• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN INTEGRASI TERNAK KAMBING DENGAN PERKEBUNAN KARET DI PROPINSI RIAU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN INTEGRASI TERNAK KAMBING DENGAN PERKEBUNAN KARET DI PROPINSI RIAU"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN INTEGRASI TERNAK KAMBING DENGAN

PERKEBUNAN KARET DI PROPINSI RIAU

(The Assessment of Integration of Goat under Rubber Plantation in the

Province of Riau)

YAYU ZURRIYATI2,ARON BATUBARA2danAMIRUDDIN SYAM2

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Riau

ABSTRACT

This research was conducted at Sei Lala Village, Pasir Penyu District, Indragiri Hulu Regency, Riau Province, began August–December 2000, used 90 animals of Kacang goat, 75 animals female and 15 animals male (age + 1 year), belong of farmer cooperator. The treatment are 3 kinds of technology, namely (A) Introduction technology (using feed additive, probiotic, mineral block, fight internal parasit and veterinary management, (B) Improvement technology (using probiotic, mineral block, fight internal parasit and veterinary management, (C) Existing technology (control). Keeping of goat system is shepherd in the day time at plantation area and housed in the night. The parameter are: body weight growth of goat, and to compared each treatment used Randomized Block Design with 3 treatments, 5 replication (each replication include 5 animals female and 3 animals male). Financial analysist and increased income from farming system integration of goat with rubber plantation were too observation. To measure carrying capacity had done with identification fariety and productivity of native grass under rubber plantation. The result showed that the highest everage body weight growth of male goat found at improvement technology (B) about 13.33 kg/animals with average daily body weight growth about 88.88 g/animals/day. Eventhough of female goat at introduction technology about 7.6 kg/animals with average daily body weight growth about 50.56 g/animals/day. The highest profit from sale the male goat each treatment found at improvement technology (B) about Rp. 180,200/animals (Gross B/C ratio =1.48), followed introduction technology (A) about Rp. 110,700/animals (Gross B/C ratio =1.28). Eventhough of existing technology to go through loss about Rp. 15,600/animals (Gross B/C ratio = 0.95). Increasing income from introduction technology, improvement technology and existing technology are 20.8, 33.8 and 2.9%. Production of native gross under rubber plantation at Sei Lala Village estimation is 15.48 ton/ha/year, with carrying capacity 1,41 animal unit or the same with 20 goat/ha/year.

Key words: Integration, rubber plantation, goat, Riau Province ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sei lala, Kecamatan Pasir Penyu, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, mulai Agustus-Desember 2000, menggunakan 90 ekor ternak kambing Kacang, 75 ekor betina dan 15 ekor jantan (umur ± 1 tahun), milik petani kooperator. Ada 3 perlakuan alternatif teknologi yang diuji cobakan yaitu (A) teknologi Introduksi (pemberian pakan tambahan, probiotik, mineral blok, pemberantasan internal parasit dan manajemen kesehatan ternak), (B) teknologi perbaikan (pemberian probiotik, mineral blok, pemberantasan internal parasit dan manajemen kesehatan ternak), (C) teknologi petani (pemberian mineral blok, pemberantasan internal parasit dan manajemen kesehatan ternak). Sistem pemeliharaan ternak adalah dengan cara penggembalaan di siang hari di areal perkebunan dan malam hari dikandangkan. Parameter yang diukur adalah perubahan berat badan ternak dan untuk membandingkannya pada masing-masing perlakuan digunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan, 5 ulangan (masing-masing ulangan terdiri dari 5 ekor betina dan 1 ekor jantan). Selain itu dilakukan analisis finansial usahatani ternak sekaligus besarnya tambahan penghasilan dari usahatani sistem integrasi ternak dengan tanaman perkebunan. Untuk mengukur kapasitas tampung lahan dilaksanakan juga identifikasi jenis dan produktivitas rumput alam yang tumbuh di areal perkebunan. Hasil kajian menunjukkan bahwa rataan pertambahan berat badan (PBB) ternak kambing jantan tertinggi pada paket teknologi perbaikan (B) yaitu sebesar 13,33 kg/ekor dengan pertambahan berat badan harian (PBBH) sebesar 88,88 g/ekor/hari. Sedangkan pada ternak betina, PBB tertinggi didapatkan pada paket teknologi introduksi yaitu sebesar 7,6 kg/ekor dengan PBBH 50,56 g/ekor/hari. Tingkat keuntungan dari penjualan ternak kambing jantan tertinggi berturut-turut didapatkan pada penerapan

