BAB II TINJAUAN TEORI
A. Remaja
1. Pengertian Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun dan ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis psikososial ( Dewi, 2012 ). Istilah adolescent (remaja) berasal dari bahasa latin yaitu alescare, yang berarti “bertumbuh”. Sepanjang fase perkembangan ini, sejumlah masalah fisik, sosial, dan psikologis akan membentuk karakteristik, perilaku, dan kebutuhan yang berbeda antara remaja yang satu dengan remaja yang lain (Bobak, 2004).
Santrock (2007) mengartikan remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Walaupun remaja mempunyai ciri unik, yang terjadi pada masa remaja akan saling berkaitan dengan perkembangan dan pengalaman pada masa anak-anak dan dewasa.
2. Tahap Perkembangan Remaja
Menurut Soetjiningsih (2004), pada umumnya pengelompokan tahapan perkembangan pada remaja adalah sebagai berikut :
a. Masa Remaja Awal Atau Dini Umur 11-13 Tahun
Pada masa remaja awal terdapat ciri-ciri yang menandai pada masa perkembangan ini antara lain :
1) Mereka tidak mau lagi disebut anak, sebutan anak dianggap sebagai sesuatu yang merendahkan diri mereka. Tetapi juga tidak mau dikatakan dewasa. Hal tersebut di anggap terlalu berat tanggung jawabnya bagi mereka.
2) Mereka mulai memisahkan diri dari orang tuanya atau orang-orang dewasa lain yang ada di sekitarnya.
3) Mereka membentuk kelompok-kelompok untuk bersaing, antara kelompok yang satu dengan yang lain.
4) Mereka mempunyai sifat mendewasakan tokoh-tokoh yang dipandang sebagai memiliki kelebihan yang disukainya.
5) Pandangannya lebih banyak diarahkan keluar (ekstrovet) dan kurang bersedia untuk melihat dan mempercayai dirinya sendiri. 6) Mereka berani menghadapi sesuatu tapi kadang-kadang kurang
perhitungan dan terkadang melupakan tata susila.
b. Masa Remaja Pertengahan 14-16 Tahun
Pada fase ini, disebut juga dengan fase negatif atau sikap menolak. Adapun ciri-ciri pada fase ini antara lain, adalah :
1) Bersikap serba ragu, tidak pasti, tidak senang, tidak setuju, dan sebagainya.
2) Anak sering murung, sedih tetapi ia sendiri tidak mengerti apa sebabnya.
3) Sering melamun tak menentu, dan terkadang berputus asa.
c. Masa Remaja Lanjut 17-20 Tahun
Pada fase remaja lanjut, ditandai dengan perubahan jasmani yang disebabkan karena pertumbuhan kelenjar-kelenjar baru, sehingga bagi anak putri perkembangan itu menuju ke arah keibuan dan bagi anak putra mengarah kebapakan.
Menurut Soejanto (2005), ciri-ciri pada fase ini pun didasarkan atas adanya pertumbuhan alat-alat kelamin, baik yang tampak dari luar maupun yang ada dalam tubuhnya. Perbedaan itu ialah :
1) Ciri-ciri kelamin primer, antara lain :
a) Pada anak putra mulai menghasilkan cairan sperma dan bagi anak putri mulai menghasilkan sel telur.
b) Anak putra mengalami mimpi basah pertama, dan anak putri mulai mengalami menstruasi pertama (menarche). Tubuh berkembang dengan cepat, sehingga tampak seakan-akan tidak harmonis dengan anggota badan yang lain.
2) Ciri-ciri kelamin sekunder, antara lain :
a) Mulai tumbuh rambut-rambut baru di tempat-tempat baru baik pada anak putri maupun anak putra.
b) Anak putra lebih banyak bernafas dengan perut, sedangkan anak putri lebih banyak bernafas dengan dadanya.
c) Suara mulai berubah atau parau.
d) Wajah anak putra lebih tampak persegi dan anak putri lebih tampak membulat.
