BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)
Menurut Mangoensoekarjo dan Semangun, (2008) dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi diperoleh data dan informasi baru yang memungkinkan para ahli untuk mengadakan perubahan, penyesuaian, dan pembetulan. Taksonomi kelapa sawit yang umum diterima sekarang adalah sebagai berikut (Lubis, 2008) :
Divisi : Tracheophyta Subdivisi : Pteropsida Kelas : Angiospermae Ordo : Spadiciflorae Famili : Palmae Subfamili : Cocoideae Genus : Elaeis
Species : Elaeis guineensis Jacq.
Menurut Lubis (2008) dari warna buah maka spesies Elaeis guineensis Jacq dikenal
● Nigrescens yaitu buahnya berwarna violet sampai hitam waktu muda dan menjadi merah-kuning (orange) sesudah matang.
● Virescens yaitu buahnya berwarna hijau waktu muda dan sesudah matang berwarna merah-kuning (orange).
● Albescens yaitu buah muda berwarna kuning pucat, tembus cahaya karena mengandung sedikit karotein.
Baik nigrescens maupun virescens ada buahnya yang memiliki carpet tambahan (bersayap = mantled) atau dikenal sebagai Diwakka-wakka. Varietas lainnya ada yang disebut sebagai Elaeis idolatrica yaitu daunnya menyatu atau
anak daunnya tidak memisah. Menurut bentuk irisan melintang buahnya, kelapa sawit dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu Dura, Pisifera, dan Tenera.
Berdasarkan tebal tipisnya cangkang sebagai faktor homozygote tunggal yaitu Dura yang bercangkang tebal jika dikawinkan dengan Pisifera yang bercangkang tipis jika keduanya dikawinkan akan menghasilkan varietas baru yaitu Tenera yang memiliki ketebalan cangkang diantara keduanya. Skema perkawinannya adalah:
Dura x Dura = 100% Dura
Dura x Pisifera = 100% Tenera
Dura x Tenera = 50% Dura + 50% Tenera Tenera x Pisifera = 50% Tenera + 50% Pisifera
Tenera x Tenera = 25% Dura + 50% Tenera + 25% Pisifera
Berikut adalah gambar dari beberapa varietas kelapa sawit:
Gambar 2.1. Varietas tanaman kelapa sawit dura, pisifera dan tenera
Adapun kriteria yang mencirikan masing-masing tebal cangkang, daging buah dan inti buah dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 2.1. Perbedaan Tebal Cangkang Beberapa Varietas
Varietas Cangkang(%buah) Mesocarp(%buah) Inti (%buah)
Dura 25-50 20-65 4-20
Tenera 3-20 60-90 3-15
Pisifera - 92-97 3-8
(Sumber: Lubis, 2008).
2.2 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit
Kelapa sawit tumbuh tegak lurus dapat mencapai ketinggian 15 – 20 m. Tanaman ini berumah satu atau monoecious dimana bunga jantan dan betina terdapat pada satu pohon. Bunga jantan dan betina terdapat masing-masing pada tandan bunganya dan terletak terpisah yang keluar dari ketiak pelepah daun. Tanaman ini dapat menyerbuk sendiri dan dapat menyerbuk silang. Bagian yang penting dari tanaman ini seperti sistem perakaran, batang, daun dan bunga dan lain-lain perlu karena keterkaitannya dengan berbagai hal di bidang agronomi, pemuliaan, perlindungan tanaman, pemupukan, peramalan produksi, panen dan lain-lain (Lubis, 2008).
2.2.1 Bagian Vegetatif Tanaman Kelapa Sawit
a. Akar (Radix)
Calon akar yang muncul dari biji kelapa sawit yang dikecambahkan disebut radikula, panjangnya 10 – 15 mm. Pertumbuhan radikula mula-mula menggunakan makanan cadangan yang ada dalam endosperm, yang kemudian fungsinya diambil alih oleh akar primer. Akar primer yang tumbuh dari pangkal batang (bole) ribuan jumlahnya. Akar primer yang mati segera diganti dengan yang baru. Diameter akar primer berkisar antara 8 – 10 mm, panjangnya dapat mencapai 18 m. Akar sekunder tumbuh dari akar primer, diameternya 2 – 4 mm. Dari akar sekunder tumbuh akar tersier berdiameter 0,7 – 1,5 mm dan panjangnya dapat mencapai 15 cm. Dari akar tersier tumbuh akar kuarter yang
berdiameter 0,1 – 0,5 mm dan panjangnya sampai 1 – 4 mm. Kelapa sawit tidak memiliki rambut (bulu) akar, sehingga diperkirakan bahwa penyerapan unsur hara dilakukan oleh akar-akar kuarter (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).