(2)

teknologi perbaikan (B) yaitu sebesar Rp. 180.200/ekor (Gross B/C ratio = 1,48), diikuti dengan paket teknologi introduksi (A) yaitu sebesar Rp. 110.700/ekor (Gross B/C ratio = 1,28). Sedangkan pada paket teknologi petani (C) mengalami kerugian sebasar Rp. 15.600/ekor (Gross B/C ratio = 0,95). Besarnya tambahan penghasilan dari penerapan alternatif teknologi introduksi, perbaikan dan petani masing-masing adalah 20,8; 33,8 dan 2,9%. Estimasi produksi rumput alam yang tumbuh di areal perkebunan karet di Desa Sei lala adalah 15,48 ton/ha/tahun dengan kapasitas tampung lahan sebesar 1,41 unit ternak atau setara dengan 20 ekor ternak kambing/ha/tahun.

Kata kunci: Integrasi, perkebunan karet, ternak kambing, Propinsi Riau PENDAHULUAN

Di Propinsi Riau, permintaan akan daging setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Sementara itu untuk mencukupi kebutuhan akan daging tersebut masih didatangkan dari luar daerah Riau (Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Lampung) sekitar 3.876.899 kg per tahun (BPS, 1997). Keadaan ini sungguh ironis dengan potensi yang ada di Propinsi Riau dalam pengembangan usaha peternakan.

Untuk pengembangan ternak potong penghasil daging (ruminansia) banyak faktor pendukung yang dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan seperti ketersediaan lahan, ketersediaan hijauan pakan, teknik pemeliharaan, animo masyarakat dan permintaan pasar.

Dengan adanya pembukaan areal perkebunan yang cukup besar di Riau yang pada tahun 1997 mencapai 1.554.508 ha (BPS, 1997) meliputi perkebunan karet, kelapa dan kelapa sawit, berarti potensi pengembangan ternak ruminansia, khusus di daerah perkebunan saja sudah mampu menampung sebanyak 1.554.508 unit ternak.

Usahatani integrasi ternak ruminansia kecil di daerah perkebunan sangat potensial untuk dikembangkan, kerena usahatani ternak ruminansia kecil ternyata mampu memberikan kontribusi peningkatan pendapatan dan efektifitas pemanfaatan tenaga kerja keluarga tani secara optimal (GATENBY and BATUBARA, 1994). Selain itu beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan sistem usahatani ternak yang berintegrasi dengan tanaman perkebunan antara lain:

• Mengurangi persaingan antara tanaman perkebunan dengan gulma

• Peningkatan kesuburan tanah melalui kotoran ternak dan air seni yang dapat berfungsi sebagai tambahan pupuk organik bagi tanaman perkebunan

• Usaha ini dapat merupakan salah satu sumber pendapatan petani sebelum tanaman perkebunan menghasilkan.

Ternak kambing adalah salah satu jenis ruminansia kecil yang merupakan komoditas peternakan unggulan dan paling sesuai dikembangkan di Propinsi Riau. Ternak ini sangat efisien dalam mengubah hijauan pakan menjadi protein hewani dan cukup adaptable terhadap berbagai kondisi lingkungan. Akan tetapi tingkat produktivitas ternak kambing ditingkat petani sangat rendah. Pertambahan berat badan kambing lokal (Kacang) yang dipelihara secara tradisional berkisar 30-40 g/ekor/hari dengan berat dewasa 15-25 kg/ekor (DIDI ATMADILAGA dalam SUBANDRIO et al., 1993). DEVENDRA (1993), juga melaporkan rata-rata berat potong kambing Kacang dipedesaan sekitar 18,6 kg, sementara dari hasil penelitian di stasiun percobaan sekitar 28,6 kg/ekor. Sehingga masih ada kemungkinan perbaikan tingkat produktivitas kambing di daerah pedesaan sekitar 54%.

Dalam rangka peningkatan produktivitas ternak kambing dengan pemanfaatan potensi perkebunan yang ada maka dilakukan pengkajian integrasi ternak kambing dengan perkebunan karet di Propinsi Riau. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan paket teknologi unggulan dari beberapa alternatif paket teknologi usahatani ternak kambing yang berintegrasi dengan tanaman karet.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sei Lala, Kecamatan Pasir Penyu, Kabupaten Indragiri Hulu, Propinsi Riau, selama 5 bulan yaitu mulai bulan Agustus-Desember 2000. Petani kooperator yang terlibat dalam kegiatan ini adalah sebanyak 15 orang. Kegiatan pengkajian ini adalah uji adaptasi dengan beberapa komponen teknologi yang

(3)

sebelumnya telah diteliti di Balai Penelitian Nasional. Adapun komponen-komponen teknologi yang diintroduksikan dapat dibedakan atas beberapa alternatif paket teknologi yaitu: (A) teknologi Introduksi, (B) teknologi yang diperbaiki, (C) teknologi petani/kontrol. Perbedaan alternatif teknologi yang diintroduksikan berdasarkan input yang diberikan. Teknologi introduksi dikategorikan sebagai teknologi dengan input tinggi, sedangkan teknologi yang diperbaiki dan teknologi petani dikategorikan masing-masing sebagai teknologi dengan input sedang dan rendah. Adapun komponen-komponen teknologi pada masing-masing paket disajikan dalam Tabel 1.