3) Ciri-ciri kelamin tersier, antara lain :
a) Motorik anak mulai berubah, sehingga cara berjalan dan bergerakpun mengalami perubahan.
b) Mulai tahu menghias diri, baik anak putra maupun putri, mereka berusaha menarik perhatian tapi malu-malu.
c) Mulai percaya pada dirinya sendiri.
d) Perkembangan tubuhnya mencapai kesempurnaan dan kembali harmonis
3. Peran Periode Remaja
Menurut Ahmadi dan Munawar (2005), masa remaja mempunyai peranan yang penting yang dapat membedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya. Peran periode remaja tersebut antara lain:
a. Masa remaja sebagai periode penting, karena terjadi perkembangan fisik dan mental yang dapat berpengaruh terhadap masa berikutnya. b. Masa remaja sebagai periode peralihan, yaitu peralihan dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan, terjadi perubahan emosi tubuh, minat dan peran, perubahan nilai-nilai dan tanggung jawab.
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah, karena kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah dan karena remaja merasa sudah mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri. e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri. Identitas diri yang
dicari remaja berupa usaha untuk mencari siapa diri, apa perannya dalam masyarakat, apakah ia seorang anak atau dewasa.
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, anggapan atau sterotipe budaya yang bersifat negatif terhadap remaja, mengakibatkan orang dewasa tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. g. asa remaja sebagai masa yang tidak realistik, remaja melihat dirinya
dan orang lain sebagaimana yang mereka inginkan.
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, remaja berperilaku yang dihubungkan dengan status dewasa seperti merokok, minum-minuman keras, obat-obatan dan terlibat seks, agar mereka memperoleh citra yang mereka inginkan.
4. Tugas Perkembangan Pada Masa Remaja
Masa remaja merupakan masa yang penuh kesukaran, karena selama periode ini individu mempunyai tugas perkembangan sebelum menjadi individu dewasa yang matang. Tugas-tugas ini bervariasi sesuai dengan budaya individu itu sendiri, dan tujuan hidup mereka. Menurut Bobak (2004), tugas-tugas perkembangan tersebut antara lain adalah :
a. Menerima citra tubuh b. Manerima identitas seksual
c. Mengembangkan sistem nilai personal d. Membuat persiapan untuk hidup mandiri e. Menjadi mandiri atau bebas dari orang tua
f. Mengembangkan keterampilan mengambil keputusan
Salah satu tugas penting remaja adalah mengembangkan kemampuan mengambil keputusan. Keputusan yang berkaitan dengan aktivitas seksual, kehamilan dan menjadi orang tua (Bobak, 2004). B. Perilaku seksual remaja
1. Pengertian
Perilaku seks pranikah pada remaja adalah segala tingkah laku remaja yang didorong oleh hasrat baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis yang dilakukan sebelum adanya hubungan resmi sebagai suami istri. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan, atau diri sendiri (Soetjiningsih, 2004)
Menurut Hurlock (1991), Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis.
2. Macam-macam bentuk perilaku seksual remaja
Menurut Mu’tadin (2002), bentuk tingkah laku seks bermacam-macam mulai dari perasaan tertarik, pacaran, kissing, kemudian sampai intercourse. Bentuk perilaku seksual ini meliputi:
a. Kissing
Ciuman yang dilakukan untuk menimbulkan rangsangan seksual, seperti di bibir disertai dengan rabaan pada bagian-bagian sensitif yang dapat menimbulkan rangsangan seksual. Berciuman dengan bibir tertutup merupakan ciuman yang umum dilakukan. Berciuman dengan mulut dan bibir terbuka, serta menggunakan lidah itulah yang disebut french kiss. Kadang ciuman ini juga dinamakan ciuman mendalam/ soul kiss.
b. Necking
Berciuman di sekitar leher ke bawah. Necking merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan ciuman di sekitar leher dan pelukan yang lebih mendalam.
c. Petting
Perilaku menggesek-gesekkan bagian tubuh yang sensitif, seperti payudara dan organ kelamin. Merupakan langkah yang lebih mendalam dari necking. Ini termasuk merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan termasuk lengan, dada, buah dada, kaki, dan kadang-kadang daerah kemaluan, baik di dalam atau di luar pakaian.
d. Intercourse
Bersatunya dua orang secara seksual yang dilakukan oleh pasangan pria dan wanita yang ditandai dengan penis pria yang ereksi masuk ke dalam vagina untuk mendapatkan kepuasan seksual.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja
Menurut Sarlito W. Sarwono (2010), beberapa faktor yang memengaruhi perilaku seksual pada remaja, antara lain :
a. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu.
b. Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut.
c. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media masa dengan teknologi yang canggih (contoh: VCD, buku, photo, majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya.
d. Orangtua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan
anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.
e. Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita, sehingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria.
