4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Perusahaan
Restoranran Dewandaru yang berdiri pada pertengahan tahun 2009 ini merupakan restoranran yang menerapkan konsep culture restaurant serta mengetengahkan makanan – makanan peranakan Tionghoa sebagai menunya. Makanan peranakan Tionghoa sendiri merupakan citarasa makanan tempo dulu Indonesia, yang memadukan masakan Indonesia dan Cina.
Suasana budaya yang kental akan terasa begitu memasuki restoranran ini. Joglo, patung dewa – dewi, serta beragam koleksi benda seni yang bernilai historis tinggi akan menyambut kehadiran pengunjung. Semakin ke dalam, pengunjung akan semakin merasakan perpaduan budaya yang begitu menarik dengan adanya bangunan utama restoranran yang menyerupai rumah tionghoa pada abad 18 dengan penempatan taman terbuka di bagian belakang yang menambah kesan romantis serta nyaman.
Dari segi makanan yang ditawarkan, Dewandaru menawarkan berbagai macam menu yang sangat menarik untuk dikonsumsi. Baik dari tata penyajian makanan, rasa, hingga nama yang digunakan untuk menu tesebut. Pengunjung dapat menikmati lezatnya hidangan “Dewa Udang Merogoh Sukma”, ataupun “Tjap Jay Nyonya Soerbaia” disertai dengan kesegaran dari “Es Opera Nona Sanghai” ataupun menu – menu yang lain, sambil merasakan suasana budaya yang begitu menawan dengan penampilan eksterior maupun interior yang memberikan pengalaman tersendiri.
Restoranran Dewandaru membidik segmen kalangan menengah ke atas, dengan keluarga sebagai target pasarnya. Restoranran ini banyak didatangi oleh pelanggan yang ingin menghabiskan waktu bersama keluarga maupun kerabat, ataupun untuk menjamu relasi yang datang.
Lokasi yang dimiliki oleh restoranran Dewandaru merupakan lokasi yang sangat strategis. Terletak di jalan Mayjend Sungkono 17 – 19, Surabaya, yang mana daerah ini merupakan daerah yang sedang berkembang pesat dengan banyak perumahan mewah di sekitarnya
4.2 Analisis Kualitas Data 4.2.1 Uji Validitas
Berikut ini disajikan uji validitas berdasarkan data sebanyak 100 kuesioner yang telah disebar pada responden dan memenuhi syarat untuk diteliti. Uji validitas dilakukan dengan cara melihat nilai signifikansi, dikatakan valid apabila nilai sig. lebih kecil dari 0,05 (Ghozali, 2005, p.45). Berikut disajikan nilai korelasi skor item dengan skor total.
Tabel 4.1. Uji Validitas Alat Ukur
No. Item Validitas Keterangan
Korelasi Sig. Store layout 1 0,726 0,000 Valid 2 0,770 0,000 Valid 3 0,815 0,000 Valid Interior display 1 0,848 0,000 Valid 2 0,821 0,000 Valid 3 0,749 0,000 Valid Human variable 1 0,856 0,000 Valid 2 0,889 0,000 Valid 3 0,854 0,000 Valid
Customer shopping variable
1 0,707 0,000 Valid
2 0,868 0,000 Valid
3 0,794 0,000 Valid
Sumber: Lampiran 4
Berdasarkan Tabel 4.6, terlihat nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa data dalam kondisi valid dan layak digunakan untuk analisis lebih lanjut.
4.2.2 Uji Reliabilitas
Uji alat ukur (kuesioner) yang kedua adalah reliabilitas, yaitu indeks yang menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat diandalkan atau dapat dipercaya. Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan teknik alpha yang aplikasinya tidak dilakukan secara manual melainkan dengan menggunakan program komputer
SPSS. Hasil uji reliabilitas yang telah dianalisis ditunjukkan pada Lampiran 6, sedangkan ringkasan hasil uji ditunjukkan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.2.
