• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARUS GLOBALISASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH Oleh: Dr. H. Syarif Husain, M.Si.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ARUS GLOBALISASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH Oleh: Dr. H. Syarif Husain, M.Si."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ARUS GLOBALISASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH Oleh: Dr. H. Syarif Husain, M.Si.

Abstrak

Tulisan ini memaparkan tentang tentang arus globalisasi Pendidikan, khususnya tentang Pendidikan Agama Islam di sekolah, yang meliputi tentang pengertian pendidikan, pendidikan agama Islam, tujuan pendidikan agama Islam secara umum dan di sekolah serta arus globalisasi pendidikan agama Islam di sekolah. Kata Kunci : globalisasi, Pendidikan Agama Islam, Sekolah

A. Pendahuluan

Globalisasi merupakan suau istilah yang memiliki hubungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa di dunia melalui berbagai bidang seperti melalui perdagangan, traveler, investasi, budaya, bdaya dan etika, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain. Adapula yang berpendapat bahwa globalisasi lahir ditandai dengan munculnya sistem ekonomi dan budaya global yang membuat manusia di seluruh dunia menjadi sebuah masyarakat tunggal yang global. Menurut Azyumardi Azra (1999 : 43) menyebutkan bahwa globalisasi sebenarnya bukanlah fenomena baru sama sekali bagi masyarakat-masyarakat Muslim Indonesia. Perbentukan dan perkembangan masyarakat Muslim Indonesia bahkan berbarengan dengan datangnya berbagai gelombang global secara konstan dari waktu ke waktu.

Seperti banyak gejala lain, globalisasi ditandai ambivalensi, yaitu tampak sebagai “berkah” di satu sisi tetapi sekaligus menjadi kutukan di sisi lain. Tampak sebagai “kegembiraan” pada satu pihak tetapi sekaligus menjadi “kepedihan” di pihak lainnya. Ciri ambivalensi seperti ini dalam globalisasi adalah persoalan sentral yang maha penting. Di situ terletak locus problematicus yang menyimpan tangtangan bagi dunia pendidikan sekolah maupun madrasah, demikian amenurut Mohamad Surya (2003 : 25).

Dalam tulisan ini penulis akan memaparkan tentang arus globalisasi khususnya tentang Pendidikan Agama Islam di sekolah, yang meliputi tentang pengertian pendidikan, pendidikan agama Islam, tujuan pendidikan agama Islam secara umum dan di sekolah serta arus globalisasi pendidikan agama Islam dk sekolah

(2)

B. Pembahasan a. Globalisasi

Dalam kamus istilah popular disebutkan bahwa kata globalisasi dapat diartikan menyebarnya segala sesuatu secara sangat cepat ke seluruh dunia, hal ini dikemukakan oleh Arif (2007 : 1). Lanjutnya, menurut beliau asal kata globalisasi diambil dari kata global, yang mengandung makna universal atau menyeluruh. Kemudian globalisasi diartikan juga sebagai suatu proses untuk menjadikan sesuatu, baik itu benda maupun perilaku sebagai ciri dari setiap individu di dunaia ini tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.

Menurut A.Qodri Azizy (2003 : 20) dalam bukunya Melawan Globalisasi: Reinterpretasi Ajaran Islam Persiapan SDM dan Terciptanya Masyarakat Madani, menyebutkan bahwa era globalisasi akan terjadi pertemuan dan gesekan nilai-nilai budaya dan agama di seluruh dunia yang memanfaatkan jasa komunikasi, transformasi dan informasi yang merupakan hasil modernisasi di bidang teknologi. Pertemuan dan gesekan ini akan menghasilkan kompetisi liar yang saling memengaruhi, saling bertabrakannya nilai-nilai yang berbeda, atau bahkan saling kerjasama yang akan menghasilkan sitesa dan antitesa baru. Globalisasi adalah suatu kemasan bahasa atau istilah yang padat arti, globalisai mengandung dua dimensi yang tidak terpisahkan, yakni dimensi pemikiran dan dimensi sejarah.

