PKB-TRIGONUM SUDEMA-ILMU PENYAKIT DALAM XXV
PKB-TRIGONUM SUDEMA-ILMU PENYAKIT DALAM XXV
2
Denpasar, 13-14 Oktober 2017Diagnosis Asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
I Gede Ketut Sajinadiyasa
Divisi Respirologi dan Respirasi Kritis Bagian /SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar
Pendahuluan
Asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara saluran napas. Asma merupakan penyakit heterogen yang ditandai dengan inflamasi kronis saluran napas, yang didefinisikan dengan adanya riwayat keluhan respirasi seperti sesak, mengi, dada terasa berat, batuk yang bervariasi dalam waktu dan intensitasnya bersamaan dengan hambatan aliran udara ekspirasi bervariasi.1 sedang PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati yang ditandai dengan gejala respirasi dan hambatan aliran udara yang persisten akibat adanya abnormalitas pada saluran napas dan alveolar yang disebabkan oleh adanya paparan gas dan partikel beracun.2 Kedua penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan dunia. Diperkirakan 300 juta orang menderita asma dengan prevalensi sekitar 1-18% bervariasi pada berbagai negara. Prevalensi di Indonesia adalah sebear 5-7% , begitu juga PPOK dimana kejadianya semakin meningkat dan saat ini merupakan penyebab kematian nomor 4 dunia dan pada tahun 2020 senagai penyebab kematian nomor 3 dunia. Oleh karena kejadian semakin meningkat tentu akan memberi beban yang besar bagi biaya kesehatan.3,4 Penegakan diagnosis yang cepat tepat dan benar tentu dapat memberi penanganan yang lebih tepat baik pada asma maupun penderita PPOK.
PKB-TRIGONUM SUDEMA-ILMU PENYAKIT DALAM XXV
3
Denpasar, 13-14 Oktober 2017Diagnosis Asma
Penegakan diagnosis asma dapat dilakukan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan beberapa pemeriksaaan penunjang. Dalam praktek sehari-hari dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang benar sudah dapat ditegakan apakah seorang penderita menderita asma atau tidak.
Anamnesis
Pasien dengan asma biasanya datang dengan keluhan sesak napas, batuk, suara napas berbunyi dan terasa berat didada. Seseorang sangat mungkin asma bila gejala tersebut diatas ditemukan lebih dari satu, gejala tersebut sering memberat dimalam dan dini hari, waktu dan intensitas gejala bervariasi, gejala dapat dicetuskan oleh infeksi virus, latihan fisik, paparan alergen, perubahan cuaca, ketawa berlebih, iritasi saluran napas oleh asap mobil dan rokok atau bau yang meyengat. Pada pasien dengan asma dapat dijumpai riwayat atopi seperti alergi terhadap sesuatu seperti makan, begitu juga pada keluarga dapat dijumpai riwayat atopi tersebut.1,3
Pemeriksaan fisik
Dalam keadaan tidak terjadi eksaserbasi biasanya pemeriksaan fisik dalam batas normal. Bila tejadi serangan pada pemeriksaan fisik dijumpai laju respirasi yang meningkat, pada serangan berat dapat terlihat penggunaan otot-otot bantu napas, pulsus paradoksus. Pada auskultasi ditemukan suara wesing pada kedua lapang paru. Namun pada asma yang sangat berat / asma mengancam suara weezing / suara napas dapat tidak terdengar dan kondisi ini sangat berbahaya oleh karena terjadi penyempitan bronkus yang sangat berat/menutup (silent chest). Namun weezing juga dapat ditemukan pada penyakit lain seperti PPOK, infeksi saluran napas, benda asing dan trakeomalasia.1,3
PKB-TRIGONUM SUDEMA-ILMU PENYAKIT DALAM XXV
4
Denpasar, 13-14 Oktober 2017Pemeriksaan fungsi paru.
