• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II. LANDASAN TEORI"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II. LANDASAN TEORI

2.1 Pengalihdayaan Pekerjaan

Pada dasarnya, pekerjaan pemeliharaan yang melibatkan pihak kedua dalam menyampaikan layanan terkait dengan kegiatan operasional disebut juga dengan model pengalihdayaan pekerjaan. Hal ini sejalan seperti yang diungkapkan oleh Yamada, Kuwata, Kasai, & Nakamura (2013) dimana pekerjaan ini merupakan sebuah model bisnis outsource atau pengalihdayaan pekerjaan yang seluruh kegiatan operasinya dijalankan oleh tim pelaksana dari pihak ketiga atau sering disebut dengan Managed Service Providers (MSP). Di dalam pekerjaan ini, terdapat tingkat layanan (Service Level (SL)) yang harus disepakati antara perusahan dengan MSP dan mencakup kebijakan, tindakan, prosedur pekerjaan, dan pelaporan pekerjaan. Bila dikaitkan dengan model pekerjaan di dalam pekerjaan yang dilaksanakan, SIP bertindak sebagai MSP yang menyampaikan layanan kepada Bank xxx sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam perjanjian kerjasama. Namun demikian dalam jurnal ini tidak dijelaskan sebab suatu organisasi memanfaatkan pihak ketiga dalam menyampaikan layanan kepada suatu organisasi.

Oleh karena itu, hal tersebut kemudian dijawab oleh Tankard (2012) yang menjelaskan bahwa suatu organisasi yang memanfaatkan pihak ketiga dalam membantu proses bisnisnya bermaksud untuk menghemat pengeluaran yang dialokasikan untuk pemeliharan perangkat yang dimiliki oleh organisasi tersebut disamping alasan lain, seperti keterbatasan sumber daya, teknologi bahkan waktu yang dimiliki organisasi tersebut untuk melakukan pekerjaan yang berkaitan

(2)

dengan keahlian tertentu. Hal tersebut kemudian menjadi acuan bagi suatu organisasi dalam memutuskan dilaksanakannya kontrak kerjasama dengan organisasi MSP untuk melakukan pekerjaan spesifik.

Lebih lanjut, dalam paper tersebut memaparkan perbandingan riset yang dilakukan oleh Nemertes pada tahun 2011 dimana organisasi pelaksana pengelolaan pemeliharaan yang melibatkan pihak kedua lebih memilih model pekerjaan sejenis untuk beberapa alasan diantaranya menghemat biaya masing-masing dengan persentase sebesar 69,5%, kekurangan sumber daya ahli sebesar 30,5%, kekurangan staf sebesar 25,4%, implementasi yang lebih cepat sebesar 11,9%, fleksibilitas dan skalabilitas dalam pelaksanaan pekerjaan sebesar 10,2% dan kehandalan hasil pekerjaan sebesar 1,7%. Gambar 1 menunjukan grafik sebaran alasan suatu organisasi melaksanakan pengalihdayaan pekerjaan tersebut.

Gambar 2.1 Grafik Sebaran Alokasi Pengalihdayaan Pekerjaan (Tankard, 2012) Sayangnya, dalam jurnal yang ditulisnya tersebut diatas, tidak menyebutkan tipe pekerjaan yang dapat dilaksanakan dengan model pengalihdayaan pekerjaan. Jawaban tersebut kemudian diterangkan oleh Himi, Bahsani, & Semma (2011) yang

(3)

menjelaskan bahwa produk layanan yang dapat dilakukan dengan pengalih ini mencakup segala sesuatu yang menyangkut pembuatan produk, instalasi, pengujian dan penerapan jasa layanan pengelolaan secara sukses dan tepat waktu. Pihak MSP juga harus mampu meyakinkan bahwa kualitas layanan yang dihasilkan sesuai dengan standar layanan operasi dan dapat mengoptimalkan sumber daya yang tersedia melalui pengawasan dari organisasi penyewa jasa MSP tersebut. Dengan kata lain, pengelolaan model pengalihdayaan ini dapat mengakomodasi kegiatan proyek berbasis layanan, termasuk dalam penyediaan jasa pengelolaan perangkat seperti yang dilaksanakan oleh SIP ketika menyampaikan layanan dalam pekerjaan ini.

Dalam menjalankan kegiatan pengelolaan pekerjaan tersebut, sebuah MSP juga harus memiliki konsep terkait dengan strategi, rancangan dan operasi layanan yang akan disampaikan dalam pekerjaannya agar mampu pekerjaan dapat berjalan secara optimal. Oleh karena itu, dalam hal ini, MSP harus mengacu pada kerangka kerja berorientasi layanan teknologi informasi agar layanan yang diimplementasikan dapat berjalan secara optimal. Hal tersebut dikarenakan ITIL versi 3 menawarkan konsep pendekatan yang dinamis dan dapat menyesuaikan prosesnya sesuai dengan kebutuhan bisnis suatu organisasi.

Selanjutnya, beliau juga menyampaikan bahwa layanan yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi hambatan bagi kualitas layanan dan persepsi pelanggan MSP khususnya yang terkait dengan interaksi antara penyampaian pekerjaan yang berbasis proyek dan layanan sehingga berpotensi untuk menimbulkan kesalahpahaman terkait dengan penerapan layanan, dan faktor sukses kritis yang spesifk bagi MSP. Namun demikian dalam paper tersebut tidak disebutkan secara

(4)

spesifik terkait dengan hubungan antara pengelolaan layanan teknologi informasi ke dalam konsep ITIL khususnya pada versi 3. Sebelum masuk kepada pembahasan terkait dengan komponen-komponen yang harus dikelola di dalam pengelolaan layanan teknologi informasi dalam konsep ITIL versi 3, pada sub bab berikut nya akan dijelaskan terkait dengan pemahaman di dalam pengelolaan teknologi informasi.

2.2 Information Technology Service Management (ITSM)

Information Technology Service Management merupakan suatu lingkup

besar bagaimana suatu MSP mengelola suatu layanan kepada pelanggannya, terutama terkait dengan teknologi informasi. McNaughton, Ray, & Lewis (2010) dalam jurnalnya menjelaskan bahwa ITSM mencakup proses-proses yang menggambarkan fungsi tradisional pada manajemen teknologi informasi yang mencakup instalasi perangkat keras dan lunak, jaringan, manajemen aplikasi, dan

help desk, sehingga mampu mendukung tujuan bisnis organisasi yang berorientasi

bisnis dengan mengadaptasi layanan teknologi informasi yang terencana dan terkelola agar mampu memberikan kontribusi dalam proses bisnis yang dibutuhkan. Proses-proses di dalam ITSM kemudian dapat dikembangkan dengan mengadopsi beberapa kerangka kerja, salah satunya ITIL, agar mampu menyesuaikan layanan teknologi informasi yang dijalankannya dengan kebutuhan bisnis maupun proyek yang dijalankan oleh suatu MSP.

Hal ini kemudian diperjelas dengan kutipan yang dikemukakan oleh Wan & Liang (2012) yang memaparkan bahwa ITSM merupakan suatu kerangka kerja yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan suatu organisasi dalam

(5)

menyampaikan layanan, meningkatkan layanan dan kemampuan suatu organisasi dalam mengintegrasikan layanan teknologi informasi dengan proses bisnis yang dijalankan oleh organisasi tersebut. Namun demikian, konsep yang ditawarkan di dalam kedua kutipan yang terdapat di dalam jurnal tersebut masih memiliki kekurangan dimana dari evaluasi terhadap konsep kerangka kerja model ITSM yang umumnya diterapkan dalam suatu organisasi untuk keperluan pengembangan layanan secara komperhensif.

Oleh karena itu, diambil dari penjelasan yang dipaparkan oleh Idena & Eikebrokk (2013) menggambarkan model hubungan antara kerangka kerja dari ITSM dengan ITIL dalam implementasinya pada suatu organisasi pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Hubungan antara ITSM dengan ITIL (Idena & Eikebrokk, 2013) Model diagram yang digambarkan tersebut menunjukan bahwa ITSM merupakan lingkup besar dalam cakupan dengan kerangka kerja ITIL yang berkembang mulai dari versi 1 sampai dengan versi 3, selain kerangka kerja yang lain, seperti ISO dan COBIT guna mengaudit kesesuaian ITIL yang sudah diterapkan, dan juga kerangka-kerangka kerja lain yang dirancang oleh principle

(6)

tertentu terutama yang berkaitan dengan pelanggan, layanan teknologi informasi, tingkat layanan dan proses.

Disamping itu, di dalam penelitian yang dipaparkan pada jurnalnya, beliau juga memaparkan bahwa kontribusi penerapan ITSM dan ITIL terhadap suatu organisasi dari penelitian terhadap jurnal yang dikumpulkan mulai dari tahun 2000 sampai dengan 2012 menunjukan pengaruh yang signifikan atas diterapkannya ITSM dan ITIL terhadap bisnis yang dijalankan oleh organisasi. Hal inilah kemudian yang dapat menjadi pedoman dalam penerapan ITIL untuk pengelolaan layanan terkait dengan teknologi informasi, terutama bagi MSP dalam menyampaikan layanan yang ditawarkan dan juga dapat dikaitkan dengan pekerjaan yang sedang dilaksanakan dalam proyek ini.

