Eksposisi Filipi 3:1-4a
Pdt. Yakub Tri Handoko
Kita hidup di tengah dunia yang mengedepankan kehebatan dan pencapaian diri. Harga diri seseorang bahkan seringkali diukur dari apa yang dia miliki, raih, atau hasilkan. Manusia menjadi pusat perhatian dan kesuksesan. D i t a m b a h dengan natur berdosa yang cenderung pada kesombongan, sebagian besar orang berlomba memamerkan apa yang mereka bisa dan apa yang mereka punya. Sangat sukar bagi seseorang untuk memandang segala sesuatu sebagai pemberian dari Tuhan.
Situasi yang sama muncul pada saat orang membicarakan tentang keselamatan. Menerima perkenanan Allah atas dasar anugerah tidak semudah yang dibayangkan. Sebagian orang ingin dianggap berjasa dalam prosesnya. Meeka tidak siap menerima keselamatan dan perkenanan Allah sebagai sebuah pemberian. Mereka ingin melihat keselamatan dan perkenanan Allah sebagai upah, bukan anugerah. Itulah yang sedang dibicarakan oleh Paulus dalam teks hari ini. Ada bahaya nyata di depan nyata. Sebagian orang Kristen dari kelompok Yahudi belum bisa sepenuhnya menanggalkan konsep dan praktek religius yang lama. Bukan hanya itu saja, mereka juga menuntut orang Kristen dari luar kelompok Yahudi untuk menyunatkan diri dan mengikuti semua aturan detail Hukum Taurat supaya dianggap rohani atau umat Allah yang sejati. Mereka ingin terlihat berjasa secara spiritual sehingga ada yang dibanggakan.
Ajaran di atas jelas bertabrakan dengan Injil Yesus Kristus. Ini adalah persoalan yang sangat serius. Tidak heran ungkapan-ungkapan yang digunakan oleh Paulus terlihat sangat keras dan (bahkan) sarkastik. Respons emosional yang sama juga ditunjukkan oleh Paulus pada saat dia menanggapi bahaya yang sama di tengah jemaat Galatia. Bagi Paulus, tidak ada kompromi sama sekali terhadap “kabar baik” yang palsu. Injil yang tidak murni bukanlah Injil sama sekali.
Situasi yang sama juga sedang dihadapi oleh gereja-gereja sekarang. Beragam ajaran yang bertabrakan dengan Injil sedang bertebaran di mana-mana. Ironisnya, ajaran-ajaran itu justru didengungkan di mimbar-mimbar gereja. Sebagai contoh, ajaran “taat mendatangkan berkat” seharusnya dilihat sebagai ketetapan Allah yang beranugerah (Allah tidak harus membalas ketaatan dengan berkat tetapi Dia memutuskan untuk melakukannya bagi kita). Dalam kenyataannya, tidak sedikit orang Kristen yang berusaha memanipulasi Allah melalui ketaatan. Mereka lebih berfokus pada pemberian, bukan pada Sang Pemberi.
Bagaimana kita seharusnya menyikapi situasi ini? Apa yang seharusnya kita lakukan? Teks kita hari ini mengajarkan tiga hal penting untuk dilakukan.
Bersukacita di dalam Tuhan (ayat 1a)
Posisi bagian ini sekilas terlihat agak janggal. Kata sifat “akhirnya” (to loipon) di bagian awal sekilas menyiratkan bagian ini sebagai penutup bagi pembahasan sebelumnya. Paulus mungkin bermaksud mengakhiri suratnya di bagian ini, tetapi dia berubah pikiran, lalu melanjutkan dengan 3:1b sampai selesai. Tidak heran beberapa versi memberi penomoran ayat 1a untuk bagian ini seolah-olah bagian ini tidak terlalu berhubungan dengan ayat 1b-4a.
juga bisa diterjemahkan “selanjutnya” (YLT “As to the rest”; bdk. 2Tes. 3:1). Dalam surat Paulus yang lain kata ini memang muncul di bagian tengah surat, bukan penutup (1Tes. 4:1). Jadi, to loipon merupakan transisi ke topik yang baru.
Jika terjemahan ini diterima, kita sebaiknya memandang perintah “bersukacitalah dalam Tuhan” sebagai respons awal terhadap isu di 3:1-16, yaitu bahaya percampuran Yudaisme dan kekristenan. Ide tentang sukacita sudah muncul berkali-kali dalam surat ini (1:18, 25; 2:17, 18, 29). Kali ini (dan selanjutnya) Paulus menambahkan frasa “di dalam Tuhan” (4:1, 4, 10). Penambahan frasa ini di 4:1 sangat mungkin bukan sekadar slogan belaka. Ada maksud teologis tambahan di dalamnya. Paulus sangat mungkin sedang memikirkan persekutuan orang percaya di dalam kematian dan kebangkitan Kristus (3:10-11). Maksudnya, jemaat Filipi diperintahkan untuk bersukacita atas dasar posisi mereka di dalam Kristus. Mereka telah memperoleh Kristus dan berada di dalam Dia melalui anugerah Allah di dalam karya penebusan Kristus (3:8-9).
Lebih jauh, Paulus mengucapkan poin di atas sebagai sebuah perintah: bersukacitalah! Ini bukan sekadar kondisi perasaan, melainkan tindakan. Ini bukan sekadar suasana hati alamiah yang muncul dari suatu keadaan yang menyenangkan. Ini adalah perintah untuk dilakukan. Ada wujud nyata dari sukacita ini.
Jemaat Filipi diperintahkan untuk merayakan posisi mereka di dalam Kristus dengan penuh sukacita.
Mengapa perintah untuk bersukacita sangat penting untuk diucapkan di tengah bahaya ajaran sesat dari pihak orang-orang Yahudi Kristen? Dengan mensyukuri anugerah Allah di dalam Kristus, jemaat Filipi tidak akan mudah tergiur dengan ajaran atau agama lain yang sekilas terlihat menarik dengan semua ritual dan aturan religius mereka. Mereka memiliki kepuasan di dalam Allah melalui Injil Yesus Kristus.
Mewaspadai bahaya yang ada (ayat 1b-2)
Banyak orang binasa dalam bahaya bukan karena mereka tidak memiliki kemampuan atau peralatan, tetapi karena mereka tidak memiliki kewaspadaan. Mereka mungkin tidak mendapatkan peringatan, meremehkan peringatan atau tidak memiliki kesiapan. Ketika bahaya datang, mereka hanyut dalam kebinasaan.
Hal yang sama dapat terjadi pada kerohanian kita. Kepastian keselamatan di dalam Kristus bukan alasan untuk bertindak sembarangan atau meremehkan kewaspadaan. Itulah sebabnya Paulus juga tidak jemu-jemu memberikan peringatan. Dia menegaskan bahwa menuliskan hal-hal yang sama berulang-ulang bukanlah sesuatu yang memberatkan dia (ayat 1b).
Semua itu ditujukan untuk keselamatan jemaat Filipi (ayat 1c “memberi kepastian kepadamu”). Dalam teks Yunani kata “kepadamu” (lit. “bagi kalian”) diletakkan di depan sebagai penekanan. Kepastian (asphalēs) di sini merujuk pada keamanan iman jemaat Filipi (NLT “to safeguard your faith”). Jadi, Paulus tidak pernah menganggap sesuatu sebagai beban yang berat jika hal itu berguna untuk pertumbuhan iman seseorang.
Paulus tidak hanya bersedia mengulang apa yang dia sudah sampaikan sebelumya. Dia juga menggunakan kata “hati-hatilah” (blepete) sebanyak tiga kali (ayat 2). Pengulangan ini menyiratkan penegasan tentang situasi yang benar-benar membahayakan. Jemaat Filipi tidak boleh menyepelekan situasi yang ada. Mereka perlu diingatkan tentang siapa yang mereka hadapi.
Ungkapan yang digunakan oleh Paulus di ayat 2 memang terkesan sangat keras (dan kasar) di telinga orang pada zaman sekarang. Namun, kita perlu memahaminya sesuai budaya pada waktu itu. Istilah “anjing-anjing” (tous kynas) merujuk pada anjing liar yang dipandang sebagai binatang yang rendah dan berbahaya dalam budaya Romawi. Anjing juga dianggap najis dalam budaya Yahudi. Walaupun bukan dalam bentuk umpatan, sebutan “anjing” seringkali digunakan untuk merendahkan seseorang.
