• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISTRIBUSI PENYAKIT WSSV PADA AREAL PENGEMBANGAN BUDIDAYA UDANG WINDU DI KABUPATEN BULUKUMBA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DISTRIBUSI PENYAKIT WSSV PADA AREAL PENGEMBANGAN BUDIDAYA UDANG WINDU DI KABUPATEN BULUKUMBA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

DISTRIBUSI PENYAKIT WSSV PADA AREAL PENGEMBANGAN BUDIDAYA UDANG WINDU

DI KABUPATEN BULUKUMBA

ArifuddinTompo dan Koko Kurniawan

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan

E-mail: litkanta_05@yahoo.co.id ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian distribusi penyakit White Spot Syndrom Virus (WSSV)pada areal pengembangan budidaya udang windu di Kabupaten Bulukumba. Penelitian ini bertujuan untuk melihat tingkat prevalensi penyakit WSSV pada berbagai jenis ikan dan crustacean lainnya di sepanjang saluran pertambakan Kecamatan Bontobahari Kabupaten Bulukumba. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Januari-Desember 2012. Sampel diawetkan didalam botol yang berisi alkohol 70% untuk selanjutnya dilakukan uji PCR di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan BalaiPenelitiandanPengembanganBuadidaya Air Payau (BPPBAP), Maros.Jumlah koleksi sampel sebanyak 151 ekor dengan 16 jenis ikan, lima jenis udang, dua jenis kepiting dan satu jenis telescopium-telescopium l. Dari total sampel terdeteksi 36 sampel positif WSSV dengan prevalensi penyakit WSSV sebesar 23,8%. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa bulan yang aman untuk melakukan pemeliharaan udang sekitar bulan Juli, Agustus, dan November.

KATA KUNCI: distribusi penyakit, WSSV, jenis ikan, prevalensi, Kabupaten Bulukumba

PENDAHULUAN

Jenis perikanan budidaya yang dilakukan di Indonesia meliputi budidaya air laut, budidaya air tawar, dan budidaya air payau. Produksi tertinggi perikanan budidayadi Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2004 berasal dari perikanan tambak yaitu 559.612 ton (38,10% dari total hasil perikanan budidaya), dengan luas tambak 489.811 ha (anonim, 2006). Secara geografis, tambak di Sulawesi Selatan menyebar dari pantai barat, selatan, dan timur. Di pantai selatan, tambak dijumpai di Kabupaten Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, dan Kepulauan Selayar. Tahun 2002, tambak terluas di pantai selatan Sulawesi Selatan terdapat di Kabupaten Bulukumba yang mencapai luas 4.326 ha (Anonim, 2002), dan menurun menjadi 3.576 ha pada tahun 2006 (Anonim, 2006). Produksi total tambak di Kabupaten Bulukumba pada tahun 2006 mencapai 8.588,1 ton yang terdiri atas ikan (1.382,7 ton), krustasea (1.200,4 ton) dan rumput laut 6.005 ton).

Sistem usaha budidaya udang windu di tambak semakin berkembang sejalan dengan meningkatnya teknologi budidaya yang ada. Perkembangan tersebut ditujukan untuk meningkatkan produksi udang, akan tetapi produksi udang windu dari tahun ke tahun mengalami penurunan akibat serangan penyakit baik pada usaha perbenihan maupun pada pembesaran di tambak. Serangan penyakit yang ada disebabkan karena merosotnya mutu lingkungan, diantaranya pembuangan bahan organik dari sisa-sisa pakan, sekresi ikan, kelimpahan plankton yang tidak menguntungkan serta adanya limbah air buangan dari saluran/sungai (Chanratchacool et al., 1995).

Kerugian akibat serangan berbagai penyakit (diantaranya virus)pada suatu kawasan pengembangan tambak dapat mengakibatkan kematian udang sehingga berdampak pada penurunan produksi udang. Beberapa jenis virus yang sering menyerang budidaya udang adalah White Spot Syndrome Virus (WSSV),

Infectious hypodermal and hematopoietic necrosis virus (IHHNV), Yellow head virus ( YHV), Taura syndrome virus (TSV), dan Infectious myonecrosis virus (IMNV).

WSSV di Indonesia diperkirakan terjadi pada tahun 1995. Virus ini merupakan virus DNA, berbentuk basil hingga silindrik dengan ukuran yang berbeda-beda. Ukuran virus WSSV rata-rata 120 x 320 ± 20 nm (Kasorncandra et al., 1995). Tanda-tanda udang yang terserang WSSV adalah perubahan warna tubuh menjadi kemerah-merahan, kehilangan keseimbangan, letargik, nafsu makan berkurang,

(2)

berenang tak beraturan, bintik-bintik putih pada permukaan tubuh bahkan ada yang tidak berbintik putih lagi. Tompo et al. (2012) menyatakan prevalensi rata rata kejadian WSSV di areal pengembangan tambak di Kabupaten Pangkep adalah 38,3%;Takalar:33,4%; dan Bone: 26%.