Disamping itu, menurut Dugmore & Macfarlane (2006), ITSM dapat menentukan tingkat kematangan dari suatu layanan teknologi informasi dengan menggunakan pendekatan kategori-kategori dalam ITIL. Untuk lebih jelas terkait dengan model ITIL pada sub bab berikutnya akan dipaparkan lebih lanjut terkait dengan ITIL itu sendiri.

2.3 Information Technology Infrastructure Library (ITIL)

versi 3

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, kerangka kerja ITIL khususnya versi 3 merupakan suatu kerangka kerja yang digunakan untuk memberikan layanan teknologi informasi dalam suatu organisasi. Tujuan dari penulisan sub bab ini ialah untuk menjelaskan bahwa dalam menyampaikan konsep pekerjaan pengalihdayaan pekerjaan dibutuhkan kerangka kerja yang dapat menjadi dasar untuk pemaparan

(7)

dan penjelasan yang akan dikaitkan pada penulisan di bab-bab selanjutnya yakni dengan menyesuaikan teori yang disampaikan dengan ruang lingkup pekerjaan yang dilaksanakan dalam pekerjaan ini.

Oleh karena itu, mengutip dari yang disampaikan oleh Suhairi & Gaol (2013) menjelaskan bahwa kerangka kerja ini merupakan kumpulan cara yang terbaik dalam Information Technology Service Management (ITSM) bagi suatu organisasi dalam menyampaikan layanan kepada pelanggannya. Untuk itu, kerangka kerja yang dimiliki oleh ITIL harus memastikan bahwa layanan yang disampaikan kepada suatu organisasi dapat berjalan secara optimal. Hal ini sejalan dengan yang pernyataan Bandyopadhyay (2012), dimana organisasi harus mampu mendeteksi hal-hal yang dapat menyebabkan masalah sebagai deteksi terhadap dampak yang mungkin terjadi. Namun dalam tulisannya beliau menjelaskan manfaat yang akan didapatkan oleh suatu organisasi yang menerapkan ITIL. Maka dari itu, sebelum melangkah lebih jauh terkait dengan cara tersebut, berikut merupakan beberapa manfaat yang dapat diperoleh suatu organisasi yang menerapkan ITIL dalam penyampaian layanannya, mengutip dari keterangan yang disampaikan oleh Cartlidge (2011), yaitu:

1. Mampu berperan dalam meningkatkan kepuasan pelanggan dengan layanan TI yang terstruktur dan terorganisasi menjadi lebih baik.

2. Meningkatkan ketersediaan layanan terkait dengan peningkatan keuntungan bisnis dan pendapatan serta bisnis yang berkelanjutan dengan pelanggan. 3. Dapat membantu penghematan keuangan melalui pengurangan pengerjaan

(8)

4. Membantu peningkatan waktu respon terhadap pemasaran dan perkenalan produk dan jasa baru.

5. Membantu organisasi dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan resiko yang dapat muncul dalam layanan teknologi informasi yang disampaikan.

Melihat manfaat yang dapat dicapai oleh suatu organisasi yang menerapkan ITIL tersebut, maka Eikebrokk & Iden (2012) menjelaskan bahwa ITIL versi 3 dibagi menjadi empat kategori yang terdiri atas strategi layanan, rancangan layanan, transisi layanan dan operasi layanan. Di dalam penelitian yang ditulis pada jurnal yang diterbitkannya pula, beliau menambahkan bahwa hasil dari kualitas pekerjaan terkait dengan layanan teknologi informasi akan dipengaruhi oleh kemampuan suatu organisasi mengimplementasikan proses ITIL. Akan tetapi, di dalam tulisannya tersebut, beliau hanya menjelaskan penelitian terhadap layanan terkait dengan proyek teknologi informasi dan tidak menjelaskan secara substantif model kerangka kerja ITIL.

Maka dari itu, pemaparan terkait dengan kategori-kategori tersebut kemudian dipaparkan dalam model kerangka kerja ITIL versi 3 seperti yang dijelaskan oleh Cartlidge (2011) yang mencakup siklus hidup layanan di mulai dari analisa kebutuhan bisnis dalam strategi dan rancangan layanan, dilanjutkan dengan dengan migrasi ke lingkungan operasi dalam transisi layanan, serta operasi dan perbaikan dalam operasi layanan dan pengembangan layanan yang berkelanjutan, seperti model Gambar 2.3 berikut ini:

(9)

Gambar 2.3 Siklus Hidup Layanan ITIL (Cartlidge, et al., 2011)

Pada gambar tersebut dijelaskan bahwa siklus hidup layanan ITIL terkait dengan kategori-kategori yang mencakup strategi, rancangan, transisi dan operasi layanan harus dapat berjalan secara berkesinambungan antara satu dengan yang lain agar dapat mencapai hasil layanan teknologi informasi yang optimal bagi suatu organisasi. Organisasi pun harus mampu memastikan bahwa layanan ITIL dapat memberikan solusi atas layanan yang dihasilkan di dalam organisasi tersebut.

Masing-masing kategori tersebut kemudian dapat dipecah secara lebih detail di dalam suatu model yang terintegrasi, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu pedoman bagi organisasi dalam menyesuaikan proses bisnisnya dengan konsep ITIL khususnya versi 3. Hal tersebut sejalan dengan yang dijelaskan oleh Probst & Case (2013) dimana di dalam tulisannya memaparkan bahwa layanan yang diberikan dalam suatu organisasi harus secara konsisten dijalankan, sehingga layanan yang dijalankan harus secara berkala ditinjau terutama terkait dengan kinerja dan kemampuan tim dalam menyampaikan layanan agar layanan tersebut tetap sesuai dengan strategi dan tujuan bisnis suatu organisasi. Untuk itu, di dalam

(10)

tulisannya, beliau kemudian menggambarkan model integrasi antar siklus hidup ITIL yang dapat bertindak sebagai pedoman bagi perancangan operasi suatu layanan teknologi informasi di dalam suatu organisasi. Adapun model tersebut dapat digambarkan pada Gambar 4 berikut.

Gambar 2.4 Siklus Hidup Layanan ITIL yang Terintegrasi (Probst & Case, 2013) Gambar 2.4 menjelaskan detail siklus hidup ITIL yang saling berkaitan antara satu kategori ke kategori yang lain yang dimulai dari adanya kebutuhan terhadap layanan berkaitan dengan teknologi informasi dari layanan tersebut kemudian ditetapkanlah strategi layanan, yang berupa penetapan aturan main atas layanan yang akan diljalankan dan mencakup strategi, kebijakan, kebutuhan dan batasan. Setelah strategi layanan ditetapkan kemudian dirancanglah suatu rancangan layanan yang memuat arsitektur standard dan paket rancangan layanan. Kategori berikutnya ialah transisi layanan yang terdiri atas uji rancangan layanan (proyek pilot), uji solusi, dan implementasi rencana transisi. Setelah transisi

(11)

layanan dapat dipenuhi oleh suatu organisasi dalam satu periode tertentu perlu ditinjau apakah rancangan sesuai dengan hasil implementasi di dalam operasi layanan kemudian hasil peninjauan tersebut menjadi dasar untuk mengoperasikan layanan. Bila memungkinkan dijalankan kategori yang terakhir, yakni kesinambungan terhadap pengembangan layanan yang mencakup dokumentasi dan perbaikan layanan di dalam dokumentasi sebagai sarana pengembangan dan tindak lanjut atas permasalahan yang muncul dalam penerapan suatu layanan.

Pada intinya, proses-proses tersebut harus berimbas pada bisnis dari suatu organisasi sehingga menjadikan organisasi tersebut menjadi lebih baik. Hal-hal tersebut yang kemudian harus dipertimbangkan oleh MSP dalam hal ini SIP guna membuktikan layanan yang dihasilkan akan memberikan dampak terhadap layanan yang disampaikan kepada pelanggannya.

Namun demikian, dikutip dari pernyataan yang diungkapkan oleh Suhairi & Gaol (2013), siklus hidup tersebut masih dapat dibagi kembali menjadi beberapa jenis pengelolaan yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kualitas layanan dalam suatu organisasi. Model yang diungkapkan tersebut merupakan pengembangan dari siklus hidup yang sudah dipaparkan sebelumnya dan berikut ini adalah model siklus hidup tersebut dengan pengelolaan pada masing-masing kategori.

(12)

Gambar 2.5 Model ITIL versi 3 (Suhairi & Gaol, 2013)

Gambar 2.5 menggambarkan hubungan antara manajemen pengelolaan dalam kategori-kategori siklus hidup ITIL versi 3 dan menunjukan bahwa satu kategori tidak mampu untuk berdiri sendiri dan dibangun oleh tipe-tipe pengelolaan yang saling berkaitan. Sebagai contoh bagaimana membandingkan tingkat layanan dalam suatu organisasi dengan hasil operasi yang dihasilkan agar layanan yang disepakati dapat tercapai secara optimal.

Dari penjelasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kerangka kerja ITIL versi 3 tersebut dirancang untuk memberikan produktivitas yang berkesinambungan di dalam penerapannya agar mampu menyampaikan kontribusi bagi organisasi yang mengadaptasi kerangka kerja tersebut di dalam proses bisnis yang dijalankannya. Oleh karena itu terkait dengan detil penjelasan peran masing-masing kategori dalam proses bisnis dan layanan teknologi informasi suatu organisasi, maka pada sub-sub bab berikutnya akan dibahas terkait dengan

(13)

pemahaman masing-masing kategori dan tindakan yang harus dijalankan oleh suatu organisasi agar layanan teknologi informasi secara optimal dapat melengkapi proses bisnis.