b. Batang (Caulis)
Tanaman kelapa sawit memiliki batang lurus, melawan arah gravitasi bumi, dan dapat berbelok jika tanaman tumbang (doyong). Dalam beberapa kondisi, batang kelapa sawit juga dapat bercabang. Fungsi utama batang sebagai sistem pembuluh yang mengangkut air dan hara mineral dari akar melalui xilem serta mengangkut hasil fotosintesis melalui floem. Selain itu, batang juga sebagai penyangga daun, buah, dan sebagai penyimpan cadangan makanan. Tinggi batang bertambah sekitar 45 cm/tahun. Dalam kondisi lingkungan yang sesuai, pertambahan tinggi dapat mencapai 100 cm/tahun. Pada saat tanaman berumur 25 tahun, tinggi batang kelapa sawit dapat mencapai 13 – 18 m (Lubis dan Widanarko, 2011).
Batang diselimuti oleh pangkal pelepah daun tua sampai kira-kira umur 11 – 15 tahun. Setelah itu, bekas pelepah daun mulai rontok, biasanya mulai dari bagian tengah batang kemudian meluas ke atas dan ke bawah. Batang kelapa sawit tua biasanya sudah tidak ada lagi bekas tangkai pelepah daun tua, kecuali sedikit di bawah tajuknya (Pahan, 2006).
c. Daun (Folium)
Daun kelapa sawit terdiri dari beberapa bagian, sebagai berikut:
1. Kumpulan anak daun (leaflets) yang mempunyai helaian (lamina) dan tulang anak daun (midrib).
2. Rachis yang merupakan tempat anak daun melekat.
3. Tangkai daun (petiole) yang merupakan bagian antara daun dan batang. 4. Seludang daun (sheath) yang berfungsi sebagai perlindungan dari kuncup
Total jumlah daun dalam perkebunan kelapa sawit sangat tergantung pada metode panen dan tunasan (pruning) yang dilakukan. Selain itu, faktor intensitas cahaya yang sampai ke kanopi tanaman juga sangat berpengaruh pada jumlah daun kelapa sawit. Pada kerapatan tanaman yang tinggi, dimana intensitas cahaya kurang, umur daun sangat berkurang. Pada kerapatan tanaman yang normal, yaitu 140 – 150 pohon/ha dengan tanpa penunasan daun, senescence umumnya mulai terjadi pada daun ke 48 – 50. Namun, pada kerapatan tanaman yang tinggi, dapat terjadi mulai dari daun ke-35 (Pahan, 2006).
Daun terdiri atas tangkai daun (petiole) yang pada kedua tepinya terdapat dua baris duri (spines). Tangkai daun bersambung dengan tulang daun utama (rachis), yang jauh lebih panjang dari tangkai dan pada kiri kanannya terdapat anak-anak daun (pinna; pinnata). Tiap anak daun terdiri atas tulang anak daun (lidi) dan helai daun (lamina). Anak daun yang terpanjang (pada pertengahan daun) dapat mencapai 1,2 m. Jumlah anak daun dapat mencapai 250 – 300 helai per daun. Jumlah produksi daun adalah 30 – 40 daun per tahun pada pohon yang berumur 5 – 6 tahun. Setelah itu produksi daun menurun menjadi 20 – 25 daun per tahun (Mangoensokarjo dan Semangun, 2008).
2.2.2 Bagian Generatif Tanaman Kelapa Sawit
a. Bunga (Flos)
Tanaman kelapa sawit mulai berbunga pada umur 2,5 tahun, tetapi umumnya bunga tersebut gugur pada fase awal pertumbuhan generatifnya. Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman monoceaus. Karena itu, bunga jantan dan bunga betina terletak pada satu pohon. Bunga kelapa sawit muncul dari ketiak daun yang disebut infloresen (bunga majemuk). Bakal bunga tersebut dapat berkembang menjadi bunga jantan atau bunga betina tergantung pada kondisi tanaman. Inflorescen awal terbentuk selama 2 – 3 bulan. Lalu pertumbuhan salah satu organ reproduktifnya terhenti dan hanya satu jenis bunga yang
dihasilkan dalam satu infloresen. Namun, tidak jarang juga organ betina (gynoecium) dapat berkembang bersama-sama dengan organ jantan (androecium) dan menghasilkan organ hermaprodit (Lubis dan Widanarko, 2011).
