• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan akar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan akar"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Jagung (Poales) mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu (a) akar seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan akar seminal akan melambat setelah plumula muncul ke permukaan tanah . Akar adventif adalah akar yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian setelah akar adventif berkembang dari tiap buku secara berurutan dan terus ke atas antara 7 - 10 buku, semuanya di bawah permukaan tanah. Akar adventif berkembang menjadi serabut akar tebal. Akar adventif berperan dalam pengambilan air dan hara. Akar kait atau penyangga adalah akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah. Fungsi dari akar penyangga adalah menjaga tanaman agar tetap tegak dan mengatasi rebah batang. Akar ini juga membantu penyerapan hara dan air (Subekti et all., 2007).

Batang tanaman jagung bulat silindris dan tidak berlubang seperti halnya batang tanaman padi, tetapi padat dan berisi berkas berkas pembuluh sehingga mungkin memperkuat berdirinya batang. Demikian juga jaringan kulit yang tipis dan keras yang terdapat pada bagian luarnya (Warisno, 1998).

Daun mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan tanaman terutama dalam penentuan produksi. Sebab pada daun tersebut terjadi beberapa aktifitas tanaman yang sangat mendukung proses perkembangan tanaman. Pada tanaman jagung menempel daun yang jumlahnya antara 8 sampai 48 helai tetapi biasanya berkisar 12 - 18 helai. Hal ini tergantung varietas dan umur tanaman jagung. Jagung berumur genjah biasanya memiliki jumlah daun sedikit, sedangkan yang

(2)

berumur dalam berdaun lebih banyak. Tipe daun digolongkan ke dalam linear. Panjang daun bervariasi biasanya antara 30 cm dan 150 cm sedangkan lebarnya dapat mencapai 15 cm. Adapun tangkai daun/pelepah daun normal biasanya antara 3 cm sampai 6 cm (Irfan, 1999).

Pada satu tanaman jagung terdapat bunga jantan dan bunga betina yang letaknya terpisah. Bunga jantan terletak pada bagian ujung tanaman, sedangkan bunga betina pada sepanjang pertengahan batang jagung dan berada pada salah satu ketiak daun.Bunga jantan disebut juga staminate. Bunga ini terbentuk pada saat tanaman sudah mencapai pertengahan umur. Bunga jantan yang terbungkus ini di dalamnya terdapat benang sari. Di samping itu bagian dari bunga jantan yang lain glumae (sekam kelopak), sekam tajuk atas, sekam tajuk bawah , kantong sari berjumlah 3 pasang yang panjangnya lebih kurang 6 mm. Di dalam kantong sari terkandung tepung sari yang jumlahnya kira-kira 2500 butir (Irfan, 1999).

Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung varietas. Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol jagung yang terletak pada bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar dibanding yang terletak pada bagian bawah. Setiap tongkol terdiri atas 10 - 16 baris biji yang jumlahnya selalu genap (Subekti et all., 2007).

Biji jagung terletak pada tongkol yang tersusun memanjang. Pada tongkol/ janggel tersimpan biji-biji jagung yang menempel erat, sedangkan pada buah jagung terdapat rambut-rambut yang memanjang hingga keluar dari pembungkus. Pada setiap tanaman jagung terbentuk 1 - 2 tonggkol. Biji jagung memiliki bermacam-macam bentuk dan variasi. Perkembangan biji dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain varietas tanaman, tersedianya kebutuhan makanan di

(3)

dalam tanah dan faktor lingkungan seperti sinar matahari, kelembaban udara. Angin panas dan kering dapat mengakibatkan tepung sari tidak keluar dari pembungkus atau tidak tumbuh sehingga penyerbukan terganggu (Irfan, 1999).

Warna biji jagung bermacam-macam, merah, ungu, kuning, dan putih. Kadang-kadang ada biji jagung yang berwarna ungu dengan titik-titik yang berwarna putih. Titik warna putih pada biji jagung tidak sesuai dengan prinsip genetika Mendel. Mungkin individu ini mempunyai biji-biji yang banyak warna, bukan satu warna (Iriani et all., 2007).