Uji Reliabilitas dengan Cronbach Alpha
Keterangan Nilai Alpha Kesimpulan
Store layout 0,659 Reliabel
Interior display 0,732 Reliabel
Human variable 0,827 Reliabel
Customer shopping variable 0,699 Reliabel
Sumber: Lampiran 4
Menurut Nurgiantoro (2000, p.310) menyatakan bahwa instrumen dikatakan reliabel jika koefisien Cronbach’s Alpha lebih dari 0,6. Berdasarkan Tabel 4.7, terlihat nilai alpha lebih besar dari 0,6. Hal ini menunjukkan bahwa data dalam kondisi reliabel dan layak digunakan untuk analisis lebih lanjut.
4.2.3. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolineritas
Hasil uji multikolineritas dengan menggunakan SPSS diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4.3. Uji Multikolineritas Model Collinearity Statistics Tolerance VIF 1 (Constant) store layout .431 2.318 interior display .427 2.344 human variable .444 2.251
Berdasarkan Tabel 4.14. menunjukkan nilai tolerance variabel bebas lebih dari 0.1 dan nilai VIF kurang dari 10 yang berarti tidak ada multikolineritas antar variabel bebas dalam model regresi.
b. Heteroskedastisitas
Hasil uji heteroskedastis dengan menggunakan SPSS diperoleh hasil sebagai berikut:
Scatterplot Gambar 4.1
Berdasarkan Gambar 4.1. terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastis.
c. Auoutletrelasi
Hasil uji auoutletrelasi dengan menggunakan SPSS diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.4. Uji Auoutletrelasi
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .937a .878 .875 .17909 1.627
a. Predictors: (Constant), human variabel, store layout, interior display b. Dependent Variable: customers shopping orientation
Berdasarkan Tabel 4.15. nilai DW sebesar 1,627, nilai ini apabila dibandingkan dengan nilai tabel dengan menggunakan nilai signifikansi 5%, jumlah sampel 150 dan jumlah variabel bebas 3, maka tabel Durbin Watson akan didapatkan nilai sebesar du = 1.61. Oleh karena nilai DW 1,627 lebih besar dari batas atas (du) 1,61 dan kurang dari 4-1,61 (4-du), maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada auoutletrelasi positif atau negatif atau tidak terdapat auoutletrelasi.
4.3 Karakteristik Identitas Responden
Berikut ini disajikan karakteristik responden berdasarkan data sebanyak 150 kuesioner yang telah memenuhi syarat untuk diteliti.
Tabel 4.5.
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki 68 45.3
Perempuan 82 54.7
Total 150 100.0
Sumber : Lampiran 3
Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa respoden dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 45,3% sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan sebesar 54,7%. Jadi dapat dikatakan bahwa konsumen restoranran Dewandaru di Surabaya yang menjadi responden dalam penelitian ini sebagian besar berjenis kelamin perempuan, sebesar 54,7%.
Tabel 4.6.
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Usia Frekuensi Persentase
17-25 tahun 82 54.7 26-35 tahun 39 26.0 36-45 tahun 16 10.7 46-55 tahun 13 8.7 Total 150 100.0 Sumber: Lampiran 3
Dari Tabel 4.2. diketahui bahwa responden yang ada 54,7% dengan usia 17-25 tahun, 26,0% dengan usia antara 36-40 tahun, 10,7% dengan usia 36-45 tahun, dan 8,7% dengan usia 46-55 tahun. Jadi dapat diketahui bahwa konsumen restoranran Dewandaru di Surabaya yang menjadi responden dalam penelitian ini sebagian besar berusia 17-25 tahun, sebesar 54,7%.
Tabel 4.7.