2.3.1 Strategi Layanan

Strategi layanan seperti yang diterangkan oleh Suhairi & Gaol (2013) dalam papernya menyatakan bahwa strategi layanan terdiri dari paduan bagi MSP untuk membangun suatu strategi dari seluruh proses bisnis suatu organisasi. Karenanya, MSP harus memiliki dasar untuk bahwa layanan dilakukan untuk memberikan kepuasan yang mampu secara langsung maupun tidak langsung dirasakan oleh pelanggannya dan meyakinkan bahwa dengan dana yang ditawarkan oleh sebuah MSP harus sejalan dengan layanan yang akan dijalankannya secara konsisten sehingga kepuasan pelanggan dapat tercapai tanpa menambahkan beban kepada MSP tersebut

.

Cartlidge (2011) di dalam bukunya juga menambahkan bahwa strategi layanan dapat menetapkan paduan bagi seluruh MSP dan pelanggannya, dalam membantu suatu layanan dapat beroperasi dan berkembang dengan membangun strategi layanan yang jelas sesuai dengan kapabiltas yang dimiliki oleh organisasi tersebut. Selain itu ditambahkan terkait dengan pengelolaan yang harus dikerjakan oleh suatu organisasi dalam memenuhi strategi layanan dalam ITIL versi 3 pada prosesnya terdapat tiga jenis pengelolaan yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya, yang mencakup Manajemen Portfolio Layanan, Manajemen Finansial, dan Manajemen Permintaan.

(14)

Namun demikian, ditinjau dari pekerjaan yang dilaksanakan oleh SIP di Bank xxx, maka strategi layanan, khususnya Manajemen Finansial menjadi hal yang telah dipertimbangkan dikarenakan kontrak pekerjaan yang sudah dikeluarkan oleh Bank xxx.

2.3.2 Rancangan Layanan

Rancangan layanan mencakup proses lanjutan dari strategi layanan yang dibangun untuk memastikan bahwa perubahan layanan dari sistem lama menuju sistem baru mampu secara efektif memenuhi keinginan pelanggan dalam menjalankan proses bisnisnya.

Hal tersebut kemudian diperkuat dengan pernyataan Suhairi & Gaol (2013) yang menyatakan bahwa rancangan layanan menyediakan pedoman dan metode bagi MSP untuk secara sistematis melakukan mengubah tujuan strategis dari organisasi dan portofolio bisnis serta aset yang mendukung layanan terkait dengan kegiatan operasional suatu organisasi, seperti infrastruktur teknologi informasi yang mencakup perangkat lunak dank eras maupun jaringan. Ruang lingkupnya pun tidak terbatas pada layanan yang baru, tetapi proses perubahan dan pengembangan dari kualitas, keberlangsungan dan kinerja layanan. Untuk lebih detil terkait dengan rancangan layanan tersebut, Cartlidge (2011) kemudian membaginya ke dalam tujuh proses manajemen pengelolaan mulai poin 2.3.2.1 sampai 2.3.2.7.

2.3.2.1 Manajemen Katalog Layanan

Manajemen ini mendefinisikan suatu proses yang berperan dalam menyediakan sumber informasi yang terpusat dalam layanan teknologi informasi

(15)

yang diberikan kepada bisnis oleh suatu MSP. Selain itu, katalog layanan juga dapat memastikan area bisnis dapat terlihat secara akurat dan tergambar secara konsisten terhadap layanan-layanan yang disediakan. Detil dan status layanan yang terdapat didalam status layanan tersebut dapat berperan untuk menyediakan suatu sumber informasi yang konsisten atas seluruh layanan yang disetujui, dan memastikan bahwa katalog layanan tersebut secara luas tersedia untuk pihak-pihak didalam suatu organisasi yang diizinkan mengakses katalog tersebut.

Dengan kata lain, didalam katalog layanan merupakan daftar menu yang mnemuat data dan informasi yang substansial terkait dengan jenis layanan yang dapat disediakan oleh suatu MSP dalam penyediaan layanan teknologi informasi ke suatu organisasi. Manajemen katalog layanan ini berkaitan dengan manajemen portofolio dalam strategi layanan, karena masukan dalam manajemen katalog layanan berasal dari manajemen portofolio.

2.3.2.2 Manajemen Tingkat layanan

Poin ini mengatur negosiasi organisasi dalam mengelola tingkat layanan, termasuk melakuan negosiasi terhadap tingkat layanan, menyetujui dan mendokumentasikan terkait dengan target layanan teknologi informasi terhadap proses bisnis pelanggan atau penggunannya, dan melakukan pengawasan untuk menghasilkan laporan atas penyediaan layanan kontra tingkat persetujuan layanan. Tingkat layanan bertujuan untuk memastikan seluruh layanan operasional dan performa layanan suatu organisasi terukur secara konsisten dengan besaran yang telah disepakati berasama diseluruh organisasi, dan bahwa layanan dan laporan yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan bisnis dan pelanggan.

(16)

Informasi utama yang dihasilkan oleh proses tingkat layanan mencakup perjanjian tingkat layanan dan operasional serta dukungan lain yang menghasilkan rencana peningkatan layanan dan rencana kualitas layanan.

2.3.2.3 Manajemen Kapasitas

Manajemen kapasitas mencakup proses bisnis, penyediaan layanan dan komponen manajemen kapasitas didasari atas siklus hidup yang terjadi terhadap suatu layanan layanan di dalam proses bisnis suatu organisasi. Proses ini mampu membantu organisasi dalam memastikan kemampuan dari organisasi menyediakan layanan kepada pelanggan atau penggunanya. Di samping itu, manajemen kapasitas dapat menjadi pertimbangan selama proses katalog rancangan.

Manajemen kapasitas bertujuan untuk menyediakan suatu titik fokus dan pengeloaan untuk semua kapasitas dan performa‐yang berhubungan dengan masalah, berhubungan dengan keduanya layanan dan sumberdaya, dan untuk menyesuaikan kapasitas dari TI terhadap permintaan bisnis yang disetujui.

2.3.2.4 Manajemen Ketersediaan

Dalam menyediakan suatu titik fokus dan pengelolaan terhadap seluruh ketersediaan terkait dengan masalah, layanan, komponen dan sumberdaya, suatu organisasi hendaknya memastikan bahwa target ketersediaan dalam seluruh area terukur dan dapat dicapai. Aktifitas manajemen kapasitas sebaiknya mempertimbangkan ketersediaan, kehandalan, keterpeliharaan, dan kemampuan perbaikan pada keduanya layanan dan tingkat komponen, terutama sekali untuk mendukung fungsi bisnis vital, seperti faktor kepuasan pelanggan.

(17)

2.3.2.5 Manajemen Keberlangsungan Layanan

Teknologi sebagai komponen inti dalam proses bisnis, keberlangsungan atau ketersediaan tinggi dari layanan meliki sifat yang kritikal terhadap keberlangsungan seluruh proses bisnis. Manajemen keberlangsungan layanan bertujuan untuk memelihara kemampuan pemulihan berjalan secara tepat dalam layanan TI untuk mencocokan kebutuhan yang disetujui, persyaratan dan jadwal dari bisnis. Manajemen keberlangsungan layanan merupakan proses lanjutan terhadap seluruh rencana keberlangsungan siklus hidup layanan yang perlu untuk dikembangan oleh suatu organisasi. Ketika perencanaan kelangsungan dan pemulihan layanan dikembangkan, maka hal tersebut harus sejalan dengan rencana keberlangsungan bisnis dan prioritas bisnis. Pemeliharaan kebijakan strategis manajemen keberlangsungan layanan secara tepat dan sesuai dengan rencana bisnis merupakan kunci suksesnya proses manajemen keberlangsungan hidup layanan.

2.3.2.6 Manajemen Keamanan Informasi

Manajemen keamanan informasi merupakan proses pengelolaan yang dilakjukan dengan mempertimbangkan seluruh kerangka kerja dalam tata kelola layanan dalam suatu organisasi. Tata kelola layanan dalam organisasi sendiri merupakan proses penerapan pengelolaan yang dilakukan oleh manajemen atas untuk memastikan tujuan organisasi dapat tercapai dan resiko yang muncul dapat di kelola secara optimal dan melakukan verifikasi terhadap sumberdaya organisasi yang digunakan secara efektif.

Manajemen keamanan informasi sendiri bertujuan untuk menyelaraskan keamanan teknologi informasi dengan keamanan dalam proses bisnis dan

(18)

memastikan bahwa keamanan informasi di kelola secara efektif pada seluruh layanan dan manajemen layanan, seperti informasi tersedia dan dapat digunakan ketika dibutuhkan (ketersediaan); dapat digunakan oleh atau diperlihatkan hanya kepada siapa saja yang memiliki hak untuk mengetahuinya (kerahasiaan); lengkap akurat dan dilindungi terhadap modifikasi yang tidak sah (integritas); dan transaksi bisnis, seperti pertukaran informasi, dapat dipercaya (keaslian dan tidak ada penyangkalan).