Penggunaan sebutan ini di ayat 2 merupakan pembalikan keadaan. Para pengajar sesat yang menganggap orang-orang Kristen non-Yahudi “najis” (tidak bersih sepenuhnya di hadapan Allah) ternyata justru dipandang “najis” oleh Paulus. Sebutan lain yang digunakan adalah “pekerja-pekerja yang jahat” (tous kakous ergatas). Ungkapan ini juga pembalikan keadaan. Dengan menuruti aturan detail Taurat para pengajar sesat beranggapan bahwa mereka mengerjakan kebenaran Allah, tetapi di mata Allah mereka justru mengerjakan kejahatan. Mereka menolak kebenaran Allah dan ingin mendirikan kebenaran mereka sendiri. Ini adalah perlawanan, bukan ketaatan, kepada Allah.
Sebutan terakhir adalah “penyunat-penyunat yang palsu” (tēn katatomēn). Terjemahan ini (LAI:TB/NASB) masih terlalu halus. Sebagian versi lain menggunakan terjemahan “mutilator daging” (RSV/NIV/ESV). Kata yang digunakan memang bukan peritomē (memotong melingkar alias sunat), tetapi katatomē (memotong menjadi bagian kecil-kecil alias mutilasi). Jika digabungkan dengan kiasan tentang anjing liar dan pekerja jahat, kata mutilator di sini memberikan gambaran yang sangat mengerikan tentang para pengajar sesat. Jemaat Filipi benar-benar harus meningkatkan kewaspadaan.
Mengenali identitas kita di dalam Kristus (ayat 3-4a)
Pada bagian ini Paulus menerangkan siapa kita di hadapan Allah. Pemunculan kata ganti “kita” (hēmeis) dan di awal ayat 3 menunjukkan penegasan: kita, bukan para pengajar sesat itu. Kitalah orang-orang yang bersunat, yang beribadah oleh Roh Allah, bermegah dalam Kristus Yesus, dan tidak menaruh kepercayaan pada hal-hal lahiriah. Apa yang ditawarkan oleh para pengajar sesat melalui sunat dan ketaatan legalistik pada Hukum Taurat sebenarnya sudah kita dapatkan sebagai pemberian dari Allah melalui karya penebusan Kristus. Untuk apa kita tergiur dengan sesuatu yang kita sebenarnya sudah miliki?
Orang-orang yang percaya kepada Kristus merupakan golongan bersunat (ayat 3a). Tentu saja yang dimaksud di sini adalah sunat secara rohani (Rm. 2:28-29). Sunat di dalam hati. Dalam hal ini Paulus tidak mengada-ada. Sejak dulu Allah memang sudah menjanjikan hal ini: “Dan TUHAN, Allahmu, akan menyunat hatimu dan hati keturunanmu, sehingga engkau mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, supaya engkau hidup” (Ul. 30:6). Sunat inilah yang memampukan orang percaya untuk menaati perintah Allah dengan dasar kasih kepada-Nya, bukan mengharapkan sesuatu dari Dia.
Bagi Paulus, umat Allah dari dulu adalah umat pilihan. Keturunan Abraham atau Israel tidak pernah didasarkan pada faktor etnis (biologis). Semua didasarkan pada pilihan (Rm. 9:6). Hanya ada satu umat dari dulu sampai sekarang. Umat pilihan ini didasarkan pada pilihan-Nya yang beranugerah.
Orang percaya juga disebut sebagai umat “yang beribadah oleh Roh Allah” (ayat 3b). Dalam tulisan Paulus kata “beribadah” (latreuō) hanya muncul beberapa kali, dan hampir seluruhnya berhubungan dengan hati (Rm. 1:9 “yang kulayani dengan segenap hatiku”; 2Tim. 1:3 “yang kulayani dengan hati nurani yang murni”). Penambahan frasa “oleh Roh Allah” semakin memberi dukungan bahwa Paulus sedang mengontraskan antara ibadah yang hanya dari luar (diajarkan oleh guru-guru palsu dari Yudaisme) dengan ibadah yang sejati di dalam hati (dimungkinkan oleh karya Roh Kudus). Sebagaimana sunat yang sejati terjadi di dalam hati, demikian pula dengan ibadah yang sejati. Dua-duanya merupakan karya Roh Kudus melalui Injil Yesus Kristus.
Ide tentang “bermegah dalam Kristus Yesus” (ayat 3c) di sini sengaja dimunculkan sebagai kritikan terhadap kemegahan para pengajar sesat pada usaha mereka sendiri. Tindakan “bermegah” (kauchaomai) sendiri bersifat netral, tergantung pada apa yang dimegahkan. Konsep tentang anugerah bukan perendahan terhadap manusia.
Sebaliknya, anugerah memberi landasan yang kokoh bagi kehormatan dan kebanggaan yang sesungguhnya. Arti hidup ditentukan terutama oleh apa yang Allah lakukan bagi kita, bukan sebaliknya.
Jika kita sudah memiliki Allah sebagai dasar kemegahan, kita tidak akan menaruh kepercayaan pada hal-hal lahiriah (ayat 3d). Secara hurufiah, “hal-hal yang hurufiah” berarti “daging” (sarx). Jika Allah melihat ke dalam hati, untuk apa kita menyombongkan daging? Jika yang penting adalah karya Allah dalam hati kita, untuk apa kita membanggakan karya kedagingan kita kepada-Nya? Soli Deo Gloria.
Katekismus
Westminster
Pertanyaan 127:
Dosa apa yang mungkin dilakukan para bawahan terhadap atasan-atasan mereka? • Dosa yang mungkin dilakukan para bawahan
terhadap atasan-atasan mereka ialah, melalaikan tugas-tugas kewajiban terhadapnya yang dituntut dari mereka; mengiri atau memandang rendah pribadi dan kedudukan mereka, serta berontak terhadapnya berkenaan dengan keputusan, perintah, dan mencemooh mereka, serta kelakuan membangkang dan yang menimbulkan kehebohan, yang menyebabkan mereka dan pemerintahan mereka malu dan hina.
• a. Mat 15:4-6. b. Bil 11:28-29. c. 1Sa 8:7; Yes 3:5. d. Kel 21:15. e. 1Sa 10:27. f. 2Sa 15:1-12. g. 1Sa 2:25. h. Ula 21:18-21. i. Ams 30:11, 17. j. Ams 19:26.
Pokok Doa
Syafaat
1. Berdoa untuk persiapan dan pelaksanaan ibadah onsite terbatas yang akan dimulai minggu depan. Kiranya panitia yang
memikirkan dan mempersiapkan diberi hikmat untuk bisa memikirkan secara detail hal-hal yang harus dipersiapkan. Berdoa supaya setiap jemaat yang hadir boleh benar-benar mentaati protokol kesehatan. Pelaksanaan ibadah onsite menjadi berkat dan menjawab kerinduan jemaat untuk bisa kembali beribadah di rumah Tuhan.
2. Berdoa untuk pemulihan beberapa daerah di Indonesia yang terkena bencana alam. Tuhan memberikan hikmat kepada pemerintah dalam mengatasi hal tersebut. Tuhan juga memberikan penghiburan, kekuatan dan menyembuhkan trauma para korban bencana alam. Berdoa supaya bantuan dapat diterima dengan baik oleh para korban bencana. 3. Doakan untuk seluruh hamba Tuhan penuh
waktu, para staff dan karyawan seluruh REC, semakin hari semakin mempunyai hati dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Doakan agar diberi kesehatan dan boleh mempersembahkan talenta yang sudah Tuhan berikan dengan optimal untuk kemuliaan nama Tuhan.
Dusta yang Diyakini
Kaum Wanita Mengenai
Anak-Anak
28. “ANAK-ANAK HARUS MENGENAL LANGSUNG DUNIA NYATA AGAR MEREKA DAPAT BELAJAR UNTUK BERFUNGSI DI DALAMNYA.”
Saya sangat bersyukur kepada Allah yang telah membimbing orangtua saya untuk menanamkan di dalam diri kami kasih yang mendalam terhadap kekudusan dan selalu menjauhi kejahatan, bukan didorong oleh rasa takut akan apa yang mungkin
dilakukan oleh masyarakat terhadap kami, tetapi lebih oleh rasa hormat dan kasih kepada Tuhan. Meskipun mungkin mereka mampu menyekolahkan kami di salah satu sekolah sekuler di daerah kami, mereka memilih untuk menyekolahkan kami di sekolah Kristen yang lebih baik. Sebagian orang mungkin beranggapan bahwa kami dapat memperoleh pendidikan yang mutunya lebih baik di tempat lain, tetapi orangtua saya mengerti bahwa “takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan” dan bahwa persiapan untuk menghadapi kehidupan yang terbaik adalah dengan dididik di dalam Kebenaran Firman Allah yang dihubungkan dengan setiap disiplin ilmu. Mereka mengambil langkah-langkah praktis untuk melindung pikiran dan hati kami yang masih muda dari nilai-nilai dan pengaruh sistem dunia. Allah memberikan kepada ibu saya perasaan yang tajam mengenai hal-hal yang mungkin tidak akan dipikirkan dua kali oleh para orangtua zaman sekarang. Misalnya, ketika hampir setiap gadis kecil bermain-main dengan boneka Barbie, kami hampir-hampir tidak mengenalnya. Dengan bijaksana ia paham bahwa bermain dengan boneka Barbie yang bentuk tubuhnya telah berkembang sempurna seperti wanita dewasa tidak akan membantu mengembangkan sudut pandang yang ilahi mengenai seksualitas.