Globalisasi dapat juga dikatakan sebagai zaman transformasi sosial. Setiap beberapa ratus tahun dalam sejarah manusia, transformasi hebat terjadi. Dalam beberapa dekade saja, masyarakat telah berubah kembali baik dalam pandangan mengenai dunia, nilai-nilai dasar, struktur politik dan sosial, maupun seni. Lima puluh tahun kemudian, muncullah sebuah dunia baru.

b. Pendidikan

Pendidikan merupakan usaha sadar orang dewasa dan disengaja serta bertanggung jawab untuk mendewasakan anak yang belum dewasa berlangsung secara terus menerus. Menurut Abdullah Idi (2007 : 43), beliau memaparkan, bahwa pendidikan adalah :

(3)

(1) usaha sadar, berarti terjadi situasi pendidikan dilaksanakan atas kesadaran pendidik; (2) orang dewasa, berarti pelaksanaan pendidikan haruslah orang yang sudah dewasa. Pergaulan anak dengan anak bukan situasi pendidikan meskipun ada unsur pendidikan di dalamnya. Unsur pendidikan di situ termasuk faktor pendidikan yaitu unsur yang berpengaruh terhadap pendidikan anak; (3) disengaja, berarti bahwa proses pendidikan memang disengaja direncanakan secara sistematis dan matang; (4) bertanggung jawab, semua tindakan pendidikan harus dipertanggungjawabkan secara moral berdasarkan kaidah-kaidah atau norma-norma berlaku; (5) dewasa sebagai tujuan, baik psikis maupun fisik yang diwarnai oleh nilai-nilai bangsanya untuk itu di Indonesia yang harus diwarnai Pancasila dan UUD 1945; (6) terus-menerus, yakni (a) pendidikan dilaksanakan secara berkesinambungan ; (b) pendidikan itu tidak ada hentinya (pendidikan seumur hidup).

Pendidikan merupakan usaha dari pihak orang dewasa untuk membantu mendewasakan anak-anak yang belum dewasa. Secara khusus Ngalim Purwanto (1985 : 11) dalam bukunya yang berjudul Ilmu Pendidikan: Teori dan Praktik, mendefinisikan dengan menyatakan bahwa pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Pendidikan adalah semua usaha yang dicurahkan untuk menolong insan menyingkap dan menemukan rahasia alam, memupuk bakat dan potensi yang sudah ada dengan mengarahkan serta memimpin potensi yang dimilikinya itu agar dapat berkembang demi kebaikan diri anak didik dan masyarakat, yang ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan yang dikehendaki dari segi sosial, psikologis dan sikap untuk menempuh hidup yang lebih bahagia dan berarti.

Azyumardi Azra mengutip pendapat Ki Hajar Dewantara (2012 : 5) menyatakan bahwa pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani anak-anak, selaras dengan alam dan masyarakatnya. Pendidikan ialah suatu pimpinan rohani dan jasmani menuju kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya. Dari berbagai pengerttian tersebut bahkan ada yang mendefinisikan bahwa pendidikan adalah seni atau proses penyebaran dan penerimaan pengatahuan dan proses pembiasaan dengan cara belajar dan mengajar.

(4)

Dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, mendefinisi pengetian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

c. Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam adalah proses bagaimana cara dan metoda mempersiapkan manusia supaya hidup dengan terarah dan sempurna serta bahagia, mencintai tanah air, dan tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya, baik dengan lisan mapun tulisan. Menurut Zakiyah Daradjat (1996 : 87) dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, mendefinisi pendidikan agama Islam adalah, suatu usaha sadar untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh (kaffah). Lalu menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.

Definisi pendidikan agama Islam secara lebih rinci dan jelas, tertera dalam kurikulum pendidikan Agama Islam ialah sebagai upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa, dan beakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci al-Quran dan al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta pernggunaan pengalaman. Hal ini berbarengan dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.

d. Tujuan Pendidikan Agama Islam di Sekolah

Tidak terlepas dari tuntunan hidup dalam pandangan agama Islam, bahwa tujuan pendidikan agama Islam pun sama, yakni menciptakan pribadi atau hamba Allah yang selalu bertakwa kepada-Nya, dan dapat mencapai kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat. Dalam konteks sosial-masyarakat, bangsa dan

(5)

negara-pribadi bertakwa ini dapat menjadi rahmatan li al-alamin, baik dalam skala kecil maupun besar. Tujuan hidup manusia dalam Islam inilah yang dapat disebut juga sebagai tujuan akhir pendidikan Islam.

