalam menjalani masa menopause. Perubahan yang terjadi pada wanita menopause adalah perubahan mood, irritabilitas,

(13)

kecemasan, labilitas emosi, merasa tidak berdaya, gangguan daya ingat, konsentrasi berkurang, sulit mengambil keputusan, dan merasa tidak berharga (Glasier dan Gebbie, 2005).

Stress kehidupan setengah baya dapat memperburuk menopause. Menghadapi anak remaja, emptynest syndrome, perpisahan atau ketidak harmonisan perkawinan, sakit atau kematian teman atau keluarga, kurangnya kepuasan pada pekerjaan, penambahan berat badan atau kegemukan adalah beberapa bentuk stress yang mengakibatkan resiko masalah emosional yang serius (Bobak, 2005).

Emptynest syndrome adalah suatu keadaan yang terjadi pada saat anak-anak

meninggalkan rumah untuk menjalani kehidupan masing-masing. Anggapan bahwa tugas sebagai orang tua berakhir sesaat setelah anak-anak meninggalkan rumah sering membuat orang tua menjadi stress terutama bagi para ibu yang merasa kehilangan arti atau makna hidup bagi dirinya (Mackenzie,1996).

Selain itu latar belakang masing-masing wanita sangat berpengaruh terhadap kondisi wanita dalam mengalami masa menopause, misalnya apakah wanita tersebut menikah atau tidak, apakah wanita tersebut mempunyai suami, anak, cucu, atau kehidupan keluarga yang membahagiakannya, serta pekerjaan yang mengisi aktifitas sehari-harinya (Kasdu, 2004).

Peran budaya juga dapat mempengaruhi status emosi selama perimenopause. Banyak wanita mempersepsikan ketidakmampuan untuk mengandung sebagai suatu kehilangan yang bermakna. Kebanyakan orang melihat menopause sebagai langkah pertama untuk masuk ke usia tua dan menghubungkannya dengan hilangnya

(14)

kecantikan. Budaya barat menghargai masa muda dan kecantikan fisik, sementara orang tua menderita akibat kehilangan status, fungsi serta peran (Bobak, 2005).

Aspek psikologis yang terjadi pada lansia atau wanita menopause amatlah penting peranannya dalam kehidupan sosial lansia terutama dalam menghadapi masalah-masalah yang berkaitan dengan pensiun, hilangnya jabatan atau pekerjaan yang sebelumnya sangat menjadi kebanggaan sang lansia tersebut. Berbicara tentang aspek psikologis lansia dalam pendekatan eklektik holistik, sebenarnya tidak dapat dipisahkan antara aspek organ biologis, psikologis, sosial, budaya dan spiritual dalam kehidupan lansia (Varney, 2007).

Varney (2007), mengatakan beberapa gejala psikologis yang menonjol pada saat menopause terjadi adalah mudah tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, tegang (tension), cemas dan depresi. Ada juga lansia yang kehilangan harga diri karena menurunnya daya tarik fisik dan seksual, mereka merasa kehilangan femininitas karena fungsi reproduksi yang hilang saat mereka menopause. Beberapa keluhan psikologis yang merupakan tanda dan gejala menopause yaitu : ingatan menurun, kecemasan, mudah tersinggung, stress bahkan ada yang sampai menjadi depresi.

Ingatan menurun merupakan gejala yang terlihat sebelum menopause, wanita dapat mengingat dengan mudah, namun sesudah mengalami menopause terjadi kemunduran dalam mengingat, bahkan sering lupa pada hal-hal yang sederhana, padahal sebelunnya secara otomatis langsung ingat (Varney, 2007).

(15)

Kecemasan merupakan keluhan yang dirasakan wanita setelah menopause. Kecemasan yang timbul sering dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Kecemasan pada wanita yang telah menopause umumnya bersifat relatif, artinya ada wanita yang cemas dan dapat tenang kembali setelah mendapatkan dukungan dari orang sekitar, namun ada juga yang terus menerus cemas, meskipun orang-orang sekitar telah memberi dukungan. Akan tetapi ada juga wanita yang telah mengalami menopause tidak mengalami perubahan yang berarti dalam kehidupannya saat melewati masa

menopausenya (Varney, 2007).

