• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSPEKTIF. Available online

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSPEKTIF. Available online"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PERSPEKTIF

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/perspektif

Profesionalisme Penyelenggara Adhoc dalam Keberatan

Saksi di Tahapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara

Tingkat Kecamatan

Professionalism of Adhoc Administrators in Witness

Objection at the Recapitulation of Subdistrict Level Vote

Count Results

Amrullah*, Subhilhar & Muryanto Amin

Program Studi Magister Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Indonesia

Diterima: 6 November 2020; Direview: 6 November 2020; Disetujui: 10 April 2021 Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab profesionalisme Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dalam melaksanakan selaku penyelenggara adhoc tingkat kecamatan dalam melaksanakan rekapitulasi tingkat kecamatan, khususnya tindak lanjut terhadap keberatan saksi sangat memungkinkan terjadinya berbagai persoalan yang tidak dapat diselesaikan dalam rekapitulasi tingkat kecamatan, sehingga timbul kembali pada tingkat kabupaten. Penelitian ini menggunakan teori utama integritas pemilu dari Pippa Norris. Untuk menjelaskan profesionalisme PPK digunakan teori profesionalisme dari Gregorius Sahdan. Untuk melihat bentuk penyelesaian keberatan saksi akan digunakan teori penyelesaian konflik dari Spiegel, Novri Susan, dan Ralf Dahrendorf. Temuan penelitian menunjukkan bahwa profesionalisme PPK dalam rekapitulasi tingkat kecamatan sudah sangat baik dari kapasitas regulatif dan kapasitas implementatif. Dilihat dari kapasitas administratif masih terdapat beberapa kekurangan yang disebabkan berkurangnya ketelitian sebagai akibat dari beban kerja dan intensitas kerja PPK yang sangat tinggi. Selain itu, keberatan saksi dalam rekapitulasi tingkat kecamatan sudah diakomodir dengan baik oleh PPK berdasarkan ketentuan undang-undang dan PKPU. Model yang dilakukan PPK untuk menindaklanjuti keberatan saksi yaitu dengan diskusi (konsolidasi), rekomendasi Panwaslu Kecamatan (mediasi), dan melalui gugatan ke Mahkamah Konstitusi (arbitrasi). Cara-cara ini diterapkan secara bertingkat dan kondisional.

Kata kunci: Integritas Pemilu; Profesionalisme; Rekapitulasi; Keberatan Saksi Abstract

The purpose of this research is to answer the professionalism of the District Election Committee (PPK) in carrying out the adhoc district level recapitulation in carrying out the recapitulation at the sub-district level, in particular the follow-up to the witness's objection makes it possible for various problems that cannot be resolved in the recapitulation at the sub-district level, so that they arise again. at the district level. This study uses the main theory of electoral integrity from Pippa Norris. To explain KDP's professionalism, Gregorius Sahdan's theory of professionalism is used. To see the form of resolution of the witness' objection, the theory of conflict resolution from Spiegel, Novri Susan, and Ralf Dahrendorf will be used. The research findings show that the professionalism of KDP in the recapitulation at the sub-district level is very good in terms of regulatory capacity and implementative capacity. Judging from the administrative capacity, there are still several shortcomings due to reduced accuracy as a result of the very high workload and work intensity of KDP. In addition, the witness's objection in the recapitulation at the sub-district level had been properly accommodated by the PPK based on the provisions of the law and PKPU. The model that was used by the PPK to follow up on the objections of witnesses was discussion (consolidation), recommendations from the District Panwaslu (mediation), and through a lawsuit to the Constitutional Court (arbitration). These methods are applied in stages and conditionally.

Keywords: Election Integrity; Professionalism; Recapitulation; Witness Objection

How to Cite: Amrullah, Subhilhar, & Amin, M. (2021). Profesionalisme Penyelenggara Adhoc (Studi Keberatan Saksi Dalam Tahapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Tingkat Kecamatan. PERSPEKTIF, 10(2): 321-344

*Corresponding author:

E-mail: amrull@icloud.com

ISSN 2085-0328 (Print) ISSN 2684-9305(Online)

(2)

322

PENDAHULUAN

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat utama dalam sistem politik demokratis. Pemilu adalah pesta demokrasi yang menjadi sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih wakil-wakilnya menempati kursi pemerintahan. Untuk menentukan sebuah negara telah melaksanakan pemilu secara demokratis, maka konsep pemilu berintegritas (electoral

integrity) merupakan sebuah rujukan yang

tepat (Norris. 2013. dalam Perdana, dkk. 2019) Pemilu yang berintegritas menjadi poin penting dalam pelaksanaan pemilu yang demokratis.

Integritas pemilu dimaknai secara beragam oleh para ahli dari seluruh dunia. Berbagai pandangan, konsep dan standar disusun untuk menilai integritas pemilu. Norris (2013), menyatakan bahwa pemilu berintegritas merujuk kepada pelaksanaan pemilu yang sesuai dengan norma dan standar pemilu yang berlaku secara universal (Norris. 2013. dalam Perdana, dkk. 2019). Untuk mengukur integritas pemilu di seluruh dunia, proyek integritas pemilu yang dikembangkan Norris mengklasifikasikan pemilu ke dalam 11 tahapan siklus pemilu dari periode pra pemilihan (pre election), periode pemilihan (election), dan pasca pemilihan (pasca election) (Norris, 2014).

Pemilu berintegritas sebagai pemilu yang berdasarkan prinsip demokrasi dari hak pilih universal dan kesetaraan politik seperti yang dicerminkan dalam standar dan perjanjian internasional, profesional, tidak memihak dan transparan dalam persiapan dan pengelolaannya melalui siklus pemilu (Annan, et.al. 2012).

Dalam kajian The ACE Electoral Knowledge Network (2012), menyebutkan bahwa integritas merupakan kepatuhan terhadap kode etik dan nilai moral, dalam konteks pemilu berarti patuh terhadap prinsip-prinsip demokrasi. Pemilu berintegritas harus memastikan setiap prosedur, tindakan, dan juga keputusan dalam proses pemilu dapat sejalan dengan hukum (Undang-undang, konstitusi, hukum internasional, intrumen kepemiluan, dan semua ketentuan yang berlaku) (Henriques. 2010).

Cordenillo dan Ellis (2012) menyatakan pemilu berintegritas mensyaratkan beberapa

hal yaitu, adanya kode etik dan perilaku dalam politik, kerangka sistem pemilu yang jujur dan adil, administrasi pemilu yang transparan serta tidak memihak, kebebasan politik dalam berpartisipasi, akuntabilitas peserta pemilu, dan adanya kontrol masyarakat dan media untuk menjaga integritas.

Di Indonesia, standar untuk mewujudkan pemilu berintegritas telah tersusun dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan dijabarkan dalam Undang-Undang kepemiluan. Pemilu berintegritas diimplementasikan dengan menekankan penyelenggaraan pemilu yang berpedoman pada azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Pasal 22e UUD 1945.). Walaupun tidak ada satu standar atau konsep yang baku terhadap integritas pemilu yang berlaku secara universal di seluruh dunia. Namun dari berbagai standar, pandangan, dan konsep pemilu berintegritas dari berbagai ahli di seluruh dunia, dapat dimaknai secara umum bahwa pemilu berintegritas hanya akan terwujud apabila pemilu dapat berjalan secara jujur dan adil (free and fair election).

Salah satu elemen untuk mewujudkan integritas pemilu secara jujur dan adil adalah penyelenggara pemilu yang berintegritas. Aspek penting pemilu berintegritas menekankan tanggung jawab penyelenggara pemilu terhadap kewenangan yang dimilikinya (Perdana, dkk. 2019).Integritas penyelenggara pemilu perlu terjaga, sehingga mampu melaksanakan pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, serta terbebas dari pengaruh siapapun. Hal ini akan terlihat dari profesionalisme penyelenggara dalam melaksanakan semua tahapan pemilu.

Kenyataannya, integritas penyelenggara pemilu masih menjadi persoalan dalam setiap penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Tingginya pelanggaran pemilu oleh penyelenggara pemilu dari tingkat pusat sampai ke tingkat paling bawah telah menimbulkan keraguan dalam masyarakat terhadap integritas penyelenggara pemilu. Berdasarkan data DKPP sampai dengan Juni 2020 menunjukkan bahwa DKPP telah memutuskan 1.597 perkara dan sanksi sebanyak 6.562 penyelenggara pemilu sejak tahun 2012 sampai dengan tahun 2020 (DKPP. 2020)

(3)

Tabel 1. Putusan DKPP kepada Penyelenggara Pemilu

No Uraian Jumlah Putusan

1. Rehabilitasi 3.378

2. Teguran Tertulis 2.168

3. Pemberhentian Sementara 65

4. Pemberhentian Tetap 631

5. Perberhentian dari Jabatan Ketua 53

6. Ketetapan 267

Jumlah 6.562

Sumber : DKPP. 2020, diolah penulis.

Dari data tersebut dapat dilihat masih tingginya laporan pelanggaran etik penyelenggara pemilu yang dilaporkan kepada DKPP. Hal ini membuktikan bahwa integritas penyelenggara pemilu perlu banyak perbaikan agar dapat terciptanya pemilu yang jujur dan adil.