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Frekuensi Persentase
Pelajar/Mahasiswa 37 24.7 Pegawai Swasta 10 6.7 Pegawai Negeri 5 3.3 Wiraswasta 84 56.0 Profesional 11 7.3 Lain-lain 3 2.0 Total 150 100.0 Sumber: Lampiran 3
Dari Tabel 4.3. diketahui bahwa responden yang ada 24,7% dengan pekerjaan pelajar/mahasiswa, 6,7% dengan pekerjaan pegawai swasta, 3,3% dengan pekerjaan pegawai negeri, 56,0% dengan pekerjaan wiraswasta, 7,3% dengan pekerjaan ibu rumah tangga dan 2% dengan pekerjaan lain-lain. Jadi dapat diketahui bahwa konsumen restoranran Dewandaru di Surabaya yang menjadi responden dalam penelitian ini sebagian besar bekerja sebagai wiraswasta, sebesar 56,0%.
Tabel 4.8.
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan
Pendapatan Frekuensi Persentase
-<Rp 2.000.000 43 28.7 Rp 2.000.000 -< Rp 4.000.000 13 8.7 Rp 4.000.000 -< Rp 6.000.000 83 55.3 > Rp 6.000.000 11 7.3 Total 150 100.0 Sumber: Lampiran 3
Dari Tabel 4.4. diketahui bahwa responden yang ada 28,7% dengan pendapatan <Rp. 2.000.000, 8,7% dengan pendapatan Rp. 2.000.000-<Rp. 4.000.000, 55,3% dengan pendapatan Rp. 4.000.000-<Rp. 6.000.000 dan 7,3% dengan pendapatan >Rp. 6.000.000. Jadi dapat diketahui bahwa konsumen restoranran Dewandaru di Surabaya yang menjadi responden dalam penelitian ini sebagian besar memiliki pendapatan Rp. 4.000.000-<Rp. 6.000.000, sebesar 55,3%.
Tabel 4.9.
Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi Makan dalam 1 bulan
Berbelanja Frekuensi Persentase
1 kali 78 52.0
2 kali 47 31.3
3 kali 25 16.7
Total 150 100.0
Sumber: Lampiran 3
Dari Tabel 4.5. diketahui bahwa responden yang ada 52% dengan frekuensi berbelanja dalam 1 bulan sebanyak 1 kali, 31,3% dengan frekuensi berbelanja dalam 1 bulan sebanyak 2 kali dan 16,7% dengan frekuensi berbelanja dalam 1 bulan sebanyak 3 kali. Jadi dapat diketahui bahwa konsumen restoranran Dewandaru di Surabaya yang menjadi responden dalam penelitian ini sebagian besar frekuensi berbelanja dalam 1 bulan sebanyak 1 kali, sebesar 52%.
Berdasarkan Tabel frekuensi diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan, berusia 17-25 tahun, bekerja sebagai wiraswasta, memiliki pendapatan Rp. 4.000.000-<Rp. 6.000.000, dan frekuensi berbelanja dalam 1 bulan sebanyak 1 kali.
4.4 Analisis Data
4.4.1 Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis ini digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dengan membuat persamaan garis regresi linier berganda. Hasil regresi linier berganda disajikan secara lengkap pada Tabel 4.8.
Tabel 4.10
Hasil Perhitungan Regresi Linier Berganda Variabel Bebas terhadap Variabel Terikat
Variabel bebas B t hitung Sig. r
Konstanta -.295 -2.348 .020
X1 (store layout) .415 9.325 .000 .611
X2 (interior display) .284 5.944 .000 .441
X3 (human variable ) .355 8.636 .000 .581
Variabel Terikat Customer shopping variable
F hitung(3/146;5%) 349,405 Sig. = 0.000
R Square 0,878
R 0,937
Adjusted R Square 0,875 Sumber: Lampiran 7
Berdasarkan Tabel 4.8 diperoleh nilai konstanta sebesar -0,295, nilai koefisien regresi variabel store layout (X1) = 0,415, interior display (X2) = 0,284, human variable (X3) = 0,355, sehingga menghasilkan persamaan regresi sebagai
berikut:
Y = -0,295 + 0,415 X1 + 0,284 X2 + 0,355 X3
Bilangan konstan (b0) sebesar -0,295 menunjukkan bahwa apabila store layout (X1), interior display (X2) dan human variable (X3), nilainya dianggap
sama dengan nol, maka Y (customer shopping variablel) sebesar -0,295.