Mudah tersinggung merupakan gejala yang lebih mudah dilihat dibandingkan dengan kecemasan. Wanita lebih mudah tersinggung dan marah terhadap sesuatu yang sebelumnya dianggap tidak mengganggu. Ini mungkin disebabkan dengan datangnya menopause maka wanita menjadi sangat menyadari proses mana yang sedang berlangsung dalam dirinya. Perasaannya menjadi sangat sensitif terhadap sikap dan perilaku orang-orang disekitarnya, terutama jika sikap dan perilaku tersebut dipersepsikan sebagai menyinggung proses penerimaan yang sedang terjadi dalam dirinya (Varney, 2007).

Ketegangan perasaan atau stress pada saat berada dalam lingkungan pekerjaan, pergaulan sosial, kehidupan rumah tangga bahkan menyusup ke dalam tidur. Kalau tidak ditanggulangi stress dapat menyita energi, mengurangi produktifitas kerja dan menurunkan kekebalan terhadap penyakit, yang artinya kalau dibiarkan dapat menggerogoti tubuh secara diam-diam. Stress tidak hanya

(16)

memberikan dampak negatif, tetapi dapat juga memberikan dampak yang positif. Dampak negatif dan positif itu tergantung pada bagaimana individu memandangnya dan mengendalikannya. Stress adalah suatu keadaan atau tantangan yang kapasitasnya diluar kemampuan seseorang, oleh karena itu stress sangat individual sifatnya (Varney, 2007).

Depresi yang dialami oleh wanita menopause sering disebabkan karena mereka merasa sedih karena kehilangan kemampuan untuk bereproduksi, sedih karena kehilangan kesempatan punya anak, sedih karena kehilangan daya tarik. Wanita merasa tertekan karena kehilangan seluruh perannya sebagai wanita dan harus menghadapi masa tuanya (Varney, 2007).

Teori Blackburn dan Davidson (1990) dalam Mansur (2009), mengatakan gejala-gejala kecemasan dalam menghadapi menopause: (1) Suasana hati, yaitu keadaaan yang menunjukkan ketidaktenangan psikis, seperti mudah marah, perasaan sangat tegang; (2) Pikiran, yaitu keadaan pikiran yang tidak menentu, seperti khawatir, sukar berkonsentrasi, pikiran kosong, membesar-besarkan ancaman, memandang diri sebagai pribadi yang sangat sensitif dan merasa tidak berdaya; (3) Motivasi, yaitu dorongan untuk mencapai sesuatu, seperti menghindar situasi tertentu, ketergantungan yang tinggi atau ingin melarikan diri dari kenyataan; (4) Perilaku gelisah, yaitu keadaan diri yang tidak terkendali, seperti gugup, kewaspadaan yang berlebihan, sangat sensitif dan agitasi (5) Reaksi-reaksi biologis yang tidak terkendali, seperti berkeringat, gemetar, pusing, berdebar-debar, mual dan mulut kering.

(17)

2.2. Kesiapan Menghadapi Keluhan Menopause.

Menurut Chaplin (1989) dalam Dewi (2006), kesiapan adalah tingkat perkembangan dari kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan untuk mempraktekkan sesuatu. Sementara itu, Corsini (2002) dalam Dewi (2006) menyatakan bahwa kesiapan adalah berkembang atau mempersiapkan diri dalam belajar dan memperoleh beberapa tugas perkembangan atau keahlian khusus berdasarkan fisik, sosial dan intelektual. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), kesiapan merupakan kesanggupan untuk berbuat sesuatu.

Jadi dapat disimpulkan kesiapan adalah kemampuan atau kesanggupan seseorang untuk berbuat sesuatu untuk menolong dirinya sendiri, dengan kata lain upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk berbuat sesuatu untuk menolong dirinya.

Menurut Manuaba (2004), wanita yang tidak siap menghadapi menopause akan mengalami: menurunnya kemampuan berfikir dan ingatan, gangguan emosi berupa rasa takut bila disebut tua, rasa takut menjadi tua dan tidak menarik, sukar tidur atau cepat bangun, mudah tersinggung dan mudah marah, sangat emosional dan spontan, merasa tertekan dan sedih tampa diketahui sebabnya. Rasa takut kehilangan suami, anak, dan ditinggalkan sendiri. Keinginan seks menurun dan sulit untuk dirangsang.

Mengacu beberapa pendapat diatas, kesiapan wanita mengatasi keluhan

menopause adalah suatu upaya yang dilakukan oleh wanita menopause untuk

(18)

tersebut dapat menjalani masa menopause dengan nyaman tampa merasa keluhan

menopause tersebut sebagai sesuatu yang mengganggu.