Pada tanaman muda jumlah bunga jantan per pohon lebih sedikit dibandingkan dengan tandan bunga betina, dan perbandingan ini akan berubah sesuai dengan jumlah tandan bunga jantan dan tandan bunga betina ditambah tandan bunga hermafrodit. Hal ini dikenal sebagai sex ratio yang dinyatakan dalam persen. Sex ratio ini perlu diketahui untuk menaksir (estimasi) produksi, polinasi buatan, atau pelepasan serangga penyerbuk Elaeidobius kamerunicus. Pada persilangan D x P tertentu pada tanaman muda sex ratio-nya dapat mencapai 90% pada tahun pertama menghasilkan (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).
b. Buah (Fructus)
Buah kelapa sawit pada waktu muda berwarna hitam (Varitas Nigrescens), kemudian setelah berumur ± 5 bulan berangsur-angsur menjadi merah kekuning-kuningan. Pada saat perubahan warna tersebut terjadi proses pembentukan minyak pada mesocarp (daging buah). Perubahan warna tersebut karena pada butir-butir minyak mengandung zat warna (Corotein) (Risza, 2001).
Secara botani buah adalah “sessile drupe” yang tertekan di sekitar bijinya. Buah terdiri atas bagian-bagian berikut: (Tim Bina Karya Tani, 2009).
1. Kulit buah (eksokarp): merupakan pelindung buah paling luar yang mula-mula berwarna putih kehijau-hijauan, kemudia berubah menjadi warna kuning.
2. Daging buah (mesokarp): bagian buah yang tersusun atas air, serat, klorofil, yang selanjutnya terjadi pembentukan minyak dan karoten.
3. Cangkang (endokarp): bagian buah yang pada bagian awalnya tipis dan lembut, tetapi kemudian bertambah tebal dank eras serta warnanya berubah dari putih menjadi cokelat.
4. Inti (endosperm): bagian buah yang mula-mula cair, kemudian lunak, dan akhirnya berubah menjadi padat dan agak keras.
Tanaman kelapa sawit rata-rata menghasilkan buah 20 – 22 tandan/tahun. Untuk tanaman yang semakin tua produktivitasnya akan menurun menjadi 12 – 14 tandan/tahun. Pada tahun-tahun pertama tanaman berbuah sekitar 3 – 6 kg, tetapi semkain tua berat tandan bertambah yaitu 25 – 35 kg/tandan. Banyaknya buah yang terdapat pada satu tandan tergantung pada faktor genetis, umur, lingkungan, dan teknik budidayanya. Jumlah buah per tandan pada tanamn yang cukup tua mencapai 1.600 buah. Panjang buah antara 2 – 5 cm dan berat sekitar 20 – 30 gram/buah (Fauzi dkk, 2012).
2.3 Bahan Tanam Kelapa Sawit
Bahan tanaman kelapa sawit unggul dapat berasal dari hasil persilangan berbagai sumber (inter and intra specific crossing) dengan metode reciprocal recurrent selection (RRS). Di samping itu, bahan tanaman kelapa sawit unggul juga dapat dihasilkan dari pemuliaan pada tingkat molekuler yang diperbanyak secara vegetatif dengan teknik kultur jaringan (Pahan, 2006).
Bahan tanaman kelapa sawit yang umum ditanam di perkebunan komersial yaitu persilangan dura x pesifera (D x P) yang disebut tenera. Tanaman induk dura berasal dari 4 pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya Bogor (1848) dan dikenal sebagai deli dura (Pahan, 2006). Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) yang menghasilkan verietas unggul kelapa sawit adalah Pusat Penelitian Marihat, Balai Penelitian Perkebunan Medan, dan PT. Socfin Indonesia (seluruhnya berada di Sumatera Utara). Berikut adalah beberapa karakterisik varietas unggul kelapa sawit (Fauzi dkk, 2008).