4. Dampak perilaku seksual pada remaja
Perilaku seksual pranikah dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada remaja, diantaranya sebagai berikut :
a. Dampak psikologis
Dampak psikologis dari perilaku seksual pranikah pada remaja diantaranya perasaan marah, cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa.
b. Dampak fisiologis
Dampak fisiologis dari perilaku seksual pranikah tersebut diantaranya dapat menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi.
c. Dampak sosial
Dampak sosial yang timbul akibat perilaku seksual yang dilakukan sebelum saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan tersebut. d. Dampak fisik
Dampak fisik lainnya sendiri menurut adalah berkembangnya penyakit menular seksual di kalangan remaja, dengan frekuensi penderita penyakit menular seksual (PMS) yang tertinggi antara usia 15-24 tahun. Infeksi penyakit menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa sakit kronis serta meningkatkan risiko terkena PMS dan HIV/AIDS ( Sarwono, 2010 ).
C. Peran Orang Tua 1. Pengertian
Peran adalah bentuk dari tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari 2 orang atau lebih, adanya ikatan perkawinan/pertalian darah, hidup dalam satu rumah tangga dan berinteraksi sesama anggota keluarga . Jadi peran orang tua adalah kemampuan orang tua yang dilakukan dalam hal mengasuh anak yang menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu (Arianto, 2008).
Peran adalah perilaku yang berkenaan dengan siapa yang memegang posisi tertentu, posisi mengidentifikasi status atau tempat seseorang dalam suatu sistem sosial. Setiap individu menempati orang dewasa, dan pria suami yang berkaitan dengan masing-masing posisi ini adalah sejumlah peran, didalam hal ini posisi ibu beberapa peran yang berkaitan adalah sebagai penjaga rumah, merawat anak, pemimpin kesehatan dalam keluarga, sahabat atau teman bermain ( Friedman, 1998).
Orang tua mempunyai peran yang sangat penting sebagai sumber informasi sehingga harus memberikan informasi yang sejelas-jelasnya dan terbuka mengenai permasalahan yang dialami oleh anak-anak remaja dan lingkungan sekitarnya terhadap masalah seks.
Peran orang tua adalah seperangkat tingkah laku dua orang ayah dan ibu dalam bekerjasama bertanggungjawab berdasarkan keturunannya sebagai tokoh panutan anak semenjak terbentuknya pembuahan atau zigot secara konsistensi terhadap stimulasi tertentu baik berupa bentuk tubuh maupun sikap moral dan spiritual serta emosional anak yang mandiri.
2. Macam-macam peran orang tua
Dalam Friedman (1998) peran orang tua, suami-ayah dan istri-ibu antara lain :
a. Peran sebagai provider (penyedia) b. Peran sebagai pengatur rumah tangga c. Peran perawatan anak
d. Peran sosialisasi anak e. Peran rekreasi
f. Peran persaudaraan (kinship) ( memelihara hubungan keluarga paternal dan maternal )
g. Peran terapeutik ( memenuhi kebutuhan afektif dari pasangan ) h. Peran seksual
3. Peran orang tua dalam pendidikan kesehatan reproduksi remaja
Orang tua mempunyai peran penting dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi sesuai dengan usia anak dengan bahasa yang halus dan mudah dipahami. Dalam memberikan pendidikan tentang kesehatan reproduksi, orang tua juga harus memberikan contoh yang baik. Orang tua harus bersikap terbuka dan selalau siap menjawab semua pertanyaan yang diajukan anak sesuai dengan kemampuannya (Dianawati, 2003). Orang tua dikatakan berperan jika dia mampu memberikan atau menyampaikan informasi tentang kesehatan reproduksi kepada anak remajanya dan tidak berperan jika mereka tidak sama sekali memberikan informasi atau pengetahuan.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi peran orang tua.