Selanjutnya tujuan pendidikan agama Islam di sekolah, diharapkan mampu membentuk kesalehan pribadi (individu) dan kesalehan sosial sehingga pendidikan agama diharapkan jangan sampai menumbuhkan sikaf fanatisme, menumbuhkan sikaf intoleran di kalangan peserta didik dan masyarakat Indonesia dan memperlemah kerukunan hidup umat beragama dan memperlemah persatuan dan kesatuan nasional. Dengan kata lain pendidikan agama Islam diharapkan mampu menciptakan ukhuwah Islamiyah dalam arti yang luas; yaitu ukhuwah fi al-ubudiyah, ukhuwah insaniyah, ukhuwah fi al-wathaniyah wa al-nasab, dan ukhuwah fi din al-Islam. Demikian dikemukakan Heri Gunawan (2013 : 202)

Pendidikan Agama Islam pada sekolah umum bertujuan meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, pengamalan peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. Serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Menurut Ahmad Tafsir (2011 : 49) menjabarkan tujuan pendidikan Islam adalah bahagia di dunia dan diakhirat, menghambakan diri kepada Allah, memperkuat ikatan keislaman dan melayani kepentingan masyarakat Islam, akhlak mulia. Hasan Langgulung dalam Abudin Nata, tujuan pendidikan Islam adalah suatu istilah untuk mencari fadilah, kurikulum pendidikan Islam berintikan akhlak yang mulia dan mendidik jiwa manusia berkelakuan dalam hidupnya sesuai dengan sifat-sifat kemanusiaan yakni kedudukan yang mulia yang diberikan Allah Swt melebihi makhluk lain dan dia diangkat sebagai kholifah

Secara lebih operasional tujuan pendidikan agama Islam khususnya dalam konteks ke-Indonesia-an sebagaimana tertera dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam, ialah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, pemberian dan pemumupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengamalan peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaan kepada Allah Swt. Serta

(6)

berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Pendidikan juga mempersiapkan anak didik untuk mempersiapkan kebahagiaan hidup secara seimbang antara dunia dan akhirat, antara kehidupan pribadi dengan kehidupan kolektif. Yakni menjadi masyarakat yang baik dengan mematuhi norma atau aturan berlaku dalam masyarakat serta memiliki peranan bagi kehidupan msyarakat.

e. Globalisasi Pendidikan Agama Islam di Sekolah

Kata sekolah berasal dari bahasa Latin, yakni skhole, scola, scolae atau akhola yang memiliki arti waktu luang atau waktu senggang, di mana ketika itu sekolah adalah kegiatan di waktu luang bagi anak-anak di tengah kegiatan utama mereka, yakni bermain dan menghabiskan waktu menikmati masa anak-anak dan remaja. Kegiatan dalam waktu luang adalah mempelajari cara berhitung, cara membaca huruf, dan mengenal tentang moral (budi pekerti) dan estetika (seni). Untuk mendampingi dalam kegiatan sekolah anak-anak didampingi oleh orang ahli dan mengerti tentang psikologi anak, sehingga memberikan kesempatan-kesempatan yang sebesar-besarnya kepada anak untuk menciptakan sendiri dunianya melalui berbagai pelajaran di atas.

Kini, kata sekolah, dikatakan Sunarto (1993 : 43), telah berubah berupa: bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Sekolah dipimpin oleh seorang kepala sekolah, dan kepala sekolah dibantu oleh wakil kepala sekolah, Jumlah kepala sekolah bisa berbeda pada tiap sekolahnya, tergantung dengan kebutuhan. Bangunan sekolah disusun meninggi untuk memanfaatkan tanah yang tersedia dan dapat diisi dengan fasilitas yang lain. Ketersediaan sarana pada suatu sekolah memiliki peranan penting dalam terlaksanakan proses pendidikan.

Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa (atau murid) di bawah pengawasan pendidik (guru). Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal, yang umumnya wajib, dalam upaya

(7)

menciptakan anak didik agar mengalami kemajuan setelah melalui proses melalui pembelajaran. Nama-nama untuk sekolah-sekolah ini bervariasi menurut negara, tetapi umumnya termasuk sekolah dasar untuk anak anak muda dan sekolah menengah untuk remaja yang telah menyelesaikan pendidikan dasar.

Sekolah sebagai institusi resmi di bawah kelolaan pemerintah, Fuad Ihsan (2005 : 78,) bahwa menyelanggarakan kegiatan pendidikan secara berencana, sengaja, terarah, sistematis, oleh para pendidik profesional dengan program yang dituangkan ke dalam kurikulum untuk jangka waktu tertentu dan diikuti oleh peserta didik pada setiap jenjang pendidikan tertentu.

