• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlainan jenis seks dengan persetujuan masyarakat. Seperti dikatakan Horton

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. yang berlainan jenis seks dengan persetujuan masyarakat. Seperti dikatakan Horton"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Perkawinan merupakan cara paling mulia yang dipilih Pencipta alam semesta untuk mempertahankan proses regenerasi pengembangbiakan, dan keberlangsungan dinamika kehidupan. Arti sesungguhnya dari perkawinan adalah penerimaan status baru, dengan sederetan hak dan kewajiban yang baru, serta pengakuan akan status baru oleh orang lain. Perkawinan merupakan persatuan dari dua atau lebih individu yang berlainan jenis seks dengan persetujuan masyarakat. Seperti dikatakan Horton dan Hunt, perkawinan adalah pola sosial yang disetujui dengan cara mana dua orang atau lebih membentuk keluarga( Horton dan Hunt, 1999).

Perkawinan adalah suatu ikatan persetujuan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita atau lebih, untuk hidup bersama, berumah tangga, dengan landasan hukum agama dan hukum adat. Dengan demikian tujuan perkawinan bukan sebagai sarana pelampiasan nafsu, melainkan memiliki tujuan yang lebih mulia (Musafir Aj, 1996 : 15).

Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih sayang, kesenangan dan sarana bagi terciptanya kerukunan hati. Hubungan suami istri adalah dikarenakan adanya ikatan perkawinan yang merupakan ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri. Tujuan ikatan perkawinan adalah untuk dapat membentuk keluarga (rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk menegakkan rumah tangga yang bahagia dan menjadi sendi

(2)

dasar dari susunan masyarakat. Selain merupakan sunah dan sendi daya tahan, perkawinan juga merupakan jalan untuk mengawali perwujudan dorongan seks dalam masyarakat dan juga merupakan pelindung dari penyimpangan dan keterjerumusa dalam pelanggaran etika moral maupun sosial kemasyarakatan. Karena tanpa pengawasan dan pembatasan akan mengakibatkan pertentangan sosial. Misalnya, pergaulan bebas tanpa adanya ikatan perkawinan akan ditentang oleh masyarakat. Perkawinan bisa memelihara pandangan mata dan kemaluan, memadamkan api sahwat, menenangkan jiwa, memuaskan insting, dan menjaga kesehatan (Abbas, 2001 : 7 )

Ada berbagai macam bentuk perkawinan dalam masyarakat yaitu perkawinan monogami, poligami, poliandri dan perkawinan kelompok (group marriage). Dari keempat bentuk perkawinan ini perkawinan monogami dianggap paling ideal dan sesuai untuk dilakukan. Perkawinan monogami adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita dimana pada prinsipnya bahwa suami mempunyai satu istri saja dan sebaliknya. Walaupun perkawinan monogami merupakan perkawinan yang paling sesuai untuk dilakukan tetapi banyak juga masyarakat yang melakukan perkawinan poligami, hal ini dapat dilihat dari banyaknya public figur yang melakukan poligami. Sehingga istilah poligami semakin mencuat dan menjadi perbincangan di berbagai media baik itu media massa ataupun media elektronik dan juga diberbagai diskusi dan seminar-seminar. Begitu juga di kalangan birokrasi pemerintah, kaum agamawan, LSM, dan masyarakat umum. Mereka ada yang setuju dan menerima adanya praktek poligami dengan berbagai persyaratannya dan sebagian

(3)

Kohler (dalam Muhammad Thalib, 2004 : 25) menjelaskan bahwa bentuk-bentuk perkawinan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu monogami dan poligami. Masing-masing bentuk ini dikenal dalam masyarakat tradisional maupun masyarakat modern. Monogami merupakan perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan pada suatu saat tertentu. Bentuk perkawinan monogami sering dianggap sebagai perkawinan yang ideal, namun dalam realita hidup sering berlawanan dengan pernyataan, bahkan senantiasa berakibat kurang baik.

Sedangkan poligami adalah perkawinan dengan lebih dari satu pasangan. Poligami termasuk poligini, yaitu perkawinan dengan lebih dari satu istri, sedangkan poliandri, yaitu perkawinan dengan lebih dari satu suami. Istilah poligami sering dipakai untuk mengacu kepada poligini saja karena praktek ini lebih sering diamalkan daripada poliandri.