Sejak merdeka, Indonesia telah melaksanakan pemilu sebanyak 12 kali, yaitu pemilu pertama tahun 1955 sampai pemilu tahun 2019 (Perdana, 2019). Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-11/2013 tentang pemilu serentak telah memberikan nuansa baru bagi pesta demokrasi di Indonesia (Keputusan tersebut merupakan jawaban atas gugatan uji materi terhadap Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 yang diajukan oleh Pakar Komunikasi Politik Universitas Indonesia Dr. Effendi Gazali bersama Koalisi Masyarakat untuk Pemilu Serentak. Selanjutnya tentang keputusan tersebut lihat https://nasional.kompas.com/ read/2014/01/23/1536382/Ini, diakses pada 10 Oktober 2019.). Akibat putusan tersebut penyelenggaraan pemilu tahun 2019 dilakukan secara serentak. Pemilu serentak (concurrent

elections) secara sederhana dipahami sebagai

sistem pemilu yang melaksanakan beberapa pemilu pada satu waktu secara bersamaan.

Pemilu tahun 2019 merupakan pemilu pertama yang dilakukan secara serentak, yaitu pemilihan legislatif dilaksanakan sekaligus dengan pemilihan presiden pada tanggal dan hari yang sama yaitu 17 April 2019. Secara umum, pelaksanaan pemilu secara serentak bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemilu secara efektif dan efisien sehingga terwujudnya pemilu yang berintegritas (http://kisp-

id.org/04/2019/tulisan/esensi-pemilu-serentak-2019/.). Langkah penyelenggaraan

pemilu secara serentak tersebut memang merupakan suatu tujuan yang mulia. Dari beberapa sisi, pemilu serentak 2019 dinilai memiliki dampak yang positif. Namun perlu diketahui bahwa dalam mewujudkan pemilu yang demokratis, pemilu serentak memiliki retensi yang sangat tinggi, serta masih meninggalkan banyak permasalahan.

Dari sisi penyelenggaraannya, proses pemilu secara serentak terjadi sangat keras yang berdampak pada efektifitas kerja penyelenggara pemilu. Pemilu serentak yang diharapkan meningkatkan kualitas layanan penyelenggara justru menimbulkan kelelahan akibat retensi pemilu yang sangat keras sehingga berdampak kepada kualitas penyelenggaraan pemilu. Pemilu secara serentak memang dapat mengefisienkan waktu, namun disisi yang lain terjadi konflik dengan intensitas yang tinggi.

Dampak dari penyelenggaraan pemilu secara serentak sangat dirasakan oleh penyelenggara pemilu tingkat adhoc, terutama penyelenggara di tingkat kecamatan yaitu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Selain bertambahnya jenis pemilihan, di tingkat kecamatan juga terjadi perubahan mekanisme rekapitulasi hasil penghitungan suara. Pada pemilu 2019 tidak ada lagi rekapitulasi di tingkat desa. Hasil penghitungan suara di TPS berupa C1 dan lampirannya langsung dibawa ke kecamatan untuk dilakukan rekapitulasi di kecamatan dengan dua tahapan rekapitulasi yaitu rekap per TPS dan rekap per desa.

Mekanisme rekapitulasi hasil penghitungan suara yang demikian pada pemilu 2019 memunculkan peluang yang sangat besar untuk terjadinya kesalahan dalam proses rekapitulasi, baik kesalahan dari sisi teknis pelaksanaan, maupun dari sisi hasil.

(4)

324 Apalagi tahapan ini merupakan tahapan puncak pemilu yang sangat memungkinkan terjadi berbagai tindakan penyimpangan, pelanggaran, dan manipulasi dengan berbagai motif yang menguntungkan salah satu peserta pemilu.

Selain itu, dalam setiap pemilu penyelenggara dari tingkat pusat sampai ke penyelenggara tingkat bawah dianggap kurang berintegritas dalam menyelenggarakan pemilu. Bahkan penyelenggara adhoc sendiri dianggap sebagai sumber terjadinya kecurangan dalam pemungutan, penghitungan dan rekapitulasi hasil pemilu. Problem terbesar dalam penyelenggaraan pemilu adalah teknis pemilu yang beririsan dengan kode etik dan etika penyelenggara pemilu (Budhiati 2018.).

Permasalahan terbesar yang dihadapi penyelenggara 2019 berada pada tingkat kecamatan (Ubaid, Anggota KPU RI, dalam https://www.cnnindonesia.com/nasional/201 90430185528-32- 390938/kpu-sebut-banyak-kendala-rekapitulasi-di-kecamatan. Dikutip 20 Oktober 2019.). Berbagai permasalahan dan gugatan hasil pemilu berawal dari profesionalisme penyelenggara ditingkat kecamatan. Surbakti (2011) menyebutkan bahwa permasalahan pemilu di tingkat PPK yang berupa manipulasi hasil penghitungan suara disebabkan oleh mekanisme rekapitulasi yang dilakukan secara berjenjang. Kenyataannya, terdapat begitu banyak permasalahan di tingkat kecamatan dalam pemilu 2019, dan yang paling menonjol adalah permasahan yang terjadi pada proses rekapitulasi hasil penghitungan suara karena tahapan tersebut adalah tahapan puncak dan penentuan dalam pemilu. Tahapan rekapitulasi hasil penghitungan suara merupakan tahapan yang krusial karena dalam tahapan tersebut banyak terjadi manipulasi suara berbasis uang (Winters. 2016).

Masalah integritas pemilu tidak hanya dihadapi di Indonesia. Integritas pemilu semakin banyak diteliti dan telah menjadi perhatian khusus di seluruh dunia. Hasil penelitian Norris (2019) terhadap integritas pemilu di seluruh dunia yang tertuang dalam Perception of Electoral Integrity dataset (PEI-7.0) menunjukkan angka integritas pemilu yang cukup baik di beberapa negara dan juga angka integritas pemilu yang memprihatinkan di beberapa negara lainnya (Norris and

Grömping. 2019). Selain itu beberapa kajian seperti permasalahan pada pemilihan Presiden Amerika Serikat tahun 2000 dan 2016, kegagalan manajemen pemilu di Inggris dan Irlandia, timbul persoalan kurangnya integritas badan penyelenggara pemilu di Amerika Latin dan Afrika, merupakan bukti perhatian terhadap integritas pemilu di berbagai negara (van Ham dan Garnett. 2019).

Kondisi serupa juga terjadi pada penyelenggaraan pemilu 2019 di Kabupaten Bireuen (Kabupaten Bireuen adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Aceh hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara pada tahun 1999.). Pada tahapan rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kabupaten (rekapitulasi tingkat kabupaten) terdapat banyak keberatan saksi yang tidak menerima hasil rekapitulasi penghitungan suara. Bahkan, yang uniknya adalah keberatan saksi yang diajukan bukanlah terhadap hasil rekapitulasi dalam formulir DA1 (Formulir DA1 adalah formulir rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan. Formulir DA1 inilah yang kemudian disampaikan kepada kabupaten untuk kemudian dibacakan saat rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota.) dari proses rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan (rekapitulasi di tingkat kecamatan), tetapi justru para saksi menyampaikan perbedaan jumlah suara pada formulir C1 dari hasil penghitungan suara di TPS.

Dilihat dari mekanisme rekapitulasi, keberatan saksi terhadap formulir C1 disampaikan pada rekapitulasi tingkat kecamatan, bukan pada tingkat kabupaten. Semua pemasalahan terkait perbedaan jumlah pada formulir C1 dari setiap TPS seharusnya sudah diselesaikan pada rapat pleno rekapitulasi di tingkat kecamatan.

Dalam rapat pleno rekapitulasi tingkat kecamatan itulah seharusnya dilakukan pencocokan data, penelitian data, adu data, koreksi, pembetulan, dan perbaikan data, sehingga hasil rekapitulasi di tingkat kecamatan yang dituangkan dalam formulir DA1 datanya sudah benar-benar valid dan sesuai. PPK memberikan kesempatan kepada para saksi dan juga panitia pengawas untuk menyampaikan keberatan dan tanggapan terhadap kecocokan serta kebenaran data pada saat rekapitulasi di tingkat kecamatan.

(5)

Keberatan saksi yang terjadi dalam rapat pleno rekapitulasi di tingkat kabupaten terhadap formulir C1 dari TPS tersebut, menimbulkan keraguan terhadap profesionalisme PPK dalam menyelesaikan keberatan saksi pada saat rekapitulasi tingkat kecamatan. Asumsi ini juga diperkuat dengan formulir keberatan saksi dan kejadian khusus (formulir DA2-KPU) dari beberapa kecamatan yang menyebutkan adanya keberatan saksi pada saat rekapitulasi tingkat kecamatan. Dalam rapat pleno rekapitulasi tingkat kabupaten juga terdapat beberapa keberatan saksi yang terjadi namun tidak tercatat dalam formulir DA2-KPU. Selain itu, lebih lanjut lagi permasalahan rekapitulasi dibuktikan juga dengan adanya gugatan Perselisihan Hasil Pemihan Umum (PHPU) pada pemilu tahun 2019 di Kabupaten Bireuen (Gugatan Partai Bulan Bintang Nomor 92-19-01/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 tanggal 1 Juli 2019, dan Gugatan Partai NasDem Nomor 189-05-01/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 tanggal 1 Juli 2019).

Penelusuran literatur terhadap topik yang relevan dengan fokus studi ini dilakukan pada jurnal ilmiah di internet, buku serta publikasi cetak lainnya. Hasilnya adalah, topik sejenis sebagian besar bisa ditemukan dalam tulisan atau artikel yang diterbitkan dalam bentuk buku yang membahas penyelenggara dan penyelenggaraan pemilu berintegritas. Sangat banyak penelitian dan kajian terhadap integritas pemilu yang dilakukan para ahli di seluruh dunia. Penelitian tersebut tentunya dalam berbagai dimensi dan perspeksif yang berbeda.