TSV sering ditemukan pada Penaeus monodon, Metapenaeus monoceros, Macrobrachium equideus,

Scylla serrata, dan Acetes sp. Virus ini terdeteksi dalam spesimenhidup maupun mati. Demikian juga

dengan virus IHHNV, kecuali tidak ditemukan pada spesimen Scylla serrata (Ruangsri et al., 2005).Serangan TSV pertama kali dilaporkan menyerang udang vaname yang dibudidayakan di Jawa pada bulan September 2002. Pada umumnya infeksi terjadi pada umur 14-40 hari setelah penebaran di tambak, dengan tingkat kematian dapat mencapai 95%. Apabila penyakit terjadi pada umur 30 hari pertama, berarti infeksi berasal dari induk (vertikal), jika lebih dari 60 hari berarti infeksi berasal dari lingkungan (horisontal). Di Banyuwangi,virus TSV umumnya ditemukan pada bulan Januari, Mei, Juni, September, dan November (Hanggonoet al., 2003).

Mengingat potensi budidaya udang cukup menjanjikan dan merupakan komoditas unggulan Kementerian Kelautan dan Perikanan, maka perlu dilakukan penelitian untukmelihat tingkat prevalensi penyakit WSSV pada berbagai jenis ikan dan crustacean lainnya di sepanjang saluran pertambakan Kecamatan Bontobahari Kabupaten Bulukumba.

Metode Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan setiap bulan (dari Januari-Desember 2012) secara rutin di Kecamatan Bontobahari Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan. Sampel yang diambil adalah ikan dan crustacean lainnya di saluran air yang kemungkinan bisa masuk ke dalam area pertambakan. Sampel dikumpulkan menggunakan jala atau alat penangkap lainnya. Sebanyak 151 sampel berhasil dikumpulkan. Organ yang diambil untuk sampel krustase meliputi kaki renang, kaki jalan, insang, dan ekor (Lightner, 1996). Sedang untuk ikan bagian yang diambil adalah sirip atau ekor dengan sedikit daging. Sampel yang diperoleh kemudian disimpandalam botol sampel yang sudah diisi pengawet berupa alkohol 70%. Sampel selanjutnya dibawa ke lab BPPBAP Maros untuk diperiksa keberadaan virus WSSV. Sampel ikan atau udang diekstraksi untuk memperoleh genom WSSV, sampel ditimbang seberat 0,3 g selanjutnya diperiksa dengan mesin PCR untuk mereplikasi genom WSSV. Elektroforesis digunakan untuk melihat keberadaan gen WSSV yang telah di lipatgandakan dengan mesinPCR. Kit IQ 2000 digunakan untuk proses ekstraksi dan PCR pada setiap sampel. Tingkat kejadian WSSV di lokasi penelitian dihitung berdasarkan nilai prevalensi serangan terhadap jumlah semua sampel (Fernando et al., 1972).

Hasil dan Bahasan

Hasil pemantauan virus WSSV diKabupaten Bulukumba ditemukan tingkat prevalensi serangan WSSV mencapai 23,8%.Tingkatprevalensi serangan WSSV di Kabupaten Bulukumba tergolong cukup tinggi. Koko &Muharijadi (2012) melaporkan tingkat insidensi penyakit WSSV pada beberapa jenis krustase di Kabupaten Pangkep sebesar 60,7%, Bone 51,4% dan Takalar 43,5%. Tompo et al. (2012) melaporkan bahwa ikan dan krustase lainnya dapat berperan sebagai carier WSSV yang terdapat di saluran areal pertambakan Kabupaten Pangkep dengan tingkat insidensi WSSV sebesar 38,3%;Takalar 33,43%; dan Bone 26%. Berdasarkan data tersebut, Kabupaten Bulukumba masih tergolong rendah tingkat prevalensi WSSV yang terjadi pada jenis ikan dan krustacea lainnya. Tingkat prevalensi WSSV di Kabupaten Bulukumba disajikan pada Tabel 1.

