• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 DASAR-DASAR KARAKTERISASI KATALIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 3 DASAR-DASAR KARAKTERISASI KATALIS"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

30

BAB 3

DASAR-DASAR KARAKTERISASI KATALIS

3.1. Tujuan Instruksional

Setelah membaca bab ini diharapkan Pembaca memahami tentang dasar-dasar dan teknik karakterisasi katalis; pemilihan metode karakterisasi katalis; sifat-sifat partikel katalis; dan beberapa metode karakterisasi katalis (temperatur programmed desorption (TPD), temperature programmed reduction (TPR), FT-IR, Raman, dan X-ray Diffraction (XRD).

3.2. Pemilihan Metode Karakterisasi Katalis

Katalis yang telah dibuat perlu diuji apakah struktur katalis tersebut sudah sesuai dengan struktur yang diinginkan atau desain apa tidak. Struktur katalis ini secara saintifik didesain berdasarkan kinerja yang diharapkan pada saat penggunaan katalis. Jika sudah sesuai maka proses pembuatan katalis adalah berhasil, namun sebaliknya jika tidak sesuai maka katalis tersebut perlu penanganan lebih lanjut atau merubah teknik proses pembuatannya. Pengujian katalis ini biasa disebut karakterisasi (characterization). Bagian yang paling penting dalam karakterisasi katalis adalah pemilihan metode karakterisasi katalis yang tepat. Oleh karena itu di bab ini teknik dasar karakterisasi katalis dijelaskan secara singkat dan jelas.

Pada dasarnya semua metode karakterisasi katalis adalah bermanfaat. Metode karakterisasi katalis dipilih sedemikian rupa berpedoman pada beberapa hal berikut yang menjadi pertimbangan:

 Sesuai pengaplikasiannya untuk katalis nyata  Kemudahan akses bahan dan peralatan

 Luas cakupan pengaplikasiannya

(2)

31

Tentunya pemilihan metode karakterisasi katalis sangat tergantung pada keperluan atau kepentingannya secara ilmiah dan teknis, biaya karakterisasi, dan kemudahan akses peralatan.

Secara garis besar, teknik karakterisasi katalis dapat dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan sifat-sifat yang akan diteliti, antara lain:

1. Sifat – sifat partikel, meliputi: luas permukaan (surface area), porositas atau distribusi ukuran pori (adsorpsi uap pada suhu rendah, Hg porosimetry, dan incipient wetness), densitas, ukuran partikel, sifat-sifat mekanis, dan difusifitas. 2. Sifat-sifat permukaan (surface), meliputi: struktur dan morfologi (SEM, TEM,

XRD, EXAFS, XPS, IR, Raman, UV-Vis), dispersi (chemisorption), dan keasaman (TPD).

3. Sifat-sifat bulk, meliputi: komposisi elemental (XRF, AAS), sifat-sifat senyawa atau struktur fasa (XRD, Raman, IR, DTA, TPR, TPO, TEM), struktur molekul (IR, Raman, UV-Vis, XAFS, NMR, dan EPR), serta reaktifitas bulk (XRD, UV-Vis, TGA, DTA, TPR, dan TPO).

3.3. Sifat-sifat Partikel

Sifat-sifat partikel dari katalis antara lain: densitas, ukuran partikel, sifat mekanik, luas permukaan, distribusi ukuran pori, dan difusifitas.

Densitas adalah massa per satuan volume. Dalam aplikasi praktis di industri, ada dua istilah densitas yang sering digunakan, yaitu densitas partikel dan densitas bulk atau densitas bed.

Densitas partikel (particle density) merupakan rasio antara massa dengan jumlah volume padatan dan pori-pori di dalam partikel (pori-pori tertutup (closed pore) dan terbuka (accessible pore)). Untuk mengukur volume partikel tersebut biasanya digunakan fluida yang bisa penetrasi ke dalam pori-pori internal misalnya mercury, sehingga disebut dengan mercury density. Dalam hal ini hubungan antara densitas partikel (dp) dan densitas skeletal (ds) yang dinyatakan dalam θ:

1dpds

=

(3)

32

Densitas skeletal (ds) didefinisikan sebagai perbandingan antara massa beberapa

partikel dengan jumlah volume padatan dan pori-pori tertutup (closed pore) di dalam partikel.