Ketika saya masih kecil, keadaan negara sedang diliputi oleh pemberontakan dan revolusi. Orang-orang yang tidak sepaham menyuarakan perlawanan mereka terhadap perang Vietnam dengan berbaris di jalanan dan membakari bendera-bendera. Berjuta-juta kaum muda mabuk dengan obat-obat terlarang, seks, dan musik rock. Mahkamah Agung mengeluarkan keputusan bahwa kaum wanita secara konstitusional berhak untuk melakukan aborsi. Khrushchev mengancam untuk mengubur Amerika Serikat. Kami bukannya tidak menyadari perkembangan ini, tetapi kami juga tidak mendengar berita-berita seperti ini di berita malam. Orangtua saya percaya bahwa beberapa topik tidak cocok untuk direnungkan oleh anak-anak, dan mereka merasa bertanggung jawab untuk membentuk sudut pandang kami mengenai apa yang sedang terjadi di dunia ini. Hasilnya? Saya tumbuh menjadi gadis muda yang dilindungi. Seingat saya, saya tidak pernah mendengar satu patah kata pun mengenai hal-hal duniawi sebelum saya lulus SMU. Saya tidak tahu apa-apa tentang tokoh-tokoh kartun yang populer, atau acara-acara televisi pada saat itu. Tetapi, berkat kasih karunia Allah dan didikan orangtua yang saleh, saya tahu beberapa hal yang hanya diketahui oleh sedikit sekali orang-orang muda. Saya tahu perbedaaan antara yang baik dan yang buruk. Saya sangat mengenal Kitab Suci
selain kebaktian keluarga dan khotbah-khotbah yang baik di gereja, kurikulum sekolah menengah kami menyertakan pembahasan seluruh Alkitab. Saya menyimpan banyak ayat-ayat Alkitab di dalam hati saya, memiliki pemahaman mendasar mengenai doktrin-doktrin utama mengenai iman Kristiani, dan dapat menyanyikan di luar kepala semua bait-bait lagu gereja. Saya telah membaca biografi-biografi banyak pahlawan sejati – orang-orang seperti Hudson Taylor, George Mueller, William Carey, dan Gladys Aylward.
Lebih penting daripada “mengetahui” semua ini, saya memiliki relasi yang vital dan intim dengan Tuhan Yesus – relasi yang dapat menopang saya saat saya harus mandiri dan dapat memotivasi saya untuk membuat pilihan-pilihan yang benar saat saya berada di luar rumah, “Iman para bapa leluhur” kami telah menjadi iman saya sendiri. Saya tidak sedang menyombongkan diri – semua ini adalah berkat dari Tuhan dan orangtua yang menganggap serius tanggung jawab mereka untuk membesarkan anak-anak yang saleh.
Anak-anak akan tertarik pada apa yang disuguhkan kepada mereka selama tahun-tahun pertama yang menentukan. Saya mengenal anak-anak muda dari rumah tangga-rumah tangga Kristen yang “sungguh-sungguh” yang lebih mengenal bintang-bintang film dan grup-grup
musik rock daripada para pemimpin atau murid-murid mereka. Mereka hafal semua lagu-lagu top hit tetapi tidak mengenal lagu-lagu tentang iman. Saya hanya dapat mengasumsikan bahwa mereka tertarik pada apa yang disuguhkan kepada mereka.
Jika kita membiarkan anak-anak kita mendengarkan musik, menonton film, membaca buku-buku dan majalah, dan bergaul dengan teman-teman yang memperkenalkan hal-hal duniawi, perilaku negatif, seks bebas, pemberontakan, dan kekerasan, kita tidak usah heran jika mereka menganut filosofi-filosofi dunia. Pada saat saya menulis bab ini, salju di luar tebalnya kira-kira delapan inci, dan salju telah turun hampir sepanjang hari. Tidak seorang pun berpikiran untuk menanam pohon yang masih muda di luar pada cuaca seperti ini dan berharap tanaman itu dapat bertahan hidup. Itulah gunanya rumah kaca – memberikan lingkungan yang optimum pada tanaman untuk tumbuh. Lalu, pada saat akar-akarnya telah berkembang dan cukup kuat untuk menahan serangan cuaca, barulah tanaman itu dipindahkan ke luar.
Ketika saya berumur tujuh belas tahun, orangtua saya mengirim saya menyeberangi Amerika Serikat untuk memulai tahun pertama saya kuliah di sebuah universitas sekuler di Kalifornia bagian
selatan. Meskipun saya tinggal bersama keluarga yang saleh selama dua tahun terakhir saya di universitas, tiba-tiba saja saya memiliki lebih banyak “kebebasan” dibandingkan yang pernah saya miliki seumur hidup saya. Saya dapat saja pergi ke mana pun yang saya inginkan dan melakukan apa pun sesuai keinginan saya. Akan tetapi “keinginan” saya telah terbentuk – saya mengasihi Allah dan ingin melakukan apa yang berkenan kepadaNya. Keputusan-keputusan saya bukan didorong oleh rasa takut akan apa yang mungkin dipikirkan oleh orangtua saya, melainkan oleh perasaan yang kuat akan kehadiran, kekudusan, dan kasih Allah.
Selama tahun-tahun itu, saya terbuka untuk menerima filosofi dan gaya hidup yang asing bagi saya. Tetapi saya tidak tertarik dengan apa pun yang tidak konsisten dengan Firman Allah. Saya bersimpati pada orang-orang yang percaya akan hal-hal itu dan mempraktekkan gaya hidup seperti itu dan saya ingin agar mereka dapat mengenal Allah. Namun gaya hidup mereka tidak membuat saya tertarik.
Saya telah menyaksikan berkat yang dicurahkan di dalam keluarga saya berkat kasih yang menyala-nyala terhadap Allah dan hati yang dengan rela berserah kepada kehendak-Nya, didikan seperti itu telah menciptakan hati yang selalu ingin menyenangkan Tuhan dan berjalan di
dalam Kebenaran.
Rasul Paulus memperingatkan orang-orang percaya dari setiap zaman dan kebudayaan, “Janganlah menjadi serupa dengan dunia ini” (Roma 12:2). Sebaliknya, menurutnya, kita harus “mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup” (Roma 12:1) dan “berubah oleh pembaharuan budi kita” (Roma 12:2).
Bukannya kita dibentuk oleh kebudayaan, seperti yang terjadi pada kebanyakan orang percaya zaman ini, melainkan agar kita dipenuhi dengan Roh dan Firman Allah sehingga hidup kita akan mempengaruhi dan meyakinkan kebudayaan di sekitar kita. Ini adalah tantangan yang dihadapi para orangtua Kristen – untuk membesarkan generasi kaum muda yang bukan mengikuti zaman, melainkan mengubah zaman.
---Cuplikan Bab 7 – bagian II
Apakah Perubahan
dalam Salinan-salinan
Kuno Alkitab Menyiratkan
Ketidakpercayaan
Terhadap Otoritas Alkitab?
Pdt. Yakub Tri Handoko, Th.M.
Baru-baru ini ada sebuah unggahan di media sosial tentang kesalahan-kesalahan dalam penyalinan Alkitab. Unggahan ini tentang pertanyaan kritis seorang pemuda berkaitan dengan fenomena perubahan-perubahan
dalam berbagai salinan kuno Alkitab. Menurut pemuda tersebut, upaya perubahan itu menyiratkan ketidakpercayaan para penyalin terhadap otoritas Alkitab sebagai firman Allah. Berdasarkan dugaan ini si pemuda merasa aneh bila orang-orang Kristen sekarang bersikukuh membela otoritas atau ketidakbersalahan Alkitab. Jika para penyalin di abad permulaan saja terkesan tidak memercayai ajaran doktrinal tersebut, untuk apa kita sekarang memegang dan membelanya?
Bagaimana kita menyikapi hal ini?