Tabel 2.2. Karakteristik Varietas Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Varietas Kerapatan Tanaman (phn/ha) Kecepatan Pertumbuhan (cm/tahun) Potensi Produksi TBS (ton/ha/tahun) Produksi TBS Rata-rata (ton/ha/tahun) Potensi Hasil CPO (ton/ha/thn) Produksi CPO Rata-rata (ton/ha/tahun) Rendemen Minyak (%) Produksi Minyak Inti (ton/ha/ tahun) D x P Sungai Pacur 1 143 40 – 55 32 25 – 28 7,6 6,5 – 7,3 23 – 26 0,49 D x P Sungai Pancur 2 143 65 – 85 30 24 – 27 7,5 6,2 – 6,8 23 – 25 0,51 D x P Dolok Sinumbah 130 65 – 85 31 24 – 27 7,7 6,0 – 6,7 23 – 25 0,56 D x P Bah Jambi 130 65 – 85 32 22 – 24 7,4 5,7 – 6,2 23 – 26 0,62 D x P Marihat 143 60 – 70 31 24 – 25 7,9 6,0 – 6,3 23 – 25 0,54 D x P Avros 130 60 – 80 30 24 – 27 7,8 5,5 – 7,0 23 – 26 0,54 D x P La Me 143 55 – 70 36 26 – 27 7,9 5,9 – 7,0 23 – 26 0,60 D x P Yangambi 130 60 – 75 39 25 – 28 7,5 5,8 – 7,3 23 - 26 0,62 (Sumber: Fauzi dkk, 2008).
2.4 Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit masih dapat tumbuh dan berbuah di ketinggian hingga 1.000 meter dpl. Namun, pertumbuhan tanaman dan produktivitasnya kelapa sawit akan lebih optimal apabila ditanam di ketinggian maksimum 400 meter dpl. Berikut beberapa syarat lahan lainnya untuk pertumbuhan kelapa sawit (Hasan dkk, 2006).
2.4.1 Topografi
Selain syarat ketinggian tempat maksimum 400 dpl, kelapa sawit sebaiknya ditanam di lahan yang memiliki kemiringan lahan 0 – 12º. Sementara itu, lahan yang memiliki kemiringan lereng 13 – 25º bisa ditanami kelapa sawit, tetapi pertumbuhannya kurang baik. Berbeda halnya dengan lahan yang kemiringannya lebih dari 25º sebaiknya tidak dipilih sebagai lokasi penanaman kelapa sawit karena beresiko terhadap bahaya erosi dan menyulitkan dalam pengangkutan buah saat panen (Hasan dkk, 2006).
2.4.2 Drainase
Kondisi tanah yang sering mengalami genangan air tidak disukai oleh tanaman kelapa sawit. Terlebih, drainase yang jelek beresiko menghambat kelancaran penyerapan unsur hara. Selain itu, proses nitrifikasi akan terganggu sehingga tanaman menjadi kekurangan unsur nitrogen (N). Karena itu, drainase tanah di lokasi perkebunan kelapa sawit harus baik dan lancar sehingga saat musim hujan, lokasi perkebunan tidak akan tergenang (Sunarko, 2012).
2.4.3 Curah Hujan
Tanaman kelapa sawit membutuhkan jumlah curah hujan yang cukup ( > 1250 mm/tahun) dengan penyebaran relatif merata sepanjang tahun. Penyebaran curah hujan relatif merata adalah sebaran curah hujan yang tidak terdapat perbedaan mencolok dari satu bulan ke bulan berikutnya, sebaiknya tidak terdapat bulan kering (curah hujan < 60 mm/bulan) atau jumlah bulan kering maksimum 3 bulan per tahun. Curah hujan yang optimum untuk tanaman
kelapa sawit adalah 1.700 – 3.000 mm/tahun dengan penyebaran yang relatif merata atau tanpa bulan kering. Rendahnya curah hujan akan menyebabkan berkurangnya ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, sebaliknya tingginya curah hujan (> 3.000 mm/tahun) akan memenuhi kebutuhan air tanaman namun dapat mengakibatkan penggenangan dan pencucian hara (Hasan dkk, 2006).
Tabel 2.3. Kriteria Pembatas Hujan Untuk Kelapa Sawit
Komponen Hujan Intensitas Faktor Pembatas
Bukan Pembatas
Pembatas ringan Pembatas
sedang Pembatas berat CurahHujan (mm/tahun) 1700 – 3000 1450-1700 dan > 3000 1250 – 1450 < 1250 Bulan Kering (bulan/tahun) < 1 1 – 2 2 – 3 >3 (Sumber: Hasan dkk, 2006).