Menurut Mu’tadin (2002), faktor yang mempengaruhi peran orang tua dalam pendidikan reproduksi adalah :
a. Faktor pendidikan
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dalam memberikan pendidikan pada anak, karena
tingginya jenjang pendidikan yang dimiliki oleh orang tua merupakan salah satu pendukung luasnya pengetahuan yang diikuti orang tua. b. Faktor budaya
Banyak orang tua yang masih menganggap bahwa memberikan informasi atau pendidikan tentang kesehatan reproduksi merupakan hal yang aneh dan tidak biasa dilakukan oleh orang tua.
D. Sumber Informasi
1. Pengertian informasi
Menurut Notoatmodjo (2005), informasi adalah data yang diproses kedalam suatu bentuk yang mempunyai arti bagi si penerima dan mempunyai nilai nyata dan terasa bagi keputusan saat ini atau keputusan mendatang, informasi yang datang dari pengirim pesan yang ditujukan kepada penerima pesan. Selain itu informasi dapat diperoleh dari media cetak, media elektronik, non-media seperti, keluarga, teman, tenga kesehatan.
Sumber informasi adalah media yang berperan penting bagi seseorang dalam menentukan sikap dan keputusan untuk bertindak. Meningkatnya minat seksual remaja mendorong bagi remaja itu sendiri untuk selalu berusaha mencari informasi dalam berbagai bentuk. Sumber informasi itu dapat di peroleh dengan bebas mulai dari teman sebaya, buku-buku, film, video, bahkan dengan mudah membuka situs-situs lewat internet (Endarto, 2009).
Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam menyampaikan informasi, media informasi untuk komunikasi massa. Sumber informasi dapat diperoleh melalui media cetak (surat kabar, majalah), media elektronik (televisi, radio, internet), dan melalui kegiatan tenaga kesehatan seperti pelatihan yang di adakan (Notoadmodjo, 2003).
Sebagian besar informasi kita dapatkan bukan hanya dari sekolah melainkan dari kawan-kawan, literatur, ibu, pengalaman dan media.
Kita belajar musik, politik, seni, film, sosiologi, psikologi, ekonomi dan masih banyak lagi subjek lainnya dari media. Meskipun orang dewasa biasanya menganggap sekolah sebagai sumber utama yang dapat memberikan pendidikan dan informasi tentang seks, hanya beberapa informasi mengenai seks yang dimiliki remaja, berasal dari pengajaran di sekolah (Santrock, 2010).
Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang banyak memperoleh informasi maka ia cenderung mempunyai pengetahuan yang luas. Semakin sering orang membaca, pengetahuan akan lebih baik daripada hanya sekedar mendengar atau melihat saja. Dan dapat dibuktikan dengan banyak minat untuk membaca (Notoadmodjo, 2003). 2. Macam-macam sumber media informasi
Menurut Ircham ( 2007 ), Macam-macam media informasi pendidikan kesehatan remaja adalah :
a. Media Elektronik
Media elektronik sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan berbeda-beda jenisnya antara lain :
1) Televisi
Penyampaian pesan atau informasi-informasi kesehatan melalui media televisi dalam bentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi atau tanya jawab sekitar masalah kesehatan, pidato (ceramah), TV spot, kuis atau cerdas cermat dan sebagainya.
2) Radio
Penyampian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui radio juga dapat bermacam-macam bentuknya, antara lain obrolan (tanya jawab), sandiwara radio, ceramah, radio spot dan sebagainya.
3) Video
Penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan dapat melalui video.