Pembinaan pendidikan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan )sekolah) untuk peserta didiknya didasarkan atas kepercayaan dan tuntutan lingkungan keluarga dan masyarakat yang tidak mampu atau mempunyai kesempatan untuk mengembangkan pendidikan di lingkungan masing-masing, mengingat berbagai keterbatasan yang dipunyai oleh orang tua dan anak. Namun tanggung jawab pendidikan tetap berada di tangan kedua orang tua anak yang bersangkutan. Sekolah hanyalah meneruskan dan mengembangkan pendidikan yang telah diletakkan dasar-dasarnya oleh lingkungan keluarga sebagai pendidikan informal.

Saat ini sekolah sekolah sudah dihadapkan dengan era melinium baru yang disebut juga era globalisasi di mana Robertson dalam Globalization: Social Theory and Global Culture, Mendefinisikan globalisasi sebagai the compression of the world into a single space and the intensification of conciousness the world as a whole”. Globalisasi juga melahirkan global culture (which) is encompassing the world at the international level. Dengan adanya globalisasi problematika menjadi sangat komplek yang dihadapi miliyaran anak manusia. Globalisasi telah menimbulkan batas-batas antar negara sehingga dunia menjadi terbuka dan transparan, yang oleh Kenichi Ohmae disebut sebagai The Borderless World, atau disebut “Desa Dunia” oleh Marshall Mc. Luhan, dikutip oleh E. Mulyana (2004)

Sementara Naisbit & Aburdene sebagaimana dikutip Jalaluddin Rahmat dalam Megatrend 2000 mengilustrasikan dampak negatif dari globalisasi adalah adanya fenomena gaya hidup dalam 3-F, yaitu ; Food (makanan), Fashion (mode) dan Fun (hiburan). Manusia yang hanyut dalam arus globalisasi itu akan

(8)

cenderung bersifat materialistik, hedonistik, ektravaganza, foya-foya, dan melupakan masa depan. Globalisasi disamping menimbulkan dampak negatif juga menuntut adanya persiapan dalam persaingan dalam kehidupan global. Persaingan itu mempunyai konsekuensi yang harus dipenuhi oleh generasi muda Indonesia, di antaranya kecerdasan, keuletan, ketangguhan, inovatif, dan lain sebagainya, demikian menurut Jalaluddin Rahmat (1986 : 46).

Sementara Amin Abdullah (2005 : 69), berpendapat tantangan modernitas saat ini yang ditandai dengan munculnya beraneka ragam perubahan sebagai dampak penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang terus-menerus menyeruak dan mendesak kepermukaan dan memaksa para pendidik dan para pemikir Muslim perlu berijtihad dan berpikir keras bagaimana mengantisipasi berbagai arus perubahan yang ada dan mencari solusi yang tepat.

Era global dan globalisasi tidak terelakkan lagi, juga menimbulkan perubahan penting dalam berbagai aspek dunia pendidikan. Secara kelembagaan, globalisasi mendorong terjadinya proses otonomisasi, devolusi, desentralisasi, dan privatisasi pendidikan. Pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, orang bisa menyaksikan gejala desentralisasi, di mana pemerintah lokal bersama masyarakat tempatan semakin memainkan peranan lebih besar dalam merancang dan menyelenggarakan pendidikan. Pada tingkat pendidikan tinggi, terjadi peningkatan proses otonomisasi dan privatisasi, di mana peranan pemerintah semakin mengecil, dan sebaliknya, peranan stake holders kian membesar.

Menurut Abdullah di (2012 : 4) dalam modul bahan kuliah, mengatakan bahwa beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia:

“Pertama, perubahan dalam konsep ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi, satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi sedemikian cepatnya, sehingga memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda. Kedua, pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO). Ketiga, peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa

(9)

(terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olahraga internasional). Saat ini kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beranekaragam budaya, misalnya dalam bidang fashion dan makanan. Keempat, meningkatknya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional dan lain-lain

Pada berbagai lapisan masyarakat yag berada pada masa modern saat ini yang ditandai oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di antaranya, lahirnya teknologi informasi dan komunikasi yang canggih. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan dan teknologi canggih yang melahirkan berbagai produk eloktronik, seperti halnyapula (media massa) telah memberikan pengaruh besar pada kehidupan manusia (sosial, politik, ekonomi, budaya, dan pendidikan) baik yang bersifat positif maupun negatif itu semua berlansung pada manusia selaku pelaksana konsumen.

