• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sendiripun tidak mengenal batas-batas nasional atau batas bangsa-bangsa. Kemajuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sendiripun tidak mengenal batas-batas nasional atau batas bangsa-bangsa. Kemajuan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi ini, menuntut perubahan di berbagai bidang. Globalisasi ini sendiripun tidak mengenal batas-batas nasional atau batas bangsa-bangsa. Kemajuan teknologi juga banyak membawa pengaruh yang besar bagi kehidupan manusia. Salah satunya adalah di bidang industri dan organisasi. Globalisasi membawa perubahan pula pada lingkungan organisasi yang semakin kompleks dan kompetitif. Globalisasi juga menuntut organisasi atau perusahaan untuk dapat lebih responsif terhadap dunia sekitar agar dapat terus bertahan dan berkembang.

Persaingan bisnis juga mulai ketat di Indonesia dengan munculnya banyak perusahaan, khususnya di bidang telekomunikasi. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pengguna handphone terbanyak di dunia. Jumlah pengguna handphone di Indonesia pada tahun 2013 mencapai angka 270 juta, melebihi total penduduk di Indonesia yang hanya 253 juta (http://id.techinasia.com/). Sehingga tidak mengherankan apabila Indonesia merupakan ladang bisnis seluler yang sangat menggiurkan. Pada tahun 2014 tercatat terdapat 8 perusahaan dalam bidang telekomunikasi yang terdafdatar dalam ATSI (Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia) yaitu PT. Bakrie Telecom, Tbk, PT. Hutchison 3 Indonesia, PT. Indosat, TbK, PT. Pasifik Satelit Nusantara, PT. Sampoerna Telekomunikasi Indonesia, PT. Smartfren Telecom, Tbk, PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk, PT. XL Axiata, Tbk. (http://www.atsi.or.id/)

PT. Telkom merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merupakan perusahaan penyelenggara informasi dan telekomunikasi serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap yang terbesar di Indonesia. Telkom menyediakan layanan

(2)

InfoComm, telepon kabel tidak bergerak dan telepon nirkabel tidak bergerak, layanan telepon seluler, data dan internet. Berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi yang berisi pedoman yang mengatur reformasi industri telekomunikasi, termasuk liberasisasi industri, dan memunculkan persaingan usaha yang sehat. Dampak dari undang-undang itu adalah munculnya operator-operator telekomunikasi baru. Sejak munculnya berbagai operator telekomunikasi, Telkom tidak lagi menjadi satu-satunya perusahaan di Indonesia yang bergerak di bidang telekomunikasi dan persainganpun semakin ketat sehingga mendorong Telkom untuk membenahi sumber daya manusianya agar dapat memenangkan persaingan dalam bidang telekomunikasi. Sumber daya manusia sendiri merupakan bagian penting di perusahaan dibandingkan dengan lainnya seperti teknologi, dan modal karena manusia yang memilih dan menggunakan teknologi, manusia juga yang mencari dan meningkatkan modal yang ada (Soekidjo dalam Tjahyanti, 2010). Pruijit (Arifin, 2012) juga mengatakan bahwa sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat penting, oleh karena itu perusahaan bertanggung jawab dalam membina tenaga kerja agar para tenaga kerja bersedia memberikan kontribusinya dengan baik untuk mencapai tujuan perusahaan itu sendiri. Optimalisasi sumber daya manusia merupakan strategi yang pas dalam meningkatkan keunggulan perusahaan. Oleh karena itu, organisasi atau perusahaan harus mampu memiliki sumber daya yang handal, baik sumber daya terkait aset perusahaan maupun sumber daya manusia yang ada di dalamnya.

Salah satu cara yang dapat digunakan oleh PT. Telkom dalam membenahi SDMnya adalah dengan pihak perusahaan harus mampu memahami apa yang menjadi keinginan para karyawannya agar karyawan berkeja secara optimal, yaitu dengan memperhatikan kepuasan kerja para karyawan. Dengan dipenuhi kepuasan kerja para karyawan di harapkan perusahaan dapat meningkatkan kualitas SDM mereka yang berdampak pada keuntungan yang di peroleh perusahaan itu sendiri.

