• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGGAGAS METODE & LEMBAGA PEMERINGKATAN DATA SPASIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENGGAGAS METODE & LEMBAGA PEMERINGKATAN DATA SPASIAL"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

MENGGAGAS METODE & LEMBAGA PEMERINGKATAN

DATA SPASIAL

Dr.-Ing. Fahmi Amhar1), Ir. Agus Prijanto, M.Surv.Sc.2)

1) Peneliti Pusat Pemetaan Dasar Rupabumi dan Tata Ruang, Bakosurtanal 2) Kepala Biro Perencanaan dan Umum, Bakosurtanal

Jl. Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong, famhar@telkom.net

Abstrak

Tulisan singkat ini hendak menunjukkan suatu model untuk menilai kesediaan data spasial kita. Model ini berguna untuk mengukur kesesuaian nilai sumberdaya nasional (baca: anggaran) yang kita kerahkan dengan data spasial yang didapat, sekaligus untuk mendayagunakan data spasial yang sudah ada agar lebih bermanfaat lagi untuk menjadi instrumen pembangunan.

Permasalahan

Ada sejumlah pertanyaan berkaitan dengan ketersediaan data spasial (misal peta RBI) yang tidak selalu mudah untuk dijawab. Misalnya:

- Berapa luas wilayah teritorial kita yang belum terpetakan?

- Berapa lama kita akan bisa

menyelesaikan sisa wilayah itu?

- Mengapa peta-peta yang tersedia

ternyata jelek, tidak bisa dipakai? dan sebagainya.

Pertanyaan, “berapa luas wilayah kita yang belum terpetakan” sulit dijawab dengan tepat, karena tergantung dengan skala atau tingkat kedetilan yang dimaksud, atau dengan usia peta yang ada. Kalau sekedar ingin menyenangkan penanya, kita bisa jawab: “Seluruh Indonesia sudah dipetakan” – “tetapi dalam skala 1:1 juta”. Tentunya jawaban itu akan kurang memuaskan. Sedang bila yang dimaksud adalah dalam skala – misalnya 1:50.000, maka sebenarnya tetap saja tidak akan memuaskan, karena meski telah dipetakan dalam skala ini, ada banyak daerah yang peta itu telah berusia lebih dari 25 tahun!

paruh” tiap unsurnya tidak sama. Unsur hipsografi seperti terrain, gunung, lembah, sungai dan garis pantai, mungkin sangat lambat perubahannya. Garis batas administrasi atau nama-nama geografis (toponim) berubah lambat (walaupun di era otonomi daerah ini cukup banyak daerah yang batasnya berubah cepat karena pemekaran). Namun permukiman, bangunan dan jalan lebih cepat berkembang. Dan yang paling cepat adalah penutup lahan (landcover) yang bahkan bisa setiap musim berubah, misalnya dari sawah menjadi ladang palawija atau tegalan.

Jadi jika ditanya “berapa lama untuk selesaikan sisa wilayah”, maka kita perlu balik bertanya lebih rinci, apakah yang dimaksud yang sama sekali tak ada data (content=0), atau yang sudah ada namun belum dimutakhirkan sejak lama? Karena juga tergantung pengguna (user), apakah suatu peta dianggap masih bisa dipakai, atau adanya sama dengan tidak adanya (karena data yang dibutuhkan ternyata tidak didapatkan).

Oleh karena itu ketika ada pertanyaan, “mengapa peta-peta yang tersedia jelek, tidak bisa dipakai?”, kita harus melihat

(2)

1:50.000 meski hanya berisi garis kontur dan sungai, serta sudah berusia 30 tahun. Namun seorang analis pertanian, akan lebih concern pada informasi tentang penutup lahan, di samping informasi permukiman dan jaringan jalan. Sedang bagi seorang petugas spedisi, informasi jaringan jalan tidak cukup sekedar posisi geometri, namun juga nama jalan. Pada petugas spedisi yang sudah menggunakan perangkat sistem informasi geografis (GIS), data jalan ini bahkan tidak cukup sekedar grafik, namun harus vektor yang saling terkoneksi secara topologi sehingga bisa dihitung jaraknya dan intekoneksinya. Dengan analisis ini dia bisa membuat route terefisien bagi tugas spedisinya.