Penyelidikan yang komprehensif dan mendalam terhadap salinan-salinan kuno Alkitab menyiratkan bahwa dugaan si pemuda di atas terlalu sempit dan terburu-buru. Pertama, sebagaimana kita ketahui bersama, para penyalin kuno memang melakukan kesalahan-kesalahan tertentu selama proses penyalinan, baik yang disengaja (mengubah dengan alasan tertentu) maupun tidak disengaja (salah lihat, dengar, atau lainnya). Jenis kesalahan yang tidak disengaja jelas tidak menyiratkan apapun tentang keyakinan teologis seorang penyalin. Kesalahan jenis ini hanya mengungkapkan keterbatasan para penyalin.
Kedua, kesalahan-kesalahan yang disengaja juga tidak otomatis menyiratkan sikap yang
rendah terhadap otoritas Alkitab. Dalam hal ini kita perlu memahami bahwa seorang penyalin mungkin sedang membandingkan antara satu salinan dengan yang lain. Dia kemungkinan besar tidak mengetahui atau memiliki naskah asli Alkitab. Apa yang diubah bukanlah naskah asli. Si penyalin hanya berusaha sebaik mungkin untuk memilih bacaan tertentu di suatu salinan yang menurutnya lebih sesuai dengan naskah asli. Jadi, persoalan ini lebih berhubungan dengan keyakinan atau keraguan terhadap akurasi bacaan di suatu salinan. Tidak ada hubungannya dengan keyakinan doktrinal penyalin terhadap otoritas Alkitab.
Ketiga, kesalahan-kesalahan yang disengaja seringkali didorong oleh motivasi yang baik. Dalam beberapa kasus para penyalin berusaha memberikan keterangan tambahan supaya pembacanya lebih mudah memahami Alkitab. Tujuan mereka justru untuk menghindari kesalahpahaman terhadap Alkitab. Walaupun motivasi yang baik memang tidak membenarkan tindakan, perubahan yang disengaja seperti ini tidak boleh ditafsirkan seolah-olah para penyalin tersebut tidak menghargai otoritas Alkitab.
Keempat, kesalahan-kesalahan yang didorong oleh motivasi doktrinal tertentu juga belum tentu menyiratkan konsep yang rendah terhadap otoritas Alkitab. Studi terhadap salinan-salinan
kuno Alkitab menunjukkan bahwa beberapa penyalin kadangkala menambahkan sesuatu yang sesuai dengan teologi mereka ke dalam teks yang disalin. Sebagai contoh, sebuah salinan menambahkan kata “asketisisme” (gaya hidup menghindari semua kenikmatan dunia) di akhir Roma 14:17 (“Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus”). Perubahan seperti ini jelas keliru dan sangat disayangkan. Namun, apakah ini menyiratkan pandangan penyalin yang rendah terhadap otoritas Alkitab? Belum tentu. Dia mungkin sekadar ingin menegaskan pesan dalam ayat ini, terutama dalam kaitan dengan makanan dan minuman. Kerajaan Allah bukan tentang hal-hal lahiriah, seperti makanan dan minuman. Walaupun teologi dan gaya hidup asketis mungkin tidak tepat, tetapi penambahan nuansa asketis di ayat ini belum tentu menyiratkan doktrin Alkitab yang dipegang oleh penyalinnya.
Kelima, para penulis Perjanjian Baru (PB) juga seringkali mengutip Perjanjian Lama (PL) tidak secara persis kata per kata. Mereka yang pernah memelajari isu pengutipan PL dalam PB pasti mengetahui kebiasaan ini dengan baik. Penulis PB juga kadangkala mengutip dari tradisi teks PL yang berbeda, misalnya Septuaginta (LXX) atau teks Ibrani tertentu. Apakah pengutipan yang tidak persis seperti ini menunjukkan bahwa para
penulis PB kurang menghargai atau mengakui otoritas PL? Tentu saja tidak, bukan?
Keenam, beberapa penyalin dan bapa-bapa gereja menyadari persoalan ini dan memberikan kritikan pedas maupun koreksi terhadap perubahan-perubahan yang dilakukan oleh penyalin sebelumnya. Mereka berusaha memberikan catatan di margin atau tanda tertentu jika mereka menemukan perubahan-perubahan yang tidak semestinya. Upaya ini jelas menyiratkan keseriusan mereka untuk mengikuti naskah asli Alkitab.
Terakhir, walaupun sebagian penyalin “mungkin” memiliki sikap doktrinal yang rendah terhadap otoritas Alkitab, hal itu tidak mewakili pandangan semua orang Kristen di abad permulaan. Penjelasan di poin keenam di atas memberikan dukungan untuk hal ini. Ada juga para penyalinan yang sangat serius dengan akurasi salinan.
Kiranya uraian sederhana dan singkat ini menolong kita untuk tidak terburu-buru dalam menyimpulkan sesuatu. Soli Deo Gloria.
Kedaulatan Allah dalam
Karya Penyelamatan-Nya
Sumber : Sovereignity of God (Kedaulatan Allah) Penulis Arthur W. Pink(Lanjutan tgl 18 April 2021)
Telah disebutkan di atas bahwa yang dipilih oleh Allah adalah “apa yang lemah bagi dunia, apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia.” Tetapi mengapa? Untuk menyatakan sekaligus memulai anugerah-Nya. Jalan Allah dan rancangan-Nya sama sekali bertentangan dengan jalan dan rancangan manusia. Akal budi manusia yang kedagingan beranggapan
bahwa penyeleksian itu seharusnya dimulai dari tingkat orang-orang kaya dan berpengaruh, orang-orang berani menyenangkan dan berbudaya; sehingga Kekristenan akan dapat pujian serta penghormatan karena memiliki berbagai kehebatan dan kemudian kedagingan ini. Namun, kenyataannya tidak demikian, “apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah” (Luk. 16:15). Allah memilih “yang tidak terpandang.” Dia juga bertindak demikian pada zaman Perjanjian Lama. Bangsa yang dipilih-Nya untuk memelihara firman-Nya yang kudus dan menjadi sarana bagi kedatangan Sang Benih yang dijanjikan itu, bukanlah banget Mesir kuno, bangsa Babel yang hebat, ataupun bangsa Yunani yang memiliki kebudayaan dan perasaan yang tinggi. Bukan; banget yang memperoleh limpahan kasih Allah dan dijagai-Nya bagai “biji mata-Nya” itu justru adalah banget Yahudi yang hina. Demikian jugalah yang terjadi ketika Tuhan berdiam di antara manusia. Orang-orang yang dipanggil-Nya untuk menikmati suatu hubungan yang istimewa dengan-Nya dan menjadi utusan- utusan-Nya itu sebagian besar berprofesi sebagai nelayan, yang tentu saja “ tidak terpelajar.” Demekianlah yang terjadi sejak saat itu. Dan tujuan pemilihan Allah ini, alasan mendasar dari penyeleksian yang dilakukan-Nya ini, adalah “supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah.” Tak ada satu hal pun di dalam diri umat
pilihan-Nya itu yang dapat menjadikan mereka layak untuk memperoleh perkenan-Nya, sebagai pujian hendak dipersembahkan bagi kekayaan kasih karunia-Nya semata.
“Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Krisis yang dalam Kristus telah mengaruniakan lepas kita segala berkah rohani di dalam sorga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercanda dihadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semua oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuatu dengan kereta kehendak-Nya…. Di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan – kami yang dari semua ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya” (Ef. 1:3-5,11). Di sini, kita kembali diingat bahwa pada suatu waktu – bila istilah waktu dianggap layak dipakai – Allah telah memilih sejumlah orang untuk diangkat-Nya sebagai anak melalui Yesus Kristus. Bukan setelah Adam jatuh ke dalam dosa yang karena menjadikan seluruh umat manusia turut jatuh (bersamanya) ke dalam dosa dan kebinasaan, melainkan hati sebelum Adam dapat melihat terang, bahkan jauh sebelum dunia ini dijadikan, Allah telah memilih kita di dalam Kristus. Di sini, kita juga belajar tentang tujuan yang telah direncanakan Allah dari semua bagi keberadaan
umat pilihan-Nya, yakni agar mereka ini “kudus dan bercanda dihadapan-Nya”; “diangkat sebagai anak”; “menerima warisan.” Di sini pula, kita menemukan yang mendasari tindakan-Nya. “Dalam kasih Ia telah menentukan (mempredestinasikan) kita dari semua oleh Yesus Krisna untuk menjadi anak-anak-Nya” – sebuah pernyataan yang menyangkali berbagai tuduhan kek yang sering kali dilontarkan, yang menyatakan bahwa bila Allah menentukan maksud kekal-Nya bagi setiap makhluk ciptaan-Nya sebelum mereka dilahirkan, maka itu semata-mata merupakan suatu bentuk ketidakadilan dan sewenang-wenangan. Akhirnya, di sini kita diingat bahwa dalam melakukan semua ini pun Dia tidak membutuhkan nasehat dari siapa pun, melainkan bahwa kita “ditentukan dari semua sesuatu dengan kereta kehendak-Nya” semata. “Akan tetapi kami harus selalu mengucapkan syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memiliki kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai” (2Tes. 2: 13). Ada tiga hal di sini yang perlu diperhatikan secara istimewa. Pertama, fakta bahwa kita secara jelas diberi tahu bahwa umat pilihan Allah itu “di pilih untuk diselamatkan.” Keterbatasan bahwa tidak memungkinkan adanya suatu penjelasan yang lebih gambarnya daripada itu. Betapa mudahnya
ungkapan tersebut mengabaikan segala bentuk penyimpangan dan dalih dari pihak-pihak yang menjadikan pemilihan hanya sebagai suatu status atau keistimewaan eksternal dalam pelayanan! Demi tujuan “keselamatan” itu sendiri Allah telah memilih kita. Kedua, di sini kita diingat bahwa pemilihan demi tujuan keselamatan itu sama sekali tidak mengabaikan penggunaan sarana yang tepat: keselamatan diwujudkan melalui suatu “karya penyucian Roh Kudus dan iman di dalam kebenaran.” Tidak benar bila dikatakan bahwa karena Allah telah memilih seseorang untuk diselamatkan, maka orang ini akan diselamatkan tanpa menghiraukan apakah ia orang percaya atau tidak; tak satu pun bahagia Kitab Suci yang menyatakan demikian. Allah yang menentukan kesusahan manusia adalah Allah yang juga telah menetapkan sarananya. Allah yang tidak melakukan “pemilihan demi keselamatan itu,” adalah Allah yang juga menetapkan bahwa rencana-Nya tersebut akan diwujudkan melalui karya penyucian Roh Kudus dan iman kepada kebenaran. Ketiga, Allah memilih kita untuk tujuan keselamatan, agar kita kemudian memiliki alasan yang kuat untuk menaikkan pujian dan ucapan syukur yang melimpah. Perhatikan betapa kuatnya penekanan Rasul Paulus saat menyatakan hal ini, “ Akan tetapi kami harus selalu mengucapkan syukur kepada Allah kepada kamu, saudara-saudara, yang dikasihi oleh Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu
untuk diselamatkan.” Dsb. Bukannya merasa takut terhadap doktrin predestinasi, ketika melihat kebenaran agung ini, sebagaimana minyak dalam firman Allah, orang percaya justru memiliki alasan untuk bersyukur dan berterima kasih, oleh karena memperoleh karunia yang tak ternilai itu dari Sang Penebus sendiri.
Mengapa pohon jarak
begitu signifikan
bagi Yunus (Yun. 4:6-8)?
Ev. Denny Teguh Sutandio
Pernahkah Anda bertemu dengan orang yang tidak konsisten? Di Alkitab, salah satu orang yang tidak konsisten adalah Yunus. Ketika Yunus diperintahkan Allah untuk memberitakan pertobatan kepada orang-orang Niniwe yang hendak binasa, ia merasa enggan, namun ia sangat marah ketika pohon jarak yang melindunginya dari terik matahari ternyata pohon tersebut mati (Yun. 4:6-11). Seberapa
signifikan pohon jarak bagi Yunus, sehingga ia sangat marah ketika pohon itu mati?
Kata “pohon jarak” dalam teks Ibraninya qîqāyôn. Arti kata ini diperdebatkan. Vulgata (terjemahan Alkitab bahasa Latin) menerjemahkannya, “ivy” (tanaman memanjat Eurasia yang selalu hijau dan berkayu, biasanya memiliki daun berujung lima yang mengkilap dan berwarna hijau tua) (Fauna and Flora of the Bible, 106). Septuaginta (terjemahan PL dalam bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani) menerjemahkannya, “labu manis” (gourd). KJV, YLT, dan JPS menerjemahkannya, “gourd.” Namun Resh Lakish mengidentifikasinya dengan biji dari semak (belukar) yang menghasilkan minyak jarak (B. Shabbat 21a). Minyak jarak (castor oil) sendiri merupakan minyak kuning pucat yang diperoleh dari biji jarak, digunakan sebagai pencahar, pelumas, dan dalam pembuatan produk berbasis minyak. Jerome sendiri memilih terjemahan minyak jarak (Billy K. Smith dan Frank S. Page, Amos, Obadiah, Jonah, The New American Commentary, 278). Friedemann W. Golka juga menafsirkannya sebagai minyak jarak (George A. F. Knight dan Friedemann W. Golka, Revelation of God: A Commentary on the Books of The Song of Songs and Jonah, 121). Uriel Simon di dalam tafsirannya JPS Torah Commentary juga setuju dengan identifikasi Resh Lakish di mana qîqāyôn merujuk pada tanaman yang tumbuh liar di seluruh Tanah
Israel, yang sekarang dikenal sebagai tanaman ricinus atau minyak jarak. Minyak ini dalam bahasa Mesir kuno disebut kaka atau kiki dan dalam bahasa Yunani adalah kikeôs (Uriel Simon, Jonah, JPS Bible Commentary, 42).
Tanaman tahunan ini (Ricinus communis) yang termasuk dalam famili spurge (tumbuhan perdu atau semak dengan getah susu dan bunga yang sangat kecil, biasanya kehijauan) ini memiliki batang yang tegak yang menghasilkan begitu banyak daun menjari besar. Daunnya memiliki lebar sekitar 1 meter, sehingga daun ini dapat memberikan keteduhan yang berlimpah. Tanaman ini bertumbuh sangat cepat (5-6 bulan) dan dianggap sebagai rumput liar oleh banyak orang timur (Allen C. Myers, ed., The Eerdmans Bible Dictionary, 195, Michael Zohary, Plants of the Bible, 193, Simon, Jonah, JPS Bible Commentary, 42, dan Knight dan Golka, Revelation of God, 121). Tinggi tanaman ini bisa mencapai 3-4 meter, sehingga tanaman tersebut dapat menaungi pelancong dari terik matahari.sehingga tidak heran tanaman ini menjadi tempat berteduh yang nyaman bagi Yunus. Buahnya berbentuk kapsul dengan tiga biji yang mengandung minyak (Zohary, Plants of the Bible, 193 dan Fauna and Flora of the Bible, 107).
Tanaman ini tumbuh dalam satu malam dan melindungi Yunus, tetapi layu di penghujung
keesokan paginya. Hal ini membuatnya terpapar matahari yang terik. Inti dari kejadian ini adalah untuk mengajar nabi yang bandel itu bahwa dia seharusnya tidak hanya memperhatikan kenyamanannya sendiri, tetapi juga untuk kesejahteraan banyak warga Niniwe yang enggan dia khotbahkan (ay. 10–11) (Myers, ed., The Eerdmans Bible Dictionary, 195).
BAB IV - Pemahaman
Historis Tentang
Panggilan Misi
(Diambil dari buku “Panggilan Misi” dengan judul asli “Misionary Call: Find your Place in God’s Plan for the World, 2008, David Sills, penerbit Momentum)
(Lanjutan tgl 18 April 2021)
Panggilan untuk melakukan apa
Perkembangan agen-agen misi di atas dengan pelayanan yang spesifik seperti ini, kadang-kadang menambah kebingungan tentang panggilan misi. Yaitu cara Anda melaksanakan panggilan misi dan juga cara Anda mengekspresikannya. Para
misionaris suku ini sering kali menjalin kerinduan atau talenta untuk bekerja dalam sebuah area tertentu ke dalam kesaksian-kesaksian panggilan misi mereka. Beberapa orang mungkin berkata, bahwa mereka sekedar merasa terpanggilan untuk menerjemahkan Alkitab atau lainnya. Perkembangan ini membuat sebagian orang yang mendengar kesaksian seperti itu, sulit untuk merasa dipanggil, karena pemahaman mereka tentang panggilan mereka sendiri yang lebih umum, terasa kurang memadai, dibandingkan kesaksian para misionaris suku. Peran dari agen-agen misi telah memainkan sebagian besar dalam pemahaman kontemporer kita tentang panggilan misi.