Jumlah ternak yang diintroduksikan dalam pengkajian ini sebanyak 75 ekor kambing Kacang betina dan 15 ekor pejantan dewasa (berumur + 1 tahun). Masing-masing alternatif paket teknologi terdiri dari 25 ekor betina dan 5 ekor jantan. Pemberian dedak halus sebanyak 1% dari bobot badan ternak/hari, probiotik starbio diberikan sebanyak 0,5% dari jumlah dedak. Probiotik bioplus diberikan diawal pengkajian sebesar 0,25% dari bobot badan.

Parameter yang diamati dalam pengkajian ini adalah keragaan biologis dari ternak kambing berupa perubahan berat badan ternak kambing jantan dan betina. Untuk membandingkannya secara statistik digunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan (introduksi, perbaikan dan petani) dan 5 ulangan (tiap-tiap ulangan terdiri dari 5 ekor betina dan 1 ekor jantan). Selain itu juga

dilakukan analisis finansial usahatani ternak kambing pada masing-masing alternatif teknologi dan besarnya tambahan penghasilan dari pemeliharaan ternak kambing bagi petani perkebunan karet. Dari aspek sosial, dilakukan analisis dampak pemeliharaan ternak kambing secara integrasi dengan tanaman perkebunan terhadap ternak dan tanaman perkebunan. Untuk mengukur kemampuan lahan perkebunan dalam penyediaan hijauan makananan ternak (HMT) sepanjang tahun, juga dilaksanakan pengukuran produktivitas HMT yang tumbuh dibawah tanaman karet.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Desa Sei lala berada di di wilayah perkebunan PTPN V dengan jenis tanaman perkebunan adalah tanaman karet. Topografi desa tergolong dalam kategori dataran rendah dengan jenis tanah PMK (podzolik merah kuning) dan gambut. Curah hujan rata-rata adalah 1900 mm/th dengan suhu udara sekitar 30ºC. Luas lahan perkebunan karet yang dikelola oleh PTPN V adalah 455 Ha. Sedangkan perkebunan karet yang dimiliki oleh penduduk setempat hanya + 15 ha. Bagi petani yang memiliki ternak kambing, biasanya sistem pemeliharaan yang dilakukan adalah dengan cara digembalakan pada siang hari di lahan-lahan perkebunan, baik di perkebunan PTPN V maupun di perkebunan penduduk. Pada sore dan malam hari ternak kambing

Tabel 1. Alternatif paket teknologi usahatani integrasi ternak kambing di lahan perkebunan

Komponen teknologi (A) (B) (C)

Bibit kambing Sistem perkandangan Pemberian hijauan

Pemberian pakan tambahan (dedak) Pemberian probiotik

Pemberantasan internal parasit Pemberian mineral blok Manajemen kesehatan ternak

Diseleksi Panggung Digembala dan disabitkan Diberikan starbio/bioplus Diberikan Diberikan Dilakukan pencegahan dan pengobatan penyakit Diseleksi Panggung Digembala dan disabitkan Tidak diberikan starbio/bioplus Diberikan Diberikan Dilakukan pencegahan dan pengobatan penyakit Diseleksi Panggung Digembala dan disabitkan Tidak diberikan - - - Dilakukan pencegahan dan pengobatan penyakit A = Teknologi introduksi; B= Teknologi perbaikan; C = Teknologi petani/kontrol

(4)

dikandangkan dan diberikan hijauan dengan cara disabitkan.

Keragaan perubahan berat badan kambing

Yang dimaksud dengan keragaan perubahan berat badan ternak kambing dalam konteks ini adalah perubahan berat badan Kambing Kacang dengan jenis kelamin jantan dan betina pada masing-masing penerapan alternatif paket teknologi yang diintroduksikan. Selama 150 hari pengamatan terhadap perubahan berat badan kambing jantan dan betina didapatkan hasil sebagai berikut (Tabel 2 dan 3).