Dengan melihat persoalan-persoalan di atas, penulis mengusulkan sebuah model yang terdiri dari “4C” – yakni dari Content – Correctness – Currentness dan Coverage (lihat gambar 1).

Model ini penyederhanaan dari model “10C” yang juga pernah dilontarkan untuk melihat kualitas data (Amhar, 2003). Pada model pemeringkatan data, aspek Consistency, Communicative dan Creativity Level dihimpun bersama “Correctness”. Sedang aspek “Cost, Conformity to Law dan Context” lebih bermain pada pilihan teknologi untuk mencapai “Content, Correctness dan Currentness”, serta memperluas “Coverage”.

Coverage Area

Currentness

Content

Hypsography Hydrology Roads Settlement Landcover Admin Boundary Toponym

Correctness

- scale / resolution - consistency - communicative - creativity level

(3)

Dari model di atas, maka bisa dibuat suatu scoring atas kondisi data spasial yang tersedia. Score itu kemudian bisa dibobot dengan anggaran yang telah digunakan untuk meraih masing-masing aspek.

Pada sisi pengguna, score dibobot dengan nilai kebutuhan mereka. Jika pengguna lebih utamakan Curentness (kemutakhiran) daripada Ketelitian (Correctness) maka bobot Curentness akan lebih tinggi. Demikian juga jika Content yang menyeluruh mendapat apresiasi yang lebih tinggi dibanding area cakupan (Coverage), maka Content mendapat bobot lebih tinggi. Sebagai LPND, Bakosurtanal harus melayani semua jenis pengguna, sehingga bobot untuk 4C ini seimbang. Maka scoring dibuat apa adanya berdasarkan suatu ceklist pada masing-masing C. Score total diperoleh dengan mengalikan score dari tiap-tiap aspek.

Aspek coverage (0 – 1)

score 0 = tidak ada, dan score 1 = ada. Dengan demikian, pada area yang belum ada data sama sekali, score akan = 0.

Aspek content (1 – 10):

score 4 untuk hipsografi (DEM, kontur) karena untuk mendapatkannya dibutuhkan biaya dan effort yang paling tinggi.

Score 1 untuk 6 unsur yang lain (sungai, jalan, permukiman, penutup lahan, batas dan nama-nama geografis).

Jadi pada peta rupabumi lengkap akan terdapat nilai 10. Sesungguhnya score untuk content juga tergantung level correctnessnya.

Aspek correctness (0-160):

Dalam correctness ada 4 unsur yang dinilai, yaitu skala, konsistensi informasi di dalamnya, level data (creativity level), dan

Unsur skala (1-5):

score 1 untuk peta 1:250.000 score 2 untuk peta 1:100.000 score 3 untuk peta 1:50.000 score 4 untuk peta 1:25.000 score 5 untuk peta 1:10.000

Pada citra, skala disesuaikan dengan resolusi data raster yang equivalen.

Unsur konsistensi informasi (1-2):

score 1 untuk peta yang masih mentah, banyak hal belum dicek konsistensinya satu sama lain (termasuk edge-matchingnya) – tapi dianggap sudah lumayan karena sudah ada data.

score 2 untuk peta yang telah dicek konsistensi internalnya dan telah lulus. Unsur creativiy level (1-4):

Data mentah tetaplah data. Data raster (citra) dengan tambahan informasi minimal atau hanya interpretasi pertama yang mungkin lebih bersifat sketsa (belum menggunakan alat canggih), sudah interpretasi. Tentunya yang kita butuhkan adalah data hasil interpretasi dengan alat yang memadai, sudah dikonfirmasi di lapangan dan dianggap sudah sah.

score 1 – data mentah + interpretasi pertama score 2 – interpretasi dengan alat yang memadai

score 3 – sudah konfirmasi di lapangan score 4 – sudah ditetapkan

Di dalam praktik, unsur yang berbeda bisa memiliki creativity level yang berbeda. Misalnya, penutup lahan sudah terkonfirmasi di lapangan, namun batas administrasi, berhubung banyak pemekaran, atau perlu effort yang lebih besar, belum terkonfirmasi di lapangan. Pada kasus semacam ini, semestingan score ini dibobot dengan unsur dalam content yang terlibat saja.