Asma ditandai dengan adanya variasi hambatan aliran udara ekspirasi. Pada asma fungsi paru dapat normal atau dapat obstruksi berat pada pasien yang sama. Asma yang tidak terkontrol variabilitas fungsi paru lebih besar dibanding asma terkontrol. Pemeriksaan fungsi paru (spirometri) harus dilakukan oleh tenaga terlatih dengan alat dengan fungsi dan perawatan yang baik. FEV1 dari spirometri lebih reliable dibanding dengan arus puncak ekspirasi (APE). Pada penelitian populasi perbandingan antara FEV1/FVC disebut norma bila hasil lebih besar dari 0,75-0,80. Bila hasilnya lebih rendah dari angka tersebut maka dapat disebut adanya hambatan aliran udara. Pada tes reversibilitas peningkatan VEP1 > 12% dan > 200 ml menunjukan reversibilitas yang menyokong diagnosis asma. Bila menggunakan arus puncal ekspirasi peningkatan 60 L/mnt atau > 20% dengan pemberian bronkodilator ( 200-400 µgr salbutamol) menyokong diagnosis asma.1,3,4
Klasifikasi Asma
Klasifikasi asma saat ini dibedakan berdasarkan tingkat beratnya asma, status kontrol dan tingkat eksaserbasi. Berdasarkan tingkat beratnya asma, asma dibedakan menjadi asma ringan, sedang dan berat. Disebut asma ringan bila kontrol asma tercapai dengan obat asma step pertama atau kedua yaitu terapi dengan pelega bila perlu atau dengan pengontrol steroid inhalasi dosis rendah. Asma sedang bila kontrol asma tercapai dengan menggunakan obat step 3 yaitu steroid inhalasi dosis rendah atau agonis beta-2 kerja panjang. Asma berat adalah adalah asma yang memerlukan terapi step 4 dan 5 untuk mengontrol atau tidak terkontrol dengan obat tersebut.1
Berdasarkan status kontrol asma diklasifikasikan menjadi terkontrol, terkontrol sebagian dan tidak terkontrol, seperti pada tabel berikut.
PKB-TRIGONUM SUDEMA-ILMU PENYAKIT DALAM XXV
5
Denpasar, 13-14 Oktober 2017Tabel 1. Tingkat kontrol asma.3
Karakteristik Terkontrol Terkontrol sebagian
Tidak terkontrol
Gejala sepanjang hari
Tidak ada (dua atau kurang dalam semingu)
Lebih dari dua kali seminggu
Tida atau lebih dari tanda yang terdapat pada terkontrol
sebagian Keterbatasan
aktivitas
Tidak ada Ada
Gejala malam hari /terbangun malam hari
Tidak ada Ada
Membutuhkan pelega / terapi emergensi
Tidak ada (dua atau kurang dalam seminggu)
Lebih dari dua kali seminggu
Fungsi paru ( PEF atau VEF1)
Normal < 80% dari
prediksi atau yang terbaik secara individu(jika telah diketahui
Berdasarkan derajat eksaserbasi asma dibedakan menjadi asma serangan ringan, sedang, berat dan mengancan jiwa, seperti ada tabel 2 berikut.
PKB-TRIGONUM SUDEMA-ILMU PENYAKIT DALAM XXV
6
Denpasar, 13-14 Oktober 2017Tabel 2. Tingkat berat eksaserbasi Asma.3
Parameter Serangan ringan Serangan sedang Serangan berat Mengancam jiwa
Sesak napas Berjalan sudah sesak, dapat berbaring Berbicara sudah sesak, lebih enak duduk Istirahat sudah sesak, duduk membungkuk Berbicara Dalam kalimat Beberapa kata
Kata demi kata
Kesadaran Tidak agitasi Tidk agitasi Agitasi Mengantuk//bingung Frekuensi
napas
Meningkat Meningkat >30x/menit
Retraksi otot bantu napas dan suprasternal Biasanya tidak ada
Biasanya ada Biasanya ada Gerakan
torakoabdominal, paradoksal Mengi Sedang sering hanya akhir ekspirasi
Keras Keras Tidak ada bising
(silent chest)
Nadi < 100x/mnt 100-120x/mnt >120x/mnt Bradikardia Pulsus
paradoksus
Tidak ada Bisa ada 10-25 mmHg
Sering ada > 25 mmHg
Bisa tidak ada
APE pasca bronkodilator % dari nilai terbaik >80% 60-80% <60% Sat oksigen 90-95% 90-95% <90% Penilaian Asma
Dalam tatalaksana asma ada beberapa hal yang perlu mendapat penilaian. Yang perlu dinilai adalah derajat kontrol asma, permasalahan terapi dan