Karena perseteruan-perseteruan teologis dan kontroversi-kontroversi doctrinal telah menyebabkan perselisihan dan perpecahan, maka para agen misi secara tipikal memformulasikan dan mengadopsi beberapa pedoman guna menghindari konflik-konflik menyakitkan ini. Akibatnya ketika agen-agen pengutus bersikap kaku, untuk berdiri di atas pendirian-pendirian teologis, dan mengharuskan para calon misionaris untuk mengikuti mereka. Para agen misi tidak akan mentolerir para calon yang memiliki pandangan yang kontroversial, dengan begitu para agen dapat menghindari perselisihan di masa depan. Bagaimanapun, ketika agen mengharuskan anggotanya
untuk mengikuti pedoman doktrin, sejelas panggilan misi, maka ke dua hal ini sering kali membingungkan. Pendirian doktrin agen misi terkadang tanpa sengaja diterjemahkan sebagai hal-hal yang menentukan tentang panggilan misi. Sebagai contoh, sejumlah agen misi mendefinisikan panggilan misi sebagai tugas untuk membagikan Kristus kepada suku-suku terabaikan. Hal ini menyingkapkan pandangan mereka tentang panggilan yang sah, untuk berfokus pada strategi misi terhadap sutu kelompok suku terabaikan. Dalam persepektif seperti itu, bagaimana seseorang yang dipanggil untuk mengajar atau menindaklanjuti pemuridan dapat memandang panggilannya? Agen itu dengan tanpa sengaja, telah menolak panggilan misi dari orang-orang yang tidak berencana untuk menargetkan kelompok-kelompok suku terabaikan. Namun, ingatlah bahwa kebanyakan agen misi sedang melakukan yang terbaik dan adalah tugas yang sulit untuk menyortir calon-calon yang melamar. David Hasselgrave mengingatkan kita, “ Ketersediaan dan kecocokan adalah dua unsur pokok dari panggilan misi. Tantangan yang sangat besar adalah untuk mengenali orang-orang yang memiliki keduanya, tersedia dan cocok bagi pelayanan.
Perbedaan pendirian teologi tentang pencarian dan penuaian, yang dipopulerkan dalam buku Donar McGavran “Understanding Church
Growth”. Juga sedang menemukan tempat dalam pemahaman panggilan panggilan misi. Dasar dari daya yang mendoerng theology pencarian adalah untuk menemukan kantong-kantong terabaikan di dunia dan memberitakan Injil di sana. Prinsip dasar utama dari theology pencarian berhubugan erat dengan pernyataan Paulus, bahwa dia rindu untuk memberitakan Injil di mana nama Kristus belum disebut. Usaha0usaha misi teologi pencarian bertujuan untuk menemukan tempat di mana Tuhan belum bekerja dan memulai pekerjaan itu.
Misi-misi teologi penuaian, di pihak lain mencari cara untuk memenangkan orang-orang yang dapat dimenangkan ketika mereka dapat dimenangkan – yaitu, bawa masuk tuaian. Hendry Backaby menekankan dalam Experiency God, bahwa orang-orang Kristen harus menemukan di mana Allah sedang dan mau kita bekerja dan segera bergabung bersama Dia di sana. Alan Walker menulis pada tahun 1966, bahwa “tugas dari orang Kristen adalah untuk menemukan apa yang sedang Allah kerjakan, dan melakukannya bersama dengan Dia.”
ANDALAN
Senin, 26 April 2021
Salah satu hal yang menarik mengenai anak-anak adalah kepercayaan yang tersirat. Saya membayangkan setelah bangun tidur, seorang anak menuju ke kamar makan dan langsung tanpa berpikir panjang dapat mengucapkan: hari ini makan apa? Di balik kalimat itu, ada kepercayaan yang tersirat bahwa pasti ada makanan di meja. Bahwa ayah ibunya tidak mungkin lalai menyediakan apa yang dia butuhkan. Anak ini tidak bisa membayangkan sebuah skenario dimana tidak ada makanan. Mereka hidup dibawah sebuah keyakinan bahwa orang tua sanggup menjaga hidup mereka. Namun dengan bertambahnya usia, kepercayaan atau keyakinan semacam ini mulai melemah. Kita mulai mengalami pahitnya kehidupan dari harapan yang tidak terpenuhi, rencana yang gagal, mimpi yang tidak tercapai. Kita mulai sadar tidak ada satupun yang sempurna, baik orang terdekat kita, gereja, pemerintah, teknologi apalagi kemampuan kita sendiri. Tinggal tunggu waktu kita akan dikecewakan dengan kerapuhan dari segala sesuatu.
Di saat kita mencapai tempat dimana tidak ada
hal yang betul-betul dapat diandalkan, karya Kristus yang sempurna adalah terang dan jawaban kita. Dia lah satu-satunya pribadi yang tidak akan mengecewakan kita. Karena Yesus telah mengalahkan maut dan kuasa dosa, maka Dia lah batu karang yang teguh. Mari kembali letakkan harapan kita kepada Kristus. (EW)
BERMEGAH
DI DALAM TUHAN
Selasa, 27 April 2021
Kesuksessan merupakan sebuah hal yang pasti dikejar oleh setiap orang, tidak terkecuali setiap kita. Entah itu keberhasilan dalam bisnis, studi dan karir, keberhasilan merupakan sebuah hal yang dirindukan oleh hampir setiap kita. Hal itu juga yang di ingini oleh seorang pegawai magang di perusahaan bank besar bernama Moritz Erhart. Ia melakukan kerja selama 72 jam tanpa tidur, hingga akhirnya ia ditemukan meninggal di kediamannya karena melakukan kerja yang berlebihan tersebut. Kejadian itu menimbulkan presepsi bahwa Erhatz menaruh identitas, keberhargaan diri dan kemegahannya pada ambisi dan keberhasilan dalam karirnya. Sehingga ia melakukan apa pun demi mendapatkan identitas tersebut. Sampai akhirnya ia mengorbankan dirinya demi mendapatkan keberhasilan itu semua. Berdasarkan kisah ini kita bisa melihat bahwa di mana kita menaruh kemegahan diri kita akan menentukan bagaimana kita bersikap dalam kehidupan.
Bagian yang kita baca dalam renungan hari
ini, merupakan penggalan isi surat Paulus kepada jemaat di Korintus. Saat itu Paulus mendapatkan penyerangan dari musuh-musuh yang meragukan status kerasulannya. Disaat bersamaan musuh-musuh Paulus memegahkan diri tentang keterampilan mereka. Bahkan lebih dari itu mereka memegahkan jemaat Korintus dan mengaku-ngaku bahwa jemaat Korintus merupakan hasil pelayanan mereka. Paulus sebetulnya memiliki kesempatan yang besar untuk memegahkan dirinya dihadapan musuh-musuhnya. Karena jelas betul bahwa Paulus sudah melakukan pelayanan yang cukup luas dan besar. Namun disini justru Paulus mnuliskan dan memutuskan untuk tidak bermegah dalam hal-hal tersebut. Melainkan menaruh kemegahannya di dalam Kristus dan mengajak jemaat Korintus melakukan hal yang sama. Disini Paulus tidak mau menaruh kemegahan dalam pekerjaannya karena ia tahu bahwa Allahlah yang berbelas kasihan memberikan Paulus kemampuan untuk melakukan itu semua. Sehingga segala hasil pekerjaan Paulus bukan karena keperkasaannya melainkan karena Allah yang bekerja di dalam diri Paulus.
Dalam keseharian kita mungkin di anugerahi berbagai macam keberhasilan dalam hidup kita. Allah mungkin memberikan keberhasilan atau kemampuan khusus buat setia kita. Namun pertanyaan yang menjadi perenungan buat kita
hari ini adalah, apakah kita menaruh kemegahan dan keberhargaan di dalam itu semua. Sehingga kita mulai kecewa ketika itu semua hilang atau keberhasilan dan kemampuan khusus membuat kita sombong. Mari kita berjaga-jaga dan menilik hati kita apakah kita bermegah dalam Kristus. (EG)
TIDAK TERIKAT PADA TRADISI
YANG MEMBELENGGU-1
Rabu, 28 April 2021
Setiap kita pasti terikat dengan tradisi entah tradisi keluarga atau tradisi etnis kita. Tentu hal yang baik kita memiliki tradisi, namun yang membahayakan adalah ketika tradisi menjadi ilah yang mengontrol setiap langkah hidup kita. Gambaran ini yang dijelaskan Paulus di Filipi 3:2. Memasuki pasal 3 di ayat 2, Paulus langsung menjelaskan tantangan yang dihadapi jemaat Filipi yaitu orang-orang Kristen Yahudi yang berusaha mengajar jemaat Filipi tentang pentingnya Injil + hukum Taurat (sunat) (I-Jin Loh dan Eugene A. Nida, A Handbook on Paul’s Letter to the Philippians, 91). Menariknya, Paulus menyebut mereka dengan tiga sebutan, yaitu: “anjing,” “pekerja-pekerja jahat,” dan “penyunat-penyunat palsu.” Intinya mereka bukan berasal dari Kristus karena mereka mengajarkan ajaran yang bertentangan dengan ajaran Paulus. Di suratnya yang lain, ia menyebut mereka sebagai pemberita injil yang lain (Gal. 1:6-9). Bahkan di Galatia 1 ini, ia mengutuk para pemberita injil palsu sampai dua kali (ay. 8-9).
