• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini akan menguraikan pengertian PAD, DAU, DAK dan Belanja Modal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini akan menguraikan pengertian PAD, DAU, DAK dan Belanja Modal"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Bab ini akan menguraikan pengertian PAD, DAU, DAK dan Belanja Modal terhadap Kinerja Keuangan. Menjabarkan teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa penelitian terdahulu yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian.

2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Daerah adalah hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut (PP RI No. 58 Tahun 2005). Adapun sumber pendapatan daerah otonom menurut Halim (2004 : 67) adalah:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari:

a. Pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk investasi publik.

Adapun yang termasuk jenis pajak daerah yaitu:

1. Jenis pajak daerah Propinsi terdiri dari: pajak kenderaan bermotor, bea balik nama kenderaan bermotor, dan pajak bahan bakar kenderaan bermotor.

(2)

2. Jenis pajak daerah Kabupaten / Kota terdiri dari: pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C dan pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.

b. Retribusi daerah adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau kerena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga keluasan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan. Adapun jenis-jenis retribusi terdiri dari:

1. Jenis retribusi daerah untuk Propinsi terdiri dari: retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi penggantian biaya cetak peta, dan retribusi pengujian kapal perikanan.

2. Jenis retribusi daerah untuk Kabupaten / Kota terdiri dari: retribusi pelayanan kesehatan, retribusi pelayan persampahan / kebersihan, retribusi penggantian biaya cetak KTP, retribusi penggantian biaya cetak akta catatan sipil, retribusi pelayanan pemakaman, retribusi pelayanan pengabuan mayat, retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum, retribusi pelayanan pasar,

(3)

c. Hasil perusahaan dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Yaitu penerimaan dari laba badan usaha milik pemerintah daerah dimana pemerintah tersebut bertindak sebagai pemiliknya. Jenis pendapatan ini meliputi: bagian laba perusahaan milik daerah, bagian laba lembaga keuangan bank, bagian laba lembaga keuangan non bank dan bagian laba atas penyertaan modal atau investasi.

d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan pendapatan daerah yang berasal bukan dari pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis-jenisnya yaitu meliputi: hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan, penerimaan jasa giro, penerimaan bunga deposito, denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan

(4)

2.1.2. Dana Alokasi Umum (DAU)

DAU adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pembelanjaan. Sejak akhir dekade 1950-an, dalam literatur ekonomi dan keuangan daerah, hubungan pendapatan dan belanja daerah didiskusikan secara luas, serta berbagai hipotesis tentang hubungan ini diuji secara empiris. Seperti yang dinyatakan oleh Holtz-Eakin et al (1985), yang dikutip oleh Maemunah (2006), bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari Pemerintah Pusat dengan belanja Pemerintah Daerah. Analisisnya menggunakan model maximing under uncertainty of intertemporal utility fuction dengan menggunakan data runtun waktu selama tahun 1934-1991 untuk mengetahui seberapa jauh pengeluaran daerah dapat dirasionalisasikan sebagai model.

Pemerintah Daerah diberi kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengelola daerahnya sendiri sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

Seiring pemberlakuan daerah otonom, Pemerintah Daerah sangat bergantung pada dana perimbangan dari Pemerintah Pusat seperti bagi hasil pajak, bagi hasil SDA, DAU dan DAK, dan lainnya. DAU yang merupakan dana utama pembiayaan APBD sebagian besar terserap untuk belanja pegawai, sehingga belanja untuk proyek-proyek pembangunan menjadi berkurang.

(5)

Yang menjadi Kendala utama Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonomi daerah adalah sedikitnya pendapatan daerah yang bersumber dari PAD. Di lain pihak juga menyebabkan Pemerintah Daerah memiliki kewenangan dan kebebasan yang rendah dalam mengelola keuangan daerah. Karena sebagian besar pengeluaran, baik langsung maupun tidak langsung, bersumber dari dana perimbangan, terutama DAU.