PKB-TRIGONUM SUDEMA-ILMU PENYAKIT DALAM XXV
7
Denpasar, 13-14 Oktober 2017 adanya penyakit komorbiditas. Pada penilaian kontrol asma ada dua aspek yang perlu dinilai adalah apakah asma sudah mencapai staus kontrol atau tidak dan menilai faktor risiko luaran buruk termasuk fungsi paru. Sedang pada terapi yang perlu dinilai adalah cara penggunaan obat atau teknik mengunakan alat inhaler, keteraturan berobat, adanya efek samping obat, apakah ada rencana aksi yang mau dilakukan penderita untuk terapi asmanya. Penyakit komorbiditas juga hal yang perlu dinilai oleh karena adanya komorbiditas berhubungan juga dengan status kontrol yang buruk. Adapun komorbiditas yang sering dijumpai adalah rinosinusitis, GERD, sleep apnea, depersi dan ansietas dan adanya komorbid ini dapat menurunkan kualitas hidup pasien.1Tabel 3. Cara menilai derajat kontrol asma.1
Gejala kontrol Derajat kontrol
Dalam 4 minggu terakhir Terkontrol Terkontrol sebagian
Tidak terkontrol Gejala asma harian lebih
dari 2 kali seminggu
Ya tdk Tidak ada jawaban (ya) 1-2 Jawaban (ya) 3-4 jawaban (ya) Terbangun malam hari
akibat asma
Ya Tdk
Membutuhkan pelega lebih dari 2 kali seminggu
Ya Tdk
Ada hambatan aktivitas karena asma
Ya Tdk
Diagnosis PPOK
Diagnosis PPOK dapat dipertimbangkan bila sseorang dengan keluhan sesak, batuk kronis atau dengan produksi sputum dan atau adanya paparan faktor risiko dari PPOK. Faktor risiko PPOK diantaranya adalah asap rokok, polusi udara baik dalam ruangan maupun luar ruangan, paparan zat ditempat kerja, faktor genetik dan lainnya. Spirometri dibutuhkan dalam memastikan diagnosis. Adanya
PKB-TRIGONUM SUDEMA-ILMU PENYAKIT DALAM XXV
8
Denpasar, 13-14 Oktober 2017 hasil perbandingan antara FEV1/FVC dari spirometri pasca bronkodilator < 0,70 dapat mengkonfirmasi adanya hambatan aliran udara yang persisten.2,4-6Penilaian PPOK
Tujuan penilaian pada PPOK adalah untuk menentukan beratnya penyakit termasuk beratnya hambatan aliran udara saluran napas, pengaruh penyakit pada status kesehatan pasien, dan risiko terjadinya eksaserbasi, perawatan di rumah sakit serta kematian yang selanjutnya dapat memandu dalam pemberian terapi selanjutnya. Penyakit kronis lainya dapat terjadi bersamaan pada pasien PPOK diantaranya penyakit kardiovaskuler, disfungsi otot, metabolik sindrome, osteoporosis, depresi, ansietas dan kanker paru,2,7 sehingga pada pasien dengan PPOK perlu dinilai ada tidaknya penyakit komorbid yang menyertainya. Untuk tercapainya tujuan penialaian PPOK, penilaian PPOK harus mempertimbangkan aspek penyakit berikut:2
Memperhatikan hasil dan derajat keparahan abnormalitas spirometri. Kondisi dan beratnya keluhan/gejala pasien
Riwayat eksaserbasi dan risiko selanjutnya Penyakit komorbid
Klasifikasi obstruksi saluran napas.
Klasifikasi obstruksi didasarkan pada hasil FEV1 dari spirometri pasca pemberian bronkodilator pada perbandingan FEV1/FVC < 0,70. Klasifikasi ini dibedakan menjadi 4 seperti pada tabel berikut.2
Pada pasien dengan FEV1/FVC < 0,70
GOLD 1 Ringan FEV1 ≥ 80% prediksi
GOLD 2 Sedang 50%≤ FEV1<80% prediksi
GOLD 3 Berat 30% ≤ FEV1 < 50%
PKB-TRIGONUM SUDEMA-ILMU PENYAKIT DALAM XXV
9
Denpasar, 13-14 Oktober 2017GOLD 4 Sangat berat < 30% prediksi
Penilaian gejala PPOK
Pemahaman sebelumnya bahwa PPOK diindentikan dengan adanya kesulitan bernapat/ sesak, namun sekarang juga diketahui pasien PPOK dapat dipengaruhi selain keluhan sesak sehingga penilaian sekarang lebih menggunakan COPD Assessment test (CAT) dibanding kuisioner lainya seperti pada tabel berikut.