Di Filipi, ia tidak sampai mengutuk para pemberita
Injil + hukum Taurat, tetapi ia menjelaskan bahwa “sunat” yang merupakan salah satu syarat menjadi seorang Yahudi yang terpenting bukan sunat jasmani, tetapi sunat rohani. Sunat rohani ini dijelaskan Paulus di ayat 3 bahwa orang-orang yang oleh Roh Kudus menyembah Allah dan memuliakan dalam Kristus sekaligus tidak berbangga di dalam hal-hal lahiriah. Di ayat 3 ini, ia mengontraskan antara sunat jasmani vs sunat rohani. Orang-orang Kristen Yahudi yang membanggakan sunat jasmani adalah mereka yang membanggakan bahwa mereka telah disunat dan menjadi bagian dalam perjanjian Allah secara fisik. Namun Paulus mengajar bahwa orang-orang percaya sejati adalah mereka yang telah disunat secara rohani di mana mereka menjadi bagian dalam perjanjian Allah yang baru di dalam Kristus dan tidak lagi memusingkan tradisi jasmani (sunat jasmani).
Jikalau orang-orang Yahudi memiliki tradisi yang sangat ketat dan itu masih dipercaya dan dilakukan oleh orang-orang Yahudi yang mengaku diri “Kristen,” maka orang-orang “Kristen” sekarang juga memiliki tradisi yang mengikat, misalnya tradisi kostum tertentu yang “layak” dipakai ketika beribadah atau tradisi tertentu yang dianggap “rohani.” Sebagaimana Paulus menghardik para “anjing” di Filipi karena mereka diikat oleh tradisi yang membelenggu mereka, maka ia juga “menghardik” orang “Kristen” yang diikat oleh
tradisi yang membelenggu. Ingatlah, Kristus telah membebaskan kita dari kutuk hukum Taurat, maka kita tidak boleh menghambakan diri pada “hukum Taurat” versi “Kristen” (baca: tradisi “Kristen”). Biarlah kita yang telah dibebaskan oleh Kristus menggunakan kebebasan itu untuk melayani Allah, memuliakan Kristus, dan bertradisi yang berpusat pada Allah. Amin. (DTS)
TETAPLAH TUNAIKAN
TUGAS PELAYANANMU
Kamis, 29 April 2021
Sepanjang sejarah gereja selalu ada orang yang tidak mau mengasihi ajaran sehat, namun ketika akhir zaman makin dekat, keadaan akan makin parah. Banyak orang akan mengaku dirinya Kristen, berkumpul di gereja, mengambil bagian dalam berbagai pelayanan, tampaknya sangat mengasihi dan menghormati Allah, tetapi tidak akan menerima iman rasuli.
Dalam kondisi demikian, Paulus menasehati Timotius dengan beberapa kalimat perintah. Pertama, Kuasailah diri. Dalam kondisi seperti gambaran di atas, memang mudah bagi seorang pelayan Tuhan untuk gusar. Bagaimana tidak pengajarannya tidak diterima, mereka malah menyimpang kepada ajaran yang sesat. Perintah kedua adalah Sabarlah menderita. Paulus tidak hanya meminta untuk menguasai diri, tetapi rela untuk menderita dan tetap melakukanlah pekerjaan pemberita Injil. Ini adalah kalimat perintah selanjutnya. Wajar bagi seorang pelayan yang mendapat penolakan, apabila dia mempertanyakan apakah usaha pelayanannya sia-sia? Paulus sepertinya paham situasi Timotius,
itu sebabnya dia menasehatinya, apapun yang terjadi, tetap beritakan Injil yang benar. Lebih luas lagi, Paulus katakana, Tunaikanlah tugas pelayananmu. Tugas pelayanan Timotius tentu memiliki lingkup yang lebih luas.
Bagaimana dengan kondisi pelayanan saudara? Apakah mereka yang dilayani memiliki Hasrat yang besar dengan Injil yang saudara beritakan? Ataukah mereka tidak mencintai ajaran yang benar? Jangan putus asa, kuasailah dirimu, sabarlah menderita, tetaplah beritakan Injil yang benar dan tunaikanlah tugas pelayananmu. (NL)
TEPAT PADA WAKTUNYA
Jumat, 30 April 2021
Cara kreatif Tuhan menolong umat-Nya terkadang tidak bisa dimengerti. Pertolongan Tuhan itu pasti meskipun terkadang kita merasa seolah-olah terlambat. Pertolongan Tuhan tepat pada waktunya meskipun kita merasa seolah-olah Tuhan membiarkan kita. Tetapi jika kita sadar, Tuhan tidak pernah terlambat dan pertolongan-Nya tepat pada waktunya.
Paulus dan Silas adalah salah satu contoh dari pertolongan Tuhan tidak terlambat. Saat terpenjara karena iman dan pelayanan mereka, terjadilah gempa bumi yang hebat, sehingga sendi-sendi penjara itu goyah; dan seketika itu juga terlepaslah belenggu mereka semua (Kisah Rasul 16:25-26). Ini juga dialami oleh bangsa Israel beserta Musa yang terjepit di antara tentara Firaun dan laut Teberau. Sama juga dengan Daniel yang berada di gua singa. Semuanya menunjukkan Tuhan punya waktu dan cara-Nya sendiri untuk menolong kita.
Manusia sering meminta Tuhan melakukan seperti fikiran dan keinginannya tanpa belajar menyerahkan sepenuhnya kepada hikmat dan
kuasa Tuhan yang melampaui akal. Manusia sering terburu-buru tetapi tidak menyadari bahwa Tuhan punya rencana. Manusia hanya ingin segalanya lancar tanpa hambatan dan rintangan. Tetapi Tuhan berkehendak supaya melalui tantangan iman kita semakin didewasakan dan semakin menyadari betapa Allah yang Maha kuasa mengasihi kita, menjaga kita seperti biji mata-Nya dan karya pertolongan-Nya tepat pada waktu-pertolongan-Nya. (YDI)
MELINDUNGI SUKACITA
DARI KESOMBONGAN
Sabtu, 01 Mei 2021
Banyak maskapai penerbangan yang mempromosikan manfaat dari penerbangan kelas satu atau eksekuktif class. Saya bisa menghargai keuntungan dari perjalanan tersebut yang memberikan pelayan super istimewa. Namun yang perlu diwaspadai adalah jangan sampai hal tersebut membawa pada kesombongan. Kebenarannya adalah: kursi yang lebih lebar dan ruang kaki yang lebih luas tidak benar-benar membuat siapa pun menjadi orang “kelas satu”.
Dalam Amsal 11:2 dikatakan bahwa kesombongan adalah kejahatan dan menimbulkan “aib”. Kesombongan selalu melebih-lebihkan kepentingan diri sendiri dan meremehkan nilai orang lain. Orang yang hidup dalam kesombongan selalu mengabaikan karakter Tuhan, mengesampingkan kasih karunia dan hanya menerima prinsip bahwa status pribadinya adalah “kelas satu” : “saya lebih baik daripada yang lain.”
Paulus melawan godaan untuk menjadi sombong. Dia berasal dari orang-orang khusus yang dipilih oleh Tuhan, dari kelas orang-orang khusus di Israel, dan dari keluarga religius yang taat dan bersemangat secara luar biasa. Tapi dia menganggap itu semua “sampah”. Mengapa? Karena “keyakinan dalam daging” hanya menciptakan ketegangan lebih lanjut, perpecahan, pertengkaran, dan akhirnya kebencian. Kesombongan akan menghancurkan karunia sukacita.