Densitas bed atau bulk merupakan perbandingan antara massa partikel dengan jumlah volume padatan, pori-pori di dalam partikel dan ruang kosong antar partikel di dalam bed. Densitas bulk (db) ini berhubungan dengan fraksi ruang kosong (ε) seperti

ditunjukkan dalam persamaan berikut:

1db/dp

=

ε (3.2)

Ukuran partikel (particle size) dapat diukur menggunakan material siever atau dapat juga menggunakan electronic particle analyzer.

Sifat-sifat mekanik juga penting dalam aplikasi dan penggunaan katalis. Beberapa sifat mekanik dari katalis yang penting adalah crushing strength, attrition loss, dan loss on ignition.

Luas permukaan (surface area) merupakan sifat yang penting dalam aplikasi katalis. Istilah tekstur (texture) merujuk pada struktur pori partikel secara umum meliputi luas permukaan, distribusi ukuran pori, dan bentuk pori. Dari beberapa sifat kaitannya dengan tekstur tersebut, luas permukaan (surface area, Sg, m2g-1) merupakan

parameter yang paling penting kaitannya dengan permukaan katalis di dalam disain katalis heterogen. Luas permukaan total merupakan kriteria krusial untuk katalis padat karena sangat menentukan jumlah situs aktif di dalam katalis kaitanya dengan aktifitas katalis.

Pengukuran luas permukaan menggunakan teknik adsorpsi fisik menggunakan prinsip gaya van der Waals. Isoterm keseimbangan dapat digambarkan dimana volume yang teradsorpsi diplotkan terhadap p/p0 (p: tekanan, p0: tekanan jenuh pada temperatur

pengukuran).

Model teoretis untuk menyatakan isoterm keseimbangan dalam adsorpsi adalah model Brunauer, Emmett, Teller yang lebih dikenal dengan persamaan BET:

(4)

33

0



0

M p p 1 c 1 p/p V V ) ( + cp =   (3.3)

Dalam hubungan ini, VM adalah volume lapis tunggal, dan c adalah panas adsorpsi dan

pencairan (liquefaction) yang konstant untuk beberapa bahan dengan nilai kurang dari 100. Persamaan (3.3) adalah valid hanya untuk p/p0 ≤ 0.3. Diatas harga tersebut

kondensasi cairan terjadi di mikropori hingga mesopori hingga p/p0 mendekati satu.

Dalam pengukurannya biasanya menggunakan gas nitrogen sebagai adsorbatnya. Persamaan (3.3) diubah sedemikian rupa sehingga dapat dibuat plot antara p/p0 vs

p/[V(p-p0)], yang pada akhirnya VM dan luas permukaan (Sg) bisa ditentukan:

0

M M 0 p / p c V 1 c c V 1 p p V p = +()  (3.4)

Distribusi ukuran pori (pore size distribution) juga merupakan parameter penting di dalam kajian karakterisasi katalis. Sifat-sifat pori dalam katalis pada kenyataannya sangat mengendalikan fenomena perpindahan dan berhubungan sekali dengan selektifitas di dalam reaksi katalitik. Sifat-sifat pori seperti volume pori dan distribusi ukuran pori selanjutnya menjadi parameter penting terutama untuk katalis yang bersifat selektif terhadap bentuk dan ukuran pori (shape selective catalysis). Metode penjerapan gas biasanya digunakan untuk mengkarakterisasi material berpori yang berukuran mesopori (diameter 2-50 nm) dan mikropori (diameter <2 nm). Persoalan mengenai tahanan difusi pori, dan deaktifasi katalis dapat dipelajari dari bentuk dan ukuran porinya.

Kurva isoterm yag diperoleh dari percobaan penjerapan fisik dapat menjelaskan jenis porositas di dalam sampel katalis. Brunauer telah mendefinisikan lima jenis kurva isoterm, seperti ditunjukkan di Gambar 3.1. Sebagai contoh, Kurva Isoterm tipe I lebih menjelaskan pada jenis/ukuran mikropori (zeolite, SiO2, dan carbon), Kurva Isoterm tipe IV lebih cocok untuk menjelaskan jenis/ukuran mesopori (MCM-41).