Dari rataan pertambahan berat badan (PBB) ternak kambing Kacang jantan yang diamati selama 150 hari, PBB tertinggi diperoleh pada paket teknologi perbaikan yaitu sebesar 13,33 kg/ekor dengan pertambahan berat badan harian (PBBH) sebesar 88,88 g/ekor/hari,

disusul paket teknologi introduksi dengan PBB 10,1 kg/ekor, PBBH 68 g/ekor/hari, sedangkan pada teknologi petani hanya memperoleh PBB sebanyak 4,88 kg/ekor dengan PBBH 32,06 g/ekor/hari. Tingginya PBB dan PBBH pada paket teknologi introduksi dan perbaikan dibanding dengan teknologi petani diduga dipengaruhi oleh kombinasi penggunaan probiotik dan mineral blok yang keduanya merupakan suplemen (pakan pelengkap). Menurut LITTLE (1985) respon positif pemberian suplemen mineral hanya mungkin terjadi apabila pemberian energi dan protein cukup. Dalam hal ini ketersediaan rumput dan leguminosa cukup banyak tersedia di Desa Sei Lala. Dengan penambahan probiotik dapat meningkatkan efisiensi penggunaan nutrisi dari HMT, didukung dengan pemberian mineral dapat dipastikan akan berdampak positif pada PBB ternak.

Walaupun perbedaan PBB antar paket teknologi tersebut secara statistik tidak berbeda

Tabel 2. Keragaan perubahan berat badan kambing Kacang jantan selama 150 hari pemeliharaan Tahun 2000

Alternatif

teknologi Jenis kelamin ternak (kg/ekor) BB awal (kg/ekor) BB akhir PBBH (g/ekor) (kg/ha) PBB

Introduksi Jantan 12,00 26,50 16,00 22,50 22,00 25,00 38,50 29,50 27,97 29,03 86,67 80,00 90,00 36,46 46,88 13,00 12,00 13,50 5,00 7,00 Rataan 19,80a 30,00a 68,00a 10,10a Perbaikan Jantan 11,00 15,00 14,50 31,00 26,50 19,00 24,50 43,66 39,50 38,00 53,33 63,33 194,40 56,57 76,67 8,00 9,50 29,16 8,50 11,50 Rataan 19,60a 32,93a 88,88a 13,33a Petani Jantan 17,00 21,50 14,00 19,00 12,00 19,78 28,04 16,01 26,55 17,77 18,52 43,62 13,42 46,30 38,46 2,78 6,54 2,01 7,05 5,77 Rataan 16,80a 21,63a 32,06a 4,83a

Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT BB = Berat badan; PBBH = Perubahan berat badan harian; PBB = Perubahan berat badan

(5)

nyata (P>0,05), akan tetapi terdapat perbedaan rataan PBB ternak kambing diantara paket-teknologi yang dikaji. Perbedaan PBB tersebut tentu saja mempengaruhi penerimaan petani dari penjualan ternak mereka. Pada ternak betina, PBB tertinggi didapatkan pada paket teknologi introduksi yaitu sebesar 7,60 kg/ekor/150 hari, jika dibandingkan dengan 2 paket lainnya (perbaikan dan petani) selisih PBB pada paket teknologi introduksi sebesar 18,0% lebih tinggi dibanding teknologi perbaikan dan lebih tinggi 105,40% dibandingkan teknologi petani.

Keragaan analisis finansial usahatani ternak kambing integrasi dengan tanaman perkebunan

Analisis fiansial (B/C ratio) usahatani yang dilakukan adalah untuk membandingkan tingkat keuntungan yang diterima petani dari penjualan ternak kambing jantan mereka, sedangkan ternak betina diasumsikan tidak

dijual, karena masih dikategorikan kedalam betina produktif. Pada Tabel 4. dapat dilihat keragaan analisis finansial pada masing-masing alternatif paket teknologi.

Penyusutan kandang dinilai dari harga 2 m2

kandang = Rp. 40.000, dengan masa habis pakai selama 3 tahun. Penyusutan pertahun adalah 33,3%=Rp.13.350. Dalam satu bulan nilai penyusutan yang terjadi adalah Rp. 1120; sehingga dalam 5 bulan adalah =Rp. 5.600. Upah tenaga kerja adalah Rp. 10.000/HOK (1 HOK= 8 jam kerja). Untuk membersihkan kandang, memasukkan dan mengeluarkan ternak dari kandang dibutuhkan waktu selama 1 jam/5 ekor/hari, sehingga upah yang harus dikeluarkan Rp. 250/ekor/hari atau Rp.37.500/ekor/150 hari.

Penerimaan finansial yang diperoleh dalam usahatani ternak kambing dapat diketahui dengan menghubungkan variabel produksi (input) dan harga yang diterima peternak.