Koefisien regresi store layout (b1) menunjukkan bahwa store layout
mempunyai hubungan terhadap customer shopping variable. Apabila store layout meningkat, sedangkan nilai variabel bebas yang lain konstan, maka customer shopping variable juga akan meningkat sebesar 0,415. Hal ini berarti apabila store layout ditingkatkan/diperbaiki maka akan meningkatkan customer shopping variable.
Koefisien regresi interior display (b2) menunjukkan bahwa interior display
mempunyai pengaruh terhadap customer shopping variable. Apabila interior display meningkat, sedangkan nilai variabel bebas yang lain konstan, maka customer shopping variable juga akan meningkat sebesar 0,284. Hal ini berarti apabila interior display ditingkatkan/diperbaiki maka akan meningkatkan customer shopping variable.
Koefisien regresi human variable (b3) menunjukkan bahwa human variable mempunyai pengaruh terhadap customer shopping variable. Apabila human variable meningkat, sedangkan nilai variabel bebas yang lain konstan, maka customer shopping variable juga akan meningkat sebesar 0,355. Hal ini berarti apabila human variable ditingkatkan/diperbaiki maka akan meningkatkan customer shopping variable.
4.4.2 Analisis Koefisien Determinasi Berganda (R2)
Koefisien determinasi berganda (R square) yang ditunjukkan pada Tabel 4.8. sebesar 0,878 menunjukkan bahwa kontribusi perubahan variabel store layout (X1), interior display (X2) dan human variable (X3) secara serempak dan simultan
terhadap perubahan variabel customer shopping variable sebesar 87,8% sedangkan kontribusi faktor lain terhadap customer shopping variable sebesar 12,2%.
4.4.3 Analisis Adjusted R Square
Nilai adjusted R Square yang ditunjukkan pada Tabel 4.8. sebesar 0,875 yang menunjukkan penyesuaian dari R square, yaitu R Square yang telah dibebaskan dari tingkat kesalahan jumlah sampel dan variabel, dimana adjusted R Square benar-benar menunjukkan bagaimana pengaruh variable variabel store layout (X1), interior display (X2) dan human variable (X3) terhadap variabel customer shopping variable.
4.4.4 Analisis Koefisien Korelasi dan Determinasi secara Parsial
1. a. Koefisien korelasi parsial store layout (r) yang ditunjukkan pada Tabel 4.8. sebesar 0,611 menunjukkan store layout secara parsial mempunyai hubungan yang cukup kuat terhadap customer shopping variable. Dikatakan cukup kuat karena nilai koefisien korelasi berada antara 0,6 – 0,8 (Lampiran 8).
b. Koefisien determinasi parsial store layout (r2) sebesar 0,373 menunjukkan bahwa kontribusi perubahan variabel store layout secara parsial terhadap
perubahan variabel customer shopping variable sebesar 37,3%. (Diperoleh dari nilai r dikuadratkan dikalikan persentase).
2. a. Koefisien korelasi parsial interior display (r) yang ditunjukkan pada Tabel 4.8. sebesar 0,441 menunjukkan interior display secara parsial mempunyai hubungan yang lemah terhadap customer shopping variable. Dikatakan lemah karena nilai koefisien korelasi berada antara 0,2 – 0,4 (Lampiran 8). b. Koefisien determinasi parsial interior display (r2) sebesar 0,194
menunjukkan bahwa kontribusi perubahan variabel interior display secara parsial terhadap perubahan variabel customer shopping variable sebesar 19,4%. (Diperoleh dari nilai r dikuadratkan dikalikan persentase).