2.4.4 Pemupukan Dan Jarak Tanam Tanaman Kelapa Sawit
Waktu pemupukan perlu disesuaikan dengan kondisi curah hujan. Pemupukan yang optimum dilakukan pada waktu (bulan-bulan) dengan curah hujan 100-200 mm/bulan dan maksimum 300 mm/bulan. Bila curah hujan < 60 mm/bulan, maka pemupukan sebaiknya ditunda dan menunggu curah hujan mencapai > 60 mm/bulan. Begitu juga bila curah hujan mencapai >300 mm/bulan maka pemupukan juga ditunda (Hasan dkk, 2006).
Dalam melaksanakan pemupukan di perkebunan kelapa sawit dapat digunakan pedoman praktis waktu pemupukan sebagai berikut :
● Waktu mulai pemupukan adalah bila sudah turun hujan 50 mm/10 hari (awal musim hujan)
a. Bila periode terpanjang tidak hujan (hari tidak hujan berturut-turut, dry spell) 20 hari (terlalu kering).
b. Jumlah hari hujan >20 hari/bulan (terlalu basah atau banyak hujan) c. Intensitas hujan harian tinggi > 30 menit/hari (terlalu basah atau
kelebihan hujan).
d. Tanah jenuh air (lewat kapasitas lapang atau air sudah tergenang) karena hujan terus menerus (Hasan dkk, 2006).
Susunan penanaman dan jarak tanam akan menentukan kerapatan tanaman. Kerapatan tanaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat produksi tanaman kelapa sawit. Jarak tanam optimal adalah 9 m untuk tanah datar dan 8,7 m untuk tanah bergelombang. Susunan penanaman dapat berbentuk bujur sangkar, jajaran genjang, atau segitiga sama sisi. Dari hasil penelitian, susunan dengan bentuk segitiga sama sisi. Dari hasil penelitian, susunan dengan bentuk segitiga sama sisi merupakan yang paling ekonomis karena populasi tanaman mencapai 143 pohon per hektar (Fauzi dkk, 2002).
Menurut Lubis (2008), beberapa jarak tanam yang dianjurkan bergantung pada bahan tanaman dan kondisi iklim, namun secara umum jarak tanam tersebut dihitung berdasarkan kerapatan pohon/ha.
Tabel 2.4. Jarak Tanaman Pada Beberapa Kerapatan Pohon
Kerapatan (pohon/ha) Jarak (m)
Dalam barisan Antar barisan 143 9,00 7,80 133 9,30 8,05 130 9,40 8,14 128 9,50 8,22 (Sumber: Lubis, 2008).
2.5 Kelas Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa Sawit
Pertumbuhan dan produktivitas kelapa sawit dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor luar maupun faktor dalam tanaman kelapa sawit itu sendiri, antara lain jenis atau varietas tanaman. Sedangakan faktor luar adalah faktor lingkungan, antara lain iklim dan tanah, dan teknik budidaya yang dipakai (Lubis, 2008).
Kesesuaian lahan merupakan keadaan tingkat kecocokan dari suatu lahan untuk penggunaan tertentu, baik dibidang pertanian maupun perkebunan. Kelas kesesuaian lahan suatu wilayah dapat berbeda – beda tergantung pada tipe penggunaan lahan (Lubis dan Widanarko, 2011).
Semakin banyak jenis tanaman yang dapat dikembangkan atau diusahakan di suatu wilayah, kemampuan lahannya semakin tinggi (Lubis dan Widanarko, 2011). Pengertian kesesuaian lahan (land suitability) berbeda dengan kemampuan lahan (land capability). Kemampuan lahan lebih menekankan pada kapasitas berbagai penggunaan lahan secara umum di suatu wilayah.Untuk mengetahui kelas kesesuaian yang cocok untuk tanaman kelapa sawit pada lahan mineral dapat dilihat pada tabel 2.5.