Tabel 3. Keragaan perubahan berat badan kambing kacang betina selama 150 hari pemeliharaan, Tahun 2000

Alternatif teknologi Jenis kelamin ternak BB awal

(kg/ekor) BB akhir (kg/ekor) (g/ekor) PPBH (kg/ha) PBB

Introduksi Betina 21,60 27,57 18,50 22,20 23,50 28,13 32,10 27,67 28,30 35,22 43,83 29,33 61,13 40,67 78,13 6,33 4,40 9,17 6,10 11,72 Rataan 22,70 a 30,28 a 50,56 a 7,60 a Perbaikan Betina 18,40 16,20 20,65 21,30 18,90 22,80 26,40 28,55 27,00 22,92 29,33 68,00 52,68 38,00 26,85 4,40 10,20 7,90 5,70 4,02 Rataan 19,02 a 25,53 a 42,97 a 6,44 a Petani Betina 24,00 20,60 24,40 22,40 20,20 25,83 24,00 26,00 30,62 24,20 12,20 22,67 7,33 54,83 26,67 1,83 3,40 1,10 8,23 4,00 Rataan 22,40 a 25,89 a 24,74 a 3,70 a

Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT BB = Berat badan; PBBH = Perubahan berat badan harian; PBB = Perubahan berat badan

(6)

Tabel 4. Keragaan analisis finansial usahatani ternak kambing pada masing-masing alternatif paket teknologi

selama 150 hari pemeliharaan

Alternatif paket teknologi Uraian

Introduksi (A) Perbaikan (B) Petani (C) INPUT

BB awal ternak, kg Nilai ternak kambing, Rp Penyusutan kandang, Rp Hijauan (yg disabitkan), Rp Obat-obatan, Rp

Pakan tambahan (dedak), Rp Probiotik, Rp Mineral blok, Rp Tenaga kerja, Rp Jumlah OUTPUT BB akhir ternak, kg Nilai jual ternak, Rp Kotoran ternak, Rp 19,80 300.000 5.600 1,5x150xRp 100=22.500 5.000 0,2x150xRp.650=19.500 1.200 3.000 37.500 394.300 30 500.000 5.000 19,60 300.000 5.600 22.500 5.000 - 1200 3.000 37.500 374.800 32,93 550.000 5.000 16,80 250.000 5.600 22.500 5.000 - - 3.000 37.500 323.600 21,63 300.000 5.000 Jumlah, Rp 505.000 555.000 305.000 Keuntungan, Rp 110.700 180.200 -15.600 Gross B/C ratio 1,28 1,48 0,95

Harga yang berlaku adalah sesuai dengan harga setempat saat kajian berlangsung

Tabel 5. Analisis biaya, pendapatan dan keuntungan usahatani tanaman karet

Uraian C D

Input

jumlah tanaman /ha pupuk obat-obatan Jumlah Output getah karet Keuntungan Output-Input 830 batang 97.000 50.000 147.000 400kgxRp.1700= 680.000 533.000 830 batang - 50.000 147.000 400kgxRp.1700= 680.000 630.000 C= tanpa integrasi ternak D= dengan integrasi ternak

dengan menggunakan tingkat harga yang diterima peternak sebagai dasar perhitungan, keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan teknologi introduksi (A), teknologi diperbaiki (B) dan teknologi petani/kontrol (C), masing-masing adalah Rp.

110.700/ekor (Gross B/C ratio = 1,28), Rp. 180.200/ekor (Gross B/C ratio= 1,48) dan Rp. –15.600/ekor (Gross B/C ratio =0,95).

Dalam penerapan teknologi introduksi (A), setiap Rp. 1 yang dikeluarkan untuk usahatani ternak kambing mampu mendatangkan

(7)

penerimaan sebesar Rp. 1,28 (Gross B/C= 1,28). Teknologi yang diperbaiki (B), setiap Rp. 1 yang dikeluarkan untuk usahatani ternak kambing mampu mendatangkan penerimaan sebesar Rp. 1,48 (Gross B/C ratio=1,48). Sedangkan teknologi petani/kontrol (C), setiap Rp.1 yang dikeluarkan untuk usahatani ternak kambing mengalami kerugian /tidak menguntungkan sebesar Rp. 0,95 (Gross B/C ratio= 0,95).

Analisis usahatani tanaman perkebunan

Dalam kegiatan ini juga dianalisis penghasilan yang diterima petani perkebunan yang memelihara ternak kambing dengan sistem integrasi dengan tanaman perkebunan, dibandingkan tanpa memelihara ternak kambing dengan sistem integrasi dengan tanaman perkebunan. Rincian input dan output yang diterima oleh petani dalam usahatani perkebunan yang dikelola adalah sebagai berikut (tanpa memperhitungkan biaya tenaga kerja).