SKOR
Saya tidak pernah batuk
0 1 2 3 4 5
Saya selalu batuk
Tidak ada dahak sama sekali
0 1 2 3 4 5
Dada saya penuh dengan dahak Tidak ada rasa berat
didada 0 1 2 3 4 5
Dada saya terasa berat
Ketika saya jalan mendaki / naik tangga saya tidak sesak
0 1 2 3 4 5
Ketika saya jalan mendaki / naik tangga saya sangat sesak
Aktivitas sehari-hari saya dirumah tidak terbatas 0 1 2 3 4 5 Aktivitas sehari-hari saya dirumah sangat terbatas Saya tidak khawatir
keluar rumah meskipun saya menderita penyakit paru 0 1 2 3 4 5 Saya sangat khawatir keluar rumah karena kondisi paru saya
PKB-TRIGONUM SUDEMA-ILMU PENYAKIT DALAM XXV
10
Denpasar, 13-14 Oktober 2017 Saya dapat tidurdengan nyenyak
0 1 2 3 4 5
Saya tidak dapat tidur nyenyak karena kondisi paru saya
Saya sangat bertenaga
0 1 2 3 4 5
Saya tidak punya tenaga sama sekali
Penilaian risiko eksaserbasi
Eksaserbasi pada PPOK didefinisikan sebagai suatu keadaan perburukan akut dari gejala respirasi yang membutuhkan tambahan terapi. Eksaserbasi PPOK diklasifikasikan menjadi ringan, sedang dan berat. Eksaserbasi ringan adalah hanya membutuhkan terapi beta 2 agonis kerja singkat saja, eksaserbasi sedang bila membutuhkan terapi beta 2 agonis kerja singkat dan antibiotika dan atau steroid oral. Sedangkan eksaserbasi berat adalah eksaserbasi yang membutuhkan rawat inap atau datang ke unit gawat darurat dan dapat berkaitan dengan gagal napas. Penilaian adanya eksaserbasi pada pasien PPOK diperlukan dalam membuat klasifikasi PPOK dalam 4 kelompok yaitu kelompok ABCD.2
Alat penilaian klasifikasi PPOK dalam ABCD
Penilaian PPOK kedalam kalisifikasi ABCD dapat dilihat
dalam gambar berikut:
PKB-TRIGONUM SUDEMA-ILMU PENYAKIT DALAM XXV
11
Denpasar, 13-14 Oktober 2017Gambar 1. Alat penilaian ABCD PPOK.
2Penyakit Komorbid pada PPOK
Pasien PPOK sering disertai dengan penyakit kronis lainya. Oleh karena itu maka evaluasi terhadap adanya penyakit komorbid menjadi penting dalam rangka tercapai tujuan terapi secara menyeluruh. Adapun penyakit komorbid yang sering dijumpai pada PPOK diantaranya penyakit kardiovaskuler, gagal jantung, penyakit jantung iskemik, aritmia, penyakit vaskuler perifer, hipertensi, osteoporosis, depresi dan cemas, sidrome metabolik dan diabetes melitus, kanker paru, gastro esofageal refluk (GERD), bronkiektasis dan obstructive sleep apne. 2,7
Ringkasan
Asma dan PPOK adlah merupakan penyakit obstruksi saluran napas. Diagnosis kedua penhakit ini didasari adanya gejala rspirasi seperti batuk saesak napas dan adanya suara mengi. Pada asma gejala biasanya bersipat episodik dan reversible sedang pada PPOK gejala bersifat persiten dan dsertai dengan hambatan aliran udara yang juga persisten / irreversible.
PKB-TRIGONUM SUDEMA-ILMU PENYAKIT DALAM XXV
12
Denpasar, 13-14 Oktober 2017Daftar Pustaka
1. GINA. Global Strategy for Asthma management and prevention Update, 2017
2. GOLD. Global Initiatife for Chronic Obstructive Lung Disease, pocket guide to COPD diagnosis, management, and prevntion A Guide for Health care Professionals 2017
3. Dahlan Z. Asma Bronkiale. In Dahlan Z, Amin Z, Seroto AY.editors. Kompendium-Tatalaksana Respirologi Respirasi Kritis jilid 1 Perpari Bandung 2013 p.7-20
4. Rogliani P, Ora J, Puxeddu E, Cazzola M. Airflow obstruction: is it asthma or is it COPD? International Journal of COPD 2016:11:3007-3013
5. Akkermans RP, Biermans M, Robberts B, Reit GT, Jacobs A, van Weel C, Wensing M, Schermer T.COPD prognosis in rtelation to dignostic criteria for airflow obstruction in smokers. Eur Respir J 2014;43: 54-63
6. Tantucci C, Modina D. Lung function decline in COPD. International journal of COPD 2012; 7: 95-99
7. Cavailles A, Brinchault-Rabin G, Dixmier A. et al. Comorbidities of COPD. Eur Respir Rev 2013; 22: 454-475