(3)

Karyawan yang bekerja pasti ingin memperoleh kepuasan kerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Pengertian kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sikap karyawan terhadap pekerjaannya (Ciarniene, et al., 2010). Koesmono (2005) mendefinisikan bahwa kepuasan kerja dalah perasaan yang dialami seseorang sehingga apa yang diharapkan telah terpenuhi atau mendapatkan sesuatu yang diterimanya melebihi apa yang diharapkan. Oleh karena itu, kepuasan kerja dianggap sebagai suatu emosi positif atau hasil dari evaluasi pengalaman kerja yang akan mempengaruhi kesehatan fisik dan mental seseorang. Hampir sama dengan definisi-definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli, Luthans (2011) menjelaskan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosi positif maupun menyenangkan yang dihasilkan dan merupakan penilaian terhadap pekerjaan dan pengalaman kerja. Kepuasan kerja menggambarkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Hal tersebut terlihat dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerja.

Kepuasan kerja adalah sikap seseorang merasa senang dari usaha yang dilakukannya ketika bekerja di tempat kerjanya. Kepuasan kerja merupakan emosi positif maupun menyenangkan yang dihasilkan dan merupakan penilaian suatu pekerjaan atau pengalaman kerja. Seseorang yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja inilah yang membuat karyawan berusaha untuk meningkatkan kualitas kerjanya.

Kepuasan kerja pada dasarnya adalah tentang apa yang membuat seseorang bahagia dalam perkerjaannya atau keluar dari pekerjaannya. Kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh faktor internal yaitu dari karyawan itu sendiri dan faktor eksternal yang merupakan faktor di luar dari karyawan tersebut. Terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan prediktor atau ukuran karyawan puas atau tidaknya terhadap pekerjaannya yaitu pekerjaan itu

(4)

sendiri, pemimpin, rekan kerja, promosi jabatan, kondisi kerja, keamanan dan pengawasan kerja (Schermerhorn, 2011).

Kepuasan kerja yang tinggi menunjukkan bahwa suatu organisasi dapat mengelola kebutuhan-kebutuhan karyawan dengan baik melalui manajemen yang efektif. Luthans (2011) menjelaskan kepuasan kerja tergantung pada persepsi individu seseorang dalam melaksanakan tugasnya di tempat kerja sehingga hal tersebut bersifat subjektif bagi individu yang merasakannya. Karyawan cenderung akan merasa puas dalam bekerja jika aspek pekerjaan dan individunya saling menunjang sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja berkaitan dengan perasaan seseorang baik menyenangkan atau tidaknya terhadap pekerjaanya.

Kepuasan kerja karyawan merupakan salah satu indikator dari terpenuhinya harapan dan kebutuhan karyawan. Kepuasan karyawan merupakan suatu keadaan di mana keinginan, harapan, dan kebutuhan karyawan dapat terpenuhi dengan baik, sedangkan ketidakpuasan karyawan merupakan keadaan keinginan, harapan, dan kebutuhan karyawan tidak terpenuhi dengan baik, yaitu dari sisi pekerjaan atau lingkungan kerja. Tingkat kepuasan kerja ini dapat dijadikan umpan balik bagi pemimpin untuk merumuskan kebijakan untuk perbaikan program kerja dan kondisi lingkungan kerja secara terus-menerus ke arah yang lebih baik dan meningkatkan kinerja karyawan di dalam organisasi.

Kepuasan dan ketidakpuasan kerja akan berpengaruh pada motivasi, keterlibatan kerja, komitmen organisasi, stres kerja, bahkan turnover karyawan. Ketidakpuasan kerja akan menyebabkan motivasi kerja rendah, keterlibatan karyawan pada pekerjaannya menurun, rendahnya komitmen organisasi, kemangkiran meningkat, menimbulkan stres, bahkan keluar dari organisasi (http://sosbud.kompasiana.com). Robbins dan Timothy (2013) mengemukakan terdapat empat respon terhadap ketidakpuasan kerja karyawan yaitu: (a) exit (keluar), karyawan akan berperilaku meninggalkan organisasi seperti

(5)

mencari posisi baru atau meminta berhenti, (b) voice (suara), karyawan secara aktif dan konstruktif mempebaiki kondisi. Seperti saran perbaikan, membahas masalah-masalah dengan atasan, dan lain-lain, (c) loyalty (kesetiaan), perilaku karyawan yang pasif namun tetap optimis menunggu kondisi organisasi membaik, (d) neglect (pengabaian), karyawan secara aktif membiarkan kondisi organisasi memburuk seperti melakukan kemangkiran atau sering datang terlambat, usaha yang sangat kurang, dan lain-lain.