Jika petani perkebunan tersebut memelihara ternak kambing dan menerapkan masing-masing alternatif teknologi yang ditawarkan yaitu teknologi introduksi, perbaikan dan kontrol/petani, dengan skala kepemilikan ternak adalah minimal 5 ekor, maka tambahan penghasilan yang akan diperoleh masing-masing adalah sebesar 20,8; 33,8 dan 2,9%. RANGKUTI et al. (1990) dari hasil penelitian terdahulu juga melaporkan bahwa dengan hadirnya ternak ruminansia di lahan perkebunan dapat meningkatkan produktivitas perkebunan sekitar 30%. Sedangkan PAAT et

al. (1992) dan DJOHARJANI et al. (1993)

menambahkan bahwa usahatani ternak kambing memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi pendapatan petani yaitu sebesar 15 hingga 48% dari total pendapatan.

Analisis dampak sistem pemeliharaan ternak secara integrasi dengan tanaman perkebunan

Pemeliharaan ternak secara integrasi dengan tanaman perkebunan merupakan suatu bentuk simbiosis mutualisme antara ternak dengan tanaman. Bagi ternak sistem ini cukup menguntungkan karena terpenuhinya kebutuhan hujauan pakan (HMT) yang cukup

bervariasi. Kebutuhan HMT untuk ternak ruminansia adalah sebanyak ±10% dari berat badan. Jika ternak kambing memiliki BB sebesar 30 kg, maka kebutuhan HMT-nya adalah sebanyak 3 kg. Dengan sistem penggembalaan di areal perkebunan, ternak bebas memilih HMT kesukaannya sesuai kebutuhan ternak dengan cara memanfaatkan gulma yang tumbuh di bawah tanaman perkebunan. Selain itu, petani tenak yang seharusnya mesti menyabitkan HMT 2 kali sehari (pagi dan sore) untuk ternak mereka juga mempunyai waktu luang untuk kegiatan produktif lainnya, karena waktu menyabitkan HMT menjadi 1 kali sehari (di waktu sore). Bagi tanaman perkebunan, keuntungan sistem ini adalah mengurangi persaingan antara tanaman perkebunan dengan gulma, karena adanya ternak sebagai pengendali gulma yang ramah lingkungan, disamping juga sebagai penyumbang pupuk kandang (pukan). Menurut SAHIDUS (1983), produksi kotoran ternak kambing dewasa adalah 8,45 kg/ekor/hari (kondisi basah). Jika berat kering kotoran ternak kambing adalah 50%, maka produksi kotoran kambing sebagai pupuk kandang (pukan) adalah sekitar 4,2 kg/ekor/hari. Bila ternak digembalakan selama 5 jam/hari, berarti 1 ekor ternak kambing dewasa “menyumbangkan” kotorannya sebagai pukan sebanyak 0,9 kg/ekor. Jika dalam satu hari, sebanyak 20 ekor ternak kambing (sesuai kapasitas tampung lahan), digembalakan di areal perkebunan karet seluas 1 ha, berarti telah “terdistribusi” sebanyak 18 kg kotoran ternak kambing di areal tersebut per hari. Pemupukan tanaman karet biasanya dilaksanakan selama 6 bulan sekali. Berarti selama 6 bulan penggembalaan ternak kambing telah terkumpul pukan sebanyak 18 x 30 hari x 6 bulan = 3,24 ton. Jika harga pakan adalah Rp. 300/kg, maka petani perkebunan telah dapat menghemat biaya sebesar Rp. 972.000/ha.

Identifikasi dan estimasi produksi hmt di bawah tanaman perkebunan karet

Vegetasi hijauan yang banyak dijumpai pada perkebunan karet di Desa Sei lala adalah:

Calopogonium sp, Nephrolepis sp, Centrocema pubescens, Axonopus compressus, Phaspalum conjugatum, Ottocloa nodosa, cyperus rotundus, Melastoma sp. dan Borreria laevis.

(8)

Tabel 6. Potensi produksi rumput alam segar per meter persegi di bawah tanaman karet umur ± 10 tahun

No Berat rumput (g/m2) Estimasi produksi rumput (ton/ha/tahun)

1 246 7,01 2 840 23,93 3 558 15,89 4 640 18,23 5 434 12,36 Rataan 543,6 15,48

Kapasitas tampung lahan perkebunan karet (UT/ha/tahun) 1,41

Dari hasil pengubinan yang dilaksanakan secara acak pada beberap tempat di lokasi perkebunan karet didapatkan rataan produksi rumput segar sebesar 543,6 g/m2 (Tabel 6).