Unsur communicative (0-4):

(4)

score 2 untuk peta yang bisa dibaca secara manual (hardcopy atau softcopy raster / JPEG).

Score 3 untuk peta yang yang juga bisa dibaca dengan sistem CAD atau GIS sebagai flat-file.

Score 4 untuk peta yang sudah dalam sistem database terpadu dan memiliki mekanisme DB-driven cartography & GIS.

Aspek currentness (1 – 5):

score 1 – data telah berusia 25 tahun/lebih score 2 – data berusia 10 – 25 tahun score 3 – data berusia 5 – 10 tahun score 4 – data berusia 1 – 5 tahun

score 5 – data berusia kurang dari 1 tahun. Seharusnya, score currentness harus disesuaikan untuk content, karena “waktu paruh” untuk masing-masing content tidak sama.

Bila bobot seluruh aspek adalah sama, maka score tertinggi adalah 8000, yakni didapat oleh data dengan spesifikasi sebagai berikut: - menutup area (1)

- ketujuh content rupabumi ada (10) - skala 1:10.000 (5)

- informasi telah di-QC dan konsisten (2) - isinya sudah ditetapkan sah, termasuk

data batas telah batas yang disahkan (4) - bisa sudah tersedia dalam DB-spasial

dan ada mekanisme DB-driven cartography (4)

- usia data kurang dari 1 tahun (5)

Score ini akan turun menjadi 6400 di tahun berikutnya tatkala data sudah berusia lebih dari satu tahun.

Dengan melihat kondisi ini, maka dapat dibuat suatu tabel peringkat data spasial di Bakosurtanal, khususnya di Pusat Pemetaan Dasar Rupabumi dan Tata Ruang sebagai berikut:

Tabel-1: peringkat sebagian data spasial yang tersedia di Pusat PDRTR Bakosurtanal

1:10k 1:50k 1:25k 1:10k 1:25k 1:50k ideal Kalmap Digmap Bopunjur BaseMap sattin 2005 2004 2000 1999 1980-an 1998

coverage area (0-1) 1 1 1 1 1 1

content DEM (4)+planimetri (6*@1) 10 10 10 10 10 2

correctnesss skala (1=250k - 5=10k) 5 3 4 5 4 3

QC/konsistensi (1-2) 2 2 2 2 2 1

level (1=mentah, 2=interpretasi beralat,

3=FC, 4=sah) 4 3 3 3 3 1 communicative (1=hc-manuscript, 2=hc, 3=cad/gis, 4=db-driven) 4 3 3 3 2 3 currentness usia (1=>25th, 2=10-25, 3=5-10, 4=1-5, 5=<1 th) 5 4 3 3 2 3 8000 2160 2160 2700 960 54 aspek 4C

Peringkat data di tahun 2005

(5)

Metode Pemeringkatan

Dengan membaca tabel peringkat ini, sepintas data 1:50.000 hasil Pemetaan Kalimantan (Kalmap) 2004 dengan 1:25.000 hasil proyek Pemetaan Digital (Digmap) - dipublikasikan tahun 2000, memiliki score yang sama.

Namun score ini dihasilkan oleh alasan yang berbeda, pada Kalmap karena usia yang belum ada setahun, dan pada Digmap karena skala yang lebih baik. Karena itu, scoring yang tepat harus menggunakan bobot yang disesuaikan kebutuhan atau anggaran yang tersedia. Dari situ akan dibuat “bobot tertimbang” untuk kebutuhan nasional – yang harus dipenuhi oleh peta / data multi-purpose Bakosurtanal.

Contoh:

Ada 3 pengguna peta:

(1) navigator, di mana yang sangat

dibutuhkan adalah jalan, permukiman dan nama-nama geografis yang most

uptodated; navigator ini ada di sektor

perhubungan (logistik), perdagangan juga keuangan (bayangkan sebaran minimarket atau mesin ATM). Bisa dibayangkan bahwa usia content untuk jalan-permukiman-nama-nama ini harus

at most 1 tahun. Sedang untuk

memudahkan analisis network, maka jaringan jalan harus benar-benar secara topologis terhubung.