Globalisasi yang sarat dengan kemajuan-kemajuan penting dalam teknologi informasi dan komunikasi, mendorong terjadinya pula perubahan dalam pembelajaran. Dalam perspektif makro, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi mempercepat proses demokratisasi dan eguity dalam pembelajaran. Guru atau tenaga pengajar kini tidak lagi merupakan satu-satunya narasumber dalam proses pembelajaran. Teknologi komunikasi dan informasi yang kini ada (existing) dan juga akan terun berkembang semakin memungkinkan peserta didik untuk mengakses sendiri beragam sumber belajar. Karena itu jika guru atau tenaga pengajar tetap ingin memainkan peran sentral dalam proses pembelajaran, mereka harus melakukan perubahan atau sedikitnya penyesuaian dalam paradigma, strategi pendekatan, dan teknologi pembelajaran. Jika tidak, tenaga pengajar akan kehilangan makna kehadiran dalam proses pembelajaran.

Agar tidak terdegradasi kepada level paling bawahbal, maka perlu adanya upaya yang signifikan demi menyelamatkan anak-anak bangsa sebagai penerus perjuangan dan pembangunan negara. Untuk itu pendidikan agama Islam di sekolah diyakini dapat dijadikan untuk andil sebagai benteng kepribadian dan pembekalan hidup dalam persaingan di kancah dunia. Melalui pendidikan agama Islam yang diselenggarakan di sekolah dengan baik, diharapkan para siswa akan dapat menghindari sifat-sifat tercela. Peran pendidikan agama Islam diharapkan

(10)

dapat mengatasi dampak negatif era modern atau global dengan menggunakan berbagai model strategi yang dapat menjawab tantangan tersebut sebagaimana Azyumardi Azra mengatakan pendidikan Islam sejauh menyangkut fungsinya, mempunyai peranan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sesuai dengan cirinya sebagai pendidikan agama, secara ideal pendidikan agama Islam berfungsi dalam penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas tinggi, baik dalam penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi maupun dalam hal karakter, sikap moral, penghayatan dan pengamalan ajaran agama. Singkatnya pendidikan Islam secara ideal berfungsi membina dan menyiapkan anak didik yang berilmu, berteknologi, berketrampilan tinggi dan sekaligus beriman dan beramal saleh.

B. Kesimpulan

Dari ulasan tentang globalisasi pendidikan, terkhusus globalisasi pendidikan agama Islam di sekolah dapat diambil bebeapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pendidikan Agama Islam merupakan langkah dan upaya yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertakwa, berkarakter dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci al-Quran dan al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta pernggunaan pengalaman dan proses mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, dan tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya, baik dengan lisan mapun tulisan, agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh (kaffah). 2. Tujuan pendidikan agama Islam di sekolah, agar tercipta bentuk dan

kepribadian pada para siswa dalam berinteraksi social (kesalehan social dan kesalehan individu siswa itu sendiri, lalu turut menciptakan dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, dan dapat mencapai

(11)

kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat. Serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

3. Era global dan globalisasi adalah sebuah keniscayaan dan takkan terelakkan lagi,pasti akan terjadi gejala yang menimbulkan perubahan penting dan signifikan dalam berbagai aspek pendidikan. Kemajuan dan teknologi canggih tidak dapat dipungkiri yang melahirkan berbagai produk eloktronik (media massa) telah memberikan pengaruh besar pada kehidupan manusia (sosial, politik, ekonomi, budaya, dan pendidikan) baik yang bersifat positif maupun negatif itu semua berlansung pada manusia selaku pelaksana konsumen. Guru atau tenaga pengajar kini tidak lagi merupakan satu-satunya narasumber dalam proses pembelajaran. Teknologi komunikasi dan informasi yang kini ada (existing) dan juga akan terus berkembang semakin memungkinkan peserta didik untuk mengakses sendiri beragam sumber belajar. Karena itu jika guru atau tenaga pengajar tetap ingin memainkan peran sentral dalam proses pembelajaran, mereka harus melakukan perubahan atau sedikitnya penyesuaian dalam paradigma, strategi pendekatan, dan teknologi pembelajaran. Jika tidak, tenaga pengajar akan kehilangan makna kehadiran dalam proses pembelajaran.