Untuk melindungi supaya sukacita tidak terhilang karena kesombongan, hati kita harus didefinisikan dengan kata-kata ini: Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia. Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya - Galatia 6:14-15. Hanya dalam rasa syukur dengan kerendahatian dan terus memusatkan pandangan pada Yesus Kristus, sukacita dapat dipertahankan. (HK)
Agenda Minggu Ini
Hari/Tgl Pukul KeteranganSenin 26 Apr ‘21
05.00 Siaran rohani “Grace Alone”Pdt. Yakub Tri Handoko, Th.M di Radio Bahtera Yudha , 96,4 FM 23.00 Siaran rohani “Grace Alone”Pdt. Yakub Tri Handoko, Th.M
di Radio Bahtera Yudha , 96,4 FM
Rabu
28 Apr ‘21 HUT: Sdr. Edwin Prawira
Kamis, 29 Apr ‘21
HUT: Ibu Suswati Kusumadjaja HUT: Sdr. Antonius Wijaya HUT: Ibu Susana Herawati
Jum’at 30 April ‘21
HUT: Bp. Ruben Amadeo HUT: Ibu Jennie
Sabtu 01 Mei ‘21
18.00 Persekutuan Pemuda REC Kutisari(IBADAH DIRUMAH) 18.00 Persekutuan Pemuda REC MERR(IBADAH DIRUMAH)
HUT: Ibu Stevra Oroh
HUT: Ibu Jessica Nondolesmono HUT: Ibu Vera Megawati
Agenda Minggu Ini
Minggu02 Mei ‘21
Sakramen Perjamuan Kudus KU 1, 2 dan 3
IB ADAH MINGGU 25 APRIL 2021 www .y ou tube.co m/RECIndo ne sia Pdt. Yakub T ri Handok o Ekspo sisi Filipi IB ADAH LI VE STRE AMING SELURUH CAB
ANG REFORMED EXODU
S COMMUNITY pk. 08.00 | 10.00 | 17.00 IB ADAH MINGGU 02 MEI 2021 Pdt. Yakub T ri Handok o Tegur an Adalah T anda Sa yang (Am sal 27:5-6) IB ADAH LI VE STRE AMING SELURUH CAB
ANG REFORMED EXODU
S
COMMUNITY
PANDUAN IBADAH BERSAMA KELUARGA Reformed Exodus Community (REC),
25 April 2021
(Bila ingin mengadakan ibadah langsung, bukan lewat live streaming)
Playlist Lagu 25 April 2021:
https://www.youtube.com/play-
list?list=PL-8pO4ylvH0VzDsyG3BXcm01ttxC-BQrgt
1. 15 menit sebelum ibadah, kepala keluarga (pemimpin ibadah) mengajak semua ang-gota keluarga untuk bersiap-siap. Tampil-kan teks Filipi 3:1-4a di TV (atau dicetak/ lewat HP saja) sambil memutar lagu Crowns (Hillsong) (https://www.youtube.com/ watch?v=WVNb-Tz-Lp0)
2. 5 menit sebelum ibadah, pemimpin ibadah mengajak yang lain untuk mengambil saat teduh
3. Ibadah dimulai. Pemimpin ibadah mengajak semua anggota keluarga berdiri langsung diikuti dengan votum “Ibadah ini kita mulai dengan keyakinan bahwa satu-satunya jalan menuju takhta karunia Bapa sudah dibuka yaitu melalui pengurbanan Yesus Kristus yang sempurna di atas kayu salib dan yang telah diterapkan ke dalam hati kita oleh Roh Kudus.
Turunlah atas kita semua rahmat, berkat, dan anugerah dari Allah Tritunggal dalam iba-dah ini. Amin.”
Jemaat dipersilakan duduk.
Crown Him with Many Crowns - Majesty Verse 1
Crown Him with many crowns
(Muliakanlah Dia, dengan segala kejayaan) The Lamb upon His throne
(Domba yang duduk di atas tahtaNya) Hark! How the heavenly anthem drowns (Dengarlah marak pujian dari sorga) All music but its own
(Segala pujian yang adalah milikNya) Awake my soul and sing
(Bangunlah jiwaku dan pujilah) Of Him who died for me
(Dia yang tlah mati gantiku)
And hail Him as thy matchless King
(Dan tinggikan Dia sebagai Raja sgala raja) Through all eternity
(Hingga selama-lamanya) Chorus
Majesty, Lord of all
(Agunglah Dia, Tuhan dari sgala tuhan) Let every throne before Him fall
(Biarlah seluruh kejayaan tunduk dihadapan-Mu)
The King of kings, o come adore
(Mari datanglah pujilah Dia, Raja sgala raja,) Our God who reigns forevermore
(Tuhanku hidup selamanya) Verse 2
Crown Him the Lord of life
(Muliakanlah Dia, Raja Kehidupan) Who triumphed o’er the grave
(Dia yang telah mati masuk kedalam kubur) And rose victorious in the strife
(dan menang atas kematian) For those He came to save
(Memberikan hidup bagi yang mau datang padaNya)
His glories now we sing
(S’karang ku mau menyanyikan kemuliaanN-ya)
Who died and rose on high (Yang mati dan hidup)
Who died eternal life to bring
(Yang mati untuk memberikan hidup yang kekal)
And lives that death may die
(Dan menghidupkan yang tlah mati) Pengakuan Dosa Pribadi
Bridge
All hail, Redeemer, hail (Pujilah dia sang penebus) For He has died for me
(Buat Dia yang tlah mati bagiku) His praise and glory shall not fail (Kemuliaannya tak akan hilang) Throughout eternity
(Selama-lamanya) Bridge
Chorus 2X
4. Pengakuan Iman Rasuli (jemaat dipersilahkan berdiri) Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi.
Dan kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang Tunggal, Tuhan kita.
Yang dikandung dari Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria.
Yang menderita sengsara di bawah pe-merintahan Pontius Pilatus,
disalibkan, mati dan dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut. Pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati.
Allah Bapa yang Mahakuasa. Dan dari sana Ia akan datang
untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Aku percaya kepada Roh Ku-dus, Gereja yang kudus dan am, perseku-tuan orang kudus, pengampunan dosa, kebangkitan tubuh, dan hidup yang kekal. Amin.
(Jemaat dipersilakan duduk) 5. Petunjuk hidup baru
Aku, Akulah Dia yang menghapus dosa pem-berontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu. – Yesaya 43:25
Nyanyian jemaat Dia Raja (JPCC) Verse
Bersyukurlah kepada-Nya, bawalah pujian bagi-Nya
Kar’na Dia Raja, Dia yang perkasa Tuhanlah kekuatanku,
mazmur dan kes’lamatanku Dia penolongku yang b’ri hidupku Bridge
S’luruh semesta sujud menyembah Chorus
Agunglah kebangkitan-Mu, mujizat telah terjadi
Junjung kasih anug’rah-Mu, kekal teguh dan mulia Masyurlah perbuatan-Mu, Kau penyelamat hidupku Kasih-Mu tiada tara, bertahta Kau Tuhan Rajaku 6. Pujian Firman:
Pribadi yang Agung Verse 1
Engkaulah Tuhanku, dan Rajaku Engkau terang dambaan jiwaku
Tiada yang seperti-Mu, di bumi dan di Surga Hanya Kau, Tuhan, yang ‘ku cinta
Chorus
O, Tuhan, s’lidikilah, jagalah hatiku Apakah aku masih setia kepada-Mu? O, Tuhan, tolong hamba merindukanMu selalu
MengasihiMu, Pribadi yang agung Verse 2
Engkau Sahabatku, dan Kekasihku Tiada kata yang dapat ungkapkan
Selain ‘ku sembah Kau, dan memberi hatiku S’bagai persembahan yang hidup
Chorus 2X 7. Khotbah
Lampiran halaman 03.
8. Persembahan.
No. Rekening BCA REC
---REC Pusat: 0882-8257-77 REC Nginden: 0882-8888-50 REC Merr: 0882-8888-09 REC Batam: 0887-8888-29 REC Kutisari: 0887-8888-61 REC Darmo: 0889-8888-75 Diakonia REC: 0889-8888-16 Misi REC: 0887-8888-96
*Semua Rekening Lokal REC atas nama: GKRI Exodus
Mazmur 118 – Duduk Chorus
Bersyukurlah pada Tuhan kar’na Ia baik Bahwasanya untuk s’lamanya
kasih setiaNya
Bersyukurlah pada Tuhan kar’na Ia baik Bahwasanya untuk s’lamanya kasih setiaNya Verse
Tuhan itu kekuatanku dan mazmurku Ia sungguh t’lah menjadi kes’lamatanku Sorak-sorai kemenangan sudah menggema Menggema dari kemah orang benar
Tangan Tuhan melakukan keperkasaan Meninggikan orang-orang yang benar! Chorus Verse Chorus 3X 10. Doa syafaat Lampiran halaman 12 11. Pengumuman 12. Doxology