(2) planer, misalnya untuk telekomunikasi seluler atau untuk pariwisata, membutuhkan hipsografi, penutup lahan dan nama-nama geografis, yang usianya bisa cukup moderat (10-25 tahun); hanya untuk penutup lahan (vegetasi) perlu yang terakhir (1 tahun) – mungkin akan ambil citra satelit sendiri.

(3) administrator, misalnya untuk attach data sosial ekonomi ke wilayah pemerintahan, juga semacam yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Dirjen Perimbangan Keuangan untuk menghitung Dana Alokasi Umum (DAU). Mereka butuh batas administrasi yang terakhir – meskipun tidak harus sangat correct, sedang data penunjang seperti jalan, permukiman dan nama-nama tempat bisa cukup moderat. Yang lain (hipsografi, vegetasi) tidak begitu penting.

Di sini bisa kita lihat bahwa dari model 4C, yang paling dinamis adalah content dan currentness. Sedang correctness selalu diasumsikan “standar”, meskipun sebenarnya soal skala, konsistensi topologi, level data dan communicative juga berperan.

Sebenarnya tingkat kecocokan data harus dibuat per item dan dicari korelasi tertinggi antara karakteristik data yang dibutuhkan dengan yang tersedia – jadi tidak harus data dengan peringkat yang tertinggi.

Untuk menghitung korelasi ini dicoba dua pendekatan.

Pertama adalah dengan korelasi sederhana antara kolom pada “score” pengguna dengan kolom kondisi data Bakosurtanal – di mana untuk content dipisahkan untuk tiap kelas unsur.

Kedua adalah dengan membuat selisih absolut antara score pada pengguna dengan score pada data (jika score pengguna <> 0), kemudian menjumlah selisih tersebut. Data yang paling “matched” adalah yang jumlahnya mendekati nol. Di sini yang dimaksud bukan bahwa suatu jenis data pasti memenuhi kebutuhan pengguna, tetapi kedekatannya.

(6)

Tabel-2: Contoh spesifikasi kebutuhan data yang berbeda menurut pengguna

bobot score bobot score bobot score

coverage area (0-1) 1 1 1 1 1 1 content DEM (4) 0 1 4 0 hidrologi (1) 0 0 0 jalan (1) 1 1 0 0.5 0.5 permukiman (1) 1 1 0 0.5 0.5 penutup lahan (1) 0 1 1 0 batas administrasi (1) 0 0 1 1 nama-nama geografis (1) 1 1 0.5 0.5 0.5 0.5 correctnesss skala (1=250k - 5=10k) 5 3 3 QC/konsistensi (1-2) 2 1 2

level (1=mentah, 2=interpretasi beralat,

3=FC, 4=sah) 2 2 1 communicative (1=hc-manuscript, 2=hc, 3=cad/gis, 4=db-driven) 3 3 3 currentness usia (1=>25th, 2=10-25, 3=5-10, 4=1-5, 5=<1 th) 5 4 5 300 144 11.25 administrator planer navigator

logistik celluler KPU/DAU aspek dari sisi pengguna

4C

(7)

Tabel 3. Contoh-contoh korelasi kebutuhan pengguna dengan kondisi data

KONDISI DATA

1:10k 1:50k 1:25k 1:10k 1:25k 1:50k ideal Kalmap Digmap Bopunjur BaseMap sattin

2005 2004 2000 1999 1980-an 1998 coverage area (0-1) 1 1 1 1 1 1 content DEM (4) 4 4 4 4 4 4 hidrologi (1) 1 1 1 1 1 1 jalan (1) 1 1 1 1 1 1 permukiman (1) 1 1 1 1 1 1 penutup lahan (1) 1 1 1 1 1 1 1 batas administrasi (1) 1 1 1 1 1 1 nama-nama geografis (1) 1 1 1 1 1 1 1 correctnesss skala (1=250k - 5=10k) 5 3 4 5 4 3 QC/konsistensi (1-2) 2 2 2 2 2 1