Syarat Tumbuh Iklim

Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai lingkungan. Jagung tumbuh baik di wilayah tropis hingga 50° LU dan 50° LS, dari dataran rendah sampai ketinggian 3.000 m di atas permukaan laut (dpl), dengan curah hujan tinggi, sedang, hingga rendah sekitar 500 mm per tahun (Iriani et all., 2007).

Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan ideal sekitar 85 - 200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya jagung ditanam diawal musim hujan, dan menjelang musim kemarau. Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat merana, dan memberikan

hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah (Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu

(4)

Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21 - 34 derajat C, akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23 - 27 derajat Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan

suhu yang cocok sekitar 30 derajat C. Saat panen jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik daripada musim hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan hasil

(Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 2014).

Curah hujan yang ideal untuk tanaman jagung adalah antara 100 mm - 200 mm per bulan. Curah hujan paling optimum adalah sekitar 100 mm - 125 mm per bulan dengan distribusi yang merata. Oleh karena itu, tanaman jagung cenderung amat cocok ditanam di daerah yang beriklim kering (Rukmana, 1997).

Tanah

Tanaman jagung mempunyai daya adaptasi baik terhadap berbagai jenis tanah. Hampir semua jenis tanah pertanian cocok untuk pengembangan budi daya jagung. Jenis tanah yang paling ideal untuk menghasilkan tanaman jagung semi (baby corn) adalah tanah andosol, latosol, dan Podsolik Merah Kuning (PMK). Hal yang penting untuk diperhatikan adalah tanahnya subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi dan drainasenya baik, serta memiliki pH antara 5,5 - 7,5. Jenis tanah latosol dan PMK yang umum terdapat di dataran rendah, cocok untuk budidaya jagung, dengan menerapkan paket teknologi anjuran yang paling sesuai di daerah setempat. Tanah latosol dan PMK umumnya ber-pH rendah, sehingga diperlukan pengapuran dan pemupukan berimbang, sesuai keadaan tanah setempat (Rukmana, 1997).

(5)

Tanaman jagung tumbuh baik hampir di semua semua jenis tanah. Tetapi tanaman ini akan tumbuh lebih baik pada tanah gembur, kaya akan humus, karena tanaman jagung mengkehendaki aerase dan drainase yang baik. Tanah yang kuat menahan air tidak baik untuk di tanam jagung karena pertumbuhan akarnya kurang baik atau akar-akarnya akan busuk (Pinem, 1991).

Periode kritis

Kompetisi berasal dari kata competere yang berarti mencari atau mengejar sesuatu secara bersamaan dibutuhkan oleh lebih dari satu pencari. Persaingan (kompetisi) timbul dari tiga reaksi tanaman pada faktor fisik dan pengaruh faktor yang dimodifikasikan pada pesaing-pesaingnya. Dua tanaman meskipun tumbuh berdekatan, tidak akan saling bersaing bila bahan yang diperebutkan jumlahnya berlebihan. Bila salah satu bahan tersebut berkurang maka persaingan akan timbul, sehingga istilah persaingan menerangkan kejadian yang menjurus pada hambatan pertumbuhan tanaman yang timbul dari asosiasi lebih dari satu tanaman dan tumbuhan lain (Moenandir, 2010).

Periode kritis prinsipnya merupakan saat suatu pertanaman berada pada kondisi yang peka terhadap lingkungan terutama unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh. Bila gulma tumbuh dan mengganggu pertanaman pada periode kritis tersebut maka tanaman akan kalah bersaing dalam hal penggunaan unsur-unsur yang diperlukan untuk pertumbuhannya sehingga pertumbuhan tanaman terhambat, yang pada akhirnya akan menurunkan produksi tanaman. Periode kritis untuk persaingan gulma pada setiap pertanaman dipengaruhi oleh umur, kemampuan tanaman untuk bersaing, serta jumlah dan macam spesies gulma yang

(6)

berasosiasi. Pengetahuan periode kritis untuk persaingan gulma sangat penting dalam usaha mencapai efisiensi tindakan pengendalian gulma (Sukman, 2002).

Kompetisi ialah satu bentuk hubungan antar dua individu atau lebih yang mempunyai pengaruh negatif bagi kedua pihak. Kompetisi dalam suatu komunitas tanaman terjadi karena terbatasnya ketersediaan sarana tumbuh yang dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh normal (Aldrich, 1984).