Penelitian tentang integritas pemilu yang dikaji dari perspektif yang berbeda. Penelitian ini mengkaji integritas PPK dari sisi profesionalisme dalam melaksanakan tahapan rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan. Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu lainnya seperti yang dilakukan Norris, dkk (2014), Clark (2017), Garnett (2019), James, dkk (2019) yang dibahas secara umum dan berbicara dalam konsep integritas yang universal, sedangkan penelitian ini fokus kepada suatu tahapan pemilu. Kemudian tulisan Perdana dalam buku Tata Kelola Pemilu di Indonesia (2019), membahas pentingnya integritas pemilu, tanpa kajian mendalam terhadap penerapan integritas dalam setiap tahapan pemilu.

Penelitian Hariati (2019) lebih melihat dari sisi independensi dan etika yang fokus kepada KIP Aceh pada penyelenggara tingkat Provinsi. Penelitian yang dilakukan Jamaluddin (2016) mengarah kepada penyelenggara adhoc pada semua tingkatan dan tidak fokus pada salah satu tahapan pemilu secara mendalam. Penelitian Rahayu (2018) dan Pasaribu (2018), kedua penelitian tersebut juga berbeda dengan penelitian ini. Penelitian ini fokus pada tahapan rekapitulasi di tingkat kecamatan, sedangkan penelitian Pasaribu dan Rahayu tersebut memiliki fokus penelitian yang berbeda. Kemudian penelitian Nurrahmawati (2018) dan Norris (2013); Syafitri, et al., (2019) lebih kepada penelitian perspektif integritas. Dalam buku yang ditulis Surbakti, dkk (2011) mengkaji format menjaga integritas pemilu, sedangkan penelitian ini berbentuk studi kasus pada sebuah wilayah.

Penelitian Sebastin (2017) dan Hapsari (2019) yang memiliki sisi kajian yang hampir sama yaitu melihat integritas pemilu dari sisi profesionalisme penyelenggara pemilu. Kedua penelitian tersebut juga menggunakan konsep profesionalisme dari Sahdan (2008) sebagai pedoman dalam melakukan penelitian. Penelitian yang dilakukan Sebastin meneliti profesionalisme KPU Halmahera pada pelaksanaan Pilkada 2015, dan penelitian Hapsari memiliki fokus pada proses verifikasi faktual dukungan perseorangan pada Pilkada Kota Mobagu. Walaupun terdapat perbedaan, tetapi kajian Sebastin dan Hapsari sama-sama menggunakan teori dari Sahdan (2008), dan teori tersebut juga digunakan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan Sebastin dan Hapsari sangat relevan untuk dijadikan pedoman dalam menunjang penelitian ini, walaupun memiliki fokus yang berbeda.

Dari semua penelitian terdahulu yang ada, bahwa belum ada penelitian yang melihat profesionalisme penyelenggara PPK dalam tahapan rekapitulasi di tingkat kecamatan. Dengan demikian penelitian ini memiliki fokus penelitian yang berbeda dari penelitian-penelitian lainnya, sehingga kajian ini menjadi layak untuk dilakukan penelitian.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena

(6)

326 tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata, pada suatu konteks yang khusus (Moleong, 2012). Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.). Penggunaan metode penelitian kualitatif dalam penelitian dimaksudkan agar diperoleh data-data yang menggambarkan kondisi rekapitulasi secara terperinci, sehingga dapat dianalisis profesionalisme PPK dalam menjalankan rekapitulasi di tingkat kecamatan pada pemilu 2019 di Kabupaten Bireuen.

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bireuen. Berdasarkan pertimbangan tempat penelitian, bahwa Kabupaten Bireuen merupakan suatu wilayah yang sangat strategis di Provinsi Aceh. Selain itu, Bireuen juga menjadi indikator kerawanan pemilu dan merupakan zona merah pada saat pemilu 2019.

Jenis data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Sedangkan data sekunder adalah data pendukung untuk memenuhi kebutuhan penelitian yang berupa: Dokumen kebijakan tahapan pemilihan umum; Dokumen tentang tugas dan wewenang PPK; Hasil pengisian formulir DA1 dalam pemilihan umum serentak tahun 2019 di Kabupaten Bireuen serta dokumen-dokumen lain terkait hasil penghitungan suara; Laporan hasil pemungutan dan penghitungan suara dalam pemilu serentak tahun 2019 di Kabupaten Bireuen.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus sebagai strategi penelitian. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu secara holistik atau utuh. Teknik Pengumpulan Data Menurut Lofland dan Lofland (1971), sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio, pengambilan foto atau film. Dalam penelitian ini, sumber data utama yang digunakan adalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati dan diwawancarai.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga teknik yaitu, pertama, dokumentasi untuk mengumpulkan data-data berupa dokumen peraturan dan kebijakan yang

telah ada, buku-buku, makalah, jurnal, serta dokumen lain yang relevan dengan penelitian. Kedua, wawancara yang mendalam (dept interview) dengan penyelenggara pemilu, panitia pengawas, peserta pemilu, dan informan lain yang diperlukan. Wawancara mendalam diutamakan dengan informan kunci (key informant) dan informan utama. Sedangkan informan tambahan selanjutnya dipilih berdasarkan kebutuhan penelitian dengan cara snowball.

Data yang terkumpul baik melalui wawancara, observasi maupun dari dokumen yang terkumpul disusun dan dipilah satu persatu dalam bentuk rangkuman, penyederhanaan data, disesuaikan urutan prosesnya, hingga menemukan pernyataan-pernyataan penting penelitian. Mulai mereduksi data, penyajian data sampai pada penarikan kesimpulan merupakan suatu kegiatan yang saling berkaitan saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk sejajar, untuk membangun wawasan yang disebut “analisis”. Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan interactive model of analysis yang dikembangkan oleh Miles dan Hubberman, yaitu tiga alur kegiatan yang terdiri dari reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan yang berlangsung secara bersamaan.

Teknik analisis data yang didapat baik berupa dokumen tertulis maupun hasil wawancara dan observasi akan dianalisa dengan menggunakan analisis kualitatif teknik tipologi. Bogdan dan Taylor (1993) mengemukakan, bahwa metode analisa kualitatif sebagai prosedur penelitian menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun terucapkan dari pelaku yang diamati. Analisis data teknik tipologi ini dilakukan atas dasar interpretasi penulis terhadap data wawancara, tertulis, maupun hasil observasi.

Keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan pengujian dengan menggunakan kriteria tertentu, yaitu dengan menggunakan metode triangulasi sumber data. Metode ini akan melakukan cross check atas informasi yang disampaikan oleh informan yang satu dengan informan yang lain. Selain itu, informasi yang didapatkan dari partisipan pertama akan

(7)

dilakukan pengujian dengan data dari dokumen lain yang berkaitan dengan topik penelitian ini. Selain itu dapat juga dilakukan dengan menyilangkan data hasil wawancara.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara di Tingkat Kecamatan

Tahapan rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara pemilu serentak tahun 2019 di Kabupten Bireuen dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 395 ayat (1), Pasal 400 ayat (1), Pasal 404 ayat (1), dan Pasal 408 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Selanjutnya pengaturan terhadap rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara pemilu tahun 2019 diatur dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Repiblik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum. Proses rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan perolehan suara dilakukan sesuai dengan tahapan-tahapan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2019.

Rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dilakukan di empat tingkatan yang berbeda. Pertama, rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat kecamatan yang dilakukan oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di masing-masing kecamatan. Kedua, rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat Kabupaten yang dilakukan oleh KPU/KIP Kabupaten. Ketiga, rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat provinsi yang dilakukan oleh KPU/KIP Provinsi.

Keempat, rekapitulasi hasil penghitungan

perolehan suara tingkat nasional yang dilakukan oleh KPU RI (Lihat PKPU Nomor 4 tahun 2019 tentang Rekapitulasi hasil Penghitungan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum. Pasal 1 dan 2). Dalam penelitian ini hanya fokus pada proses rekapitulasi tahap pertama di tingkat kecamatan yang dilakukan oleh PPK.

Secara teknis, tidak semua jenis pemilihan dilakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara pada semua tingkatan,

tetapi proses rekapitulasi hasil penghitungan suara dilakukan sesuai dengan jenis pemilihan. Pada tingkat kecamatan, rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dilakukan untuk semua jenis pemilihan. Kemudian pada tingkat kabupaten/kota juga dilakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara untuk seluruh jenis pemilihan. Sedangkan untuk tingkat provinsi, rekapitulasi hasil penghitungan suara hanya dilakukan untuk empat jenis pemilihan saja karena jenis pemilihan anggota DPRK tidak lagi dilakukan pada tingkat provinsi.

Demikian juga pada tingkat nasional, rekapitulasi hasil penghitungan suara hanya dilakukan untuk jenis pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dan jenis pemilihan anggota DPR. Hal ini disebabkan bahwa jenis pemilihan anggota DPD dan jenis pemilihan anggota DPRA sudah ditetapkan hasil resmi pada tingkat provinsi, sedangkan penetapan hasil rekapitulasi untuk jenis pemilihan anggota DPRK juga sudah ditetapkan di tingkat kabupaten/kota.

Rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan pada pemilu 2019 di Kabupaten Bireuen dilaksanakan dalam dua tahapan sebagaimana tersebut dalam Undang-undang maupun PKPU. Pertama, rekapitulasi dalam satu wilayah desa/kelurahan. Proses rekapitulasi ini dilakukan secara berurutan dimulai dari tps pertama sampai dengan tps terakhir dalam wilayah desa tersebut. Kedua, rekapitulasi dalam satu wilayah kecamatan. Proses rekapitulasi dalam satu wilayah kecamatan dilakukan secara berurutan dimulai dari desa pertama sampai desa terakhir dalam kecamatan wilayah kerja PPK. Proses rekapitulasi harus dilakukan secara berurutan, dimulai dari pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, kemudian pemilihan DPR, DPD, DPRA, dan DPRK.