level (1=mentah, 2=interpretasi beralat,

3=FC, 4=sah) 4 3 3 3 3 1 communicative (1=hc-manuscript, 2=hc, 3=cad/gis, 4=db-driven) 4 3 3 3 2 3 currentness usia (1=>25th, 2=10-25, 3=5-10, 4=1-5, 5=<1 th) 5 4 3 3 2 3 3200 864 864 1080 384 27 TABEL KORELASI 1:10k 1:50k 1:25k 1:10k 1:25k 1:50k ideal Kalmap Digmap Bopunjur BaseMap sattin

bobot sifat score 2005 2004 2000 1999 1980-an 1998

coverage area (0-1) 1 1 1 0 0 0 0 0 0 content DEM (4) 0 0 hidrologi (1) 0 0 jalan (1) 1 1 1 0 0 0 0 0 1 permukiman (1) 1 1 1 0 0 0 0 0 1 penutup lahan (1) 0 0 batas administrasi (1) 0 0 nama-nama geografis (1) 1 1 1 0 0 0 0 0 0 correctnesss skala (1=250k - 5=10k) 1 5 5 0 2 1 0 1 2 QC/konsistensi (1-2) 1 2 2 0 0 0 0 0 1

level (1=mentah, 2=interpretasi beralat,

3=FC, 4=sah) 1 2 2 2 1 1 1 1 1 communicative (1=hc-manuscript, 2=hc, 3=cad/gis, 4=db-driven) 1 3 3 1 0 0 0 1 0 currentness usia (1=>25th, 2=10-25, 3=5-10, 4=1-5, 5=<1 th) 1 5 5 0 1 2 2 3 2 300 3.0 4.0 4.0 3.0 6.0 8.0 Korelasi sederhana 0.774 0.619 0.619 0.665 0.466 0.878 navigator logistik

Peringkat data di tahun 2005

4C aspek

user-demand 4C

Peringkat data di tahun 2005

1:10k 1:50k 1:25k 1:10k 1:25k 1:50k ideal Kalmap Digmap Bopunjur BaseMap sattin

bobot sifat score 2005 2004 2000 1999 1980-an 1998

coverage area (0-1) 1 1 1 0 0 0 0 0 0 content DEM (4) 1 4 4 0 0 0 0 0 4 hidrologi (1) 0 0 jalan (1) 0 0 permukiman (1) 0 0 penutup lahan (1) 1 1 1 0 0 0 0 0 0 batas administrasi (1) 0 0 nama-nama geografis (1) 0.5 1 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 correctnesss skala (1=250k - 5=10k) 1 3 3 2 0 1 2 1 0 QC/konsistensi (1-2) 1 1 1 1 1 1 1 1 0

level (1=mentah, 2=interpretasi beralat,

3=FC, 4=sah) 1 2 2 2 1 1 1 1 1 communicative (1=hc-manuscript, 2=hc, 3=cad/gis, 4=db-driven) 1 3 3 1 0 0 0 1 0 currentness usia (1=>25th, 2=10-25, 3=5-10, 4=1-5, 5=<1 th) 1 4 4 1 0 1 1 2 1 144 7.5 2.5 4.5 5.5 6.5 6.5 Korelasi sederhana 0.925 0.958 0.913 0.868 0.787 0.913 1:10k 1:50k 1:25k 1:10k 1:25k 1:50k ideal Kalmap Digmap Bopunjur BaseMap sattin

bobot score 2005 2004 2000 1999 1980-an 1998

coverage area (0-1) 1 1 1 0 0 0 0 0 0 content DEM (4) 0 0 hidrologi (1) 0 0 jalan (1) 0.5 1 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 permukiman (1) 0.5 1 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 penutup lahan (1) 0 0 batas administrasi (1) 1 1 1 0 0 0 0 0 1 nama-nama geografis (1) 0.5 1 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5

Peringkat data di tahun 2005

4C aspek administratorKPU/DAU

(8)

Dari korelasi sederhana (model-I) didapatkan bahwa data tercocok untuk pengguna:

- navigator : 1:50k sattin (r = 0.878) - planer : 1:50k Kalmap (r = 0.958) - administrator : 1:50k sattin (r = 0.864) Tampak bahwa korelasi ini bertentangan dengan realitas pengalaman sehari-hari. Karena itu model ini tidak bisa digunakan. Berbeda halnya dengan korelasi, model-II mendapatkan bahwa data yang tercocok untuk pengguna:

- navigator : 1:10k ideal & 1:10k Bopunjur (sama-sama bernilai 3)

- planer : 1:50k Kalmap (nilai 2.5). - administrator : 1:50k Sattin (nilai 4.5). Tentu saja, meski nilainya sama, penyebabnya bisa berbeda. Misalnya, untuk navigator: 1:10k ideal memang lebih baik karena data baru (aktual) tapi jadi terasa “lux” dan “mahal” karena untuk data batas harus level “sah” dan dalam aspek communicative sudah “db-driven”.