Dari Tabel 1terlihat bahwa hampir setiap bulan terjadi serangan WSSV pada saluran pertambakan di Kecamatan Bontobahari Kab. Bulukumba. Bulan yang masuk kategori rawan terjadinya penyakit

Tabel 1. Tingkat prevalensi WSSV di Kecamatan Bontobahari Kabupaten Bulukumba

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kab

Bulukumba 100 33,3 25 14,3 90 8,3 0 0 6,7 33,3 0 27,3 Asal sampel Prevalensi WSSV setiap bulan per kabupaten (%) selama penelitian

(3)

Tab el 2 . Sam p el y ang d ip er o le h d i K ec am at an B o nt o b ahar i K ab up at en B ul uk um b a se lam a p ene lit ian tahun 2 0 1 2 d an has il p em er ik saan PCR

(4)

WSSV adalah bulan Januari-Juni, September, Oktober, danDesember. Sedang bulan yang relatif aman untuk budidaya udang ditemukan pada bulan Juli, Agustus, dan November. Sehingga disarankan untuk pembudidaya harus menerapkan biosecurity yang benar-benar baik, dengan tidak mengambil air pada bulan-bulan rawan WSSV. Penerapan biosecuritydi tambak akan dapat menghindari masuknya ikan-ikan dan krustase liar sebagai carier pemicu adanya WSSV kedalam areal tambak (Tabel2).

Dari hasil pemeriksaan PCR (Tabel 2), organisme yang sering menunjukkan hasil positif WSSV adalahikan (15,23%),kepiting liar (5,96%),dan udang liar (2,64%) yang terdapat di saluran pertambakan.Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Hosein(2001)danTompo et al. (2012) bahwa udang dan kepiting liar hasil tangkapan dari laut dan saluran pertambakan sering terdeteksi positif WSSV. Pada krustase liar yang menunjukkan hasil positif, tidak semua memiliki tanda bintik putih pada karapas. Spesies ikan yang sering menunjukkan hasil positif adalah mujair (Tilapia mosambica), ikan kerung-kerung dan ikan beseng. Kejadian WSSV pada ikan adalah hal yang baru, selama ini WSSV hanya menyerang golongan krustase dan menimbulkan tingkat pathogenitas yang tinggi. Pada ikan, WSSV menunjukkan hasil positif, meskipun belum diketahui bagaimana tingkat pathogenitasnya. Ikan dapat berfungsi sebagai carier penyakit WSSV dan menyebarkannya di lingkungan pertambakan. Jika hal ini terjadi terus menerus maka akan menjadi tantangan berat pada pembudidaya udang.

Prevalensi kejadian WSSV pada bulan Januari-Februari berkaitan dengan kondisi lingkungan yang kurang baik,dimana pada bulan tersebut adalah puncak musim hujan. Kondisi suhu udara yang sangat dingin sepanjang hari dapat sebagai stresor alami bagi organisme air sehingga lambat laun terjadi penurunan tingkat kekebalan tubuh. Penurunan tingkat kekebalan tubuh memicu masuknya penyakit, salah satunya WSSV. Sesuai dengan hasil penelitian Peng et al. (1998) menyebutkan infeksi WSSV sangat patogenik pada udang yang diberikan stresor, hal ini karena mekanisme pertahanan udang tidak dapat mencegah dan menahan perbanyakan virus WSSV saat kondisi stres (Tabel3).

Berdasarkan data populasi bakteri (Tabel 3),menunjukkan bahwa selama masa pemantauan dari bulan Januari sampai Desember 2012 tidak terjadi peningkatan populasi bakteri yang membahayakan hewan budidaya.

KESIMPULAN

Tingkat prevelensi WSSV di Kecamatan Bontobhari Kabupaten Bulukumba sebesar 23,8%. Berdasarkan tingkat prevelensi bulanan, masa tanam udang yang yang aman di kecamatan Bontobahari adalah bulan Juli, Agustus, dan November. Disarankan untuk pembudidaya harus menerapkan biosecurity yang benar-benar baik dan tidak mengambil air pada bulan-bulan rawan WSSV.Populasi bakteri vibrio sp yang diperoleh pada Kec.Bontobahari Kab. Bulukumba masih berada pada kisaran yang layak untuk kegiatan usaha budidaya.

DAFTAR ACUAN

Anonim. 2002. Laporan Statistik Perikanan Sulawesi Selatan 2005. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan,Makasar.

Anonim. 2003. Laporan Statistik Perikanan Sulawesi Selatan 2005. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan,Makasar.

Anonim. 2006. Statistik Perikanan Perikanan Budidaya Indonesia Sulawesi 2005. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, Jakarta, 116 hlm.

Anonim. 2008. Laporan Teknis Anggaran 2008 Riset Pemetaan dan Daya Dukung Lahan Perikanan Tabel 3. Hasil Isolasi bakteri Vibrio selama pemantauan di Kecamatan Bontobahari Kabupaten

Bulukumba

5 6 7 8 9 10 11 12

Kab. Bulukumba 2,6 X 102 2,05 X 102 9,0 X 103 7,35 X 102 1,93 X 102 3,1 X 102 2,65 X 102 7,85 X 103

(5)

Pesisir. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros, 266 hlm.

Anonim. 2002. Inctruction Manual Detection and Prevention System for White Spot Syndrome Virus (WSSV), Taiwan, 18 pp.