Dalam melaksanakan tahapan rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan, PPK tidak lepas dari kerja sama. Kerjasama tidak hanya antara anggota PPK, namun juga dengan sesama penyelenggara, stakeholder, dan dan instansi lainnya. Pemilihan umum dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu yang terdiri atas KPU, Bawaslu, dan DKPP sebagaimana tersebut dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Penyelenggaraan pemilu pada tingkat kecamatan dilaksanakan

(8)

328 oleh penyelenggara pemilu ditingkat kecamatan yaitu PPK yang merupakan jajaran KPU, dan Panwaslu kecamatan yang merupakan jajaran Bawaslu. Sebagai penyelenggara pemilu pada tingkat kecamatan, PPK dan Panwaslu kecamatan mempunyai tanggungjawab yang sama yaitu melaksanakan penyelenggaraan pemilu, walaupun dalam konteks yang berbeda. PPK memiliki fungsi untuk menyelenggarakan tahapan pemilu di tingkat kecamatan, sedangkan panwaslu kecamatan memiliki fungsi untuk mengawasi penyelenggaraan tahapan pemilu ditingkat kecamatan tersebut.

Persiapan Rekapitulasi

Pelaksanaan rapat rekapitulasi baru dapat dilaksanakan setelah PPK menerima semua kotak suara yang tersegel dari setiap TPS. Kotak suara yang diserahkan merupakan kasil pemungutan dan penghitungan suara pada tingkat TPS. Jumlah kotak suara setiap TPS ada 5 kotak sesuai dengan jumlah pemilihan pada pemilu 2019, yaitu kotak suara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, kotak suara DPD, kotak suara DPR RI, kotak suara DPRA, dan kotak suara DPRK. Penyerahan kotak suara tersebut dilakukan oleh PPS dan diawasi oleh saksi serta pengawas tps. Ada juga yang didampingi oleh anggota KPPS jika kantor PPK tidak terlalu jauh dengan lokasi tps.

Kotak suara yang diserahkan tersebut dilakukan pengecekan oleh PPK sebelum diterima. Pengecekan dilakukan dengan bertanya langsung kepada PPS maupun KPPS yang ikut menyerahkan kotak suara terkait apa saja yang dimasukkan kedalam kotak suara dan apakah sudah sesuai dengan mekanisme serta petunjuk yang ada. Pada saat penyerahan kotak suara oleh PPS kepada PPK, banyak kotak suara yang sudah disegel harus dibuka kembali. Ada berbagai penyebab dibuka kembali kotak suara tersebut. Yang paling banyak terjadi adalah karena KPPS salah memasukkan formulir hasil pemilihan, sehingga pembukaan kotak suara tersebut dilakukan untuk memindahkan berkas, formulir, maupun alat kelengkapan TPS lainnya yang dimasukkan ke dalam kotak suara tetapi tidak sesuai dengan petunjuk teknis yang ada, serta menata kembali sesuai dengan mekanisme dan petunjuk.

Pembukaan kotak suara tersebut dilakukan dengan menghadirkan kembali saksi dari TPS dan juga pengawas TPS serta adanya pihak keamanan. Tujuan pembukaan kotak suara tersebut adalah untuk menyusun kembali semua formulir dan kelengkapan lainnya sesuai dengan mekanisme agar nantinya memudahkan pada saat proses rekapitulasi di tingkat kecamatan maupun untuk menjaga agar jangan ada arsip yang hilang seperti yang disampaikan anggota PPK.

Dari pernyataan tersebut terlihat langkah antisipasi dalam persiapan PPK untuk melaksanakan rekapitulasi. Keterbatasan sumber daya KPPS mengharuskan PPK untuk bekerja lebih dalam mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang buruk. Selain itu, beberapa formulir juga harus diserahkan langsung ke KIP Kabupaten/Kota untuk di scan. Penyerahan satu rangkap formulir C1 ini tidak menunggu rekap di kecamatan, tetapi segera disampaikan setelah selesai di TPS. Banyak KPPS yang memasukkan semua dokumen ke dalam kotak, sehingga saat diserahkan kepada PPK harus dibuka kembali kotaknya. Sebagian KPPS bahkan membawa kotak langsung ke PPK tanpa di gembok dengan didampingi saksi dan pengawas tps juga.

Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa masih banyak KPPS yang tidak memahami sepenuhnya penempatan dokumen hasil pemilihan dengan benar. Kondisi ini tentu akan membutuhkan waktu, sehingga PPK juga harus bekerja lebih sebelum proses rekapitulasi di tingkat kecamatan. Kotak suara dari setiap TPS tersebut kemudian disusun dengan rapi di kantor PPK serta dijaga dengan baik oleh pihak keamanan dan PPK sebelum dilakukan proses rekapitulasi pada tingkat kecamatan.

Langkah awal pelaksanaan rekapitulasi di tingkat kecamatan adalah penyusunan jadwal rapat rekapitulasi. Penyusunan jadwal rekapitulasi dilakukan dengan membagi jumlah desa dalam wilayah kerja PPK. Penyusunan jadwal rekapitulasi dilakukan dengan memperhatikan jumlah tps dan jumlah desa di wilayah kecamatan. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap penggunaan waktu untuk proses rekapitulasi nantinya. Bagi kecamatan yang jumlah tps maupun jumlah desa tidak terlalu banyak, maka rekapitulasi dilakukan dengan sistem tunggal. Sedangkan

(9)

bagi kecamatan dengan jumlah desa dan jumlah tps banyak maka dapat dilakukan dengan sistem parallel.

Selain itu, tempat pelaksanaan rekapitulasi juga menjadi suatu perhatian penting. Tempat dilaksanakannya rapat pleno rekapitulasi tersebut harus terbuka yang dapat juga dihadiri oleh masyarakat, pemantau pemilu, maupun instansi terkait. Pelaksanaan rapat rekapitulasi tidak dilakukan di tempat yang tersembunyi. Pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan kebanyakan dilakukan di ruang aula kantor camat di kecamatan wilayah PPK. Penggunaan aula kantor camat sebagai tempat pelaksanaan rekapitulasi karena susahnya mendapatkan tempat yang lain yang luas untuk tempat rekapitulasi. Selain itu, aula kantor camat merupakan tempat umum yang paling mudah untuk diakses oleh masyarakat sehingga masyarakat dan berbagai elemen lain lebih mudah mengontrol jalannya proses rekapitulasi.

Dalam menentukan tempat untuk proses rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan, pengawas kecamatan juga ambil bagian dalam melakukan pengawasan. Artinya, penggunaan tempat juga menjadi perhatian yang sangat serius dari pengawas pemilihan. Karena bagaimana kondisi tempat akan sangat mempengaruhi proses jalannya rapat pleno rekapitulasi.

Rekapitulasi di tingkat kecamatan selalu menggunakan tempat umum seperti aula kantor camat. Tempat ini tidak hanya digunakan pada saat pemilu 2019 saja, namum pada pemilu dan pilkada sebelumnya juga dilakukan di tempat tersebut. Dari sisi penggunaan tempat untuk rekapitulasi tidak pernah menimbulkan persoalan.

Aula kantor camat merupakan tempat alternatif yang digunakan untuk rekapitulasi di tingkat kecamatan. Dari sisi aturan, penggunaan aula kantor camat sudah dapat mendukung pelaksanaan rekapitulasi. Pihak keamanan juga lebih mudah menja keamanan pelaksanaan pemilu.

Pembagian Tugas

Rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan merupakan kegiatan yang komplek dan membutuhkan banyak waktu serta tenaga. Untuk itu diperlukan suatu penataan tugas yang baik agak proses

rekapitulasi berjalan dengan baik. Pembagian tugas sangat diperlukan dalam kegiatan ini. Walaupun demikian, banyak PPK yang tidak membagi tugas dengan jelas dalam proses rekapitulasi. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yang beragam. Namun yang paling menonjol adalah keterbatasan sumber daya manusia.

Hal ini membuktikan bahwa keterbatasan sumber daya penyelenggara di tingkat kecamatan. Namun komitmen yang kuat terlihat dari kerjasama tim yang kompak. Komitmen untuk saling melengkapi terlihat dari pelaksanaan rekapitulasi ditingkat kecamatan yang dilaksanakan dengan istilah “tak kenal lelah”.

Pernyataan tersebut terlihat tanggung jawab tim dalam PPK sebagai penyelenggara pemilu. Komitmen menyelesaikan rekapitulasi tidak terpaku dari tanggungjawab personal saja, tapi kebersamaan juga sangat dibutuhkan. PPK melihat bahwa pembagian tugas dalam proses rekapitulasi tidak memungkinkan dilakukan secara tertulis, karena kondisi proses rekapitulasi yang sangat komplek. Pembagian tugas secara tertulis akan sangat berdampak kepada penggunaan waktu. Artinya ketika pembagian tugas dilakukan secara tertulis, tentu pertimbangan waktu harus sangat jelas, baik waktu istirahat, dan waktu untuk melanjutkan rekapitulasi.

Tugas PPK yang sangat komplek pada saat rekapitulasi tersebut dilakukan secara bersama-sama, dengan saling menutupi kekurangan satu-sama lainnya. Hal ini diungkapkan oleh beberapa informan bahwa pembagian tugas terkadang terkendala akibat tidak semua anggota PPK memiliki tingkat sumber daya manusia yang sama. Masing-masing dari PPK punya keahlian tersendiri. Oleh sebab itu, pembagian tugas secara tertulis dan kaku akan menyulitkan proses rekapitulasi. Walaupun mungkin secara formalitas tugas dari masing-masing PPK sudah disebutkan dalam PKPU, namun pada kenyataannya itu dilakukan secara sangat fleksibel untuk menutupi satu sama lain.