Kita bisa terus melakukan adjust pada model ini hingga didapatkan perbandingan komparatif yang lebih rasional. Selanjutnya bisa pula dihitung nilai ekonomi di balik tiap jenis peta / data spasial dan di balik setiap kepentingan pengguna.

Informasi ini akan dapat dipakai sebagai landasan rasional bagi para pengambil keputusan untuk menganggarkan pengadaan data spasial yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara teknis maupun ekonomis.

Perlunya Lembaga Pemeringkat

Suatu “Lembaga Pemeringkat Data Spasial” atau semacam “Komisi Data Spasial Nasional” diperlukan untuk menimbang secara independen kebutuhan peta / data spasial (beserta nilai ekonomi di baliknya) yang ditunggu para pengguna di tanah air. Dari volume kebutuhan itu, akan diberikan bobot yang berbeda-beda.

Lembaga ini harus independen, semacam Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) atau Lembaga Pemeringkat Emiten Saham di Pasar Modal, yang anggotanya dipilih dari masyarakat – misalnya yang mewakili kalangan pemerintah / regulator (DPR, Dep. Keuangan, Bappenas, TNI), produsen data spasial (Bakosurtanal, BPN, LAPAN, Dirtop-AD, APSPI), dan pengguna – baik dari kalangan pemerintah (Pemda, BPS, KPU, Bakornas-PB,…), bisnis (Telkom, Pos, CocaCola, BlueBird) maupun masyarakat (Asosiasi Pecinta Alam, Gerakan Pramuka, Ikatan Motor Indonesia, …).

Lembaga semacam ini bisa dibiayai dari dana publik (misalnya dari alokasi anggaran khusus di Kementrian Kominfo) dan atau dana dari pengguna data spasial – karena mereka mewakili pengguna untuk mendapatkan data yang bermutu.

Daftar Pustaka

Fahmi Amhar (2003): Statistik untuk Aplikasi Data Spasial. Prosiding, Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia, Bandung 10-11 Desember 2003

Gambar

Gambar 1 – Model pemeringakatan data spasial
Tabel 3. Contoh-contoh korelasi kebutuhan pengguna dengan kondisi data

Referensi

Dokumen terkait

Food bar adalah campuran bahan pangan (blended food) yang diperkaya dengan nutrisi, kemudian dibentuk menjadi bentuk padat dan kompak (a food bar form). Tujuan

Hasil implementasi desain material handling equipment menunjukkan beberapa masalah antara lain tingkat keberasilan operator dalam menggunakan alat 57%, jumlah kesalahan

Dari Tabel 3 terlihat bahwa pada perlakuan LCC Mucuna sp tanaman jagung tidak ada yang dapat tumbuh karena jagung kalah bersaing dalam pertumbuhannya, pada saat

Yang menjelaskan bahwa pada tahap pertama dalam penelitian ini yaitu memperoleh true customer needs yang sudah dilakukan pada penelitian sebelumnya yaitu

Dalam kaitannya dengan memaknai identitas diri solidaritas melalui interaksi didalam komunitas Paguyuban Jeep Bandung, semua narasumber merasakan adanya sesuatu yang

Keperawatan komunitas adalah suatu bidang perawatan khusus yang merupakan gabungan keterampilan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan merupakan bantuan sosial,

Berdasarkan hasil uji reliabilitas, nilai cronbach alpha untuk seluruh variabel yang digunakan yang terdiri dari harga, kualitas produk, kesadaran merek dan

Secara kumulatif untuk ekstrak tumbuhan kombinasi sidondo ( Viteks negundo L.) dan patah tulang (Euphorbia tirucalli) konsentrasi 0,75% (K3) merupakan konsentrasi