3. a. Koefisien korelasi parsial human variable (r) yang ditunjukkan pada Tabel 4.8. sebesar 0,581 menunjukkan human variable secara parsial mempunyai hubungan yang cukup kuat terhadap customer shopping variable. Dikatakan cukup kuat karena nilai koefisien korelasi berada antara 0,4 – 0,6 (Lampiran 6).
b. Koefisien determinasi parsial human variable (r2) sebesar 0,337 menunjukkan bahwa kontribusi perubahan human variable secara parsial terhadap perubahan customer shopping variable sebesar 33,7%. (Diperoleh dari nilai r dikuadratkan dikalikan persentase).
4.5 Pengujian Hipotesis 4.5.1 Uji F
Uji F digunakan untuk menguji apakah pengaruh variabel store layout (X1), interior display (X2) dan human variable (X3) secara serempak dan simultan
terhadap variabel customer shopping variable (Y) adalah signifikan.
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 33.619 3 11.206 349.405 .000a
Residual 4.683 146 .032
Total 38.301 149
a. Predictors: (Constant), human variabel, store layout, interior display b. Dependent Variable: customers shopping orientation
Adapun prosedur uji F adalah sebagai berikut: 1. Menentukan titik kritis (Ftabel)
a. Tingkat signifikansi () ditetapkan sebesar 5% b. Derajat kebebasan pembilang (dk1) = k = 3
c. Derajat kebebasan penyebut (dk2) = n – k – 1 = 150 – 3 – 1 = 146
Sehingga diperoleh Ftabel (0,05,3/146) = 2,67 (lihat Lampiran 9)
1. Menentukan besarnya Fhitung
Fhitung = 349,405 (lihat Tabel 4.8)
2. Hasil
Karena Fhitung = 349,405 lebih besar dari Ftabel = 2,67 berarti terdapat pengaruh
variabel store layout (X1), interior display (X2), dan human variable (X3)
secara serempak dan simultan terhadap variabel customer shopping variable (Y).
Maka hipotesis pertama “store layout, interior display dan human variable berpengaruh terhadap customer shopping variable konsumen” dapat diterima.
4.5.2 Uji t
Uji t digunakan untuk menguji apakah pengaruh variabel store layout (X1), interior display (X2) dan human variable (X3) secara parsial terhadap variabel customer shopping variable (Y) adalah signifikan.
Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients T Sig. Correlations Collinearity Statistics B Std. Error Beta
Zero-order Partial Part Tolerance VIF 1 (Constant) -.295 .125 -2.348 .020 store layout .415 .044 .411 9.325 .000 .852 .611 .270 .431 2.318 interior display .284 .048 .263 5.944 .000 .810 .441 .172 .427 2.344 human variabel .355 .041 .375 8.636 .000 .838 .581 .250 .444 2.251 a. Dependent Variable: customers shopping orientation
Adapun hasil uji t adalah sebagai berikut: a. Store layout
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui 1 b t = 9,325 > t tabel = 1,976 (Lampiran 10), karena 1 b
t > t tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima berarti variabel store layout (X1) berpengaruh positif terhadap variabel customer shopping variable.
b. Interior display
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui 2
b
t = 5,944 > t tabel = 1,976, karena
2
b
t > t tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima berarti variabel interior display
(X2) berpengaruh positif terhadap variabel customer shopping variable.
c. Human variable
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui 3
b
t = 8,636 > t tabel = 1,976, karena
3
b
t > t tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima berarti human variable (X3)
berpengaruh positif terhadap variabel customer shopping variable.