Jadwal Rekapitulasi

Rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan berdasarkan jadwal sebagaimana dalam PKPU nomor 10 tahun 2019 yaitu dari tanggal 18 April 2019 sampai dengan 4 Mei 2019. Artinya, ada waktu selama

(10)

330 17 (tujuh belas) hari bagi PPK untuk melaksanakan rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan. Jumlah waktu ini diyakini cukup untuk pelaksanaan proses

rekapitulasi hasil penghitungan suara pada tingkat kecamatan tersebut.

Tabel 2. Jadwal Proses Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara di Tingkat Kecamatan

No Kecamatan Jadwal Rekapitulasi

1. Samalanga 20 s/d 25 April 2019

2. Simpang Mamplam 20 s/d 24 April 2019

3. Pandrah 20 s/d 23 April 2019 4. Jeunieb 20 s/d 26 April 2019 5. Peulimbang 20 s/d 24 April 2019 6. Peudada 20 s/d 25 April 2019 7. Jeumpa 20 s/d 24 April 2019 8. Juli 20 s/d 24 April 2019

9. Kota Juang 20 s/d 30 April 2019

10. Kuala 20 s/d 24 April 2019

11. Peusangan 21 April s/d 1 Mei 2019

12. Jangka 20 s/d 26 April 2019

13. Peusangan Selatan 20 s/d 24 April 2019

14. Peusangan Siblah Krueng 20 s/d 23 April 2019

15. Kuta Blang 20 s/d 24 April 2019

16. Makmur 20 s/d 24 April 2019

17. Gandapura 20 s/d 24 April 2019

Sumber : KIP Kabupaten Bireuen, 2019. diolah penulis. Dari tabel tersebut terlihat bahwa rekapitulasi di tingkat kecamatan dilaksanakan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Namun, walaupun dalam jadwal rekapitulasi hasil penghitungan suara dapat dilaksanakan mulai tanggal 18 April 2019, tetapi kenyataan di Kabupaten Bireuen baru dapat dilaksanakan pada tanggal 20 April 2019. Kondisi ini menjadi alibi masyarakat terhadap mengendapnya formulir C1 dari tps dan tidak langsung dilakukan rekapitulasi pada tingkat kecamatan.

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh penulis, fakta yang didapatkan tenyata berbeda dengan pola pikir masyarakat pada umumnya (Masyarakat punya persepsi bahwa hasil C1 dari tps tersebut diolah dahulu di kecamatan sebelum dilakukan rekapitulasi pada tingkat kecamatan, makanya lama prosesnya). Kenyataan yang terjadi di lapangan adalah karena terjadinya keterlambatan proses penghitungan suara di tingkat TPS. Proses penghitungan suara di TPS dilakukan sampai tanggal 18 April 2019, sehingga pada siang hari tanggal 18 April 2019 barulah kotak suara hasil pemungutan dan

penghitungan suara dari tps disampaikan kepada PPK (Wawancara dengan Agusni.). Bahkan kotak suara diterima oleh PPK ada yang sampai malam hari. Hal ini membuat PPK sangat kelelahan, dan pada keesokan harinya tanggal 19 April 2019 PPK kembali melakukan persiapan untuk proses rekapitulasi di tingkat kecamatan. Sehingga proses rekapitulasi baru dapat terlaksana pada tanggal 20 April 2019

Pernyataan tersebut menguatkan bukti bahwa jadwal dimulainya rekapitulasi di tingkat kecamatan juga disebabkan oleh kesiapan penyerahan kotak suara dari TPS. Dari pernyataan tersebut tidak terlihat adanya indikasi tindakan pengendapan dokumen rekapitulasi untuk tujuan yang tidak baik. Kondisi tersbut terlihat bahwa PPK sudah berusaha secara maksimal untuk melaksanakan rekapitulasi secepatnya. Namun keterbatasan sumberdaya di tingkat KPPS ikut mempengaruhi rekapitulasi di tingkat PPK. Pernyataan yang disampaikan PPK ketika wawancara dengan penulis diikuti oleh mimik wajah yang sangat kelelahan, seolah-olah dia

(11)

membayangkan betapa beratnya melalui hari-hari tersulit saat pemilu.

Bentuk dan Teknis Pelaksanaan

Rekapitulasi

Rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan pada pemilu 2019 di Kabupaten Bireuen dilaksanakan dalam dua tahapan. Pelaksanaan rekapitulasi dalam dua tahapan ini sesuai dengan PKPU Nomor 4 Tahun 2019. Pada tahap pertama dilakukan

metode rekapitulasi secara paralel dengan menyesuaikan jumlah desa maupun jumlah tps. Metode rekapitulasi hasil penghitungan suara secara paralel ini memungkinkan pelaksanaan rekapitulasi dapat dilakukan sekaligus untuk beberapa tps pada desa yang berbeda. Metode ini akan dapat menghemat penggunaan waktu guna tercapainya pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara yang tepat waktu.

Tabel 3. Metode Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di Tingkat Kecamatan Dalam Wilayah Desa

No Kecamatan Jumlah Desa Jumlah TPS Keterangan

1. Samalanga 46 86 2 (dua) kelompok

2. Simpang Mamplam 41 86 2 (dua) kelompok

3. Pandrah 19 29 2 (dua) kelompok

4. Jeunieb 43 81 2 (dua) kelompok

5. Peulimbang 36 97 2 (dua) kelompok

6. Peudada 52 92 2 (dua) kelompok

7. Jeumpa 42 109 2 (dua) kelompok

8. Juli 36 97 2 (dua) kelompok

9. Kota Juang 23 134 2 (dua) kelompok

10. Kuala 20 57 2 (dua) kelompok

11. Peusangan 69 160 3 (tiga) kelompok

12. Jangka 46 89 2 (dua) kelompok

13. Peusangan Selatan 21 47 2 (dua) kelompok

14. Peusangan Siblah Krueng 21 38 2 (dua) kelompok

15. Kuta Blang 41 75 2 (dua) kelompok

16. Makmur 27 49 2 (dua) kelompok

17. Gandapura 40 76 2 (dua) kelompok

Jumlah 609 1.342

Sumber : Hasil wawancara, diolah penulis.

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa rekapitulasi yang dilakukan oleh kecamatan semuanya secara paralel untuk rekapitulasi dalam wilayah desa, yang dibagi menjadi 2 kelompok (Rekapitulasi “dalam wilayah desa” merupakan rekapitulasi pada tahap pertama di tingkat kecamatan, artinya rekapitulasi ini dilakukan untuk seluruh TPS dalam satu wilayah desa. Kemudian pada tahap selanjutnya dilakukan rekapitulasi “dalam wilayah kecamatan”, yaitu rekapitulasi untuk seluruh Desa dalam satu wilayah kecamatan.). Hanya di Kecamatan Peusangan yang dilakukan sampai dengan 3 kelompok, karena di Kecamatan Peusangan merupakan kecamatan yang paling banyak desa dan TPS. Metode rekapitulasi secara paralel ini dimaksudkan agar proses pelaksanaan rekapitulasi dari seluruh TPS dapat diselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan (Wawancara dengan Eddy Safwan.). Namun, pelaksanaan rekapitulasi untuk satu wilayah kecamatan tidak dilakukan secara

paralel, karena memang tidak dimungkinkan secara aturan (Wawancara dengan Eddy Safwan.). Setelah menentukan jadwal dan metode rekapitulasi, PPK menyampaikan surat undangan untuk rekapitulasi kepada peserta rapat rekapitulasi. Peserta rapat rekapitulasi di tingkat kecamatan adalah saksi, panwaslu kecamatan, dan PPS dan Sekretariat PPS. Dari hasil wawancara, diketahui bahwa undangan tersebut disampaikan oleh semua PPK kepada seluruh peserta rapat pleno rekapitulasi (Wawancara dengan Eddy Safwan.).

Teknis pengisian formulir dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan suara pada tingkat kecamatan mengikuti bentuk dan jenis formulir rekapitulasi yang digunakan. Dalam formulir rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan (formulir DA1) tersebut, secara garis besar memuat 4 (empat) elemen utama yaitu data

(12)

332 pemilih, pengguna hak pilih, penggunaan surat suara, dan data perolehan suara. Data pemilih merupakan jumlah pemilih yang telah ditetapkan secara nasional. Pengguna hak pilih adalah orang-orang yang hadir untuk melakukan pemilihan pada hari pemungutan suara. Penggunaan surat suara merupakan data terkait dengan surat suara, baik yang diterima, yang digunakan, maupun yang rusak. Sedangkan data perolehan suara merupakan jumlah suara yang didapatkan oleh peserta pemilu. Keempat elemen yang terdapat dalam formulir rekapitulasi hasil penghitungan suara tersebut saling berkaitan satu sama lain, dan dapat menjadi indikator pengisian formulir rekapitulasi secara benar.

Pengisian formulir dalam rekapitulasi di tingkat kecamatan pada pemilu 2019 di Kabupaten Bireuen sesuai dengan PKPU. Formulir tersebut sudah disediakan oleh KPU RI dalam aplikasi Situng untuk seluruh wilayah Indonesia.

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan format formulir rekapitulasi karena sudah disediakan oleh KPU RI untuk seluruh Indonesia. Ini akan memudahkan PPK dalam melaksanakan rekapitulasi, tanpa harus memikirkan untuk membuat format rekapitulasi sebagaimana tersebut dalam PKPU.