Ketidakpuasan dapat bersifat ganda yaitu dari sisi intrinsik dan ekstrinsik. Secara intrinsik yaitu berasal dari diri karyawan itu sendiri seperti tanggung jawab, pengakuan, dan pengembangan. Ekstrinsik berasal dari luar karyawan itu sendiri diantaranya adalah insentif, lingkungan kerja, keamanan, dan hubungan kerja (Robbins & Timothy 2013). Pentingnya suatu organisasi memperhatikan tingkat kepuasan kerja karyawannya adalah karena ketidakpuasan kerja karyawan tentunya akan membawa dampak negatif bagi organisasi itu sendiri seperti berimbas pada kinerja karyawan yang tidak maksimal dan kinerja organisasi yang menurun.

Peran pemimpin sangat penting bagi kepuasan kerja karyawan. Sampai saat ini, kepemimpinan masih menjadi topik yang menarik untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut. Gaya kepemimpinan seseorang dapat mempengaruhi jalannya organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran pemimpin ini merupakan suatu jabatan yang strategis sekaligus memiliki peran penting sebagai penentu keberhasilan organisasi dalam mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi. Pemimpin merupakan proses menuntun dan mempengaruhi aktivitas dari pengikutnya dalam suatu kelompok atau organisasi (Darvish & Faezah, 2011).

Pemimpin memiliki peranan untuk mengatur organisasi dengan komunikasi yang efektif, motivasi, dan mendorong karyawannya untuk melaksanakan tugas dan tercapainya tujuan organisasi. Seorang pemimpin harus tanggap dengan perubahan-perubahan yang terjadi di sekitarnya, mampu menganilisis kekuatan dan kelemahan sumber daya

(6)

manusianya sehingga mampu memaksimalkan kinerja organisasi dan memecahkan masalah yang tepat ketika organisasi memiliki masalah. Pemimpin yang efektif sanggup mendorong dan mempengaruhi pengikutnya untuk mencapai tujuan organisasi. Faktor pemimpin inilah yang salah satunya menjadi prediktor seorang karyawan tentang puas atau tidaknya terhadap pekerjaannya.

Model kepemimpinan seperti kepemimpinan otentik menjadi topik yang hangat dan menarik saat ini untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut, termasuk di Indonesia. Kepemimpinan otentik adalah pola perilaku pemimpin yang mengacu kepada kapasitas psikologi positif dan etika positif yang diarahkan untuk mendorong kesadaran diri dan perspketif moral yang lebih besar, pengolahan informasi yang seimbang, hubungan transparan antara pemimpin dan pengikut, dan mendorong pengembangan diri yang positif (Walumbwa, 2008). Kepemimpinan otentik pada dasarnya mengembangkan konsep psikologi positif pada diri pemimpinnya yang nantinya akan mempengaruhi pengikutnya.

Kepemimpinan otentik juga menunjukkan pemahaman perspektif moral dan beragam nilai yang lain, pengetahuan, kekuatan. Serta menyadari konteks dimana mereka bergerak, memiliki rasa percaya diri, harapan, optimisime, dan karakter moral yang tinggi (Avolio et al., 2004). Pemimpin otentik memiliki suatu pencintraan yang alamiah dan berusaha dekat dengan pengikutnya. Mereka mampu membangun komunikasi dengan berbagai lapisan karyawan dengan baik dan tanpa dilebih-lebihkan. Jadi, pemimpin otentik ini dapat mempengaruhi karyawannya dengan sikap-sikap positif dan apa adanya atau tanpa dibuat-buat dari apa yang mereka miliki. Pemimpin otentik juga peka dalam merepson masalah-masalah yang ada di lingkungan organisasi.

Kepemimpinan otentik dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja karyawan akan tinggi jika pemimpinnya adalah pemimpin yang otentik (Rahimnia dan Mohammad,

(7)

2014). Penelitian yang dilakukan oleh Darvish dan Faezeh (2011) juga menjelaskan bahwa kepemimpinan otentik yang ada di organisasi atau perusahaan akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawannya. Jadi, seorang pemimpin yang otentik akan mampu mempengaruhi pengikutnya dalam melaksanakan pekerjaannya dengan konsep psikologi positif yang mereka miliki serta terjalin hubungan yang dekat antara pemimpin dan pengikutnya.

Selain faktor pemimpin yang notabene merupakan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang, efikasi diri juga memiliki pengaruh yang penting yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Kepercayaan seseorang atas kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugasnya dan dalam menghadapi tugas yang sulit dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Seseorang akan berusaha melakukan pekerjaannya dengan baik untuk memperoleh kepuasan kerja dan demi tercapainya tujuan organisasi. Faktor internal yang ada dalam diri karyawan dapat menjadi peranan yang penting bagi karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.