Wanita yang mengalami menopause yang sebelumnya telah mengetahui informasi tentang menopause dari tenaga kesehatan, teman ataupun melalui masmedia akan lebih mudah (lebih siap) menerima kedatangan menopause, karena sudah diantisipasi sebelumnya.

2.3. Peran Tenaga Kesehatan

Peran adalah tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat (Depdikbud, 2001). Peran adalah suatu pola tingkah laku, kepercayaan, nilai, sikap yang diharapkan oleh masyarakat muncul dan menandai sifat dan tindakan si pemegang kedudukan. Sarwono (2007), mengatakan peran menggambarkan perilaku yang seharusnya diperlihatkan oleh individu pemegang peran tersebut dalam situasi yang umum.

Muzaham (2007), mengatakan ahli sosiologi menemukan sesuatu yang bermanfaat untuk mempelajari interaksi antara individu sebagai pelaku (actors) yang menjalankan berbagai peranan. Suatu peranan, apakah dokter, perawat, bidan atau tenaga kesehatan lain mempunyai kewajiban atau paling tidak diharapkan untuk menjalankan suatu tugas atau kegiatan yang sesuai dengan peranannya.

Tenaga kesehatan adalah seseorang yang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada individu, keluarga dan masyarakat (Azwar, 1996). Tenaga kesehatan berdasarkan pekerjaannya adalah tenaga medis dan tenaga

(19)

paramedis seperti: tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga penunjang medis lainnya. Ada dua aspek mutu pelayanan kesehatan yang perlu dilakukan di puskesmas yaitu quality of care dan quality of service. Quality of care antara lain menyangkut ketrampilan tehnis tenaga kesehatan (dokter, bidan, perawat dan paramedis lain) dalam menegakkan diagnosis dan memberikan perawatan kepada pasien (Muninjaya, 2004).

Hal senada juga dikatakan oleh Wijono (1999), tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketrampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenagan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi dan tenaga ketehnisian medis.

Wijono (1999), menyebutkan sebagai tenaga kesehatan harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.

2. Tenaga kesehatan dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan yang bersangkutan memiliki izin dari menteri.

3. Dikecualikan dari pemilikan izin sebagaimana dimaksud, bagi tenaga kesehatan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan diatur oleh menteri.

(20)

4. Selain izin sebagaimana yang dimaksud, tenaga medis dan tenaga kefarmasian lulusan dari lembaga pendidikan di luar negeri hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah yang bersangkutan melakukan adaptasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi diatur oleh mentri.

Peran tenaga kesehatan dalam memelihara dan melindungi kesehatan masyarakat adalah sebagai fasilitator, motivator, konselor (Notoatmodjo, 2007; Azwar, 1996; Herawati, 2006)

Adapun peran tenaga kesehatan adalah sebagai berikut:

2.3.1. Motivator

Motivator berasal dari kata motif (motive) yang artinya adalah rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang hingga orang tersebut memperhatikan perilaku tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga pada seseorang maupun sekelompok masyarakat tersebut sehingga mau berbuat dan bekerja sama secara optimal, melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Azwar, 1996).

Widayatun (1999), menjelaskan bahwa motivasi sebagai kekuatan dari dalam individu yang mempengaruhi kekuatan atau petunjuk perilaku, motivasi itu mempunyai arti mendorong/menggerakkan seseorang untuk berperilaku, beraktivitas dalam mencapai tujuan. Sementara itu Santoso (2005) mengatakan motivasi adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang melakukan pekerjaan atau

(21)

menjalankan kekuasaan terutama dalam berprilaku. Motivator adalah orang yang memberikan motivasi atau dorongan kepada seseorang untuk berprilaku.

Menurut Chair dkk (2005) sebagai motivator, tenaga kesehatan dalam menangani wanita menopause dapat berupa penawaran dukungan berupa mengidentifikasi masalah kardiovaskuler, masalah kontinensia, masalah makanan, masalah gaya hidup, masalah osteoporosis dan lain-lain.

2.3.2. Fasilitator

Fasilator adalah orang atau badan yang memberikan kemudahan atau menyediakan fasilitas (Santoso, 2005). Tenaga kesehatan harus dapat berperan sebagai fasilator bagi klien untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Sebagai fasilitator tenaga kesehatan harus mampu menentukan kelompok sasaran sehingga dapat melakukan pemantauan dan evaluasi (Depkes RI, 1999).