Format formulir rekapitulasi yang disediakan oleh KPU RI ini juga dilengkapi dengan beberapa perlindungan bentuk untuk menghindari kekeliruan dalam pengisiannya. Perlindungan berupa penguncian format dan juga penjumlahan otomatis pada formulir yang dibuatkan dengan aplikasi “Microsoft excel”, sehingga penggunaan formulir rekapitulasi dimulai dari formulir DAA untuk rekapitulasi dalam satu desa, sampai ke atasnya

Akuntabilitas Hasil Rekapitulasi

Hasil rekapitulasi di tingkat kecamatan dituangkan ke berita acara hasil rekapitulasi di tingkat kecamatan (DA-KPU) dan sertifikat hasil rekapitulasi di tingkat kecamatan (formulir DA1) yang berisi rincian data pemilih, pengguna hak pilih, dan rincian perolehan suara. Formulir DA1 ini menjadi bahan untuk dilakukan proses rekapitulasi pada tingkat kabupaten.

Sebagai hasil resmi pemilu di tingkat kecamatan, tentunya formulir DA1 tersebut

datanya harus seimbang (valid) sesuai dengan kaidah-kaidah pengisian formulir rekapitulasi. Formulir rekapitulasi datanya harus sesuai baik data jumlah pemilih, pengguna hak pilih, maupun jumlah suara sah masing-masih calon/partai politik.

Dalam formulir DA1 pada pemilu 2019 di Kabupaten Bireuen, sebagian kecil masih terdapat kekeliruan. Kesalahan yang terjadi adalah pada pengisian jumlah pemilih. Padahal jumlah pemilih sudah ditetapkan dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), baik pada setiap TPS maupun sampai jumlah pemilih di kecamatan. Kesalahan umumnya terjadi pada pengisian antara jumlah pemilih laki-laki dan perempuan, sedangkan jumlah keseluruhannya benar. Hampir semua kecamatan terjadi kekeliruan dalam pengisian data pemilih.

Dengan demikian terlihat bahwa alasan terjadinya kesalahan dalam penulisan data pemilih umumnya karena kurangnya ketelitian dari penyelenggara pemilu. Selain itu, para saksi juga menganggap bahwa daftar pemilih bukanlah menjadi fokus yang utama, mereka hanya melihat bagaimana pergerakan suara partai dan calon. Kondisi ini membuat pengecekan data pemilih menjadi luput dari perhatian.

Walaupun perbedaannya data pemilih tidak signifikan, namun tetap tidak boleh adanya kesalahan kerena menyangkut keakuratan data dan kepercayaan publik terhadap penyelenggara.

Pernyataan tersebut menguatkan fakta bahwa kekeliruan dalam pengisian data pemilih bukan merupakan indikasi penggelembungan data pemilih, tetapi karena PPK kurang teliti ataupun lupa memperbaiki data dari C1. Kesalahan pengisian data pemilih tersebut sebenarnya bukan pada rekapitulasi di tingkat kecamatan, tetapi kesalahan tersebut merupakan hasil dari C1 yang terjadi di TPS. Dalam rekapitulasi di tingkat kecamatan seharusnya dilakukan perbaikan terhadap kekeliruan data pemilih. Namun pada saat rapat pleno rekapitulasi di tingkat kecamatan tidak dilakukan perbaikan, semua data dalam C1 umumnya dilakukan rekapitulasi sampai menghasilkan DA1 tanpa melihat kembali data pemilih. Beberapa kecamatan mengetahui kesalahan tersebut, tetapi karena kondisi politik yang kurang memungkinkan sehingga

(13)

PPK tidak memperbaiki kesalahan data pemilih. Indikasi tekanan juga menjadi faktor tidak diperbaikinya kesalahan data pemilih.

Pernyataan tersebut menjelaskan faktor lain sebagai alasan tidak diperbaikinya data pemilih dalam DA1. Indikasi kestabilan politik ini menjadi alasan tersendiri dalam rekapitulasi di tingkat kecamatan. Kabupaten Bireuen sebagai salah satu wilayah pasca konflik memang menjadi suatu alasan yang kuat ketidakstabilan kondisi keamanan dan politik.

Hal ini kembali ditekankan oleh Panwaslu Kabupaten Bireuen saat rekapitulasi di tingkat Kabupaten. Pernyataan tersebut menguatkan fakta bahwa persoalan data pemilih dalam formulir DA1 di tingkat kecamatan memang belum sesuai dengan hasil penetapan DPT. Dalam rekapitulasi ditingkat kabupaten, seluruh data pemilih disesuaikan dengan jumlah pemilih yang telah ditetapkan dalam DPT (Wawancara dengan Wildan Zakcy.).

Beratnya tugas PPK pada saat rekapitulasi di tingkat kecamatan membuat penyelenggara tersebut sangat kelelahan sehingga berakibat kepada kurang teliti terhadap pengisian rekapitulasi. Apalagi tidak ada perhatian khusus dari saksi terhadap data DPT, kerena mengingat DPT tersebut hanya dipindahkan saja, tidak diperlukan penghitungan seperti halnya suara sah.

Model Penyelesaian Keberatan Saksi

Sebagai sebuah proses politik, dalam pemilu selalu timbul berbagai permasalahan dan kendala. Apalagi tahapan rekapitulasi hasil penghitungan suara merupakan tahapan puncak dalam pemilu yang sangat menentukan terlindunginya hasil suara rakyat yang berimplikasi terhadap keterpilihan peserta

pemilu. Dalam proses rekapitulasi hasil penghitungan suara, segala persoalan yang mempengaruhi proses rekapitulasi dikatakan sebagai kejadian khusus. Kejadian khusus ini tidak selalu berupa kerusuhan, permasalahan seperti ketidaksesuaian suara sehingga mengharuskan penghitungan surat suara ulang juga disebut sebagai kejadian khusus. Selain itu, dalam proses rekapitulasi juga diakomodir adanya keberatan dari saksi sebagai bentuk pelaksanaan rekapitulasi yang demokratis. Keberatan saksi dalam rekapitulasi di tingkat kecamatan merupakan sanggahan dari saksi atas ketidaksesuaian antara data dalam formulir C1 dari TPS yang ada pada saksi dengan data yang dibacakan dalam rapat pleno rekapitulasi di tingkat kecamatan.

Keberatan saksi maupun kejadian khusus yang terjadi dalam proses rekapitulasi dicatat dalam formulir Pernyataan Keberatan Saksi atau Catatan Kejadian Khusus (formulir DA2-KPU). Keberatan saksi merupakan sanggahan terhadap hasil perolehan suara dalam formulir rekapitulasi, yang didukung oleh data-data maupun hanya sebatas kata-kata. Ada kalanya keberatan saksi merupakan fakta yang dapat terjadi akibat kekeliruan penyelenggara, namun banyak juga keberatan saksi hanya merupakan pelampiasan ketidakpuasan terhadap hasil yang dicapai, dan biasanya ini tidak didukung oleh data.

Dalam rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan pada pemilu 2019 di Kabupaten Bireuen terdapat 4 (empat) keberatan saksi dalam formulir DA2-KPU dari Kecamatan Simpang Mamplam, Kecamatan Peusangan, Kecamatan Jangka, dan Kecamatan Peudada.

Tabel 4. Keberatan Saksi Dalam Rapat Pleno Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di Tingkat Kecamatan

No Kecamatan Yang Mengajukan Keberatan Keterangan

1. Samalanga - -

2. Simpang Mamplam Tgk. Khairuddin, Saksi dari

Partai Bulan Bintang

Keberatan atas perolehan suara pemilihan DPRA di TPS 1 Desa Peuneuleut Tunong

3. Pandrah - -

4. Jeunieb

5. Peulimbang

6. Peudada Hilman Suryadi, Saksi dari

Partai Nasdem

Menolak hasil rekap, namun tidak merincikan

7. Jeumpa - -

8. Juli - -

9. Kota Juang - -

(14)

334

11. Peusangan Musliadi, Saksi Partai Bulan

Bintang

Keberatan atas perolehan suara pemilihan DPRK di beberapa TPS

12. Jangka Furqan, Saksi Partai PPP Keberatan atas perolehan suara pemilihan

DPRK di TPS 1 Desa Barat Lanyan

13. Peusangan Selatan - -

14. Peusangan Siblah Krueng - -

15. Kuta Blang - -

16. Makmur - -

17. Gandapura - -

Sumber : Formulir DA2 Rekapitulasi Kecamatan, diolah penulis. Dari tabel 4 terlihat bahwa di Kecamatan

Simpang Mamplam, Tgk. Khairuddin yang merupakan saksi dari Partai Bulan Bintang (PBB) mengajukan keberatan saksi terhadap perolehan suara pemilihan DPRA di TPS 1 Desa Peuneuleut Tunong, Kecamatan Simpang Mamplam. Hal ini disebabkan terdapat perbedaan data jumlah suara sah pada salinan C1 yang ada pada saksi dengan salinan C1 yang ada pada pengawas dan PPS (Wawancara dengan Rona Riani). Perbedaan data yang terdapat pada perolehan suara partai Nasdem dalam C1 yang dipegang oleh saksi PBB adalah 7 (tujuh), sedangkan jumlah suara partai Nasdem yang terdapat dalam C1 yang dipegang oleh PPK, Panwas kecamatan, dan PPS adalah 8 (delapan) (Berdasarkan resume pada formulir DA2-KPU yang ditandatangani oleh saksi Tgk. Khairuddin). Selisih angka tersebut pada perolehan suara partai Nasdem kemudian diajukan keberatan oleh saksi dari partai PBB.

Di Kecamatan Peusangan, saksi Partai Bulan Bintang atas nama Musliadi mengajukan keberatan terhadap perolehan suara pemilihan DPRK pada beberapa TPS dalam Kecamatan Peusangan sebagai berikut (Lihat formulir DA2-KPU Kecamatan Peusangan): TPS 1, Desa Cot Rabo Tunong; TPS 2, Desa Alue Udeung; TPS 2, Desa Pante Pisang; TPS 4, Gampong Raya Dagang; TPS 2, Desa Matang Sagoe; TPS 1, Desa Cot Ijue; TPS 1, Desa Asan Biduen.