(5)

34

Gambar 3.1: Jenis-jenis kurva isoterm adsorpsi (Storck et al., 1998)

Metode penentuan distribusi ukuran mesopori dari isoterm adsorpsi yang biasa digunakan adalah berdasarkan model BJH (Barrett, Joyner, and Halenda) seperti contoh di Gambar 3.2 unk MCM-41 dan SiO2 (Storck et al., 1998; Carati et al., 2003).

(6)

35

Gambar 3.2. Distribusi ukuran pori berdasarkan metode BJH (Storck et al., 1998)

Untuk lebih detil tentang metode penentuan distribusi ukuran pori dapat diperoleh di beberapa buku dan jurnal yang ada di akhir bab ini.

3.4. Temperature Programmed Desorption (TPD)

Di dalam teknik ini, kemampuan kemisorpsi untuk senyawa-senyawa probe dapat diuji untuk mendapatkan sifat-sifat katalis tertentu, seperti: kekuatan keasaman dan kebasaan katalis, bahkan dapat juga digunakan untuk menentukan jumlah situs asam atau basa di dalam katalis.

Kaitannya dengan CO2 TPD, jika CO2 terdesorpsi pada suhu tinggi maka tingkat

kebasaan katalis juga tinggi, karena CO2 sebagai senyawa probe yang bersifat asam,

sebaliknya jika CO2 terdesorpsi pada suhu rendah, maka tingkat kebasaan katalis juga

rendah. Pengukuran dalam pengujian CO2-TPD dapat dilakukan di dalam sebuah

reaktor kuarsa menggunakan gas helium sebagai gas carrier. Karakterisasi CO2-TPD ini

biasanya dilakukan di dalam sebuah unit TPD/TPR, biasanya merknya Micromeritics 2900 TPD/TPR yang dilengkapi dengan TCD (Thermal Conductivity Detector). Di dalam metode ini, sampel katalis (sekitar 0.05 gram) mula-mula dikalsinasi pada suhu

(7)

36

1073 K dengan adanya aliran gas argon (25 cm3/menit) selama satu jam. Khemisorpsi gas CO2 dilakukan dengan mengalirkan gas tersebut melalui katalis pada suhu 373 K

(25 cm3/menit) selama satu jam. Kelebihan CO2 dibuang dengan mengalirkan gas argon pada temperatur adsorpsi tersebut (25 cm3/menit) selama 1 jam. Kemudian, sampel katalis tersebut dipanaskan hingga 1223 K dengan menggunakan pemanasan bertingkat dengan laju kenaikan 5 K / menit dengan adanya aliran gas argon (25 cm3/menit). Jumlah CO2 yang terdesorpsi dianalisis dan ditentukan jumlahnya dengan Gas

Chromatography (GC) yang dilengkapi dengan detektor jenis TCD.

Dengan prinsip yang hampir sama dengan CO2-TPD, maka metode TPD ini dapat

juga digunakan untuk karakterisasi tingkat keasaman dan jumlah situs asam dari katalis dengan menggunakan gas NH3 (amonia) sebagai adsorbatnya. Jumlah situs asam dapat

ditentukan dari jumlah molekul amonia yang teradsorpsi di situs asam. Contoh spektrum hasil analisis NH3-TPD dapat dilihat pada Gambar 3.3. Distribusi tingkat

kekuatan keasaman katalis menggunakan prinsip yang sama dengan CO2-TPD di atas.