Pungutan pajak dan retribusi daerah yang berlebihan dalam jangka panjang dapat menurunkan kegiatan perekonomian, yang pada akhirnya akan menyebabkan menurunnya PAD.Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari DAU, DAK dan bagian dari Dana Bagi Hasil yang terdiri dari Pajak dan sumber daya alam. Disamping dana perimbangan tersebut, Pemerintah Daerah mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa PAD , pembiayaan, dan lain-lain pendapatan. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Seharusnya dana transfer dari Pemerintah Pusat diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Kebijakan penggunaan dana tersebut sudah seharusnya pula secara transparan dan akuntabel.

2.1.3. Dana Alokasi Khusus (DAK)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2005 tentang Dana perimbangan bahwa DAK untuk mendanai kegiatan khusus yang menjadi urusan

(6)

daerah dan merupakan prioritas nasional, sesuai dengan fungsi yang merupakan perwujudan tugas ke pemerintahan dibidang tertentu khususnya dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2007 Penggunaan Dana perimbangan Khususnya DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan fisik, sarana dan prasarana dasar yang menjadi urusan daerah antara lain program dan kegiatan pendidikan, kesehatan dan lain-lain sesuai dengan petunjuk teknis yang ditetapkan oleh menteri teknis terkait sesuai dengan peraturan peraturan perundang-undangan.

Selain Dana Bagi Hasil dan DAU kepada Daerah juga disediakan DAK yang di golongkan kedalam bantuan yang bersifat specific grant. Pada awalnya DAK yang disediakan bagi daerah seluruhnya bersumber dari dana reboisasi yang dialokasi sebesar 40% dari penerimaannya. Namun dari tahun 2003 selain untuk membiayai kegiatan reboisasi didaerah penghasil, DAK diberikan juga dalam DAK non DR yang disediakan bagi daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan khusus seperti; (a) Kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus alokasi umum dan/atau (b) kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Dalam perkembangannya, realisasi DAK senantiasa menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahun.

DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional yang menjadi prioritas daerah. Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. Kegiatan khusus yang

(7)

ditetapkan oleh pemerintah mengutamakan kegiatan pembangunan, pengadaan peningkatan, perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang.

Daerah tertentu sebagaimana dimaksud adalah daerah yang dapat memperoleh alokasi DAK berdasarkan :

a) Kriteria Umum

Kriteria umum dirumuskan berdasarkan kemampuan keuangan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja pegawai negeri sipil daerah (PNSD) .

b) Kriteria Khusus

Kritria khusus dirumuskan berdasarkan (i) peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraaan otonomi khusus , misalnya UU nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus papua dan UU nomor 18 tahun 2001 tentang otonomi khusus propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan (ii) Karateristik daerah.

c) Kriteria Teknis

Kriteria teknis disusun berdasarkan indikator-indikator kegiatan khusus yang akan didanai DAK. Ktiteria teknis dirumuskan melalui indek teknis oleh menteri teknis terkait. Menteri teknis menyampaikan kriteria teknis kepada menteri keuangan.

(8)

Belanja Modal sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 huruf c Permendagri No 59 Tahun 2007 tentang perubahan Permendagri Nomor 13/2006 Tentang pengelolaan Keuangan Daerah digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan asset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan.

Sedangkan menurut PSAP Nomor 2, Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan asset tetap dan asset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Selanjutnya pada pasal 53 ayat 2 Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 ditentukan bahwa nilai asset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli/bangun asset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/ pembangunan asset sampai asset tersebut siap digunakan. Kemudian pada pasal 53 ayat 4 Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 disebutkan bahwa Kepala Daerah menetapkan batas minimal kapitalisasi sebagai dasar pembebanan belanja modal selain memenuhi batas minimal juga pengeluaran anggaran untuk belanja barang tersebut harus memberi manfaat lebih satu periode akuntansi bersifat tidak rutin. Ketentuan hal ini sejalan dengan PP 24 Tahun 2004 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan khususnya PSAP no 7, yang mengatur tentang akuntansi asset tetap.

Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah asset tetap dan asset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi asset tetap atau asset lainnya yang ditetapkan pemerintah.

(9)

Menurut Halim (2004:73), belanja modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebih satu tahun anggaran dan akan menambah asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Belanja modal dapat juga disimpulkan sebagai pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah asset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, rneningkatkan kapasitas dan kualitas asset.

2.1.5. Kinerja Keuangan

Republik Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Seluruh pihak termasuk pemerintah sendiri mencoba mengatasi hal ini dengan melakukan reformasi di segala bidang. Salah satu usaha memulihkan kondisi ekonomi, sosial dan politik adalah dengan mengembalikan kepercayaan rakyat kepada pemerintah dengan mencoba mewujudkan suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawa atau yang dikenal dengan istilah good governance. Upaya ini juga didukung oleh banyak pihak baik pemerintah sendiri sebagai lembaga eksekutif, DPR sebagai lembaga legislatif, pers dan juga oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Unsur-unsur pokok upaya perwujudan good governance ini adalah transparency, fairness, responsibility dan accountability.

Hal ini muncul sebenarnya sebagai akibat dari perkembangan proses demokratisasi di berbagai bidang serta kemajuan profesionalisme. Dengan demikian

(10)

pemerintah sebagai pelaku utama pelaksanaan good governance ini dituntut untuk memberikan pertanggungjawaban yang lebih transparan dan lebih akurat. Hal ini semakin penting untuk dilakukan dalam era reformasi ini melalui pemberdayaan peran lembaga-lembaga kontrol sebagai pengimbang kekuasaan pemerintah. Ada beberapa perbedaan pertanggungjawaban keuangan antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Pertanggungjawaban keuangan pemerintah daerah adalah diantaranya:

1. pertanggungjawaban pembiayaan pelaksanaan dekonsentrasi. 2. pertanggungjawaban pembiayaan pelaksanaan pembantuan

3. pertanggungjawaban anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Sementara di tingkat pemerintah pusat, pertanggungjawaban keuangan tetap dalam bentuk pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Saat ini di Indonesia sedang dilakukan persiapan penyusunan suatu standar akuntansi pemerintahan yang lebih baik serta pembicaraan yang intensif mengenai peran akuntan publik dalam memeriksa keuangan negara maupun keuangan daerah. Namun tampak bahwa akuntabilitas pemerintahan di Indonesia masih berfokus pada sisi pengelolaan keuangan negara atau daerah.

Memasuki era reformasi, masyarakat di sebagian besar wilayah Indonesia, baik di propinsi, kota maupun kabupaten mulai membahas laporan pertanggungjawaban kepala daerah masing-masing dengan lebih seksama. Beberapa kali terjadi pernyataan ketidakpuasan atas kepemimpinan kepala daerah dalam melakukan manajemen pelayanan publik maupun penggunaan anggaran belanja daerah. Melihat pengalaman di negara-negara maju, ternyata dalam pelaksanaannya, keingintahuan masyarakat tentang

(11)

akuntabilitas pemerintahan tidak dapat dipenuhi hanya oleh informasi keuangan saja. Masyarakat ingin tahu lebih jauh apakah pemerintah yang dipilihnya telah beroperasi dengan ekonomis, efisien dan efektif.

Pemerintah dalam menyikapi kemajuan pola pikir masyarakat saat ini harus dapat membuat suatu pelaporan pengukuran kinerja (performance measurement) berkaitan erat dengan suatu proses yang dinamakan managing for results (pengelolaan pencapaian). Proses ini timbul terhadap tuntutan yang meningkat bahwa manajemen pemerintahan perlu memakai pendekatan yang sama dengan manajemen di sektor swasta maupun organisasi-organisasi nir laba lainnya. Proses ini merupakan pendekatan komprehensif untuk memfokuskan suatu organisasi terhadap misi (mission), sasaran (goals ) dan tujuan (objectives).