2.3.2.7 Manajemen Supplier

Proses manajemen supplier mampu memastikan bahwa penyedia dan layanan yang mereka berikan dapat dikelola untuk mendukung target layanan TI dan ekspektasi bisnis. Proses manajemen supplier dilakukan untuk mendapatkan nilai untuk uang dari pemasok dan untuk memastikan bahwa pemasok bekerja sesuai target yang terkandung dalam kontrak dan perjanjian mereka, sementara sesuai dengan semua persyaratan dan kondisi.

2.3.3 Transisi Layanan

Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan oleh Cartlidge (2011), transisi layanan dibangun dari aktivitas-aktivitas yang diperlukan oleh bisnis ke dalam penggunaan operasional dan mencakup aktviitas mulai dari tahap rancangan layanan, kemudian menyampaikannya ke dalam elemen operasional setiap elemen yang diperlukan untuk operasi yang sedang berlangsung dan mendukung layanan tersebut. Kategori ini dilakukan untuk memastikan bahwa layanan yang diberikan kepada suatu organisasi dapat beroperasi dalam keadaan abnormal dimasa

(19)

mendatang dan mampu mendukung timbulnya kegagalan atau kesalahan jika terjadi. Dengan demikian suatu organisasi memiliki kesiapan berupa rencana cadangan terhadap permasalahan yang mungkin muncul ketika terjadi suatu gangguan yang disebabkan oleh kegagalan layanan.

Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh Nabiollahi, Alias, & Sahibuddin (2011) yang menjelaskan bahwa transisi layanan terdiri dari pedoman-pedoman untuk membangun dan mengembangkan kemampuan transisi layanan yang baru ke dalam kegiatan operasional suatu organisasi dan mengambil tempat di antara rancangan layanan dan operasi layanan. Namun, dalam tulisannya tersebut tidak dijelaskan secara lebih rinci terkait dengan manajemen yang terkait dengan proses transisi layanan ini. Untuk itu, kembali mengutip yang dipaparkan oleh Cartlidge (2011), faktor kunci transisi layanan dalam memiliki tingkat manajemen menentukan suatu layanan adalah manajemen antara lain manajemen peruibahan.Di samping transisi layanan harus memanfaatkan tingkat manajemen pengetahuan, dos pada sub sub bab berikutnya akan dipaparkan terkait dengan pengelolaan yang terjadi pada transisi layanan dalam suatu organisasi, yang kembali mengutip dari tulisan Cartlidge (2011) adalah sebagai berikut.

2.3.3.1 Manajemen Perubahan

Perubahan yang terjadi pada layanan teknologi informasi merupakan kegiatan penambahan, modifikasi atau penghapusan suatu layanan, direncanakan, dilaksanakan dengan menggunakan komponen layanan dan dokumentasi. Dikarenakan sifatnya yang dinamis, maka manajemen perubahan relevan di seluruh siklus hidup, dapat diterapkan untuk semua tingkat manajemen layanan.

(20)

Manajemen perubahan, seperti yang dikemukakan oleh Eikebrokk & Iden (2012) di dalam penelitian yang dilakukannya bahwa manajemen perubahan merupakan suatu proses manajemen dengan pendekatan yang paling matang di dalam kategori transisi layanan pada ITIL versi 3. Namun demikian, dalam penulisannya beliau tidak menerangkan tujuan diterapkannya manajemen perubahan di dalam suatu layanan teknologi informasi di suatu organisasi. Oleh karena itu, merujuk kembali pada penjelasan yang dipaparkan oleh Cartlidge (2011), dimana manajemen perubahan dijalankan untuk memastikan bahwa perubahan yang terjadi di dalam suatu layanan teknologi informasi di catat, di evaluasi, terotorisasi, diprioritaskan, direncanakan, di uji, dilaksanakan, didokumentasikan dan di tinjau secara terkendali pada suatu periode tertentu sesuai dengan kebutuhan dari suatu organisasi.

Pada manajemen perubahan, metode standar harus dimanfaatkan secara efisien dan cepat dalam penanganan semua perubahan layanan, dimana seluruh perubahan terkait dengan layanan dicatat dalam catatan sehingga pelacakan perubahan informasi dapat dengan mudah dilaksanakan, sehingga kesalahan yang muncul dan kekeliruan dalam penyampaian layanan tersebut dapat dikurangi.

2.3.3.2 Manajemen Konfigurasi dan Layanan Aset

Manajemen konfigurasi dan layanan aset bertujuan untuk mendukung bisnis dengan menyediakan informasi yang akurat dan pelakukan pengendalian terhadap seluruh aset yang berhubungan dengan infrastruktur organisasi serta melakukan identifikasi, mengendalikan dan menghitung untuk layanan aset, melindungi dan menjamin integritas mereka di layanan siklus hidup.

(21)

Dalam melakukan pengelolaan layanan dan infrastruktur teknologi informasi yang cukup besar dan kompleks, manajemen konfigurasi dan layanan aset membutuhkan penggunaan sistem pendukung yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Konfigurasi, seperti aplikasi sistem monitoring terhadap aset yang dimiliki oleh suatu organisasi. Konsep Manajemen konfigurasi ini kemudian diterapkan di dalam Sistem Monitoring yang mampu mengawasi perangkat-perangkat yang terpasang di lokasi-lokasi ATM.

Untuk memperkuat penerapan dari manajemen konfigurasi ini, maka dalam penerapan di Bab III akan dipaparkan terkait dengan konsep dan metode yang akan diimplementasikan di dalam pekerjaan yang dilaksanakan oleh SIP.

2.3.3.3 Manajemen Pengetahuan

Manajemen pengetahuan dijalankan untuk memastikan bahwa sumber daya manusia yang tepat telah memiliki pengetahuan yang cukup baik dan pada saat yang tepat untuk menyampaikan dan mendukung layanan yang dibutuhkan oleh bisnis. Dengan demikian, layanan yang disampaikan di dalam suatu organisasi dapat lebih efisien dengan peningkatan kualitas dan informasi relevan yang selalu tersedia.

Pusat dari manajemen pengetahuan terletak pada data, informasi, pengetahuan, struktur kebijakan sebagai suatu aset dalam organisasi. Dengan demikian, manajemen pengetahuan berhubungan dengan pada pengembangan sumber daya manusia yang secara berkala harus dikembangkan, dalam melakukan penyampaian dan menjaga informasi di dalam suatu organisasi terkait dengan layanan yang akan dihasilkan agar layanan yang optimal dapat terus disampaikan di dalam suatu organisasi secara handal dan dapat memenuhi tujuan pekerjaan yang

(22)

dilaksanakan oleh suatu organisasi. Manajemen pengetahuan ini yang kemudian akan diterapkan pula dalam pekerjaan di bab selanjutnya.

2.3.3.4 Perencanaan dan Dukungan Transisi

Tujuan perencanaan dan dukungan transisi adalah dalam rangka merencanakan dan mengkoordinasikan sumber daya yang dibutuhkan dalam penyampaian layanan dan memastikan bahwa persyaratan strategi layanan diterjemahkan dalam rancangan layanan secara efektif diterapkan di dalam operasi layanan, serta mengidentifikasi, mengelola dan mengendalikan risiko kegagalan dan gangguan di seluruh kegiatan transisi.

Penerapan perencanaan dan dukungan transisi yang efektif dapat meningkatkan kemampuan layanan penyedia secara signifikan untuk menangani jumlah perubahan yang tinggi berdasarkan basis pelanggan.

2.3.3.5 Manajemen Release dan Pengembangan

Manajemen release dan pengembangan bertujuan untuk membangun seluruh aspek dan elemen layanan ke dalam produksi dan menetapkan penggunaan yang efektif terhadap suatu layanan baru atau berubah. dan penempatan yang efektif memberikan nilai bisnis yang signifikan dengan memberikan perubahan pada kecepatan dioptimalkan, risiko dan biaya, dan menawarkan konsistensi, yang tepat dan implementasi audit dari penggunaan dan pemanfaatan layanan bisnis. Hal ini mencakup seluruh aspek yang mencakup perakitan implementasi layanan baru

(23)

atau perubahan terhadap kegiatan operasional, mulai dari release perencanaan hingga mendukung kehidupan awal.

2.3.3.6 Validasi dan Pengujian

Menurut Cartlidge (2011), validasi dan pengujian dikembangkan dari proses mencocokan seluruh layanan, baik yang dibangun sendiri atau di beli dari

supplier, kemudian diuji secara tepat antara rancangan dengan hasil implementasi,

sehingga mampu memberikan validasi atas kebutuhan bisnis dalam berbagai situasi yang diharapkan sesuai dengan tingkat layanan yang telah disepakati.

Validasi dan pengujian bertujuan untuk memberikan bukti yang obyektif terkait dengan layanan baru atau yang mengalami perubahan agar dapat mendukung kebutuhan bisnis, termasuk tingkat layanan yang disepakati. Layanan ini diuji secara eksplisit terkait dengan pemanfaatan dan jaminan yang ditetapkan dalam layanan paket yang dirancang.

2.3.3.7 Evaluasi

Evaluasi bertujuan untuk memastikan bahwa layanan teknologi yang disampaikan akan berguna untuk bisnis bagi suatu organisasi. Evaluasi merupakan acuan suksesnya pelaksanaan transisi layanan dan berfungsi dalam memastikan bahwa layanan akan terus bekerja dan relevan dengan proses bisnis suatu organisasi. Caranya ialah dengan menetapkan metrik evaluasi yang tepat dan teknik pengukuran bagi suatu layanan.