Di Kecamatan Jangka, Furqan yang merupakan saksi dari Partai Persatuan Pembangunan mengajukan keberatan saksi terhadap kejanggalan suara dalam data C1 di TPS 1 Desa Barat Lanyan. Keberatan tersebut juga sebenarnya bukan oleh saksi dari Partai PPP saja, namun hampir semua saksi mengatakan hal sama terhadap data pada TPS 1 Desa Barat Lanyan tersebut.

Dari pernyataan PPK tersebut menjelaskan bahwa di Kecamatan Jangka

terdapat keberatan saksi dalam proses rekapitulasi di tingkat kecamatan. Namun kebertan saksi tersebut tidak dapat dilakukan perbaikan langsung, tetapi harus dilakukan proses penghitungan surat suara ulang. Dari hasil pencocokan antara formulir C1 yang ada pada saksi dan formulir C1 yang ada pada PPK dan juga Panwas Kecamatan ditemukan angka yang berbeda-beda. Kondisi demikian diperlukan langkah untuk menemukan data yang benar, sehingga penghitungan surat suara ulang merupakan jalan terbaik yang dilakukan pada kasus di Kecamatan Jangka tersebut (Wawancara dengan Hafis, PPK Kecamatan Jangka. Tanggal 26 Juni 2020 melalui Handphone.).

Di Kecamatan Peudada, Suryadi yang merupakan saksi dari partai Nasdem mengajukan keberatan terhadap rekapitulasi di tingkat kecamatan peudada. Namun, keberatan saksi yang diajukan bukan dalam proses rekapitulasi, tetapi setelah rekapitulasi selesai dilaksanakan. Alasan yang diajukan juga tidak dirincikan, namun dikatakan secara umum.

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa keberatan saksi yang terdapat di Kecamatan Peudada tidak terjadi dalam proses rekapitulasi berlangsung, namun setelah rekapitulasi selesai. Namun untuk kepentingan pihak saksi, PPK tetap memberikan formulir keberatan saksi untuk diisi agar menjadi bahan pengajuan keberatan pada rekapitulasi tingkat di atasnya.

Diskusi Terhadap Keberatan Saksi

Keberatan dalam proses rekapitulasi di tingkat kecamatan yang diajukan oleh saksi maupun Panwaslu Kecamatan harus ditindaklanjuti oleh PPK. Penyelesaian keberatan ini dilakukan dengan cara diskusi antara PPK dan saksi atau Panwaslu Kecamatan. Diskusi ini dilakukan antara lain

(15)

untuk menguji kebenaran data yang disanggahkan. Dalam kasus keberatan saksi yang terjadi di Simpang Mamplam, saksi dari partai PBB yang mengajukan keberatan meminta agar PPK menjelaskan ketidaksesuaian data dalam C1. PPK Simpang Mamplam pun menjelaskan prosedur dalam pengajuan keberatan saksi pada rapat pleno di tingkat kecamatan sebagaimana tersebut dalam pasal 22 PKPU Nomor 4 tahun 2019. Kemudian PPK meminta bukti C1 yang dipersanggahkan. Ini dilakukan untuk melihat keabsahan data yang dipegang sebagai pedoman oleh saksi.

Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa pengajuan keberatan saksi mengacu kepada keakuratan data pembanding yang diajukan sebagai bukti atas sanggahan saksi. Hal ini akan membuat proses rekapitulasi menjadi lebih tertib, karena saksi tidak serta merta mengajukan sanggahan tanpa bukti. Setelah data yang disampaikan saksi memang terbukti dari C1 yang sah, kemudian PPK melakukan penelitian terhadap apa yang disampaikan saksi. Terhadap pengajuan keberatan saksi yang ternyata datanya benar, maka PPK melakukan perbaikan seketika itu juga.

Penyelesaian keberatan saksi dengan cara-cara diskusi ini juga dilakukan oleh seluruh kecamatan lainnya sebagai tahap pertama dalam penyelesaian keberatan saksi (Wawancara dengan Eddy Safwan, Bukhari, Hafis, dan M. Heri.).

Rekomendasi Panwaslu Kecamatan

Beberapa keberatan saksi yang telah ditindaklanjuti oleh PPK dengan menunjukkan data yang benar, masih tidak dapat diterima oleh saksi. Penyelesaian atas keberatan saksi dengan cara-cara diskusi tidak semuanya dapat menghasilkan titik temu antara PPK dan saksi. Kondisi ini memerlukan langkah penyelesaian lebih lanjut.

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa terhadap keberatan saksi yang telah dijawab oleh PPK namun belum dapat diterima oleh saksi, maka PPK meminta pendapat dan rekomendasi dari Panwaslu Kecamatan. Pendapat dari Panwaslu Kecamatan berupa rekomendasi terhadap keberatan saksi yang terjadi. Rekomendasi dari Panwaslu Kecamatan ini wajib dilaksanakan oleh PPK (Lihat Pasal 22 ayat (6,7) PKPU Nomor 4 Tahun 2019.).

Dalam keberatan saksi yang terjadi di Kecamatan Simpang Mamplam, Panwaslu Kecamatan Simpang Mamplam memberikan rekomendasi untuk membuka kembali formulir C1 Plano dari TPS (C1 Plano merupakan C1 dalam ukuran besar yang ditempel pada saat penghitungan suara di TPS. C1 Plano ini menjadi satu-satunya rujukan akhir yang otentik ketika ada persoalan dalam rekapitulasi di tingkat kecamatan. Pengisian C1 Plano tersebut disaksikan oleh semua orang dan dapat didokumentasikan juga oleh saksi, panwaslu, dan juga masyarakat, sehingga kecil sekali kemungkinan terjadi kekeliruan dalam pengisian C1 plano). Berdasarkan rekomendasi dari panwaslu tersebut, PPK kemudian membuka kembali formulir C1 Plano dari TPS yang menjadi persoalan. Hasil penelitian terhadap C1 plano tersebut ditemukan bahwa jumlah suara untuk Partai Nasdem adalah 7 (tujuh), angka ini sesuai dengan jumlah pada C1 yang dipegang oleh saksi Partai PBB. Tindakan PPK selanjutnya yaitu menuliskan angka yang benar dalam formulir rekpaitulasi di tingkat kecamatan. Terhadap formulir C1 yang ada pada PPK dan Panwaslu yang terdapat kekeliruan tersebut dilakukan koreksi. Koreksi dilakukan dengan cara mencoret angka yang salah, dan menuliskan angka yang benar, kemudian dibubuhi paraf PPK, saksi, maupun Panwas kecamatan (Wawancara dengan Edi Syahrial, Panwaslu Kecamatan Simpang Mamplam. Tanggal 25 Juni melalui Handphone.).

Terhadap keberatan saksi yang terjadi dalam rekapitulasi di Kecamatan Peusangan, Panwaslu Kecamatan juga merekomendasikan untuk dilakukan pembukaan formulir C1 Plano.

Pernyataan diatas menguatkan bukti bahwa keberatan saksi diselesaikan oleh PPK berdasarkan rekomendasi dari Panwaslu Kecamatan. Rekomendasi dari Panwaslu ini menjadi penengah antara saksi dan PPK sehingga ketika rekomendasi Panwaslu ini disampaikan, maka PPK wajib menjalankan rekomendasi tersebut.

Rekomendasi Panwaslu Kecamatan dapat berbeda-beda pada tiap kecamatan yang disesuiakan dengan kondisi yang terjadi. Hal ini seperti yang terjadi di Kecamatan Jangka. Keberatan saksi yang diajukan dalam rapat pleno rekapitulasi tingkat kecamatan di Kecamatan Jangka oleh saksi Furqan yang merupakan saksi dari Partai Persatuan

(16)

336 Pembangunan ternyata juga diakui adanya kekeliruan oleh PPK maupun Panwaslu Kecamatan. Untuk mendapatkan angka yang benar dalam formulir, maka PPK memutuskan untuk membuka formulir C1 Plano. Namun demikian, angka yang terdapat dalam C1 Plano juga belum dapat dijadikan acuan perbaikan. Formulir C1 Plano dari TPS 1 Desa Barat Lanyan tersebut ternyata juga keliru dalam pengisiannya.

Dalam hal ini, untuk menjawab keberatan saksi serta memperoleh data yang benar, maka PPK meminta rekomendasi dari Panwaslu Kecamatan Jangka. Panwaslu Kecamatan Jangka mengeluarkan rekomendasi agar dilakukan penghitungan surat suara ulang untuk TPS 1 Desa Barat Lanyan tersebut. Rekomendasi panwaslu tersebut sesuai dengan keinginan para saksi, sehingga setelah dilaksanakannya penghitungan surat suara ulang maka permasalahan keberatan saksi tersebut selesai.

Berdasarkan hasil wawancara dalam penelitian dapat dilihat bahwa rekomendasi dari Panwaslu Kecamatan merupakan salah satu bentuk penyelesaian keberatan saksi ketika cara-cara diskusi tidak berhasil menyelesaikan persoalan dalam rekapitulasi di tingkat kecamatan.

Upaya Hukum dan Gugatan Ke Mahkamah Konstitusi

Walaupun PPK telah memberikan penjelasan dan menyampaikan data-data atas keberatan saksi yang diajukan baik dengan cara diskusi maupun atas dasar rekomendasi Panwaslu Kecamatan, namun ada juga saksi yang masih keberatan terhadap hasil rekapitulasi. Kondisi ini terlihat dari proses rekapitulasi di Kecamatan Peusangan. Keberatan yang diajukan oleh saksi dari Partai Bulan Bintang yang kemudian diselesaikan oleh PPK dengan membuka kembali formulir C1 Plano berdasarkan rekomendasi dari Panwaslu Kecamatan ternyata belum sepenuhnya diterima oleh saksi partai politik. Langkah yang diambil terhadap persoalan tersebut adalah melalui upaya hukum. Partai Bulan Bintang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi terhadap hasil pemilu 2019, yang didalamnya juga termasuk Kabupaten Bireuen.