4.6 Pembahasan
Store layout (X1), interior display (X2) dan human variable (X3)
berpengaruh secara serempak dan simultan terhadap customer shopping variable yang ditunjukkan dari koefisien korelasi berganda (R) sebesar 0,937 dengan nilai
Fhitung pada taraf signifikansi 5 % adalah sebesar 349,405 dengan nilai signifikansi
0,000 yang berarti variabel bebas secara serempak dan simultan berpengaruh terhadap variabel terikat (Y). Dengan kata lain, bahwa variabel-variabel Store layout (X1), interior display (X2) dan human variable (X3) mempengaruhi customer shopping orientation. Besarnya kontribusi variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y), adalah sebesar 87,8%, sedangkan 12,2% dipengaruhi oleh faktor lain di luar variabel Store layout (X1), interior display (X2) dan human variable (X3).
Hasil di atas menunjukkan bahwa store layout (X1), interior display (X2)
dan human variable (X3), akan mempengaruhi konsumen Dewandaru dalam
membentuk evaluasi yang menyeluruh terhadap customer shopping orientation. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa konsumen memutuskan pembelian karena restoranran Dewandaru menawarkan suasana yang menarik bagi konsumen. Hal ini dapat dilihat dari penggabungan antara tata ruang restoranran yang luas dan nyaman, penataan dekorasi interior yang unik dan menarik dengan penggunaan benda – benda serta perabotan yang bernuansa tradisional dengan nilai historis di dalamnya. Selain itu, perilaku karyawan dari restoranran Dewandaru yang ramah dalam melayani pelanggan memberikan rasa nyaman bagi konsumen untuk melakukan pembelian.
Dengan adanya ketiga faktor tersebut, pelanggan mendapatkan suasana yang nyaman dan berbeda dibanding restoranran lainnya. Hal ini akan menyebabkan pelanggan untuk terus datang dan tertarik untuk melakukan pembelian di restoranran Dewandaru.
Perusahaan yang memiliki Store layout (X1), interior display (X2) dan human variable (X3) yang baik dapat memenuhi kebutuhan konsumen dan akan
tertanam dalam benak konsumen jika konsumen akan melakukan pembelian ulang. Dengan kata lain jika suatu perusahaan telah memiliki Store layout (X1), interior display (X2) dan human variable (X3) yang positif dalam benak konsumen, maka
perusahaan tersebut dapat tetap bertahan dalam persaingan dan meningkatkan pembelian konsumen pada produk tersebut. Apalagi hal ini didukung oleh kebiasaan konsumen Indonesia yang cenderung memilih produk yang sudah memiliki Store layout (X1), interior display (X2) dan human variable (X3) yang
baik.
Untuk variabel store layout (X1) ternyata berpengaruh signifikan terhadap customer shopping variable karena memiliki nilai thitung = 9,325 > ttabel = 1,976
serta probabilitas kesalahan sebesar 0,000 (dibawah 0,05), sehingga dikatakan store layout berpengaruh terhadap customer shopping variable. Hasil analisis tersebut menunjukkan store layout berpengaruh secara positif terhadap customer shopping variable restoranran Dewandaru, artinya bahwa semakin baik store layout pada restoranran Dewandaru, semakin tinggi pula customer shopping variable restoranran Dewandaru. Dengan penempatan tata ruang yang luas dan menarik, restoranran Dewandaru memberikan rasa nyaman bagi pelanggan untuk menikmati suasana dalam memenuhi kebutuhan mereka akan makanan. Disamping itu dengan luas restoranran yang besar, Dewandaru dapat menyediakan tempat sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan oleh pelanggan. Hasil ini menunjukkan orientasi belanja konsumen yang mengarah pada rekreasi akan lebih menyukai restoranran yang mengutamakan pengelompokan produk yang sesuai. Penempatan produk yang baik akan memudahkan konsumen untuk mencari dan memilih akan menjadikan keputusan konsumen yang positif dalam melakukan pembelian.
Untuk variabel interior display (X2) ternyata berpengaruh signifikan
terhadap customer shopping variable karena memiliki nilai thitung = 5,944 > ttabel =
1,976 serta probabilitas kesalahan sebesar 0,000 (dibawah 0,05), sehingga dikatakan interior display berpengaruh terhadap customer shopping variable. Hasil analisis tersebut menunjukkan interior display berpengaruh secara positif terhadap customer shopping variable restoranran Dewandaru, artinya bahwa semakin baik interior display pada restoranran Dewandaru, semakin tinggi pula customer shopping variable restoranran Dewandaru.
