BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Self-efficacy
Bandura (1977, 1978), mengatakan “self-efficacy adalah kepercayaan seseorang atas kemampuannya untuk melakukan suatu tugas spesifik pada level kinerja yang spesifik”.
Menurut Kreitner & Kinicki (2008), “self-efficacy adalah kepercayaan seseorang atas kesempatannya menyelesaikan sebuah tugas spesifik dengan baik”.
Self-efficacy adalah sebuah keyakinan tentang kemungkinan bahwa seseorang
dapat melakukan beberapa tindakan untuk mencapai masa depan dengan sukses atau berhasil mencapai hasil tertentu.
Seseorang dengan self-efficacy tinggi percaya bahwa mereka lebih dapat sukses pada sebagian besar atau keseluruhan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Self-efficacy dianggap untuk menjelaskan dan memprediksi pikiran, emosi dan tindakan seseorang (Eden & Aviram, 1993; Lee & Bobko, 1994; Martocchio, 1994).
2.1.1 Dimensi Self-efficacy
Bandura dan Adams (1997) menekankan bahwa perilaku harus tepat diukur dalam analisis self-efficacy dan pengukuran harus disesuaikan dengan domain yang dipelajari. Hal ini penting untuk fokus pada tugas khusus dan untuk menilai
Menurut Bandura (1977), self-efficacy memiliki 3 dimensi untuk dinilai yang terdiri dari :
1. Magnitude
Penilaian kemampuan individu pada tugas yang sedang dihadapinya. Dimensi ini mengacu pada tingkat kesulitan suatu masalah yang dipersepsikan berbeda dari masing-masing individu. Ada yang menganggap masalah itu sulit ada juga yang menganggap masalah itu mudah untuk dilakukan. Apabila individu merasa sedikit rintangan yang dihadapi maka masalah tersebut mudah ditangani.
2. Strength
Mengacu pada keyakinan individu untuk tetap bertahan dalam menghadapi kesulitan dan hambatan dalam mencapai tujuannya. Individu yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap kemampuannya meskipun banyak kesulitan dan tantangan.
3. Generality
Merujuk pada keyakinan individu dalam luas bidang kemampuan yang dimilikinya.
2.1.2 Sumber Self-efficacy
Bandura (1982), mengidentifikasi 4 sumber informasi perilaku yang mempengaruhi self-efficacy. Perilaku ini menyediakan data penting, tetapi menurut Bandura ini adalah penilaian kognitif dan integrasi data yang pada akhirnya menentukan
1. Enactive Mastery
Didefinisikan sebagai pengulangan prestasi kerja, telah ditunjukkan untuk meningkatkan self-efficacy daripada jenis isyarat yang lain (Bandura, 1997, 1982; Bandura, Adams & Bever, 1997). Mastery difasilitasi ketika prestasi bertahap membangun keterampilan, kemampuan mengatasi dan paparan dibutuhkan untuk kinerja tugas. Meskipun enactive mastery berpengaruh meningkatkan self-efficacy, dalam beberapa keadaan, mungkin ketakutan atau ketidakmampuan, individu mungkin tidak mengungkapkan diri mereka dalam kesempatan untuk enactive mastery. Jadi, self-efficacy akan meningkat jika mastery individu merupakan pengalaman yang positif dan akan menurun jika individu merupakan pengalaman yang negatif. 2. Vicarious Experience (Modeling)
Ketika enactive mastery tidak memungkinkan, vicarious experience (modeling) mungkin bermanfaat, meskipun kurang berpengaruh (Bandura, 1977). Modeling lebih efektif ketika model telah berhasil lebih dulu mengatasi kesulitan daripada ketika model hanya menunjukkan kinerja pada awalnya (Bandura, Adams, Hardy & Howells, 1980; Kazdin, 1974). Individu akan dipengaruhi oleh kesuksesan atau kegagalan dari rekan kerja yang menyelesaikan tugas yang sama. Efek dari modeling juga ditingkatkan ketika perilaku model menghasilkan hasil, akibat atau konsekuensi yang jelas, dimana terdapat kesamaan dengan model dalam hal usia, kemampuan atau karakteristik pribadi lainnya.
Self-modeling merupakan tipe khusus dari vicarious experience sering
melibatkan rekaman feedback dimana kesalahan subjek dihilangkan atau dikoreksi sehingga individu melihat dirinya melakukan tugas dengan benar. Dalam suatu penelitian, Gonzales dan Dowrick (1982), menegaskan bahwa
self-modeling menyebabkan peningkatkan kinerja dengan meningkatkan
keyakinan diri. Namun Dillon, Graham & Aidells (1972), menemukan bahwa behavior modeling menghambat kinerja. Dalam studi lain, Brown & Inouye (1978), menemukan bahwa negative modeling (pemodelan dari kinerja yang tidak efektif) mengurangu self-efficacy, ketekunan dan hasil akhir kinerja. Hasil ini menunjukkan modeling memiliki pengaruh positif maupun negatif terhadap self-efficacy.