Kompetisi terjadi sejak awal pertumbuhan tanaman. Semakin dewasa tanaman, maka tingkat kompetisinya semakin meningkat hingga suatu saat akan mencapai klimaks. Kemudian akan menurun secara bertahap. Saat (periode) tanaman peka terhadap kompetisi gulma disebut periode kritis. Di luar periode tersebut gulma tidak menurunkan hasil tanaman sehingga boleh diabaikan (Soejono, 2009).

Derajat kompetisi tertinggi terjadi pada saat periode kritis pertumbuhan. Hal tersebut disebabkan keberadaan gulma sangat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Periode kritis ialah periode atau saat dimana gulma dan tanaman budidaya berada dalam keadaan saling berkompetisi secara aktif (Zimdahl, 1980).

Gulma tanaman jagung

Gulma menyaingi tanaman terutama dalam memperoleh air, hara dan cahaya. Menurut penelitian yang dilakukan di Mexico, tanaman jagung sangat peka terhadap tiga faktor ini selama periode kritis antara stadia V3 dan V8, yaitu stadia pertumbuhan jagung dimana daun ke-3 dan ke-8 telah terbentuk. Sebelum stadia V3, gulma hanya mengganggu tanaman jika gulma tersebut lebih besar dari tanaman jagung, atau pada saat tanaman mengalami cekaman kekeringan. Antara

(7)

stadia V3 dan V8, tanaman jagung membutuhkan periode yang tidak tertekan oleh gulma. Setelah V8 hingga matang, tanaman telah cukup besar sehingga menaungi dan menekan pertumbuhan gulma. Pada stadia lanjut pertumbuhan jagung, gulma dapat mengakibatkan kerugian jika terjadi cekaman air dan hara, atau gulma tumbuh pesat dan menaungi tanaman (Lafitte, 1994).

Terdapat 43 jenis gulma yang tumbuh pada pertanaman jagung yang terdiri dari 12 jenis rerumputan, 5 teki-tekian, dan 26 jenis gulma berdaun lebar. Jenis-jenis yang dominan pada pertanaman ini adalah D. ciliaris, A. conyzoides,

P. distichum, E. indica, B. alata, P. niruri, C. dactylon, Althernanthera philoxeroides dan Synedrella nodiflora (Sastroutomo, 1990).

Gulma yang tumbuh pada pertanaman jagung berasal dari biji gulma itu sendiri yang ada di tanah. Jenis-jenis gulma yang mengganggu pertanaman jagung perlu diketahui untuk menentukan cara pengendalian yang sesuai. Selain jenis gulma, persaingan antara tanaman dan gulma perlu pula dipahami, terutama dalam kaitan dengan waktu pengendalian yang tepat. Jenis gulma tertentu juga perlu diperhatikan karena dapat mengeluarkan senyawa allelopati yang meracuni tanaman (Fadhly dan Fahdiana, 2009).

Gulma yang lazim tumbuh di areal pertanian jagung digolongkan atas golongan seperti Digitaria ciliaris, Paspalum distichum, dan eleucine indica, golongan teki seperti Ciperus rotundus dan golongan berdaun lebar Ageratum

conozoides, Boreria latifola dan Pylanthus niruri ( Irfan 1999), selanjutnya

sinuraya (1989) mengemukakan nahwa gulma yang tumbuh di areal pertanaman jagung adalah Imperata cylindrical, Cyperus rotundus, Ageratum conizoides dan

(8)

Jenis gulma yang tumbuh pada lahan penelitian jagung yang dilaksanakan di daerah Malang dengan jenis tanah andosol cokelat yaitu Cynodon dactylon (Grintingan), Echinocloa colona (Tuton), Commelina sp (Jleboran),

Cyperus rotundus (Teki), Marselia crenata (Semanggi), Amaranthus spinosus

(Bayam), Ageratum conizoides (Wedusan), Eleusin Indica (Lulangan), dan

Protulaca oleraceae (Krokot). Periode kritis jagung pada penelitian tersebut

antara hari ke-20 dan hari ke-45 (Moenandir, 2010). Pengendalian gulma tanaman jagung