Istilah efikasi diri pertama diperkenalkan oleh Bandura (1986). Efikasi diri merupakan penilaian individu terhadap keyakinan diri akan kemampuannya dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya sehingga mencapai hasil yang diharapkan. Efikasi diri juga berkaitan dengan kemampuan individu untuk mengatasi situasi khusus tetentu dalam hubungannya dengan penilaian atas kemampuaan yang dimiliki untuk melakukan satu tindakan terkait dengan tugas khusus atau situasi tertentu (Lodjo, 2013). Konsep efikasi diri adalah terletak pada masalah keyakinan individu tentang kemampuan mengontrol pikiran, perasaan, dan perilakunya.

Chasanah (2008) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki efikasi diri yang tinggi maka cenderung untuk berhasil dalam tugasnya sehingga meningkatkan kepuasan atas apa yang telah dikerjakannya. Seseorang yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan

(8)

memandang tugas yang sulit sebagai suatau tantangan bagi dirinya dan mereka memiliki keyakinan diri mampu menyelesaikan tugas khusus atau tugas sulit tersebut. Jika mereka mampu menyelesaikannya maka kepuasan kerja akan muncul.

Kepuasan kerja menjadi menarik untuk diamati dan diteliti karena memberikan manfaat baik untuk individu dan untuk organisasi itu sendiri. Manfaat untuk individu adalah untuk mengetahui sebab dan sumber kepuasan kerja karyawan dan usaha untuk mendapatkan kepuasan kerja individu. Sedangkan manfaat bagi organisasi adalah untuk kepentingan dan kemajuan organisasi. Alasan peneliti memilih kepemimpinan otentik dan efikasi diri adalah karena keduanya dapat dijadikan sebab, sumber, dan prediktor kepuasan kerja karyawan.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti akan menganalisa tingkat kepuasan kerja karyawan PT. Telkom Wilayah Telkom (Witel) Purwokerto ditinjau dari kepemimpinan otentik dan efikasi diri. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka peneliti tertarik mengangkat judul penelitian yaitu “Hubungan Kepemimpinan Otentik dan Efikasi Diri dengan Kepuasan Kerja Karyawan”.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini betujuan untuk menguji secara empirik apakah terdapat hubungan antara kepemimpinan otentik dan efikasi diri dengan kepuasan kerja.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

(9)

penerapan dan pengembangan ilmu psikologi, khususnya bidang psikologi industri dan organisasi yang ditinjau dari kepemimpinan otentik dan efikasi diri dengan kepuasan kerja.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi organisasi atau perusahaan yang dijadikan lokasi penelitian, agar organisasi atau perusahaan dapat tetap mempertahankan kepuasan kerja karyawannya, khususnya dengan cara memperhatikan aspek kepemimpinan otentik dan efikasi diri. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pijakan dalam melakukan intervensi mengenai kepuasan kerja karyawan yang ditinjau dari kepemimpinan otentik dan efikasi diri serta untuk pengembangan kualitas sumber daya manusia di organisasi tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menunjang proses monitoring, pengendalian dan evaluasi yang cepat, tepat dan efisien dalam penanganan bencana dan keadaan darurat, maka diperlukan suatu

55 (Revisi 2011) mensyaratkan seluruh kondisi berikut harus dipenuhi agar hubungan lindung nilai dapat memenuhi kualifikasi akuntansi lindung nilai; (i) pada saat

Dalam rancangan sistem, tool yang digunakan untuk mengelola database yaitu MySQL. Dengan tool ini akan lebih cepat dalam melakukan pengelolaan database. Tabel yang digunakan

BKK memiliki data alumni tentang keberadaannya bekerja, lalu dipantau lewat medsos (media sosial) juga karena agar tau posisinya dimana karena ada juga yang

Pengetahuan siswa menjadi lebih luas dan siswa lebih mudah dalam memahami pelajaran, karena internet dapat membantu siswa untuk mencari materi yang tidak dipahami oleh

suatu lagu terbagi ke dalam tiga kategori. Di Jawa, ketiga jenis kategori tersebut disebut pathet, sedangkan di Sunda biasanya disebut surupan. Interval yang terbentuk

Setelah melakukan perencanaan, selanjutnya BAZNAS melakukan pengorganisasian. Ketua BAZNAS Kabupaten Balangan meiliki peran besar di dalamnya, untuk memimpin, membimbing

Praktek profesi keperawatan gerontik merupakan program yang menghantarkan mahasiswa dalam adaptasi profesi untuk menerima pendelegasian kewenangan secara bertahap