3. Verbal Persuasion
Sumber lain adalah verbal persuasion yang bertujuan untuk meyakinkan individu atas kemampuannya melakukan tugas, verbal persuasion dipercaya untuk mempengaruhi persepsi efficacy dalam beberapa situasi, namun dipandang kurang efektif dibandingkan modeling atau enactive mastery (Bandura, 1982).
4. Psychological Capability
Persepsi individu atas keadaan fisiologisnya, dapat digunakan dalam menilai kemampuan kinerjanya. Dengan demikian, individu dalam kondisi bergairah (contohnya, kecemasan yang mendalam saat ingin presentasi) kemungkinan dapat menafsirkan rangsangan tersebut sebagai ketakutan yang melemahkan dan akan sangat mudah untuk diserang. Bandura & Adams
(1977), menemukan bahwa dalam situasi yang gelisah, modeling memerlukan self-efficacy dan kinerja yang lebih tinggi.
2.2 Kinerja
Hubungan manusia memiliki pengaruh terhadap kinerja. Menurut Lussier (2008), kinerja merupakan sejauh mana harapan atau tujuan telah dipenuhi. Kinerja adalah hasil akhir dari sebuah aktivitas (Robbins & Coulter, 2010).
Aguinis (2009), definisi dari kinerja tidak termasuk hasil dari perilaku karyawan, tapi hanya perilaku itu sendiri, mengenai apa yang karyawan lakukan, bukan hasil dari apa yang mereka kerjakan. Terdapat dua tambahan karakteristik dari perilaku yang dijuluki kinerja, yaitu mereka yang dapat dinilai dan kinerja itu multi dimensional. Perilaku dapat dinilai, diartikan beberapa perilaku yang dapat dinilai negatif, netral atau positif untuk keefektifan individual dan organisasi. Kedua, multi dimensional diartikan mereka memiliki beberapa macam perilaku yang berkemampuan membantu atau menghindari tujuan organisasi.
Ada 3 faktor yang membuat seseorang memberikan kinerja dengan tingkat lebih tinggi dibanding dengan orang lain. Hal-hal yang menentukan kinerja terdiri dari :
1. Declarative knowledge
Merupakan informasi tentang fakta dan keadaan, termasuk informasi yang memperhatikan syarat tugas yang diberikan, arahan, prinsip dan tujuan. 2. Procedural knowledge
Merupakan kombinasi dari mengetahui apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Procedural knowledge termasuk keahlian kognitif, fisik, psikomotor dan interpersonal.
3. Motivation
Termasuk tiga tipe dari pilihan perilaku berupa pilihan untuk mencurahkan upaya, seberapa besar upaya yang ingin dikeluarkan, dan ketekunan dalam berupaya.
2.2.1 Dimensi Kinerja
Meskipun dapat didefinisikan beberapa perilaku spesifik, ada 2 tipe dari perilaku atau kinerja yang menonjol, (Aguinis, 2009) :
1. Task Performance
Task performance dilihat dari kemampuan dan keahlian individu
didefinisikan sebagai aktivitas merubah bahan baku menjadi barang atau jasa yang diproduksi oleh organisasi. Aktivitas yang membantu proses perubahan bentuk dengan memenuhi permintaan atas bahan baku, menyebarkan barang jadi, atau menyediakan rencana penting, mengkoordinasi, mengawasi, atau pekerjaan karyawan yang memungkinkan organisasi berjalan dengan efektif dan efisien.
2. Contextual Performance (Organizational Citizenship Behaviors)
Contextual performance dilihat dari kepribadian karyawan, mendefinisikan perilaku yang diberikan untuk keefektifan organisasi dengan menyediakan lingkungan yang baik dimana task performance dapat terjadi.
Contextual performance termasuk perilaku seperti bertahan dengan
semangat dan mengerahkan upaya lebih yang diperlukan untuk menyelesaikan aktifitas tugas seseorang dengan sukses, menjadi sukarelawan untuk melaksanakan aktifitas tugas yang bukan merupakan
pekerjaan formalnya, saling membantu, mengikuti peraturan dan prosedur organisasi dan mendukung tujuan organisasi.
2.2.2 Penilaian Kinerja (Performance Appraisal)
Mondy (2008), menjelaskan penilaian kinerja (performance appraisal) adalah sistem formal untuk menilai dan mengevaluasi kinerja tugas individu atau tim.
Evaluasi kinerja merupakan proses dimana kinerja perseorangan dinilai dan dievaluasi, Bacal (2005).
Aguinis, (2009), mendefinisikan performance appraisal sebagai deskripsi sistematik pada kekuatan dan kelemahan karyawan.
Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright (2010), menjelaskan performance appraisal adalah proses dimana organisasi mendapat informasi tentang seberapa baik seorang karyawan melakukan pekerjaannya.