(24)

2.3.4 Operasi Layanan

Kategori operasi layanan terbentuk dari proses penetapan strategi layanan, digambarkan prosesnya di dalam rancangan layanan dan kemudian dimatangkan di dalam transisi layanan. Hal ini sesuai dengan yang di Hoerbst, Hackl, Blome, & Ammenwerth (2011) yang menjelaskan bahwa operasi layanan merupakan cara atau metode yang dapat digunakan dalam suatu organisasi secara umum dalam penyampaian layanan secara efektif dan efisien terkait dengan kegiatan operasi dalam proses bisnis organisasi tersebut.

Disamping itu, operasi layanan juga dapat didefinisikan sebagai kategori yang menerapkan pengelolaan operasional dari suatu layanan, yang mencakup pedoman terkait dengan pencapaian efektivitas dan efisiensi dalam penyampaian layanan untuk memastikan adanya nilai tambahan yang diperoleh antara pelanggan dan MSP (Nabiollahi, Alias, & Sahibuddin, 2011). Namun, dalam kedua tulisan diatas tidak diterangkan secara eksplisit terkait fungsi dan tujuan atas diterapkannya metode di dalam operasi layanan, maka mengutip dari yang dikemukakan oleh Malone, Menken, & Blokdijk (2010), pedoman yang dapat disampaikan oleh suatu organisasi terkait dengan operasional layanan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana menyediakan stabilitas dalam proses stabilitas operasi layanan, terkait dengan berpotensi perubahan terhadap rancangan, skala, ruang lingkup dan tingkat layanan yang ditetapkan. Adanya pedoman dalam operasi layanan, dapat mengurangi potensi yang dapat mengubah elemen-elemen tersebut dapat dikurangi, sehingga layanan menjadi lebih stabil.

2. Bagaimana menetapkan pedoman, metode dan alat terkait respon suatu organisasi atas suatu gangguan yang muncul dengan menggunakan dua

(25)

perspektif, yakni reaktif, berarti menunggu timbulnya keluhan dan proaktif, yaitu mencegah timbulnya keluhan.

3. Dukungan operasi yang diimplementasikan oleh suatu organisasi dengan menggunakan pendekatan dan arsitektur baru, seperti jenis layanan, pemanfaatan komputasi dan layanan web.

Beliau juga menjelaskan bahwa operasi layanan merupakan salah satu kategori yang berperan dalam menjembatani konflik yang terjadi antara pemeliharaan yang sedang berjalan, penyesuaian perubahan bisnis dan lingkungan teknologi dengan pencapaian keseimbangan antara seperangkat konflik prioritas kebutuhan. Dari penjelasan-penjelasan tersebut, dapat terdefinisikan bahwa operasi layanan merupakan kategori dalam ITIL yang berperan dalam menyediakan pedoman dalam kegiatan operasi pekerjaan sehari-hari, seperti penetapan ruang lingkup pekerjaan, bagaimana menangani suatu masalah yang dapat menggangu layanan, dan menyeimbangkan prioritas kebutuhan layanan teknologi informasi yang dilaksanakan. Akan tetapi, dikarenakan sifat yang masih belum matang, maka evaluasi terhadap operasi pekerjaan harus terus dievaluasi untuk menghasilkan luaran yang optimal.

Seperti kategori-kategori lainnya, operasi layanan juga dibagi menjadi beberapa pola manajemen dalam pelaksanaannya, yang menurut Suhairi & Gaol (2013) dan juga Cartlidge (2011) kategori operasi layanan tersebut dapat dibagi menjadi beberapa jenis manajemen yang saling berkaitan seperti berikut ini.

(26)

2.3.4.1 Manajemen Event

Suatu event merupakan suatu perubahan yang terjadi dalam kondisi yang memiliki makna bagi pengelolaan item konfigurasi atau layanan TI. Event dapat menunjukkan bahwa terjadi sesuatu yang tidak berfungsi dengan benar, yang harus didokumentasikan di dalam kategori insiden. Manajemen event bertujuan untuk menghasilkan adanya pemberitahuan akibat suatu event yang muncul dan melakukan pemeriksaan terhadap status suatu suatu komponen, baik ketika terjadi suatu insiden maupun ketika tidak ada event yang terjadi. Event dapat dideteksi oleh pesan yang dikirim oleh sistem dalam manajemen konfigurasi. Setelah event terdeteksi hal tersebut dapat mendeteksi timbulnya suatu insiden, Masalah dan perubahan hanya dicatat apabila informasi tersebut dibutuhkan.

Respon untuk event dapat secara proaktif yang dilakukan dengan otomatis dari sistem yang dirancang untuk keperluan layanan tersebut dan secara reaktif yang memerlukan intervensi manual. Jika tindakan yang diperlukan kemudian memicu munculnya, seperti pesan SMS atau insiden yang otomatis tercatat, maka pesan tersebut berfungsi untuk mengingatkan tim pekerja agar segera melakukan tindakan terkait dengan insiden yang sedang terjadi dan mencatatnya dalam sistem basis data agar manajemen terkait dengan event yang terjadi dapat segera dicarikan resolusi sehingga tidak mengganggu layanan dalam waktu yang lama.

2.3.4.2 Manajemen Insiden

Manajemen insiden bertujuan untuk mengembalikan layanan normal secepat mungkin, dan mengurangi dampak yang dapat muncul dan berpotensi untuk merugikan pada proses bisnis suatu organisasi. Disamping itu, manajemen insiden

(27)

juga dapat melakukan identifikasi terhadap pihak yang harus merespon ketika terjadi gangguan dan menganalisa terkait dengan kecenderungan insiden yang terjadi dan prioritas insiden tersebut berdampak pada proses bisnis suatu organisasi. Pihak dan bagian yang bertugas untuk melakukan respon tersebut adalah Service

Desk.

Ketika insiden tidak dapat direspon dengan baik oleh tim pekerja, eskalasi sesuai dengan struktur hirarkis fungsional manajemen dalam organisasi harus dilakukan, sehingga respon terhadap layanan dapat lebih cepat. Selain itu, insiden yang telah di teliti dan di diagnosa, serta resolusi permasalahan sudah didapatkan, maka Service Desk harus memastikan bahwa pengguna merasa terpenuhi sebelum insiden ditutup.

Dalam manajemen insiden terjadi proses deteksi masalah dan eskalasinya ketika masalah belum terpecahkan, karenanya layanan yang optimal harus mendefinisikan secara tepat proses manajemen insiden ini tidak terkecuali pekerjaan yang dilakukan oleh SIP. Mengingat manajemen insiden merupakan proses yang mempengaruhi luaran dari pekerjaan yakni tingkat layanan, maka hal ini yang kemudian akan dititikberatkan di dalam pelaksanaan pekerjaan oleh SIP ke Bank xxx.

2.3.4.3 Manajemen Pemenuhan Permintaan

Permintaan layanan merupakan permintaan dari pengguna untuk informasi atau saran, atau untuk perubahan standar, atau untuk akses ke layanan TI. Manajemen ini bertujuan untuk meminta dan menerima terkait standar tingkat layanan yang sudah ditetapkan dalam rancangan layanan, memberikan informasi

(28)

kepada pelanggan tentang terkait dengan layanan dan prosedur, serta membantu organisasi mendapatkan informasi umum, keluhan dan komentar terkait dengan layanan yang diberikan selama operasi layanan.

Dokumentasi terkait dengan permintaan di dalam organisasi harus tercatat dan terlacak dengan baik. Proses ini harus mencakup sesuai persetujuan sebelum memenuhi permintaan tersebut. Hal yang dapat disimpulkan dalam proses ini ialah bahwa pemenuhan permintaan merupakan pengelolaan terhadap permintaan yang terjadi selama kategori operasi layanan dilaksanakan di dalam suatu layanan teknologi informasi.

2.3.4.4 Manajemen Akses

Manajemen akses bertujuan untuk memberikan hak untuk pengguna dalam mengakses layanan atau kelompok layanan, dan mencegah akses pengguna non‐ resmi, serta membantu pengelolaan terhadap kerahasiaan, ketersediaan dan integritas data dan properti intelektual dari suatu organisasi. Manajemen ini berhubungan dengan identitas, yaitu informasi unik yang membedakan individu, dan hak, yakni pengaturan yang menyediakan akses ke data dan layanan, serta mencakup verifikasi identitas dan hak, pemberian akses ke layanan.

Sesuai dengan pernyataan tersebut diatas, maka SIP selaku MSP harus melakukan permohonan kepada Bank xxx untuk melakukan akses pengelolaan terhadap jaringan yang dimiliki oleh Bank xxx tersebut guna memenuhi persyaratan pekerjaan yang terdapat di dalam perjanjian kerja.

(29)

2.3.4.6

Manajemen Masalah

Manajemen masalah bertujuan untuk melakukan identifikasi resolusi terhadap masalah akibat dari insiden yang terjadi, menghilangkan terjadinya insiden secara berulang dan mengurangi dampak yang terjadi atas insiden yang tidak dapat dicegah. Manajemen masalah meliputi diagnosa penyebab insiden, penentuan resolusi masalah, dan memastikan bahwa resolusi tersebut diterapkan.