Alat yang digunakan untuk karakterisasi NH3-TPD juga sama dengan alat untuk CO2

-TPD. Sejumlah katalis (sekitar 300 mg) dikalsinasi pada suhu 773 K dengan adanya aliran gas argon (25 cm3/menit) selama satu jam. Sampel tersebut kemudian didinginkan hingga suhu ambien. Sampel tersebut kemudian dijenuhkan dengan mengalirkan gas ammonia (25 cm3/menit) selama 30 menit. Kelebihan gas amonia dihilangkan dengan

mengalirkan gas argon selama 30 menit kemudian didinginkan kembali ke temperatur ambien. Jumlah amonia yang teradsobsi dianalisis dengan memanaskan hingga 823 K dengan menggunakan pemanasan bertingkat dengan laju kenaikan 10 K / menit dengan adanya aliran gas argon (25 cm3/menit). Jumlah CO

2 yang terdesorpsi dianalisis dan

ditentukan jumlahnya dengan Gas Chromatography (GC) yang dilengkapi dengan detektor jenis TCD.

(8)

37

Gambar 3.3: Contoh spektrum analisa NH3-TPD

3.5. Temperature Programmed Reduction (TPR)

Temperature programmed reduction (TPR) dapat digunakan untuk menentukan tingkat reduksi (reducibility), distribusi keadaan reduksi (bilangan oksidasi), dan efek interaksi antar logam yang digunakan untuk modifikasi dengan penyangganya. Suhu reduksi sangat tergantung kepada kuantitas sampel, persen gas reaktif, kondisi aliran gas, dan kecepatan naiknya suhu. Biasanya campuran gas reaktif dengan inert (H2 dalam

N2 atau Ar) biasa digunakan untuk analisis TPR. Persamaan umum untuk reduksi

adalah:

MO + H2 → M + H2O (3.5)

dimana MO menyatakan oksida logam dan M adalah logam. Sebelum analisis TPR dilakukan, logam yang ada di dalam katalis dioksidasi terlebih dahulu menggunakan oksigen. Kemudian, gas pereduksi seperti H2 dalam campuran dengan N2 atau Ar

dilewatkan katalis tersebut pada laju alir konstan dan dengan laju kenaikan suhu yang konstan juga. Besarnya H2 yang dikonsumsi oleh reaksi reduksi dapat dianalisis

(9)

38

bawah kurva TPR menyatakan jumlah mol H2 yang dikonsumsi per mol atom logam.

Jumlah mol H2 yang dikonsumsi juga dapat dikorelasikan dengan jumlah oksigen yang

dihilangkan dari oksida logam. Bahkan, analisis TPR dapat juga digunakan untuk mengetahui perbedaan keadaan oksidasi atau bilangan oksidasi dari logam. Biasanya karakterisasi H2-TPR ini biasanya dilakukan di dalam sebuah unit TPD/TPR, biasanya

merknya Micromeritics 2900 TPD/TPR yang dilengkapi dengan TCD (Thermal Conductivity Detector). Untuk analisis reduksi dengan H2, 0.05 gram sampel katalis

digunakan dan direduksi menggunakan campuran 10% H2 di dalam argon dengan laju

alir 50 cm3/menit. Suhu dinaikkan secara bertahap (10 oC/menit) hingga suhu 1000 oC.

Gambar 3.4: Spektrum H2-TPR untuk beberapa katalis. (a) CeO2 (fresh); (b)

12.8CaO/CeO2 (fresh); (c) 12.8CaO-6.4MnO/CeO2 (fresh); (d) 12.8CaO-6.4MnO/CeO2

(10)

39

3.6. Fourier Transform - Infra Red (FT-IR) dan Raman Scaterring

FT-IR dan Raman memberikan informasi karakteristik katalis di permukaan dalam hal struktur oksida logam. Posisi bands atau peak menunjukkan ikatan logam-oksigen yang sebenarnya. Metode karakterisasi ini dapat juga memberikan sifat-sifat suatu situs permukaan terhadap molekul probe tertentu, sehingga interaksi antar molekul dan reaktifitas permukaan dapat dipelajari. Bahkan mekanisme reaksi dapat diperoleh dari metode ini dengan melakukan karakterisasi di tempat (in situ). FT-IR dan Raman mampu mengkarakterisasi struktur molekul di permukaan katalis. Kedua metode ini saling melengkapi, beberapa struktur yang tidak dapat ditampilkan oleh FT-IR (Raman in active) dapat ditunjukkan oleh Raman, demikian juga sebaliknya (Leofanti et al., 1997a, 1997b; Wach, 1996; Chen and Wach, 2003).