4) Internet, informasi dalam internet adalah informasi tanpa batas, informasi apapun yang dikehendaki dapat dengan mudah diperoleh. Ada informasi apapun yang benar, yang benar khususnya tentang kesehatan reproduksi seksual, remaja akan mudah terjerumus dalam hal coba-coba, sehingga memudahkan remaja mendapat permasalahan dalam hal kesehatan reproduksinya.
b. Media Cetak
Media cetak sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan sangat bervariasi, antara lain sebagai berikut :
1) Booklet ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku-buku, baik berupa tulisan maupun gambar.
2) Leaflet ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat dalam bentuk kalimat maupun gambar atau kombinasi.
3) Selebaran bentuknya seperti leaflet tetapi tidak berlipat.
4) Lembar balik, media penyampaian pesan atau informasi-informasi kesehatan dalam bentuk lebar balik. Biasanya dalam bentuk buku dimana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan lembaran baliknya berisi kalimat sebagai pesan atau informasi yang berkaitan dengan gambar tersebut.
5) Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah yang membahas suatu masalah kesehatan atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.
6) Poster ialah bentuk media cetak yang berisi pesan-pesan informasi kesehatan yang biasanya ditempel ditembok-tembok, ditempat-tempat umum atau kendaraan umum.
7) Foto yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
c. Orang Tua
Orang tua mempunyai peran penting dalam memberikan pengetahuan kesehatan reproduksi, sebab orangtua merupakan seorang yang harus bertanggungjawab terhadap perilaku anak, ia merupakan orang terdekat anak untuk melakukan komunikasi. Agar anak remaja tidak mendapatkan informasi yang keliru mengenai kesehatan reproduksi maka peran orangtua sangat diharapkan.
d. Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan disini dimaksudkan adalah petugas yang mempunyai latar belakang pendidikan kesehatan yang bertugas memberikan pelayanan, penyuluhan, konseling tentang kesehatan khususnya kesehatan reproduksi.
e. Teman
Remaja lebih memilih teman sebayanya sebagai panutan yang dipercaya daripada orangtuanya, guru atau keluarga yang lain. Apa yang dilakukan oleh teman sebayanya dianggap baik dan benar, kemudian diikuti. Di samping teman sebaya dipercaya sebagai panutan, remaja juga lebih merasa aman dan merasa senang apabila ia bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkan dari teman sebayanya, dibandingkan dari orangtuanya. Misal remaja yang ingin mengetahui seluk beluk tentang “mimpi basah”, mereka tidak akan menanyakan kepada orangtuanya, atau gurunya, mereka lebih memilih teman sebayanya, padahal teman sebayanya belum tentu memiliki informasi yang baik dan benar.
f. Guru
Guru mempunyai tempat yang sangat istimewa dalam kehidupan sebagian remaja. Dalam pandangan remaja, guru merupakan cerminan dari alam luar. Remaja percaya bahwa guru merupakan gambaran sosial yang diharapkan dan merupakan contoh dari masyarakat secara keseluruhan. Ada kalanya remaja juga memandang guru sebagai pengganti dari orangtuanya sehingga mereka lebih bebas mengemukakan perasaannya.
E. Kerangka teori
Skema 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Notoatmodjo (2003) & (Sarwono (2010). Predisposing Factor: a. Pengetahuan b. Meningkatnya libido c. Norma Agama d. Pendidikan e. Sosial Ekonomi Perilaku seksual remaja Reinforcing Factor: a. Peran Orang tua b. Pengaruh teman c. Pengaruh norma budaya dari luar Enabling Factor: a. Media Informasi b. Peluang/ Kesempatan waktu c. Pergaulan semakin bebas
F. Kerangka konsep
Variabel independent Variabel dependent
Skema 2.2 Kerangka konsep
G. Variabel penelitian 1. Variabel independen
Variabel independen pada penelitian ini adalah peran orang tua dan sumber informasi
2. Variabel dependent
Variabel dependent pada penelitian ini adalah perilaku seksual remaja
H. Hipotesis
Ha : Ada hubungan antara peran orang tua dan sumber informasi dengan
perilaku seksual remaja di SMA Negeri 15 Semarang.
Ho : Tidak ada hubungan antara peran orang tua dan sumber informasi
dengan perilaku seksual remaja di SMA Negeri 15 Semarang. peran orang tua dan sumber
informasi