Kondisi yang berbeda terjadi di Kecamatan Simpang Mamplam. Pada saat rekapitulasi tingkat Kecamatan Simpang Mamplam, PPK sudah menyelesaikan semua keberatan saksi, dan saksi juga sudah menerima semua penyelesaian keberatan saksi tersebut. Namun dalam rekapitulasi di tingkat kabupaten, keberatan saksi tersebut kembali dimunculkan.

Selain itu, di Kecamatan Peudada, Suryadi yang merupakan saksi dari partai Nasdem mengajukan keberatan terhadap rekapitulasi tingkat kecamatan peudada. Namun, keberatan saksi yang diajukan bukan dalam proses rekapitulasi, tetapi setelah rekapitulasi selesai dilaksanakan. Alasan yang diajukan juga tidak dirincikan, namun hanya disampaikan secara umum. Keberatan saksi hanya menyebutkan bahwa rekapitulasi suara antar partai tidak selaras, namun tidak ada penjelasan lebih lanjut dimana letak ketidakselarasan tersebut (Data DA2-KPU Kecamatan Peudada). Untuk kondisi ini, PPK Kecamatan Peudada memberikan memberikan formulir keberatan saksi untuk diisi agar menjadi bahan pengajuan keberatan pada rekapitulasi tingkat di atasnya. Beberapa keberatan saksi juga diajukan terhadap kecamatan Peusangan Selatan, Peusangan Siblah Krueng, Kuta Blang, Makmur, dan Gandapura (Murziqin, dkk. 2019). Namun keberatan saksi ini hanya muncul pada rekapitulasi di tingkat kabupaten. Sedangkan pada saat rekapitulasi di tingkat kecamatan, keberatan saksi ini tidak diajukan. Bahkan saksi telah menerima dengan rekapitulasi pada tingkat kecamatan tersebut. Dari hasil penelitian, ternyata memang tidak ada keberatan saksi yang diajukan terhadap rekapitulasi di tingkat kecamatan kecamatan Peusangan Selatan, Peusangan Siblah Krueng, Kuta Blang, Makmur, dan Gandapura tersebut.

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa memang tidak ada keberatan saksi yang diajukan dalam rekapitulasi di tingkat kecamatan. Tidak hanya Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, pada beberapa kecamatan lainnya juga tidak terdapat saksi yang meminta formulir DB2-KPU untuk mengajukan keberatan (Wawancara dengan PPK Kecamatan Peusangan Selatan, Makmur, dan Gandapura.). Fakta ini menguatkan argumen bahwa rekapitulasi di tingkat kecamatan sudah

(17)

mengakomodir seluruh keberatan saksi sebagaimana petunjuk dan aturan yang berlaku. Namun beberapa partai politik masih kurang puas dengan hasil yang mereka capai sehingga pengajuan keberatan saksi pada tingkat kabupaten merupakan langkah untuk dapat mengajukan gugatan Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi.

Fakta bahwa semua keberatan saksi sudah diakomodir dengan baik oleh PPK pada rekapitulasi di tingkat kecamatan. Penyelenggaraan pemilu sebagai suatu proses politik tidak mungkin berjalan sangat mulus. Masih banyak kekurangan-kekurangan dari berbagai sisi. Namun kebertan saksi yang diajukan bukan hanya terkait perolehan suara saja, tetapi merupakan upaya untuk menjaga harga diri partai. Apalagi ketua umum Partai Bulan Bintang merupakan salah seorang pakar hukum di Indonesia, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (Ketua Umum Partai PBB adalah Prof. Yusril Izha Mahendra, salah satu pakar hukum tata negara dan politikus yang sudah sangat terkenal di Indonesia.). Penyampaian keberatan saksi pada saat rekapitulasi di tingkat kebupaten merupakan upaya untuk melengkapi syarat pengajuan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Hal ini merupakan kesepakatan Partai PBB pada tingkat provinsi.

Keberatan saksi pada saat rekapitulasi tingkat kabupaten merupakan sebuah pemenuhan syarat untuk dapat mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Hal ini terlihat dari keinginan yang disampaikan Yusri, S.sos, saksi partai PBB untuk melakukan penghitungan suara ulang pada beberapa kecamatan namun tidak menjelaskan secara rinci alasan permintaan penghitungan suara ulang tersebut. Sehingga hal ini terlihat sebagai keinginan untuk mendapatkan formulir keberatan saksi di tingkat kabupaten (DB2-KPU) yang merupakan salah satu kelengkapan pengajuan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

Pernyataan yang hampir sama juga disampaikan oleh Ir. Saifuddin Muhammad, ketua DPC Partai Nasdem Kabupaten Bireuen. Beliau menyatakan bahwa pengajuan keberatan saksi merupakan bagian dari proses pemilu. Penyampaian keberatan saksi dilakukan secara berjenjang pada setiap tingkatan. Namun oleh partai politik belum merasa puas dan belum bisa menerimanya

walaupun keberatan saksi sudah ditindaklanjuti diberbagai tingkatan. Partai politik punya alasan-alasan tersendiri dan juga memiliki bukti untuk disampaikan ke Mahkamah Konstitusi.

Pernyataan tersebut menguatkan fakta bahwa rekapitulasi di tingkat kecamatan telah mengakomodir semua keberatan saksi sesuai dengan aturan yang berlaku. Keberatan saksi yang diajukan pada rekapitulasi di tingkat kabupaten bukan disebabkan keberatan saksi tidak diakomodir pada tingkat kecamatan. Namun keberatan saksi tersebut merupakan langkah menuju gugatan Perselisihan Hasil Pemilu ke Mahkamah Konstitusi.

Analisis Model Penyelesaian Keberatan Saksi

Dari hasil penelitian menunjukkan adanya 3 (tiga) model dalam menyelesaikan keberatan saksi yang terjadi dalam proses rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan pada pemilu 2019 di Kabupaten Bireuen, yaitu dengan cara diskusi, rekomendasi dari Panwaslu Kecamatan, dan upaya hukum ke Mahkamah Konstitusi. Model penyelesaian keberatan saksi ini dilakukan secara bertingkat dan bertahap.

Beberapa keberatan saksi yang terjadi dalam rekapitulasi di tingkat kecamatan telah diselesaikan oleh PPK sesuai dengan mekanisme sebagaimana petunjuk dalam PKPU Nomor 4 Tahun 2019. Melihat bentuk keberatan saksi yang diajukan dalam rekapitulasi di tingkat kecamatan sangat relevan dengan pemikiran yang dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf. Pertama, Dalam rekapitulasi di tingkat kecamatan PPK memberikan kesempatan kepada saksi untuk menyampaikan keberatan. Keberatan saksi yang diajukan diakui dan ditindaklanjuti oleh PPK. Hal ini sejalan dengan pemikiran Dahrendorf tentang faktor yang menentukan pengaturan konflik, bahwa kedua pihak harus mengakui konflik yang terjadi di antara mereka (Dahrendorf, R. 1959).

Kedua, bahwa PPK melakukan rapat pleno rekapitulasi berdasarkan data C1 dari setiap TPS, sehingga apa yang dilaksanakan oleh PPK berpedoman penuh kepada formulir C1 tersebut. Saksi juga menyampaikan keberatan berdasarkan C1 yang ada pada saksi, dan yang disanggahkan oleh saksi tidak terlepas dari keakuratan data dan keabsahan

Gambar

Tabel 2. Jadwal Proses Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara di Tingkat Kecamatan
Tabel 3. Metode Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di Tingkat Kecamatan Dalam  Wilayah Desa
Tabel 4. Keberatan Saksi Dalam Rapat Pleno Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara  di Tingkat Kecamatan
Tabel 5. Putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum oleh Mahkamah Konstitusi

Referensi

Dokumen terkait

Tetapi dengan menggunakan fase gerak n-heksan : asam asetat glasial 0,33 % dalam etanol (90 : 10) harga Rf untuk baku asam retinoat ialah 0,1 sedangkan harga Rf untuk sampel

Roestamadji dan Djumhana (2005) dalam tulisannya mendiskusikan bahwa pada daerah mature di atas bisa dilakukan optimalisasi eksplorasi lanjutan dengan menggunakan data seismik 2D

Pacitan diduga disebabkan sesar minor disekitar Sesar Grindulu (analisa data SP sementara). Bergeraknya sesar minor ini kemungkinan disebabkan oleh Sesar Grindulu

• Lebih menyukai bekerja dengan 2 atau 3 teman yang dipilih sendiri • Menyukai menggunakan baju orang tua atau kostum lain. • Dapat membereskan alat pennainannya •

Hasil dari uji t diketahui bahwa nilai koefisien untuk variabel persentase rumah tangga dengan kondisi sanitasi tidak layak adalah sebesar -0.034049 dengan

Agung yang akan menentukan bentuk strategi ekspansi pasar yang tepat diantara. beberapa pilihan ekspansi pasar yang tepat untuk mewujudkan

Perilaku pemimpin memiliki pengaruh positif tidak langsung terhadap motivasi pegawai melalui karakteristik pribadi pegawai artinya peningkatan perilaku pemimpin akan

Hasil penelitian dari seluruh sekolah dasar dan madrasa ibtidaiyah 10 sekolah yang memiliki UKGS yang kurang aktif dan tidak aktif dari 200 orang siswa status