Pengertian kinerja keuangan pemerintah daerah adalah tingkat capaian dari satu hasil kerja di bidang keuangan daerah dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran. Bentuk dari pengukuran kinerja tersebut berupa pengukuran dalam rasio keuangan. Pemerintah Daerah sebagai pihak yang diserahi tugas menjalankan roda pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat wajib menyampaikan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau tidak. Hal ini juga disampaikan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006.

Pengukuran kinerja keuangan yang paling sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini adalah rasio pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi diukur dari

(12)

jumlah barang dan jasa yang dihasilkan yang dinyatakan dalam Product Domestic Regional Bruto (PDRB). PDRB yang digunakan adalah PDRB harga Berlaku dinyatakan dalam Rupiah.

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu 1. Florida (2007)

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh PAD terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara yang diukur dengan rasio aktivitas. Data yang digunakan adalah laporan realisasi anggaran (LRA) selama periode tahun 2002-2006. Dalam penelitian ini menggunakan populasi penelitian seluruh Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara.

Kesimpulan dari penelitian menunjukkan bahwa secara parsial hanya pajak daerah, retribusi daerah, lain-lain PAD saja yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara, sedangkan hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara. Sementara secara simultan PAD berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara.

2. Sulistyawan (2007)

Penelitian ini bertujuan untuk melihat Pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja modal di Kabupaten dan Kota di Sumatera. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

(13)

secara parsial dan simultan DAU dan PAD berpengaruh signifikan terhadapa Belanja Modal.

3. Novita (2008)

Penelitian ini bertujuan untuk melihat Pengaruh Rasio Efektifitas PAD dan DAU terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Pemkab dan Pemko di Sumatera Utara. Penelitian ini hanya mengambil empat buah variabel independen yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan dan kekayaan daearah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah, terhadap variabel dependen kinerja keuangan. Periode pengamatan dalam penelitian ini terbatas karena hanya mencakup tahun 2005-2007.

Kesimpulan yang dapat diambil adalah secara parsial hanya pajak daerah, retribusi daerah, lain-lain PAD saja yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara, sedangkan hasil perusahaan dan kekayaan daerah yang dipisahkan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara. Sementara secara simultan PAD berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara. Hal ini dikarenakan pengukuran kinerja yang digunakan adalah dengan rasio upaya fiskal, yaitu Total PAD dibagi Total Anggaran PAD, yang mengindikasikan daerah-daerah tersebut terkadang tidak bisa mencapai Anggaran PAD yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini bisa terjadi, daerah tersebut tidak secara rasional dalam menyusun Anggaran PAD.

(14)

4. Setyawan dan Adi (2009)

Penelitian ini ingin melihat Pengaruh Fiscal Stress terhadap Pertumbuhan PAD dan Belanja Modal. Hasil dalam penelitian ini adalah fiscal stress mempunyai pengaruh yang positifterhadap tingkat pertumbuhan belanja pembangunan/modal. Fiscal Stress yang tinggi menunjukkan semakin tingginya upaya daerah untuk meningkatkan PAD-nya. Sejalandengan hal itu, harapan untuk terus meningkatkan penerimaan sendiri ini akan sulit terwujud apabila alokasi belanja untuk modal/ pembangunan tidak ditingkatkan. Hasil penelitian ini memperkuat temuan penelitian sebelumnya yang dilakukan Andayani (2004) yang menunjukkan adanya peningkatan belanja yang semakin tinggi pada saat fiscal stress semakin tinggi.

Hasil penelitian ini memberikan implikasi diperlukannya suatu upaya yang lebih intensif melalui penggalian potensi sumber-sumber penerimaan daerah kabupaten/kota di propinsi Jawa Tengah agar mampu meningkatkan pertumbuhan PAD. Salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah pemerintah kabupaten/kota harus lebih efektif dalam pengalokasian belanja modal/pembangunan dalam guna memenuhi kepentingan publik, baik yang mendukung pertumbuhan ekonomi maupun untuk pelayanan publik secara langsung.

Keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah belum adanya kesepakatan secara bulat mengenai pengukuran fiscal stress, sehingga pengukuran fiscal stress dengan tax effort belum tentu mengindikasikan adanya fiscal stress. Sehingga diharapkan untuk penelitian mendatang diharapkan dapat mengukur fiscal stress dengan indikator empiris yang lain, sehingga benar-benar dapat diperoleh gambaran fiscal stress yang lebih utuh.

(15)

No Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian 1 Asha Florida 2007 Analisa Pengaruh Pendapatan Assli Daerah (PAD) terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara

Variabel independen adalah Pajak Daerah (X1),

Retribusi Daerah (X2), Laba BUMD (X3), dan Lain-lain Pendapatan yang Sah (X4), sedangkan variabel dependen adalah kinerja keuangan (Y). .

Secara simultan ada pengaruh PAD terhadap kinerja keuangan pemerintah, namun secara parsial, hanya pajak daerah dan retribusi daerah yang dominan mempengaruhi kinerja keuangan kab/kota di Propinsi Sumut. 2 Eko Sulistyawan 2007

Pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Modal Di Kabupaten dan Kota Di Sumatera

Variabel Independen adalah DAU (X1) dan PAD (X2), sedangkan Variabel dependen adalah Belanja Modal (Y)

DAU dan PAD berpengaruh signifikan terhadap Belanja modal

3 Dian Novita

2008 Pengaruh Rasio Efektivitas PAD dan DAU Terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Pada Pemkab/Pemko di Sumatera Utara

Variabel independen adalah PAD (X1) dan DAU (X2), sedangkan variabel dependen adalah kemandirian keuangan daerah (Y).

PAD dan DAU mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah. 4 Budy Setyawan dan Priyo Hadi Adi 2009

Pengaruh Fiscal Stress Terhadap

Pertumbuhan PAD dan Belanja Modal (Studi Empiris Pada Kabupaten/Kota se Jawa Tengah)

Variabel dependen adalah PAD (Y1) dan Belanja Modal (Y2), sedangkan variabel independen adalah Fiscall Stress(X).

Fiscal Stress berpengaruh positif terhadap PAD dan Belanja Modal.

Referensi

Dokumen terkait

Jika aost yang menerima broadcast memiliki MAC Address yang sama dengan Destination MAC Address (PC0), maka aost akan menerima pesan ping (reply) tersebut

Allah adalah pemilik mutlak, sedangkan manusia memegang hak milik relative. Artinya, manusia hanyalah sebagai penerima titipan, pemegang amanah yang harus

 Biolistrik adalah listrik yang terdapat pada makhluk hidup, tegangan listrik pada tubuh berbeda dengan yang kita bayangkan seperti listrik di rumah tangga.

Apabila kaidah Fiqih tadi bertentangan dengan banyak ayat Al-Quran ataupun Hadits yang bersifat dalil kulli (general), maka dia tidak akan menjadi kaidah

yang Kreatif dan Efektif, Jakarta: PT Bumi Aksara, hal.. Dengan meningakatkan motivasi belajr siswa maka akan mempengaruhi nilai yang diperoleh siswa. Untuk itu, peniliti

Dari pertidaksamaan tersebut, dapat disimpulkan, bahwa apabila flow x bukan merupakan solusi optimal dari minimum cost flow , maka nilai ( ) ε x tidak akan pernah bertambah,

Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dalam tiga tahap yaitu: kegiatan pendahuluan, inti dan penutup yang di dalamnya terdapat fase-fase model pembelajaran kooperatif tipe TAI yang

Jelaskan rencana mendapatkan umpan balik guna memperbaiki tata pamong, kepemimpinan, sistem pengelolaan dan penjaminan mutu dalam rangka peningkatan kualitas program