Kapasitas tampung lahan adalah kemampuan lahan untuk menyediakan hijauan per ekor ternak selama 1 tahun. Perkiraan kebutuhan hijauan dihitung berdasarkan kebutuhan hijauan pokok (10% dari berat badan) dengan standar berat badan sapi rata-rata 300 kg (WILLIAMSON, 1986 dalam Batubara et al., 2000). Sehingga dibutuhkan rumput segar sekitar 30 kg/hari. Dalam setahun dibutuhkan 30 x 365 hari = 10.950 kg rumput segar/tahun atau sebanyak 10,950 ton/tahun. Dari uraian ini didapatkan estimasi kapasitas tampung lahan perkebunan karet di Desa Sei lala adalah 1,41 Unit ternak/ha/tahun. Estimasi ini hampir sama dengan yang dilaporkan oleh RANGKUTI et al. (1990), bahwa setiap hektar lahan perkebunan mampu menampung 0,5–1,5 unit ternak/tahun. Jika 1 unit ternak setara dengan 14 ekor ternak kambing dewasa, maka kemampuan lahan perkebunan karet di Desa Sei lala mampu menampung sebanyak ± 20 ekor ternak kambing dewasa setiap ha/tahun. KARO-KARO (1995), juga menambahkan bahwa pemeliharaan ternak domba di lahan perkebunan karet dan sawit tidak menimbulkan dampak negatif, sebaliknya dapat meningkatkan produksi karet dan sawit sekaligus dapat menghemat biaya penyiangan sebesar 22,7%.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

• Pertambahan berat badan (PBB) ternak kambing Kacang jantan tertinggi didapatkan pada paket teknologi perbaikan yaitu sebesar 13,33 kg/ekor dengan pertambahan berat badan harian (PBBH) sebanyak 88,88 g/ekor/hari, sementara pada ternak kambing betina, PBB tertinggi didapatkan pada paket teknologi introduksi yaitu sebesar 7,60 kg/ekor dengan PBBH 50 g/ekor/hari.

• Hasil analisis finansial tingkat keuntungan tertinggi dari hasil penjualan ternak kambing jantan diperoleh pada paket teknologi perbaikan yaitu sebesar Rp.180.200/ekor (Gross B/C ratio=1,48), kemudian diikuti teknologi introduksi sebesar Rp. 110.700/ekor (Gross B/C ratio= 1,28 ). Sementara itu pada teknologi tingkat petani mengalami kerugian sebesar Rp.15.600/ekor (Gross B/C ratio=0,95). • Paket teknologi introduksi dan perbaikan

merupakan alternatif teknologi usahatani integrasi ternak kambing unggulan di lahan perkebunan karet di Propinsi Riau dan berdampak positif pada ternak kambing jantan dan betina. Walaupun kedua alternatif teknologi ini membutuhkan input yang lebih tinggi dibanding teknologi petani tetapi hasil yang diperoleh lebih menguntungkan dibanding teknologi petani.

• Sistem integrasi ternak kambing dengan tanaman perkebunan merupakan suatu bentuk simbiosis mutualisme antara ternak dan tanaman perkebunan, bagi ternak keuntungan yang diperoleh adalah secara tidak langsung meningkatkan produktivitas ternak karena tercukupinya kebutuhan HMT yang berasal dari hijauan yang

(9)

tumbuh dibawah tanaman perkebunan, sementara bagi tanaman perkebunan keuntungan yang diperoleh adalah tersedianya pukan yang berasal dari kotoran ternak yang secara tidak langsung berpengaruh pada efisiensi biaya pemupukan disamping biaya penyiangan. Sistem ini dapat direkomendasikan pengembangannya diwilayah lain dengan agroekosistem yang sama.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Saudara Hakim Harahap, M.Ad, atas bantuan dan kerjasama yang baik sebagai tenaga teknisi pada kegiatan penelitian kajian integrasi ternak kambing dengan perkebunan karet di Propinsi Riau.

DAFTAR PUSTAKA

BADAN PUSAT STATISTIK TK I RIAU. 1997. Riau

Dalam Angka. Pekanbaru

BATUBARA,A.,A.SIMANJUNTAK dan H.HARAHAP.

2000. Kajian Integrasi Penggemukan Sapi Potong di Lahan Perkebunan Kelapa Sawit. Lap. Akhir. Bagpro. Pembinaan Kelembagaan Litbang Pertanian/ARMP II Riau. BPTP Riau. DEVENDRA, C. 1993. Kambing dan Domba di Asia. Dalam: Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. TOMASZEWSKA, M.W., I. M.

MASTIKA,A.DJAJANEGARA,S.GARDINER dan

T.R. WIRADARYA. Penerbit Sebelas Maret.