Menurut Notoatmodjo (2007), tenaga kesehatan harus memfasilitasi masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan atau program-program kesehatan.

Sebagai seorang fasilitator, menurut Chair dkk (2005) tenaga kesehatan yang menangani wanita menopause harus mampu memfasilitasi dan menyediakan informasi tentang menopause serta keluhan yang menyertainya, terapi pilihan, dimana wanita menopause tersebut dapat mengakses terapi, skrining servik, pemeriksaan payudara, pemeriksaan kardiovaskuler, pemeriksaan osteoporosis dan lain-lain.

(22)

2.3.3. Konselor

Konselor adalah orang yang memberikan bantuan kepada orang lain dalam membuat keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap fakta-fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan-perasaan klien (Depkes RI, 2002).

Mandriwati (2008), mengatakan tujuan umum pelaksanaan konseling adalah membantu wanita menopause mencapai perkembangan yang optimal dalam batas-batas potensi yang dimiliki dan secara khusus bertujuan untuk mengarahkan perilaku yang tidak sehat menjadi perilaku sehat, membimbing wanita menopause belajar membuat keputusan dan membimbing wanita menopause untuk dapat mencegah timbulnya masalah.

Pada umumnya jasa konseling diperlukan apabila ada pihak yang mempunyai kesulitan tentang sesuatu dan berharap dengan konsultasi kesulitan tersebut dapat teratasi. Konseling adalah bagian dari peran dan tanggung jawab tenaga kesehatan kepada klien dalam memberikan pelayanan yang optimal (Mundakir, 2006).

Mandriwati (2008), mengatakan konseling berbeda dengan komunikasi informasi edukasi karena konseling merupakan upaya untuk menciptakan perubahan perilaku yang dilaksanakan secara individu atau kelompok dengan menggunakan komunikasi efektif, untuk mengutarakan permasalahan sesuai dengan kondisi sasaran sampai sasaran merasakan permasalahannya dan membimbing dalam pelaksanaannya.

Proses konseling terdiri dari 4 unsur kegiatan yaitu pembinaan hubungan baik, penggalian informasi (identifikasi masalah, kebutuhan, perasaan, kekuatan diri, dan

(23)

sebagainya) dan pemberian informasi dan menindaklanjuti pertemuan (Depkes RI, 2002). Langkah-langkah pelaksanaan konseling menurut Mandriwati (2008) adalah tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan yaitu menyiapkan ruangan yang kondusif, menyiapkan alat-alat peraga sesuai dengan kebutuhan dan menyiapkan alat tulis, catatan dan kartu wanita menopause dengan kebutuhan.

Mandriwati (2008), mengatakan tahap pelaksanaan konseling disingkat dengan GANTHER yaitu greet (menyapa wanita menopause untuk memulai percakapan dan menciptakan suasana yang akrab), tell (memberi informasi tentang cara atau metode yang bisa digunakan untuk memecahkan masalah), help (yaitu membantu wanita menopause memilih cara yang tepat untuk mengatasi permasalahannya sesuai dengan kemampuan ibu), explain (menjelaskan secara rinci tehnik pelaksanaan cara-cara yang dipilih) dan return (membuat kesepakatan dengan wanita menopause untuk pertemuan berikutnya untuk mengevaluasi keberhasilan cara-cara pemecahan masalah yang telah dilaksanakan.

Simatupang (2008), menyebutkan bahwa sebagai tenaga kesehatan harus mampu menjadi konselor untuk menjalankan peran dan fungsinya sebagai pelaksana pelayanan kesehatan ditengah-tengah masyarakat. Sebagai konselor tenaga harus mampu menyakinkan wanita menopause bahwa ia berada dalm asuhan orang yang tepat sehingga mau berbagi cerita seputar permasalahan kesehatan yang dialaminya dan mau menerima asuhan yang diberikan.

Sifat konselor yang baik adalah mau mengajar dari dan melalui pengalaman, mampu menerima orang lain, mau mendengarkan dan sabar, optimis, respek, terbuka

(24)

terhadap pandangan dan interaksi yang berbeda, tidak menghakimi, dapat menyimpan rahasia, mendorong pengambilan keputusan, memberi dukungan, membentuk dukungan atas dasar kepercayaan, mampu berkomunikasi, mengerti perasaan dan kekhawatiran orang lain dan mengerti keterbatasan mereka (Simatupang, 2008).