Chanratchakool, P.& Limsuwan, C. 1998. Application of PCR and formalin treatment to prevent White Spot Disease in Shrimp. p. 287-289. In Flegel TW. (Ed.). Advances in shrimp biotechnology. National Center for Genetic Engineering and Biotechnology, Bangkok.

Fernando, C.H., Furtado, J.I.,Gussy, A.V., Hanek, G.,&Kakonge, S.A. 1972. Methods for the study of fresh water fish parasite. University of Waterloo. Biology series 5.

Hanggono, B., Nur’aini, Y.L., Murdjani, M., Triastutik, G., &Nursanto, D.B. 2003. Monitoring of Taura Syndrome Virus (TSV) in cultured Litopenaeus vannamei from east Java-Indonesia.

Hosein, M.S., Chakraboty, A.,Joseph, B.,Otta, S.K.,&Karunasagar, C. 2001. Detection of new host for WSSV of shrimp using nested PCR. Aquaculture, 198:1-11.

Kasornchndra, J., Boonyaratpalin, S., Khongpradit, R., &Ekpanithanpong U. 1995. Mass mortality by sistemic bacilliform virus in cultured penaid shrimp, Penaeus monodon,in Thailand. Asian ShrimpNews, p.2-3.

Lightner, D.V., Bell, T.A.,Redman,R.M.,Mohley,L.L.,Atividad, J.M.,Rukyani, A., &Poernomo. 1992. A review of some major diseases of economic significance in Penaeid prawns/shrimps of the Americas and Indopacific. p. 57-80. In Shariff, M., R.P.Subasinghe, and J.R. Arthur (Eds.), Diseases in Asian Aquaculture I. Fish Health Section, Asian Fisheries Society, Manila, Philippines.

Peng, S.E., Lo, C.F., Liu, K.F., & Kou, G.H. 1998. The Trasition from pre patern-patern infection of White Spot disease Syndrom Virus in Penaeus monodonTrigered by period excition. Fish Pathology, 33(4): 10, 395-400.

Tompo, A., Susianingsih, E.,& Ali, M.I.M. 2009. Laporan teknik aplikasi bakterin dengan penggunaan binder yang berbeda pada budidaya udang di tambak. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Tompo, A., Kurniawan, K., &Atmomarsono, M. 2012. Pemantauan penyakit WSSV pada areal

(6)

DISKUSI

Nama Penanya: Muliani Pertanyaan:

Untuk membedakan serangan jenis penyakit, distribusi WSSV pada saluran Tanggapan:

Memang benar kegiatan ini akan indikatif sebaran WSSV akan tetapi dibagi untuk tulisa ilmiah hanya pada ikan-ikan yang dijumpai pada saluran. Tujuan mencari carrier saja.

Nama Penanya: Herlina Jompa Pertanyaan:

Data Produksi tambak tahun 2002 di update (saran) Tanggapan:

Data yang digunakan dari tahun 2002-2006 hasil penelitian pemetaan Belum ada data baru yang di peroleh

Gambar

Tabel 2.Sampel yang diperoleh di Kecamatan Bontobahari Kabupaten Bulukumba selama penelitian tahun 2012 dan hasil pemeriksaan PCR

Referensi

Dokumen terkait

xi = jumlah individu yang ditemukan pada tiap famili ti = nilai toleransi dari famili (Lampiran 4). n = jumlah organisme yang ditemukan pada

Kegiatan PKM ini merupakan rangkaian kegiatan dari PKM STMIK Amik Riau yang berjudul “ PKM teknologi RFID Internet of Things menuju Smart School di SMK N 1

Aktor penjual berasosiasi dengan use case buat akun, yang selanjutnya dari use case buat akun tidak berasosiasi dengan use , artinya setiap aktor penjual yang

Untuk itu sudah sewajarnya bila dalam proses pembelajaran media pembelajaran harus benar- benar direncanakan dan digunakan dengan sebaik-baiknya oleh semua guru, maka dari itu

Kausa dapat juga diartikan sebagai dasar objektif yang menjadi latar belakang terjadinya suatu perjanjian. Kausa bukan merupakan keinginan subjektif dari para pihak yang

Model matematika yang terbentuk dapat digunakan dalam perancangan reaktor kolom tunggal untuk proses dekafeinasi, memprediksi waktu dan laju proses dekafeinasi biji

Number of teachers and pupils of government junior high school by sex in Kalibawang District 2007 Guru/Teacher Murid/Pupils Nama Desa Villages Laki -laki Male Perempuan Female

menindak segala pelanggaran... 6 memiliki misi yaitu memperkuat pro#esi akuntan. 6 memiliki misi yaitu memperkuat pro#esi akuntansi di seluruh dunia dan