Perkin Elmer Spectrum GX NIR FT-Raman yang dilengkapi dengan sumber laser Nd:YAG dapat digunakan untuk analisis FT-IR dan Raman dengan spektrum tengah infra merah (4000-100 cm-1). Untuk analisis FT-IR dapat menggunakan teknik film KBr

dimana sampel katalis dicampur dengan KBr dengan perbandingan tertentu kemudian dibuat film tipis. Spektrum IR dilakukan dengan mode absorbansi pada 298 K dengan panjang gelombang 4000 – 400 cm-1 dengan resolusi 2 cm-1. Tenaga eksitasi dapat divariasikan (25-500 mW) tergantung pada sampel. Peak Raman shift dari sampel katalis dianalisis dalam rentang 4000 – 100 cm-1 tergantung pada oksida logamnya. Pada analisa katalis dengan Raman, sampel dimasukkan dan dipress di sample holder. Excitation line diset pada 514.4 nm. Berikut ini adalah beberapa contoh peak FT-IR dan Raman untuk beberapa oksida logam:

(11)

40

Gambar 3.5: Spektrum Raman untuk katalis CeO2, CaO/CeO2 dan WO3/CaO/CeO2

(Istadi & Amin, 2004)

(12)

41 3.7. X-Ray Diffraction (XRD)

Karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) dimaksudkan untuk mengidentifikasi fasa bulk suatu katalis dan untuk menentukan sifat kristal atau kristalinitas dari suatu katalis. Kebanyakan dari katalis adalah berbentuk padatan kristal seperti oksida logam, zeolite, dan logam yang berpenyangga. XRD menjadi teknik yang cukup handal dan mendasar untuk mengevaluasi sifat-sifat fasa kristal and ukuran kristal (Leofanti et al., 1997a, 1997b). Namun demikian, metode ini tidak cocok atau tidak mampu menampilkan sifat-sifat yang diperlukan untuk katalis-katalis yang bersifat-sifat bukan kristal.

Di dalam analisis XRD, kristal katalis memantulkan sinar X yang dikirimkan dari sumber dan diterima oleh detektor. Dengan melalukan sudut kedatangan sinar X maka spektrum pantulan adalah spesifik yang berhubungan langsung dengan lattice spacing dari kristal yang dianalisis. Pola difraksi di-plotkan berdasarkan intensitas peak yang menyatakan peta parameter kisi kristal atau indeks Miller (hkl) sebagai fungsi 2, dimana  menyatakan sudut difraksi berdasarkan persamaan Bragg (Richardson, 1989) pada Persamaan (3.6). Interpretasi Hukum Bragg dilakukan berdasarkan asumsi bahwa permukaan dari mana sinar X dipantulkan adalah datar.

θ sin 2d =

(3.6)

dimana d menyatakan jarak antar lapisan atom atau ion yang berdekatan,  yang menyatakan panjang gelombang radiasi sinar X, dan n adalah urut-urutan pantulan.

Kristalinitas dapat juga ditentukan dengan XRD melalui pembandingan intensitas atau luasan peak sampel dengan intensitas atau luasan peak standar yang ditunjukkan pada Persamaan (3.7): x100% standar hkl peak Intensitas sampel hkl peak Intensitas = tas Kristalini (3.7)

Lebar peak XRD adalah merupakan fungsi dari ukuran partikel, maka ukuran kristal (crystallite size) dinyatakan dalam Persamaan Scherrer berikut (Richardson, 1989):

2θ/2

cos b B2 2)1/2 ( = size e Crystallit  (3.8)

(13)

42

dimana K=1.000, B adalah lebar peak untuk jalur difraksi pada sudut 2b adalah instrument peak broadening (0.1o), dan adalah panjang gelombang pada 0.154 nm (Wolfovich et al., 2004; Richardson, 1989). Suku (B2-b2)½ adalah lebar peak untuk corrected instrumental broadening.