Muninjaya (2004), mengatakan sikap empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh tenaga kesehatan akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien (compliance).

Chair dkk (2005), mengatakan tenaga kesehatan harus mampu membahas dengan wanita menopause tentang risiko dan manfaat berbagai pilihan terapi untuk wanita menopause, mampu mengarahkan wanita menopause untuk menerima saran dari tenaga kesehatan seputar keluhan yang dialami oleh wanita menopause. Chair dkk (2005), juga mengatakan tenaga kesehatan harus dapat membantu wanita

menopause dalam membuat keputusan tentang pengobatan, memantau terapi,

memeriksa efek samping dari pengobatan.

2.7. Landasan Teori

Menurut Manuaba (2004), wanita yang tidak siap menghadapi menopause akan mengalami: menurunnya kemampuan berfikir dan ingatan, gangguan emosi berupa rasa takut bila disebut tua, rasa takut menjadi tua dan tidak menarik, sukar tidur atau cepat bangun, mudah tersinggung dan mudah marah, sangat emosional dan spontan, merasa tertekan dan sedih tampa diketahui sebabnya. Rasa takut kehilangan

(25)

suami, anak, dan ditinggalkan sendiri. Keinginan seks menurun dan sulit untuk dirangsang.

Peran tenaga kesehatan dalam memelihara dan melindungi kesehatan masyarakat adalah sebagai fasilitator, motivator, konselor (Notoatmodjo, 2007; Azwar, 1996; Herawati, 2006).

Menurut Hawari (2004), kualitas hidup seorang wanita dalam menjalani masa

menopause sangat tergantung pada pandangan masing-masing wanita terhadap menopause, termasuk pengetahuannya tentang menopause tersebut.

Ibrahim (1992), menjelaskan bahwa pada wanita yang mengalami menopause yang sebelumnya telah mengetahui informasi tentang menopause dari teman, dokter ataupun melalui masmedia akan lebih mudah (lebih siap) menerima kedatangan

menopause, karena sudah diantisipasi sebelumnya.

Kurangnya pengetahuan yang benar tentang menopause juga akan menimbulkan efek negatif berupa gangguan psikologis seperti kecemasan pada ibu yang menghadapi menopause (Rostiana, 2002). Pengetahuan yang berupa informasi serta dukungan sangat mempengaruhi ibu dalam menghadapi masa menopause (Kuntjoro, 2002).

2.8. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori yang telah dikemukan diatas, maka kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

(26)

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

KesiapanWanita Dalam Menghadapi Keluhan Menopause Peran tenaga kesehatan: - Motivator - Fasilator - Konselor

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian  KesiapanWanita  Dalam Menghadapi  Keluhan Menopause   Peran tenaga kesehatan: -  Motivator -  Fasilator -  Konselor

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik socialize shoppers adalah remaja yang memiliki tingkat gaya hidup shopping mall yang biasanya menghabiskan 2-3 jam waktu di dalam mall dengan

Metode based solution adalah sintesis material aktif dengan mencampurkan material awal dengan pelarut, sehingga reaksi yang terjadi antara material awal lebih

Kajian tersebut dimulai dengan aplikasinya pada paleomagnetisme, yaitu pelacakan arah medan magnetik bumi di masa lampau dan berlanjut hingga awal abad 20, kajian

Pada kondisi reaksi penataan ulang Claisen yang sama, kemurnian produk penataan ulang Claisen senyawa alil isoeugenol eter lebih rendah bila dibandingkan dengan

Berdasarkan tabel 4.6 di atas tentang jawaban responden mengenai kinerja karyawan, maka diperoleh nilai mean sebesar 4,39 dan indikator yang memiliki nilai mean yang

mengenai silinder pneumatik, yang mencakup tentang simbol, prinsip kerja dan kegunaan dari aktuator pneumatik telah disampaikan kepada siswa  Menyampaikan

“Toksisitas Akut Ekstrak Daun Sirsak Ratu (Annona Muricata) Dan Sirsak Hutan (Annona Glabra) Sebagai Potensi Antikanker”.. Bogor: Institut

Hasil penelitian mengenai sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial pada satuan kerja perangkat daerah menunjukkan