Pada dasarnya, manajemen masalah dikategorikan dalam cara yang hampir sama dengan insiden, tetapi tujuannya adalah untuk memahami penyebab, dokumentasi dan permintaan perubahan untuk menyelesaikan masalah secara permanen. Dokumentasi harus tercatat di dalam dalam sistem basis data sehingga mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas manajemen insiden.

2.3.5

Peningkatan Layanan Secara Berkelanjutan

Peningkatan layanan secara berkelanjutan merupakan suatu kategori di dalam proses ITIL yang menitikberatkan kepada evaluasi terhadap hal-hal yang sudah dilaksanakan di dalam kategori yang dilaksanakan mulai dari pembuatan strategi, perencanaan rancangan, pelaksanaan transisi layanan, serta pengaplikasian operasi layanan dalam organisasi. Sheikhpour & Nasser (2012) memperjelas pernyataan tersebut di dalam tulisannya, yang menyebutkan bahwa peningkatan layanan secara berkelanjutan meliputi pedoman dasar dalam membangun dan memelihara nilai layanan di dalam suatu organisasi terkait dengan rancangan layanan dan pengenalan serta operasi layanan yang sudah dilaksanakan dan mengkombinasikannya dengan prinsip-prinsip yang terdapat di dalam metode manajemen mutu dan perubahan serta peningkatan kemampuan penyampaian

(30)

layanan. Organisasi sebaiknya mulai mengadaptasikan metode tersebut di dalam layananannya untuk mencapai kualitas layanan yang lebih baik, khususnya dalam menyampaikan layanan teknologi informasi.

Bagi organisasi, kategori ini terkadang diabaikan sebelum terjadi suatu masalah yang kritis dan mampu menghambat jalannya layanan dalam organisasi. Seperti yang dijelaskan oleh Cartlidge (2011) di banyak organisasi peningkatan layanan secara berkelanjutan menjadi sebuah kegiatan yang dilaksanakan ketika suatu layanan gagal dan sangat berdampak terhadap kegiatan operasional dan ketika masalah dapat dipecahkan, maka masalah tersebut akan segera terlupakan sampai kegagalan berikutnya terjadi. Karenanya, pedoman terkait peningkatan layanan secara berkelanjutan harus tertanam dalam budaya organisasi dan menjadi kegiatan rutin agar konsistensi terhadap kualitas layanan dapat tercapai.

Dalam buku yang ditulisnya, Cartlidge (2011) kemudian membagi proses utama dalam peningkatan layanan secara berkelanjutan menjadi tiga bagian, yakni tujuh langkah proses perbaikan, pengukuran, dan pelaporan layanan, yang dipaparkan pada poin 2.3.5.1 sampai 2.3.5.3 berikut ini.

2.3.5.1

Tujuh Langkah Proses Perbaikan

Proses ini bertujuan dalam pengumpulan data yang dibutuhkan dalam layanan, menganalisa data tersebut, dan menyajikan informasi kepada manajemen tentang penentuan prioritas dan penerapan perbaikan terhadap layanan. Langkah tersebut menurut Cartlidge (2011) dijelaskan sebagai berikut:

(31)

1. Menentukan hal-hal yang harus di ukur

Fokus pada identifikasi hal-hal yang diperlukan dalam memenuhi tujuan layanan, tanpa mempertimbangkan ketersediaan data, seperti menentukan elemen-elemen yang mempengaruhi kualitas layanan.

2. Menentukan apa yang dapat di ukur

Faktor dan dampak yang menghasilkan perbedaan antara faktor yang diukur dengan yang dibutuhkan sehingga menjadi perhatian bagi manajemen dan pelanggan agar melakukan kostumisasi tertentu.

3. Mengumpulkan Data

Pengumpulan dan menitikberatkan pada kualitas layanan. Dalam menghasilkan efektivitas layanan, organisasi harus mampu mengidentifikasi perbaikan layanan yang ada dan mendeteksi resolusi terhadap insiden.

4. Mengolah Data

Proses ini meliputi aktivitas pemantauan dan pengumpulan data terhadap komponen suatu infrastruktur organisasi agar dapat memberikan pemahaman atas dampak yang dihasilkan terhadap komponen tersebut dengan layanan teknologi informasi dengan lingkup yang lebih besar.

5. Analisa Data

Proses perubahan terhadap informasi yang ditransformasikan menjadi pemahaman terhadap suatu event yang mempengaruhi organisasi. Setelah informasi tersebut diproses, dilakukan analisa untuk menjawab pertanyaan, seperti apakah terjadi pemenuhan target?

(32)

6. Presetasi dengan Menggunakan Informasi

Laporan dapat dipresentasikan ke kondisi aktual dalam format yang mudah untuk dipahami dan memungkinkan penerima informasi untuk membuat keputusan strategis, taktis dan operasional.

7. Melaksanakan Pengembangan

Diperlukan untuk meningkatkan layanan yang selanjutnya dikomunikasikan kepada organisasi. Oleh karena itu, peningkatan layanan secara berkelanjutan harus mengidentifikasi peluang untuk mengembangkan layanan.

2.3.5.2

Pengukuran Layanan

Pemantauan dan pengukuran layanan menjadi dasar dalam meningkatkan layanan secara berkelanjutan dan tujuh langkah proses perbaikan. Proses ini menjadi bagian penting bagi organisasi karena terkait dengan pemberian penilaian atas kemampuan organisasi mengelola layanan dan proses, sehingga dapat meningkatkan kualitas layanan ke tingkat yang lebih baik.

Dalam tulisannya juga Cartlidge (2011) menjelaskan bahwa terdapat tiga jenis metrik yang diperlukan organisasi untuk mengumpulkan dan mendukung peningkatan layanan secara berkelanjutan, yakni:

1. Metrik teknologi yang berkaitan dengan dengan komponen dan aplikasi berbasis metrik seperti kinerja dan ketersediaan layanan.

2. Metrik proses direfleksikan dalam Faktor Sukses Kritis (CSF) dan Indikator Kinerja Kunci (KPI).

(33)

3. Metrik layanan merupakan hasil penilaian atas layanan yang diberikan. Metrik ini menggunakan metrik teknologi dan proses untuk menghitung besaran nilai layanan.

Karenanya, untuk mewujudkan tercapainya peningkatan terhadap layanan secara berkelanjutan, pengukuran layanan perlu untunk diterapkan. Salah satu pendekatan ialah dengan menggunakan pengukuran sendiri yang dipaparkan oleh Dugmore & Macfarlane (2006) yang menjelaskan penilaian sendiri untuk layanan teknologi informasi. Di dalam proses pengukuran ini kemudian dapat disampaikan dalam layanan yang dilaksanakan oleh SIP dengan menyesuaikan komponen pengukuran dengan proses layanan yang disampaikan dalam pelaksanaan pekerjaan tersebut dan akan dipaparkan di Bab V.

2.3.5.3

Pelaporan Layanan

Mengutip dari Kardan & Akbarnejad (2014), pelaporan layanan mencakup kegiatan yang menjabarkan hasil yang dicapai oleh organisasi baik secara operasional maupun strategis serta penyampaian nilai tingkat layanan yang dapat dicapai oleh organisasidan bertujuan untuk memberikan informasi di dalam organisasi sebagai bahan pertimbangan bagi manajemen untuk membuat suatu keputusan strategis terkait dengan layanan yang disampaikan oleh organisasi tersebut. Laporan atas layanan yang disajikan harus menampilkan pendekatan yang terjadi secara aktual dan memastikan hal tersebut tidak berdampak terhadap proses bisnis organisasi. Setiap laporan dan formatnya harus memiliki metode penyampaian yang berbeda sesuai dengan penerima dan tujuan laporan serta memuat tujuan laporan secara spesifik dan sumber data dari laporan tersebut.

(34)

Pelaporan layanan merupakan indeks peningkatan terhadap layanan dalam pencapaian daya saing di pasar, sehingga penentuan metode laporan layanan merupakan hal yang mampu meningkatkan layanan tersebut di dalam suatu organisasi.

Sementara Cartlidge (2011) menjelaskan bahwa laporan di dalam suatu organisasi harus mengungkapkan masalah yang terjadi dan fokus kepada masa depan sehingga dapat menampilkan daya saing bagi organisasi tersebut agar dapat menyesuaikan sisi positif dan negatif yang dimiliki oleh organisasi tersebut. Karenanya dapat disimpulkan bahwa pelaporan layanan tersusun atas proses-proses yang menampilkan kondisi aktual dalam suatu organisasi dengan menggunakan metode yang disesuaikan dengan penerima informasi agar mampu memberikan kemampuan dalam meninjau layanan yang telah disampaikan.

2.4 Perhitungan

Tingkat

Layanan

Teknologi

Informasi

Perhitungan Tingkat Layanan dalam konsep ITIL yang disampaikan di dalam Teknologi Informasi seperti yang dikemukakan oleh Spermic, Bajgoric & Turlia (2013) berhubungan ketersediaan (availability) sistem dalam menyediakan layanan kepada para penggunannya dan dapat direpresentasikan melalui Persentase Ketersediaan Waktu ketika sistem beroperasi (contohnya ketika persentase 99% (sembilan puluh sembilan persen) dalam satu tahun berarti waktu kegagalan system adalah berjumlah 52 menit per tahun). Adapun waktu kegagalan seperti yang dikemukakan oleh Karanikas (2010) merupakan probabilitas atau kemungkinan terjadinya kegagalan dalam komponen sistem ditetapkan di dalam batas waktu yang

(35)

telah ditentukan dan indikator yang menentukan reliabilitas ini adalah tingkat kegagalan sistem.