Efisiensi pengendalian gulma tergantung efektivitas tindakan yang memadai untuk mencapai batas minimum pengendalian tertentu. Pengendalian gulma secara penuh dibawah semua kondisi mungkin tidak diperlukan dan tidak di anjurkan. Pada semua pertanaman terdapat suatu periode yang saat itu gulma seharusnya dipertahankan di bawah batas daya saing tertentu sehingga dicapai produksi maksimum dan periode dimana gulma dapat dibiarkan tumbuh dengan tanaman tanpa mengurangi produksi sehingga tindakan pengendalian tidak perlu dilakukan. Pengendalian gulma yang penting dilaksanakan pada semua

pertanaman umumnya pada saat periode kritis persaingan gulma (Sukman dan Yakub, 1995).

Dengan diketahuinya periode kritis suatu tanaman, maka saat penyiangan yang tepat menjadi tertentu. Penyiangan atau pengendalian yang dilakukan pada saat periode kritis mempunyai beberapa keuntungan. Misalnya frekuensi pengendalian menjadi berkurang karena terbatas di antara periode kritis tersebut dan tidak harus dalam seluruh siklus hidupnya. Dengan demikian biaya, tenaga

(9)

dan waktu dapat ditekan sekecil mungkin dan efektifitas kerja menjadi meningkat (sastroutomo, 1990).

Penyiangan dimaksudkan untuk membersihkan/menghilangkan tumbuhan pengganggu (gulma) yang dapat merugikan pertumbuhan tanaman jagung. Penyiangan pertama kali dilakukan pada waktu tanaman jagung berumur kira-kira 15 hari setelah tanam. Pada umur tersebut biasanya sudah ada gulma yang dapat merugikan tanaman jagung. Penyiangan kedua dilakukan pada saat tanaman jagung berumur 3-2 minggu setelah tanam (Warisno,1998).

Tanaman memerlukan penyiangan sempurna untuk mencegah pertumbuhan gulma. Penyiangan yang tepat dilakukan sebelum tajuk gulma menghentian penyerapan zat-zat makanan dari tanah. Penundaan penyiangan sampai gulma berbunga menyebabkan pembongkaran akar gulma tidak maksimum dan gagal mencegah tumbuhnya biji-biji gulma yang viabel sehingga memberi kesempatan untuk perkembangbiakan dan penyebarannya. Penyiangan pada awal pertumbuhan tanaman, kesulitan membedakan bibit gulma dan bibit tanaman serta kemungkinan kerusakan bibit tanaman, merupakan resiko tersendiri. Kondisi iklim sangat menentukan praktek penyiangan di lapangan. Selama hari-hari hujan penyiangan tak mungkin dilakukan dan barangkali

terpaksa gulma dibiarkan hingga melewati periode kritis (Sukman dan Yakub, 1995).

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kepada Tuhan yang telah memberikan penyertaan, tuntunan, pertolongan dan kekuatan kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

Hasil penelitian diperoleh nilai t hitung > t tabel dan ρ < 0,05 maka variabel kualitas produk berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan, sehingga

Strategi yang kami siapkan untuk bisnis laundry ini adalah dengan harga jual jasa yang terjangkau, kualitas baik, efektif, efisien, proses pencucian dipisah-pisah

Larangan praktek diskriminasi ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pasal 19 huruf (d), sebagaimana disebutkan bahwa ”Pelaku usaha dilarang melakukan satu

qs pr BdMt ne DutAMgAš ke S§AqQs guf btlAye SÈr DutAMgAš k A sýyk áAk Arse sevn k rnevAlAš k oSXArh gufAš se yuEt honA btlAyA ¦ qn duÏk r vRtAš k AinBAnA hr ik sIke bs k IbAt

Metode-metode tersebut pada umumnya merupakan metode yang berisi kegiatan yang mengaktifkan siswa (seperti bekerja dan diskusi kelompok, presentasi, menanggapi, mengemukakan

Evaluasi kontek cara menilai kebutuhan serta memberikan gambaran terhadap lingkungan tempat penelitian, Evaluasi input menentukan masukan sumber-sumber yang akan

Mahasiswa yang tidak memenuhi jumlah minimal kehadiran dalam mengikuti kegiatan akademik sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam satu semester yang menjadi