4. Agar tidak terperosok ke jurang yang lebih dalam dan siap menghadapi persaingan global, maka perlu adanya upaya yang signifikan, terukur dan terencana demi menyelamatkan anak-anak bangsa sebagai penerus perjuangan bangsa dan negara. Untuk itu pendidikan agama Islam di sekolah diyakini dapat dijadikan untuk andil sebagai benteng kepribadian dan pembekalan hidup dalam persaingan di kancah dunia. Melalui pendidikan agama Islam yang diselenggarakan di sekolah dengan baik, diharapkan para siswa akan dapat menghindari sifat-sifat tercela. Peran pendidikan agama Islam diharapkan dapat mengatasi dampak negatif era modern atau global dengan menggunakan berbagai model strategi yang dapat menjawab tantangan.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat dan Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013)

..., Bahan Kuliah Sosiologi Pendidikan S3, Program Pascasarjana IAIN Raden Fatah Palembang, 2013.

Abdul Majid, Kurikulum Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Bandung Remaja Riosdakarya, 2004)

Abudin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa, 2003) Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2011)

Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Ciputat: Ciputat Press Group, 2007) A.Qodri Azizi, Melawan Globalisasi: Reinterpretasi Ajaran Islam Persiapan SDM dan Terciptanya Masyarakat Madani, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003)

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam;Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999)

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium III, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012) Departemen Pendidikan Nasional, Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching

Learning/CTL), (Jakarta: Depdiknas, 2004)

E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional ; Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2004)

Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005)

Heri Gunawan, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Alfabeta, 2013)

Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam Tela’ah Sejarah Pemikirannya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2011)

Jalaluddin Rakhmat, Islam Menyongsong Peradaban Dunia Ketiga, (Jakarta : Ulumul Qur’an, Vol 2, 1986)

Malik Fadjar, Madrasah dan Tantangan Modernitas, (Bandung : Mizan, 1999) M. Amin Abdullah, Pendidikan Agama Era Multikultural Multi Religius, (Jakarta:

(13)

..., Falsafah Kalam; Di Era Postmodernisme, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 66.

Mohammad Said, Evaluasi Efektivitas Pendidikan Agama Islam, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2005)

Mohammad Surya, Percikan Perjuangan Guru, Peningkatan Profesionalisme Guru Dalam Reformasi Pendidikan, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2003) Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan: Teori dan Praktik, (Bandung: Ramaja Karya,

1985)

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005)

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang, Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: BP Cipta Jaya, 2003)

Referensi

Dokumen terkait

2 Pada Tabel 1.1 juga menunjukkan bahwa kontribusi terkecil dalam PDRB Kota Bogor adalah sektor pertanian dengan kisaran nilai 0.30 persen dari total PDRB sehingga dapat

Intervensi perbaikan rumah dan manajemen sumber larva diperkenalkan di samping lokakarya masyarakat pada malaria, sebagai dua metode diperkenalkan dengan potensi untuk

Karakteristik sistem pemeliharaan kerbau rawa di Kalimantan Selatan. Prosiding Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Pusat Penelitian

dan akhir, (2) frekuensi rata-rata musik, dan (3) kemunculan frekuensi. Dari ketiga acuan ini akan digunakan sebagai pembanding dengan frekuensi yang ada pada tembang tradisional

Situs Sumur Tujuh dan Situs Makam Nyi Mas Aulia di Kecamatan Cikupa. Sumur Tua dan Situs Rawa Kidang di

H UMUR 21 TAHUN G2P0A1 DARI KEHAMILAN DENGAN SUSPECT LETAK LINTANG, PERSALINAN DENGAN SUSPECT CPD, MASA NIFAS, BAYI BARU LAHIR, DAN KELUARGA BERENCANA DI

1 Tahun 1974 dan Pasal 40 huruf a Kompilasi hukum Islam, sehingga perkawinan tersebut dianggap tidak sah dan alasan penetapan hakim dalam perkara nomor 85/Pdt.P/2017/PA.Bn

Keterampilan sosial adalah sebuah alat dari kemampuan berinteraksi, kemampuan berkomunikasi secara verbal maupun non verbal pada sesama. Kemudian kemampuan untuk