Proses dalam penilaian kinerja (performance appraisal) oleh Mondy (2008) dimulai dari titik awal proses penilaian yaitu :
1. Mengidentifikasi tujuan-tujuan penilaian spesifik
2. Menetapkan kriteria-kriteria kinerja dan mengkomunikasikannya kepada karyawan
3. Memeriksa pekerjaan yang dijalankan 4. Menilai kinerja
5. Mendiskusikan penilaian bersama karyawan
6. Dan siklus berputar kembali menetapkan kriteria-kriteria dan mengkomunikasikannya
2.2.3 Pendekatan untuk Mengukur Kinerja
Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright (2010) menjelaskan pendekatan-pendekatan yang digunakan untuk mengukur kinerja, yang terdiri dari :
1. The Comparative Approach
Pendekatan untuk mengukur kinerja mewajibkan penilai untuk membandingkan kinerja seorang individu dengan yang lain. Pendekatan ini biasanya menggunakan keseluruhan penilaian atas kinerja atau kelayakan seseorang dan berusaha untuk mengembangkan beberapa kualitas atas individu dalam kelompok kerja.
• Ranking
• Forced Distribution
• Paired Comparison
2. The Attribute Approach
Teknik yang digunakan untuk mendefinisikan seperangkat sifat seperti inisiatif, kepemimpinan, daya saing dan menilai individu di dalam mereka. Metode ini terdiri dari :
• Graphic Rating Scales
• Mixed Standard Scales
3. The behavioral Approach
Pendekatan yang berusaha mendefinisikan tingkah laku yang diperlihatkan untuk menjadi efektif dalam pekerjaan. Pendekatan ini terdiri dari :
• Behaviorally Anchored Rating Scales (BARS)
• Behavioral Observation Scales (BOS)
• Organizational Behavioral Modification (OBM)
• Assessment Centers
4. The Result Approach
Pendekatan yang berfokus mengelola tujuan, mengukur hasil dari sebuah pekerjaan atau kelompok kerja. Pendekatan ini terdiri atas :
• Management by Objectives
• Productivity Measurements and Evaluation System (ProMES)
5. The Quality Approach
Pendekatan yang memiliki dua karakteristik mendasar yaitu orientasi pelanggan dan pendekatan pencegahan kesalahan. Meningkatkan kepuasan pelanggan merupakan tujuan utama dari pendekatan ini.
Pendekatan yang digunakan oleh PT. X adalah the comparative approach dengan metode ranking. Metode ranking mewajibkan manajer untuk menggolongkan karyawan di dalam departemennya dari karyawan yang berkinerja tinggi hingga rendah atau paling baik hingga terburuk. Metode ini membandingkan orang-orang yang melakukan pekerjaan yang sama untuk menentukan siapa yang terbaik, setara atau terburuk (Bacal, 2005).
2.2.4 Sumber-sumber Informasi Kinerja
Tidak hanya teknik atau metode yang diperlukan untuk mengukur kinerja. Apapun metode yang digunakan, penting untuk diputuskan siapa saja yang dapat
menjadi sumber darimana informasi kinerja diperoleh, Aguinis (2009), menjelaskan sumber-sumber informasi kinerja yang berasal dari :
1. Supervisor
Keunggulan menggunakan supervisor sebagai sumber atas informasi kinerja karena mereka biasanya merupakan posisi terbaik untuk mengeveluasi kinerja yang berhubungan dengan tujuan strategis organisasi.
Supervisor juga seingkali membuat keputusan tentang hadiah atau
penghargaan yang berhubungan dengan evaluasi kinerja. Supervisor seringkali menjadi sumber penting karena mereka berpengetahuan banyak tentang pokok permasalahan strategis, mengerti kinerja dan biasanya bertugas dalam mengelola kinerja karyawan.
2. Peers
Sumber informasi yang baik ketika supervisor tidak selalu mengamati karyawan. Peers memiliki pengetahuan atas tugas yang diperlukan dan memiliki kesempatan mengamati aktifitas karyawan dari hari ke hari. Pada kenyataannya, peers ditemukan dapat menyediakan penilaian dengan benar. Namun, ada beberapa masalah dari evaluasi ini, dimana evaluasi yang diberikan tidak dapat diterima jika karyawan merasa adanya friendship bias pada pekerjaannya, peers mudah dipengaruhi dengan dampak keadaan yang ada.
3. Subordinates
Subordinates merupakan sumber informasi yang baik dalam
merupakan posisi yang baik dalam mengevaluasi kemampuan kepemimpinan, termasuk penyerahan wewenang, tanggung jawab, organisasi dan komunikasi.
4. Self
Keunggulan dari self appraisal adalah karyawan dalam posisi yang baik untuk menjaga alur dari aktifitas selama periode, dimana supervisor perlu menjaga alur kinerja dari karyawan. Self appraisal tidak menjadi satu-satunya sumber informasi dalam pengambilan keputusan karena lebih toleran dan berprasangka daripada sumber lain.
5. Customer
Mengumpulkan informasi dari customer adalah proses yang dapat lebih memakan biaya dan waktu. Bagaimanapun, informasi yang dikumpulkan dari customer khususnya berguna untuk pekerjaan yang memerlukan tingkat interaksi yang tinggi dengan publik.