Fenomena poligami semakin marak akhir-akhir ini, terutama karena dipertontonkan secara vulgar oleh para tokoh panutan di kalangan birokrasi, politisi, seniman, dan bahkan agamawan. Poligami sesungguhnya merupakan akumulasi dari sedikitnya tiga faktor: Pertama, lumpuhnya sistem hukum kita, khususnya Undang-undang Perkawinan. Kedua, masih kentalnya budaya patriarki di masyarakat yang memandang isteri hanyalah ‘konco wingking’ yaitu harus ikut apa mau suami dan tidak boleh menolak; dan ketiga, kuatnya interpretasi agama yang bias gender dan tidak akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Interpretasi agama yang memposisikan isteri hanya sebagai obyek seksual, tidak memiliki kemandirian sebagai manusia utuh. Realitas sosiologis di masyarakat menjelaskan bahwa poligami

(4)

selalu dikaitkan dikaitkan dengan ajaran islam (

Perbincangan mengenai poligami tampaknya tak pernah berhenti. Bahkan perbincangan tersebut telah berubah menjadi perdebatan yang seru, khususnya sejak zaman pasca-Orde Baru. Sesungguhnyalah, para pendebat masalah poligami seperti mendapatkan semangat yang menggebu-gebu untuk membincangkannya, baik yang pro maupun yang kontra. Pada zaman Orde Baru, pemerintah “melindungi” istri para pegawai negeri melalui PP (Peraturan Pemerintah) No. 10/1983. Namun, ternyata para suami berpoligami secara sembunyi-sembunyi. Sekarang, dengan semangat “reformasi”, perkawinan poligami juga mengalami “reformasi”. Kalangan menengah dan atas seolah-olah berlomba dalam berpoligami. Bahkan, ada calon wakil bupati yang tidak sungkan-sungkan melibatkan lima istrinya untuk berkampanye memenangi kursi bupati. (

http://www .kedaikebebasan. org/inc/kk printversion .php?=id280).

Isu poligami juga mulai mencuat kembali sejak Puspo Wardoyo bos ayam bakar wong solo menyediakan Poligami Award bagi setiap pria dan wanita yang berlaku adil terhadap istri-istrinya. Pria ini disamping mengaku dirinya sebagai “Presiden Poligami Indonesia’, ia juga menjadi direktur BKKSP singkatan dari Biro konsultasi Keluarga Sakinah dan Poligami. Dan juga pernikahan kedua Aa Gym, Beliau adalah public figure, tokoh agama, dan juga seorang pengusaha sukses. Dulu sebelum isu poligami ini beredar, ceramah-ceramah Aa banyak dihadiri oleh kaum ibu-ibu di Indonesia, selain para Bapak-bapak tentunya.Tetapi kini, semenjak Aa http://poligami.blogetery.com/analisis-fenomena-poligami/)

(5)

menikah lagi, kontroversi dan polemik seputar poligami kembali mencuat, dengan subjeknya adalah Aa Gym, seorang panutan agama di tanah air .

Dalam UU Perkawinan No.1 tahun 1974 diatur ketentuan untuk poligami. Dimana dijelaskan poligami hanya diperuntukkan bagi mereka yang hukum beragamanya mengijinkan seorang suami beristri lebih dari satu orang. Undang-Undang Perkawinan juga menentukan dengan tegas bahwa poligami tidak dapat dilakukan oleh setiap orang dengan sekehendak hati, kecuali poligami hanya dapat dilakukan setelah ada ijin kepada suami untuk beristri lagi. Terlepas dari UU Perkawinan diatas, dalam kenyataannya poligami masih saja dilakukan. Walau dalam jumlah yang berkurang, poligami tetap saja terjadi dan kadang poligami terjadi tanpa memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan peraturan peradilan. Apabila mengingat kenyataan sekarang jumlah wanita lebih besar dari laki-laki, satu laki-laki bisa memiliki 2-3 wanita.

Kontroversi poligami seakan tidak berhenti, berbagai pendapat terus disampaikan mulai dari pendapat bahwa poligami diperbolehkan tapi dengan syarat tertentu poligami hanya untuk kasus-kasus yang dibutuhkan saja, pandangan bahwa poligami pada dasarnya dilarang karena berdampak buruk hingga kriminalisasi poligami (pelaku poligami harus ditindak karena termasuk tindakan pidana). Bahkan Poligami seringkali merupakan batu loncatan untuk meningkatkan taraf hidup dan kelas sosial dari wanita itu sendiri dan merupakan alat memperkuat dan legitimasi status pria serta juga menjadi tradisi dan symbol kehormatan bagi suku-suku di Indonesia.

(6)

Poligami telah menjadi bagian gaya hidup laki-laki dan karenanya di lingkungan tertentu dan praktik ini telah membudaya. Faktanya poligami telah ada sejak zaman dulu bahkan sebelum adanya agama Islam dan terus terpelihara hingga kini dengan berbagai pembenaran dan legitimasi kultural, sosial, ekonomi dan agama. Poligami sebelum Islam mengambil bentuk yang tidak terbatas, dimana seorang suami boleh saja memiliki istri sebanyak mungkin sesuai keinginannya.

Poligami merupakan fenomena yang terjadi dalam suatu kehidupan masyarakat ketika seorang suami merasa mampu dan dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya sehingga dapat tercapai keharmonisan dalam berumah tangga, oleh karenanya dalam aturan hukum, baik hukum Islam maupun Hukum positif tidak ada larangan untuk melakukan hal tersebut. Namun bukan berarti seseorang dengan mudahnya melakukan poligami, tapi harus melalui prosedur dan aturan hukum yang berlaku serta dengan alasan-alasan yang dapat dijadikan dalil untuk melakukan poligami. Namun dalam kenyataannya poligami sudah menjadi fenomena tersendiri karena banyaknya orang yang mengambil jalan tersebut sebagai solusi terakhir.