Metode XRD banyak digunakan untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi material yang digunakan sebagai katalis, karena banyak material katalis yang berwujud kristal. Teknologi XRD ini juga mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi dan menentukan besarnya bagian fasa dalam padatan, film tipis, dan sample multi fasa. Salah satu alat XRD yang biasa digunakan adalah Siemen D5000 yang menggunakan radiasi Cu-K radiation (= 1.54056). Tabung X-ray dioperasikan pada 40 kV dan 30 mA.

Karakteristik yang paling penting dari katalis logam berpenyangga adalah:

 Ukuran dan dispersi kristal, yang merupakan fraksi atau jumlah bagian atom

logam yang berhubungan dengan jumlah situs aktif

 Distribusi di dalam granul penyangga, yang menentukan akses ke situs-situs

aktif.

 Rasio antar permukaan kristal, yang mempunyai peran penting dalam reaksi

sebagai struktur yang sensitif.

3.8. Daftar Pustaka

1) Richardson, J.T. (1989). Principles of Catalyst Development. New York: Plenum Press 2) Leofanti, G., Tozzola, G., Padovan, M., Petrini, G., Bordiga, S. and Zecchina, A. (1997a).

Catal. Today. 34: 307-327.

3) Leofanti, G., Tozzola, G., Padovan, M., Petrini, G., Bordiga, S. and Zecchina, A. (1997b).

Catal. Today. 34: 329-352

4) Wach, I.E. (1996), Catal. Today, 27: 437-455.

5) Chen, Y. and Wach, I.E. (2003). J. Catal. 217: 468-477. 6) Istadi and Amin, N.A.S., (2004), J. Nat. Gas Chem., 13: 23-35.

(14)

43

7) Amin, N.A.S. and Anggoro, D.D. (2004). J. Nat. Gas. Chem., 11:79-86

8) Wolfovich, M.A., Landau, M.V., Brenner, A. and Herskowitz, M. (2004). Ind. Eng. Chem.

Res. 43: 5089-5097.

9) Storck, S., Bretinger, H., and Maier, W.F. (1998). Appl. Catal. A: Gen. 174:137-146. 10) Carati, A., Ferraris, G., Guidotti, M., Moretti, G., Psaro, R., and Rizzo, C. (2003). Catal.

Gambar

Gambar 3.1: Jenis-jenis kurva isoterm adsorpsi (Storck et al., 1998)
Gambar 3.2. Distribusi ukuran pori berdasarkan metode BJH (Storck et al., 1998)
Gambar 3.3: Contoh spektrum analisa NH 3 -TPD
Gambar 3.4:   Spektrum H 2 -TPR untuk beberapa katalis. (a) CeO 2  (fresh); (b)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari itu, untuk meningkatkan peran pemerintah dalam mengawasi transaksi, diperlukan inovasi untuk menjamin perlindungan serta keamanan konsumen terhadap pelaku usaha

Menetapkan : PERATURAN BADAN PENGATUR HILIR MINYAK DAN GAS BUMI TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN PENYEDIAAN DAN PENDISTRIBUSIAN BAHAN

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah: 1 guru SD, sebaiknya dapat mengembangkan media gambar seri dalam pembelajaran mengarang, sehingga memudahkan siswa dalam

Berdasarkan hasil penelitian data yang kemudian telah diolah dengan menggunakan software SPSS 16.00 dapat dibuktikan bahwa disiplin kerja berpengaruh langsung

Terkait dengan data yang diperlukan, maka instrumen tes terdiri dari tes prestasi belajar dan tes kemampuan berpikir kritis, sedangkan instrumen non tes terdiri

Pada Foto hasil Elektroforesis polyacrilamide terlihat bahwa jarak antara Band – Band DNA sangat dekat.Hal tersebut dapat disebabkan karena waktu yang digunakan untuk

Kegiatan Tugas Akhir diakhiri dengan penulisan hasil kerja praktek atau penelitian tersebut dalam bentuk Laporan Tugas Akhir untuk program D3, Skripsi untuk program S1, Tesis

Abstrak - Penelitian ini bertujuan untuk membangung sebuah aplikasi laporan kehilangan barang serta sebagai sebuah forum berbentuk sosial media berbasis android untuk memudahkan