Tabel 2.5. Kriteria Kesesuaian Lahan Kelapa Sawit Pada Tanah Mineral No Karakteristik Lahan Si m b ol
Intensitas Faktor Pembatas
Tanpa (0) Ringan (1) Sedang (2) Berat (3)
1 Curah Hujan (mm) H 1.750 -3.000 1.750 – 1.500 >3.000 1.500 – 1.250 <1.250 2 Bulan Kering K <1 1 – 2 2 – 3 >3 3 Elevasi (mdpl) L 0 – 200 200-300 300-400 >400 4 Bentuk wilayah (%) W <8 8 – 15 15 – 30 >30 5 Batuan di permukaan dan di dalam tanah (%volume) B <3 3 – 15 16 – 40 >40 6 Kedalaman efektif (cm) S >100 100 – 75 75 – 50 <50 7 Tekstur tanah T Lempung berdebu; lempung liat berpasir; lempung berdebu; lempung berliat Liat, liat berpasir, lempung berpasir, lempung Pasir, berlempung , debu Liat berat , pasir
8 Kelas drainase D Baik,sedang Agak terhambat Cepat; terhambat Sangat cepat; tergenang 9 Kemasaman tanah A 5,0 – 6,0 4,0 - 5,0 6,0 - 6,5 3,5 – 4,0 6,5 – 7,0 <3,5 >7,0 (Sumber: Jurnal Penelitian Pertanian Terapan vol.14 (2):97-105 Firmansyah, dalam Sipayung
Berikut ini merupakan tabel klasifikasi kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit yang disajikan sebagai berikut:
Tabel 2.6. Klasifikasi Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kelapa Sawit
Kelas Kesesuaian Lahan Kriteria
Kelas S1 (SANGAT SESUAI) Unit Lahan yang memiliki tidak lebih dari satu pembatas ringan (optimal).
Kelas S2 (SESUAI)
Unit lahan yang memiliki lebih dari 2 pembatas ringan dan tidak memiliki lebih
dari satu pembatas sedang.
Kelas S3 (AGAK SESUAI)
Unit lahan yang memiliki lebih dari satu pembatas sedang dan atau tidak memiliki
lebih dari satu pembatas berat. Kelas N1 (TIDAK SESUAI
BERSYARAT)
Unit lahan yang memiliki dua atau lebih pembatas berat yang masih dapat
diperbaiki.
Kelas N2 (TIDAK SESUAI PERMANEN) Unit lahan yang memiliki pembatas berat yang tidak dapat diperbaiki. (Sumber: PPKS, 2016).
2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit
Pengertian Produktivitas, menurut Blocher, et al., (2007:307) menjelaskan bahwa ukuran produktivitas bisa dilihat dengan dua cara yaitu produktivitas operasional dan produktivitas finansial. Baik pembilang maupun penyebutnya merupakan ukuran fisik (dalam unit). Ukuran produktivitas bisa mencakup seluruh faktor produksi atau fokus pada satu faktor atau sebagian faktor produksi yang digunakan perusahaan dalam produksi. Ukuran produktivitas yang memusatkan perhatian pada hubungan antara satu atau sebagian faktor input dan output yang dicapai disebut dengan ukuran produktivitas parsial. Berikut ini adalah contoh produktivitas parsial (Blocher, et al., 2007:307)
Produksi tanaman kelapa sawit ditentukan oleh karakteristik lahan yang berbeda pada setiap wilayah. Setiap kelas kesesuaian lahan (KKL) dapat secara langsung dikaitkan dengan produksi kelapa sawit yang dapat dicapai. Belum
tercapainya produksi yang optimal, berhubungan erat dengan kondisi iklim wilayah berfluktuasi musiman dan perlakuan kultur teknis tanaman kelapa sawit yang belum optimal (Sulistyo, dkk, 2010).
Pengertian kesenjangan menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) merupakan suatu ketimpangan, ketidaksamarataan, ketidaksetaraan. Maka, kesenjangan produktivitas dalam kelapa sawit adalah ketidakseimbangan hasil produksi dalam pertumbuhan kelapa sawit dimana produktivitas kelapa sawit dianalisis untuk diketahui kesenjangan produktivitas tanaman kelapa sawit.