1.2. Rumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini dipandang menarik, penting dan perlu diteliti. Perumusan masalah merupakan suatu usaha yang menyatakan pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicari jalan pemecahannya atau dengan katalain perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai

(7)

Berdasarkan latar belakang masalah, maka yang menjadi permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah :

”Bagaimana perkembangan fenomena poligami yang terjadi di masyarakat Kel.Lalang Kec. Medan Sunggal?”

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

• Untuk mengetahui bagaimana pandangan masyarakat tentang fenomena poligami yang terjadi saat ini.

• Untuk melihat apa yang menyebabkan terjadinya pilihan hidup berpoligami di kalangan masyarakat saat ini.

1.4. Manfaat Penelitian

Setelah mengadakan penelitian ini, diharapkan manfaat penelitian ini berupa:

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah referensi hasil penelitian dan dapat di jadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya, dan juga dapat memberi sumbangan baru bagi pengembangan ilmu sosiologi keluarga, serta menjadi bahan bacaan, penuntun bagi pembaca khususnya kalangan sosiologi yang ingin melanjutkan dan mendalami penelitian tentang poligami.

(8)

1.4.2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat tergambar bagaimana gambaran poligami di masyarakat terutama terhadap perempuan dengan harapan jika pengaruh buruknya lebih banyak, maka poligami bisa dihindari.

1.5. Defenisi Konsep

Dalam sebuah penelitian ilmiah, defenisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian. Konsep adalah defenisi, suatu abstraksi mengenai gejala atau realita atau suatu pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala. Disamping mempermudah dan memfokuskan penelitian konsep juga berfungsi sebagai panduan bagi peneliti untuk menindaklanjuti kasus tersebut serta menghindari timbulnya kekacauan akibat kesalahan penafsiran dalam penelitian. Defenisi konsep merupakan unsur penelitian yang penting untuk menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak diteliti (Singarimbun, 1999: 330).

Beberapa konsep yang dibatasi dengan pendefenisiannya secara operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

a. Mayarakat

Masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulan manusia tersebut.

(9)

b. Keluarga

Keluarga disini adalah kelurga dalam pengertian kelurga inti dan sebagai kelompok sosia terkecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Keluarga dibedakan menjadi dua tipe keluarga, yaitu keluarga batih (nuclear family) dan keluarga luas (extended family). Adapun keluarga batih ini adalah suatu satuan keluarga terkecil yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya. Sedangkan keluarga luas adalah yang terdiri atas beberapa keluarga batih.

c. Perkawinan

Perkawinan merupakan persatuan dari dua atau lebih individu yang berlainan jenis seks dengan persetujuan masyarakat. Perkawinan adalah pola sosial yang disetujui dengan cara mana dua orang atau lebih membentuk keluarga.. Dalam kebudayaan Indonesia, perkawinan merupakan hal yang sangat sakral dan harus mengikuti pola budaya yang ketat.

d. Poligami

Poligami adalah sebuah bentuk perkawinan dimana seorang lelaki mempuyai beberapa orang isteri dalam waktu yang sama. Seorang suami mungkin mempunyai dua isteri atau lebih pada saat yang sama. Perkawinan bentuk poligami ini merupakan lawan dari monogmi..

e. Budaya

Budaya adalah kebiasaan yang dilakukan hingga pada akhirnya menjadi suatu gaya hidup. Budaya juga merupakan suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan

(10)

perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

f. Fenomena

Suatu peristiwa yang terjadi di realitas sosial dan memiliki gejala-gejala yang spesifik.

Referensi

Dokumen terkait

Kerusakan formasi merupakan salah satu masalah yang selalu ada dalam kegiatan pengangkatan minyak dari reservoir ke permukaan, masalah ini menyangkut ekonomian dan

Dalam bab ini penulis menguraikan tinjauan umum tentang perjanjian kerja antara pengusaha dan tenaga kerja terdiri dari pengertian pengusaha dan tenaga kerja,

Model pendidikan sadar lingkungan melalui kecakapan hidup berbasis potensi lokal sebagai rintisan mengenai pemanfaatan lahan pekarangan dengan menanam sayuran yang

Pada rangkaian pendeteksi suara, amplitudo gelombang yang dihasilkan sangat kecil, sehingga belum dapat dideteksi oleh rangkaian pengendali yang akan menentukan input dengan

perubahan iklim global terhadap kehidupan, dan Lembaga-lembaga yang menyediakan dan memanfaatkan data cuaca dan iklim di Indonesia, Peserta didik kemudian diberi

MİT Müsteşarı Şenkal Atasagun ve Miktat Alpay imzalı görüşler olarak Türkiye ve dünya kamuoyuna sunulan düşünceler arasında çok dikkat çeken bir başka konu da

[r]

Oleh karena itu, dalam menjembatani hal tersebut kepala sekolah, guru atau waka humas TK Annur membuat buku laporan harian., buku laporan harian tersebut berisi