University Press.

DJOHARJANI,T.,NURYADI,B.HARTONO,M.NASICH

dan HERMANTO. 1993. Potensi dan Sistem

Produksi ternak kambing. Studi Kasus Integrasi Kambing dan Kebun Kopi di Jawa Timur. Pros. Lokakarya Potensi dan Pengembangan Ternak Kambing di Wilayah Indonesia Bagian Timur. Surabaya 28-29 Juli 1993, pp: 85-93.

GATENBY, R. M. and L.P. BATUBARA. 1994.

Manegement of Sheep in Humid Tropics Experiences in North Sumatera. In: DAVIS,

M.P., A.R. SHEIK OMAR and M.A. RAJION

(Ed). Proc. second Symposium on Sheep Production in Malaysia: Future of Sheep Industry in Malaysia. Centre for Tropical Animal Production and disease studies, University Pertanian Malaysia, Serdang. KAROKARO, S. 1995. Economic Value of Sheep

Grazing to Management Weeds in Rubber Plantation’s. Jurnal Penelitian Peternakan Sungai Putih. Ed. Khusus. Vol. 1 (6a). Sub Balitnak Sungai Putih, Galang, Sumatera Utara.

LITTLE, D.A. 1985. The Dietary Mineral

Requirements of Ruminants: School of Agriculture and Forestry. Univ. of Melbourne, Park ville. Victoria, Australia.

PAAT, P.C., B. SETIADI, B.SUDARYANTO dan M.

SARIUBANG. 1992. Peranan Usaha Ternak

Kambing Peranakan Ettawah Dalam Sistem Usahatani di Banggae Majene. Pros. Sarasehan Usaha Ternak Kambing dan Domba Menyongsong PJPT II, pp. 162-165.

SAHIDUS. 1983. Kotoran Ternak Sebagai Sumber

Energi. Dewa Rucci Press. Jakarta 85 hlm. SUBANDRIO, ANDI DJAJANEGARA and I. W.

MATHIUS. 1993. Sheep and Goats Research

for Development. Proc. of Workshop. Bogor. RANGKUTI, M., M. TOGATOROP, R. AMBAR, A.

DJAJANEGARA dan HADI. 1990. Informasi Teknis Peternakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Gambar

Tabel 1. Alternatif paket teknologi usahatani integrasi ternak kambing di lahan perkebunan
Tabel 3. Keragaan perubahan berat badan kambing kacang betina selama 150 hari pemeliharaan, Tahun 2000  Alternatif teknologi  Jenis kelamin ternak   BB awal
Tabel 4.  Keragaan analisis finansial usahatani ternak kambing pada masing-masing alternatif paket teknologi  selama 150 hari pemeliharaan
Tabel 6. Potensi produksi rumput alam segar per meter persegi di bawah tanaman karet umur ± 10 tahun  No Berat  rumput (g/m2)  Estimasi produksi rumput (ton/ha/tahun)

Referensi

Dokumen terkait

19 Berdasarkan hasil analisis pada bobot lahir kambing Saanen, rataan bobot keturunan jantan pada tipe kelahiran tunggal berbeda nyata (P<0,05) dengan jantan

Hasil rasio peneriman dan pengeluaran ternak kambing adalah bahwa, pengeluaran biaya sebesar 1,00 akan diperoleh penerimaan sebesar 1,03 sehingga usaha ternak

Hasil rasio peneriman dan pengeluaran ternak kambing adalah bahwa, pengeluaran biaya sebesar 1,00 akan diperoleh penerimaan sebesar 1,03 sehingga usaha ternak

Kelompok II: menggunakan 28 ekor ternak kambing yang terdiri dari 5 ekor jantan dan 23 ekor betina dengan sistem pemeliharaan secara tradisional sebagai kontrol yang berlokasi

Untuk itu, kelompok “Satwa Makmur” sudah memiliki 50 ekor ternak kambing yang dapat menghasilkan 400 kg gas metan. Jika gas metan yang dihasilkan kandang ternak dikonversi maka

Rataan bobot potong atau bobot akhir ternak kambing jantan yang diberi pakan hijauan dan asam lemak terproteksi 0 g/ekor, 200 g/ekor, 250 g/ekor dan 300 g/ekor dapat dilihat

Vektor eigen tertingi yang diperoleh pada persamaan ukuran ternak kambing Kacang jantan, betina serta koreksi dari betina ke jantan di dataran tinggi maupun dataran

Sistem Pemeliharan Dan Pertambahan Populasi Ternak Kambing di Kabupaten Muna, Indonesia The system for maintaining and increasing the population of Goats in Muna Regency, Indonesia