Menurut Lubis (2008) bahwa produksi dan kualitas produksi mempengaruhi hasil produktivitas pada tanaman kelapa sawit, faktor-faktor yang mempengaruhi adalah :
a. Produksi persatuan luas tergantug pada berbagai faktor dan hal ini dicerminkan oleh kelas kesesuaian lahannya beserta faktor penghambatnya.
b. Jenis tanah, iklim defisit air, jenis bahan tanaman.
c. Kerapatan pohon juga banyak menentukan terutama pada umur 7 – 9 tahun dimana panjang pelepah daun sudah akan mencapai maksimum.
d. Seleksi bibit yang ketat sangat diperlukan agar jangan ada bibit abnormal yang tertanam dilapangan. Kadang kala karena takut kekurangan bibit seleksinya sangat lemah.
e. Komposisi umur tanaman juga banyak berperan dalam produksi rata-rata kebun karena produksi per ha juga sangat tergantung pada umur tanaman. Produksi tertinggi terdapat pada tanaman berumur 7 – 11 tahun. Semakin besar persentasenya maka akan tinggi rata-rata produksinya.
f. Keadaaan topografi dan kondisi jalan sangat berkaitan apalagi pada musim hujan dapat menjadi kendala yang penting. Hal yang sama dapat juga terjadi pada areal yang sering tergenang dan daerah banjir. Karena kendala
jalan maka tidak jarang panen menjadi tertunda, buah tidak terangkut pada hari panen dan banyak membusuk dilapangan.
Mutu kualitas panen perlu pula mendapat perhatian. Kehilangan minyak dan penurunan mutu sebagin besar dapat terjadi di lapangan (permanen), pengangkutan dan selama pengolahan di pabrik. Tanaman kelapa sawit sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Kondisi iklim, tanah, dan bentuk wilayah merupakan faktor lingkungan utama yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan tanaman kelapa sawit, selain faktor lainnya seperti bahan tanaman dan perlakuan kultur teknis yang diberikan (Sulistyo dkk, 2010).
Potensi produksi tanaman kelapa sawit juga ditentukan oleh jumlah curah hujan setahun. Jika terjadi kemarau panjang akan menyebabkan gagalnya pembentukan bakal bunga 19 – 21 bulan berikutnya (abortus bunga) dan keguguran buah 5 – 6 bulan berikutnya. Persentase potensi produksi sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Hal tersebut dapat dilihat dari Tabel 2.7.
Tabel 2.7. Pengaruh Hujan Terhadap Persentase Potensi Produksi Curah Hujan / Tahun (mm) Potensi Produksi (%)
>2500 100%
2500 – 2000 80%
2000 – 1500 70%
<1500 60%
(Sumber: Sulistyo, 2010).
Faktor yang mempengaruhi faktor pertumbuhan dan produktivitas adalah tindakan kultur teknis. Beberapa faktor yang erat pengaruhnya antara lain adalah pembibitan, pembukaan lahan, peremajaan, pembangunan kacangan penutup tanah, penanaman, penyisipan kelapa sawit, pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM), pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM),
pengendalian hama penyakit, pemupukan, panen, pengangkutan dan pengolahan.
Data produktivitas tanaman kelapa sawit jenis tenera secara umum pada lahan kelas S1, S2, S3 seperti disajikan pada Tabel 2.8. berikut:
Tabel 2.8. Potensi Produksi Kelapa Sawit Umur 3 – 25 Tahun Pada Setiap Kelas Kesesuaian Lahan
Umur Kelas S1 Kelas S2 Kelas S3
JPT RBT TBS JPT RBT TBS JPT RBT TBS 3 21,6 3,2 9,0 18,1 3,1 7,3 15,9 3,0 6,2 4 19,2 6,0 15,0 17,6 5,9 13,5 17,4 5,3 12,0 5 18,5 7,5 18,0 17,3 7,1 16,0 16,6 6,7 14,5 6 16,2 10,0 21,1 15,1 9,4 18,5 15,4 8,5 17,0 7 16,0 12,5 26,0 15,0 11,8 23,0 15,7 10,8 22,0 8 15,3 15,1 30,0 14,9 13,2 25,5 14,8 12,7 24,5 9 14,0 17,0 31,0 13,1 16,5 28,0 12,9 15,5 26,0 10 12,9 18,5 31,0 12,3 17,5 28,0 12,5 16,0 26,0 11 12,2 19,6 31,0 11,6 18,5 28,0 11,5 17,4 26,0 12 11,6 20,5 31,0 11,0 19,5 28,0 10,8 18,5 26,0 13 11,3 21,1 31,0 10,8 20,0 28,0 10,3 19,5 26,0 14 10,3 22,5 30,0 10,1 20,5 27,0 9,6 20,0 25,0 15 9,3 23,0 27,9 9,2 21,8 26,0 9,1 20,6 24,5 16 8,5 24,5 27,1 8,5 23,1 25,5 8,3 21,8 23,5 17 8,0 25,0 26,0 7,8 24,1 24,5 7,4 23,0 22,0 18 7,4 26,0 24,9 7,2 25,2 23,5 6,7 24,2 21,0 19 6,7 27,5 24,1 6,6 26,4 22,5 6,0 25,5 20,0 20 6,2 28,5 23,1 5,9 27,8 21,5 5,5 26,6 19,0 21 5,8 29,0 21,9 5,6 28,6 21,0 5,1 27,4 18,0 22 5,1 30,0 19,8 5,0 29,4 19,0 4,6 28,4 17,0 23 4,8 30,5 18,9 4,6 30,1 18,0 4,2 29,4 16,0 24 4,4 31,9 18,1 4,2 31,0 17,0 3,8 30,4 15,0 25 4,1 32,4 17,1 3,8 32,0 16,0 3,6 31,2 14,0 Rata- Rata 10,8 20,9 24,0 10,2 20,1 22,0 9,9 19,2 20,0 (Sumber: Lubis, 2008). Keterangan :
JPT : Jumlah Tandan/ Pohon/ Tahun RBT : Rata-rata Berat Tandan (Kg)
Data potensi produktivitas tanaman kelapa sawit terbaru pada kelas lahan S1, S2, S3 seperti disajikan pada Tabel 2.9. berikut:
Tabel 2.9. Potensi Produksi Kelapa Sawit Terbaru Umur 3 – 25 Tahun Pada Setiap Kelas Kesesuaian Lahan.
Umur Kelas S1 Kelas S2 Kelas S3
JPT RBT TBS JPT RBT TBS JPT RBT TBS 3 21,6 4,2 12,0 18,1 4,0 9,7 15,9 3,9 8,3 4 19,2 7,0 18,0 17,6 6,9 16,2 17,4 6,2 14,4 5 18,5 8,9 22,0 17,3 8,5 19,6 16,6 8,0 17,7 6 16,2 11,6 25,0 15,1 10,9 21,9 15,4 9,8 20,1 7 16,0 13,2 28,0 15,0 12,4 24,8 15,7 11,3 23,7 8 15,3 15,2 31,0 14,9 13,3 26,4 14,8 12,9 25,3 9 14,0 18,3 34,0 13,1 17,6 30,7 12,9 16,6 28,5 10 12,9 21,0 36,0 12,3 19,9 32,5 12,5 18,2 30,2 11 12,2 22,2 36,0 11,6 21,1 32,5 11,5 19,7 30,2 12 11,6 23,3 36,0 11,0 22,2 32,5 10,8 21,0 30,2 13 11,3 24,0 36,0 10,8 22,6 32,5 10,3 22,0 30,2 14 10,3 25,5 35,0 10,1 23,4 31,5 9,6 22,8 29,2 15 9,3 26,7 33,0 9,2 25,1 30,8 9,1 23,9 29,0 16 8,5 28,3 32,0 8,5 26,6 30,1 8,3 25,1 27,7 17 8,3 28,1 31,0 8,1 27,1 29,2 7,7 25,7 26,2 18 7,9 28,6 30,0 7,7 27,7 28,3 7,2 26,6 25,3 19 7,4 29,5 29,0 7,3 27,9 27,1 6,6 27,3 24,1 20 7,0 30,1 28,0 6,7 29,4 26,1 6,2 27,9 23,0 21 6,6 30,8 27,0 6,4 30,5 25,9 5,8 28,8 22,2 22 6,0 32,6 26,0 5,9 31,9 24,9 5,4 30,1 21,7 23 5,7 33,0 25,0 5,5 32,8 23,8 5,0 31,9 21,2 24 5,4 32,7 23,5 5,2 32,2 22,1 4,7 31,4 19,5 25 5,0 33,1 22,0 4,6 33,4 20,6 4,4 30,8 18,0 Rata-rata 11,14 22,95 28,50 10,52 22,06 26,07 10,17 20,95 23,73 (Sumber: PPKS, 2016). Keterangan :
JPT : Jumlah Tandan/ Pohon/ Tahun RBT : Rata-rata Berat Tandan (Kg)