Saat ini, tujuan seseorang untuk mengunjungi sebuah restoranran bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan akan makanan saja. Pelanggan mendatangi
restoranran sebagai sarana hiburan, berkumpul bersama keluarga ataupun relasi, dan juga bahkan sebagai sarana pelepasan stress. Dengan keunikan penataan interior yang dimiliki oleh Dewandaru, pelanggan akan merasakan suasana budaya yang kental begitu memasuki restoranran ini. Joglo, patung dewa – dewi, serta beragam koleksi benda seni yang bernilai historis tinggi akan menyambut kehadiran pengunjung. Semakin ke dalam, pengunjung akan semakin merasakan perpaduan budaya yang begitu menarik dengan adanya bangunan utama restoranran yang menyerupai rumah Tionghoa pada abad 18. Demikian juga dengan penggunaan perabotan – perabotan bernuansa tradisional yang semakin menunjukan keunikan dari Dewandaru.
Hasil di atas menunjukkan bahwa interior display yang menonjol secara signifikan dapat mempengaruhi penjualan. Setiap pembelian konsumen tercipta karena adanya kebutuhan atau keinginan atau campuran dari keduanya. Keinginan untuk melakukan pembelian dapat diciptakan melalui interior restoran yang menarik. Hal tersebut digunakan agar setiap konsumen yang tertarik untuk mengunjungi outlet tersebuat akan melakukan pembelian berulang. Temuan ini sejalan dengan penelitian Simonson dan Winer (1992) yang menemukan bahwa cara suatu produk, dalam hal ini yoghurt, ditampilkan (dengan merek atau dengan rasa) juga dapat berdampak pada pilihan konsumen. Jumlah informasi dalam tanda pembelian dapat mempengaruhi penjualan dan ketika pada produk dengan kualitas yang setara, konsumen memilih merek yang menyediakan banyak informasi. Banyak restoran menggunakan interior yang menarik untuk meningkatkan minat konsumen supaya makan di restoranrannya.
Untuk human variable (X3) ternyata berpengaruh signifikan terhadap customer shopping variable karena memiliki nilai thitung = 8,636 > ttabel = 1,976
serta probabilitas kesalahan sebesar 0,000 (dibawah 0,05), sehingga dikatakan human variable berpengaruh terhadap customer shopping variable. Hasil analisis tersebut menunjukkan human variable berpengaruh secara positif terhadap customer shopping variable restoranran Dewandaru, artinya bahwa semakin baik human variable pada restoranran Dewandaru, semakin tinggi pula customer shopping variable restoranran Dewandaru.
Hasil ini menunjukkan bahwa human variable yang dalam hal ini merupakan bagian dari tingkat layanan oleh restoranran digunakan supaya konsumen dengan tingkat belanja yang tinggi, akan merasa betah di restoranran. Berlama-lama direstoranran akan menciptakan kesan bahwa restoranran yang banyak dikunjungi oleh konsumen memiliki pencitraan sebagai restoranran yang baik. Sebagai contoh, konsumen dengan orientasi belanja rekreasi akan merasa tidak nyaman jika terus diikuti oleh pelayan restoranran dalam hal memilih makanan, namun jika dalam restoranran tersebut kekurangan pelayan maka konsumen juga akan malas untuk berbelanja. Orientasi belanja konsumen yang seperti ini membuat restoranran harus pintar menempatkan pelayan pada restoranrannya, untuk menciptakan layanan yang baik bagi konsumen yang datang, karena tidak semua konsumen datang hanya untuk rekreasi, namun juga untuk kebutuhannya. Dimana hal ini akan berpengaruh pada customer shopping orientation.