Dengan kata lain, mengutip dari hal yang dikemukakan oleh kedua sumber tersebut di atas, maka perhitungan Persentase Ketersediaan Waktu beroperasi dapat di kalkulasi dengan mengurangi waktu operasional sistem dengan waktu kegagalan sistem dibagi dengan waktu operasional sistem dikalikan dengan seratus persen atau dapat di lihat melalui simulasi perhitungan di bawah ini.

Persentase Ketersediaan Waktu Beroperasi

: Waktu Operasional Sistem- Waktu Kegagalan Sistem ---x 100%

Waktu Operasional Sistem

Perhitungan tersebut di atas yang selanjutnya akan diadopsi untuk menghitung Persentase Tingkat Layanan yang disampaikan oleh SIP ke Bank xxx, dan merepresentasikan persentase waktu ketersediaan dari sistem yang dikelola oleh SIP dalam menyampaikan layanannya kepada Bank xxx dengan menyesuaikan waktu operasional yang ditetapkan dalam pelaksanaan pekerjaan.

2.5 Pengelolaan Resiko Layanan Teknologi Informasi

Nazımog˘lu & Ozsen (2010) memaparkan bahwa pengelolaan resiko tersusun dari aktivitas-aktivitas yang dimulai dari proses identifikasi resiko-resiko yang muncul di dalam suatu organisasi dan dapat mengganggu proses bisnis suatu organisasi, kemudian melakukan penilaian atas resiko tersebut. Suatu organisasi dapat mengklasifikasikan resiko sesuai dampak terhadap organisasi dengan proses

(36)

bisnis dalam suatu organisasi, seperti pencegahan atau penerimaan resiko yang muncul dalam penyediaan layanan teknologi informasi agar dapat berjalan pada tingkat yang dapat diterima. Proses-proses tersebut yang kemudian didefinisikan sebagai pengelolaan resiko atas suatu pekerjaan.

Seperti kutipan yang diambil dari Taylor, Artman, & Woelfer (2012) yang mengungkapkan bahwa salah satu aspek yang mampu mendorong adanya kemajuan di dalam kinerja pekerjaan proyek teknologi informasi mencakup kegiatan identifikasi dini terhadap proyek beresiko tinggi dan jika hal tersebut dapat dilakukan, maka organisasi harus mampu memastikan tindakan awal yang harus dilakukan terhadap resiko tersebut agar dampak yang dihasilkan dapat dikurangi. Namun demikian, keterkaitan antara kategori di dalam ITIL dengan pengalolaan resiko di dalam organisasi tidak ditemukan di dalam kedua jurnal tersebut. Oleh karena pada poin 2.5.1 akan dipaparkan terkait dengan resiko-resiko yang umumnya terjadi di dalam pengelolaan suatu layanan teknologi informasi dalam suatu organisasi.

2.5.1 Resiko-Resiko Dalam Pengelolaan Layanan Teknologi

Informasi

Resiko pengelolaan layanan teknologi informasi ketika tidak diterapkan secara optimal, bila mengutip dari tulisan yang kemukakan oleh Nazımog˘lu & Ozsen (2010), terdiri dari:

1. Pekerjaan ulang, yaitu pekerjaan yang dilakukan kembali ketika persyaratan yang dicantumkan di dalam kontrak tidak atau kurang sesuai setelah dilakukan

(37)

pemeriksaan atas hasil pekerjaan tersebut seperti kualitas pekerjaan dan akan menimbulkan tambahan biaya atas pekerjaan ulang tersebut.

2. Solusi yang tertunda, terjadi ketika solusi tidak disampaikan sesuai dengan waktu yang sudah ditetapkan, sehingga dapat menimbulkan kesulitan dalam proses operasi dan peningkatan biaya atas pelaksanaan layanan tersebut. 3. Denda dan penalti, terjadi dari tidak tercapainya tingkat layanan dalam

pekerjaan atau tidak terpenuhinya waktu operasi layanan yang ditetapkan dalam kontrak pekerjaan.

4. Pelanggaran hukum yang mencakup dilanggarnya hak intelektual dalam organisasi. Oleh karena itu, dalam melaksanakan pekerjaannya, perlu dibuat perjanjian antara organisasi dengan MSP sebagai penyedia layanan.

5. Layanan terhenti terjadi ketika pelanggan tidak menerima layanan sesuai dengan yang ditetapka dalam tingkat layanan. Umumnya disebabkan oleh masalah kelistrikan sehingga dapat mengganggu layanan secara keseluruhan. 6. Pemborosan merupakan suatu aktivitas yang tidak menghasilkan pendapatan

bagi organisasi dan pelanggan tidak akan membayar atas biaya yang muncul. 7. Pelanggaran terhadap keamanan yang mencakup pelanggaran atas

infrastruktur yang dimilikinya, seperti kehilangan properti berharga dari sisi pelanggan termasuk reputasi MSP selaku penyedia jasa.

8. Moral tim pekerja terganggu, mencakup rendahnya motivasi tim pekerja dikarenakan kurangnya pendanaan di dalam internal MSP. Bila tim pekerja memiliki kepuasan dalam bekerja, maka akan mempengaruhi kinerja sumber daya MSP, maupun sebaliknya.

(38)

9. Pelanggan yang tidak puas, dimana ketidakpuasan pelanggan terhadap layanan adalah situasi yang paling tidak diinginkan oleh MSP, karena akan berdampak secara langsung terhadap pekerjaannya.

Mempertimbangkan resiko-resiko tersebut di atas, apabila suatu organisasi mampu secara tepat melakukan pengelolaan terkait dengan analisa resiko, penilaian resiko dan tindakan yang harus dilaksanakan guna mengatasi resiko yang muncul, maka resiko tersebut dapat menjadi positif bagi organisasi.

2.6 Perangkat Circuit Closed Television (CCTV)

Teknologi CCTV memanfaatkan penggunaan media penyimpanan dan kamera untuk menangkap gambar obyek, beberapa diantaranya ialah dengan penggunaan Digital Video Recorder (DVR) untuk merekam data audio dan visual dan kamera untuk menangkap gambar dari suatu obyek pengamatan. Perkembangan penggunaan CCTV dalam DVR saat ini pun sudah berkembang salah satunya dalam sisi media penyimpanan, dimana menurut Poole, Zhou, & Abatis (2010), media perekaman DVR yang digunakan saat ini sudah berubah dari penggunaan kaset magnetik menjadi penyimpanan digital dalam Hard Disk (HD) dan media optik.

Beliau juga menambahkan bahwa hal yang menjadi kendala dalam penerapan DVR adalah metode penyimpanan digital adalah ketika data video yang tersimpan dalam hard disks rusak, yang disebabkan karena masalah kelistrikan atau kegagalan mengikuti prosedur operasi yang benar. Dalam memainkan data video dari perangkat DVR terdapat dua tahap yang menggunakan software khusus dari pabrikan, dimana data video dapat ditarik dari dalam perangkat DVR dengan

(39)

menggunakan melalui koneksi kabel jaringan, menggunakan perangkat USB

flashdrive kemudian dimainkan dengan menggunakan software. Namun, dalam

jurnal tersebut tidak disebutkan pemanfaatan perangkat CCTV di bidang perbankan, terutama Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Maka, pada Sub Bab 2.5.1 akan dipaparkan pemanfaatan teknologi CCTV di ATM guna membantu Bank dalam menjalankan layanannya.

2.6.1 Perangkat CCTV pada Anjungan Tunai Mandiri (ATM)

Di tinjau dari fungsinya untuk merekam suatu kejadian yang terjadi pada satu periode waktu tertentu, maka satu set perangkat CCTV, yang terdiri atas DVR dan kamera, juga dapat diiintegrasikan pada perangkat Anjungan Tunai Mandiri (ATM), dimana CCTV tersebut umumnya digunakan sebagai alat bukti yang menyediakan informasi transaksi yang terjadi pada nasabah suatu Bank. Hasil rekaman CCTV harus mampu menampilkan informasi-informasi transaksi yang dilakukan oleh nasabah, seperti nomor identitas kartu ATM, nama pelanggan, dan nilai transaksi yang dilakukan sehingga dapat digunakan untuk mengatasi kejahatan yang muncul di dalam transaksi yang dilakukan tersebut, sehingga mempermudah pihak Bank untuk membuktikan transaksi yang dikeluhkan pelanggan tersebut (Shaikh & Shah, 2012).

Beliau juga memaparkan bahwa informasi didapatkan dengan mengkonversi informasi yang terdapat di dalam jurnal elektronik yang terdapat pada mesin ATM yang digunakan agar dapat menyediakan dan menyimpan informasi terkait dengan transaksi yang terjadi pada mesin ATM dan tersimpan dalam mesin ATM dengan jangka waktu minimal dua bulan. Informasi-Informasi

(40)

yang dikeluarkan oleh jurnal elektronik tersebut yang kemudian diintegrasikan dengan perangkat CCTV ketika transaksi terjadi, sehingga hasil rekaman dapat memuat informasi transaksi dipadukan dengan gambar yang terekam pada perangkat CCTV.

Mengacu pada penjelasan tersebut, dikarenakan pekerjaan yang dilakukan oleh SIP bertujuan untuk menjaga tingkat layanan pada data rekaman yang terdapat di dalam perangkat DVR, maka untuk menjaga tingkat layanan tersebut bukan merupakan sesuatu yang mudah. Hal ini disebabkan umumnya oleh masalah kelistrikan, sehingga dapat mengakibatkan munculnya resiko terhentinya layanan seperti yang diungkapkan oleh Nazımog˘lu & Ozsen (2010). Oleh karena itu, mengutip pernyataan sebelumnya, dimana kerangka kerja ITIL versi 3 akan diintegrasikan dengan implementasi teknologi CCTV pada ATM sehingga proses pekerjaan lebih terkelola dengan baik.

2.6.2 Sistem Monitoring CCTV ATM

Sistem Monitoring CCTV ATM menurut Wang (2012) merupakan aplikasi yang digunakan untuk menangkap kejadian dan kegiatan yang terjadi pada lokasi-lokasi yang ditangkap lewat kamera CCTV secara jarak jauh di dalam suatu sistem monitoring. Longwatch (2005) menambahkan bahwa pemanfaatan Sistem Monitoring CCTV ATM ini dapat menggunakan teknologi paten yang dimiliki oleh suatu vendor teknologi atau dalam hal ini DVR serta harus mampu mendeteksi peringatan-peringatan yang muncul dari perangkat yang dimonitor oleh sistem tersebut, yakni DVR.

(41)

Longwatch (2005) juga memaparkan bahwa sistem harus mampu mengumpulkan peringatan-peringatan yang terjadi dan dikirimkan secara real time melalui koneksi jarak jauh. Sistem Monitoring CCTV ATM juga harus mampu membedakan tipe-tipe kerusakan yang terjadi pada perangkat DVR, sehingga dapat mempermudah analisa terhadap jenis insiden yang terjadi. Peringatan-peringatan yang dikirimkan oleh perangkat DVR tersebut kemudian harus dapat ditampilkan di dalam melalui browser internet dalam bentuk grafik.

Sistem Monitoring CCTV ATM ini, sebagaimana yang dipaparkan di Bab II dapat disinergikan dengan konsep Manajemen Konfigurasi dan Layanan Aset. Selain itu, berdasarkan teori yang disampaikan oleh kedua sumber tersebut akan menjadi acuan dalam implementasi Sistem Monitoring CCTV ATM dan akan dibahas secara lebih lanjut pada Bab III.

2.7 Metode Penelitian Kualitatif

Metode kualitatif menurut Mackellar (2013) tersusun atas konsep-konsep analisa dan pengujian terhadap suatu sistem yang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan sosial, seperti observasi yang mencakup pengamatan dan wawancara untuk selanjutnya dibuat catatan pengembangan terhadap sistem tersebut. Dalam penulisan ini, salah satu metode yang akan digunakan ialah dengan observasi dan sesuai dengan yang diungkapkan oleh Mackellar (2013) tersebut observasi menjadi salah satu metode pengujian kualitatif yang digunakan dimana peserta pengujian tersebut diakui memiliki reputasi yang baik untuk keperluan pengumpulan data terutama yang menyangkut interaksi yang berhubungan dengan pencatatan sifat, perbincangan, dan pengalaman. Untuk memenuhi hal tersebut,

(42)

maka peserta dari observasi dapat disesuaikan dengan berbagai aspek tergantung dari sisi yang akan di uji dan di analisa. Akan tetapi, di dalam tulisannya tersebut, beliau tidak memamparkan terkait dengan observasi dalam kaitannya dengan ITIL versi 3.

Oleh karena itu, Nabiollahi, Alias, & Sahibuddin, (2011) memaparkan bahwa dikarenakan ITIL melibatkan pemahaman terkait dengan pengelolaan layanan teknologi informasi, maka untuk mengoptimalkan pemahaman tersebut diperlukan pengalaman dan observasi terhadap pengelolaan sistem yang berjalan agar informasi untuk pengembangan sistem dapat dikembangkan. Pengamatan dan observasi kemudian dikategorikan sebagai metode kualitatif yang berperan dalam membangun dan mengembangkan sistem yang disinergikan dengan kegiatan bisnis suatu organisasi, sehingga konsep-konsep ITIL yang akan diterapkan dalam organisasi tidak bersinggungan dengan kegiatan bisnis yang berjalan. Dalam Bab selanjutnya, metode kualitatif berupa observasi yang mencakup pengamatan akan dilibatkan dalam membangun dan mengembangkan sistem agar dapat disinergikan dengan ruang lingkup kegiatan bisnis. Sementara metode penelitian kuantitatif akan dipaparkan pada Sub Bab 2.8 berikut.

2.8 Metode Penelitian Kuantitatif

Metode statistika yang bersifat kuantitatif bertujuan mengukur adanya pengaruh pada luaran yakni persentase tingkat layanan pada pekerjaan yang dilaksanakan di Bank xxx. Untuk memenuhi pengukuran kinerja, maka dilakukan analisa T-Tes yang digunakan untuk mengetahui hubungan nilai statitistik antara dua variabel, dimana seperti yang dikemukakan oleh Jagero & Beka (2011) yang

(43)

mengemukakan bahwa T-Tes digunakan untuk membandingkan nilai antara masing-masing variabel, seperti pengguna dan bukan pengguna, laki-laki dan perempuan, tua dan muda dan lain sebagainy atau untuk membandingkan dua variabel dari dua kejadian yang berbeda.

Disamping itu, Santoso (2013) juga mengungkapkan bahwa dalam memanfaatkan uji T-Tes untuk dua variabel yang sama namun memiliki perbedaan perlakuan, maka selanjutnya perlu diuji dengan menggunakan T-Tes yang berpasangan. Selanjutnya, apabila dikaitkan dengan pelaksanaan pekerjaan dalam penulisan ini, uji statistik T-Tes dapat digunakan untuk membandingkan dua variabel, yakni persentase tingkat layanan sebelum dan sesudah dilaksanakannya adopsi ITIL versi 3.

Kembali menurut pendapat Jagero & Beka (2011) yang mengungkapkan bahwa dalam pengujian T-Tes, pertama-tama data yang diuji harus terdistribusi normal atau memiliki jumlah yang cukup banyak (>30) dan jumlah kelompok data pun harus sama. Lebih lanjut menurutnya, nilai P (koefisien) mengindikasikan tingkat hubungan antara variabel dependen dan independen di dalam suatu model kasus uji coba, seperti perbandingan antar dua variabel melalui hasil perhitungan. Umumnya koefisien yang digunakan dalam T-Test memiliki nilai sebesar 0,05. Artinya. ketika nilai P berada di luar dari lingkup nilai 0,05 berarti tidak terdapat hubungan antara variabel independen dengan kata lain hipotesa awal ditolak. Hal tersebut berlaku sebaliknya.

Penjelasan-penjelasan tersebut kemudian yang menjadi dasar pemaparan dan penjelasan pada penulisan di bab-bab selanjutnya yakni bagaimana menerapkan dan menyesuaikan layanan teknologi informasi ITIL versi 3 di dalam

(44)

pelaksanaan pekerjaan, mulai dari perancangan sampai implementasi serta evaluasi berikut pelaksanaan uji statistika terkait dengan luaran berupa tingkat layanan pada satu periode tertentu di Bank xxx.

Gambar

Gambar 2.1 Grafik Sebaran Alokasi Pengalihdayaan Pekerjaan (Tankard, 2012)
Gambar 2.2 Hubungan antara ITSM dengan ITIL (Idena & Eikebrokk, 2013)
Gambar 2.3 Siklus Hidup Layanan ITIL (Cartlidge, et al., 2011)
Gambar 2.4 Siklus Hidup Layanan ITIL yang Terintegrasi (Probst & Case, 2013)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Adapun arti penting analisis lingkungan (cuplikan tanah) ini dilakukan adalah untuk memantau sedini mungkin berapa aktivitas 14C, terutama pada daerah yang

Selain itu, saya juga mengucapkan terima kasih kepada para pembaca, yaitu Pak Umar dan Pak Iben, yang telah bersedia membaca skripsi saya dan memberikan saran?. Kepada para

Plaxis output dapat dipanggil dengan mengklik toolbar Plaxis output, atau dari start menu yang bersesuaian dengan program plaxis. Toolbar Calculation pada

Desain arsitektur dari sistem pendukung keputusan pemilihan supplier obat dan alat kesehatan diproses menggunakan metode Electre dengan inputan berupa data alternatif supplier,

Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata Yunani, yaitu semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang berdasar

Penentuan mata kuliah dalam Kartu Rencana Studi (KRS) untuk memenuhi jumlah kredit yang akan diambil pada awal setiap semester dilakukan oleh mahasiswa denganper

Ensemble Learning bertujuan untuk menggabungkan keputusan dari beberapa algoritma pembelajaran untuk meningkatkan hasil akurasi (terutama algoritma pembelajaran

Dashboard adalah sebuah tampilan visual dari informasi terpenting yang dibutuhkan untuk mencapai satu atau lebih tujuan, digabungkan dan diatur pada sebuah layar, menjadi