• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan selalu diawali oleh terjadinya suatu masalah yang perlu untuk segera dicari solusinya agar masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberdayaan selalu diawali oleh terjadinya suatu masalah yang perlu untuk segera dicari solusinya agar masalah"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pemberdayaan selalu diawali oleh terjadinya suatu masalah yang perlu untuk segera dicari solusinya agar masalah tersebut tidak berdampak buruk secara lebih luas. Permasalahan yang terjadi bisa berupa masalah fisik: jalan rusak, jembatan rawan roboh, permasalahan ekonomi dan lingkungan (Ferry F Kawur, 2007). Masalah lingkungan yang cukup menonjol akhir-akhir ini adalah masalah: banjir, tanah longsor, kekeringan serta kerusakan hutan. Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan kerusakan hutan adalah perlunya diterapkan sertifikasi ekolabel dalam pengelolaan hutan, baik pada hutan alam, hutan tanaman maupun pada hutan rakyat.

Hutan rakyat kini perannya semakin besar bagi pemenuhan bahan baku kayu nasional ataupun untuk tujuan ekspor. Kayu rakyat mampu memberikan kontribusi bagi penurunan defisit kebutuhan kayu yang dihadapi oleh dunia kehutanan saat ini. Menurut data di BRIK ( Badan Revitalisasi Industri Kehutanan ) tahun 2004 sampai tahun 2006 untuk prosentase produk kayu olahan 38 - 40% menggunakan kayu rakyat (BRIK, 2007). Sementara pada tahun 2011 telah terbangun Hutan Rakyat lebih dari 3,5 juta hektar, dengan potensi standing stock kayu mencapai 125 juta m3 per tahun, potensi siap panen lebih dari 20 juta m3 per tahun, serta mampu menyerap tenaga kerja hingga 17,5 juta orang. Sedikitnya 1,1 juta hektar atau 2% dari hutan Indonesia menyusut tiap tahunnya. Data Kementerian Kehutanan menyebutkan dari sekitar 130 juta hektar hutan yang tersisa di Indonesia, 42 juta hektar diantaranya sudah habis ditebang (Dirjen BPDAS-PS, 2011).

Sejarah kemunculan sertifikasi ekolabel hutan berawal dari keprihatinan akan semakin rusaknya hutan di dunia. Dekade 1980 s.d. 1990-an, kampanye dan aksi–aksi boikot terhadap perdagangan kayu-kayu tropis marak dilakukan oleh pemerhati lingkungan. Upaya boikot tersebut tidak terlalu membawa hasil yang menggembirakan, karena selain tersandung ketentuan WTO, juga karena kebutuhan perdagangan kayu dan turunannya adalah tuntutan kebutuhan pasar. Situasi ini mendorong munculnya inisiatif untuk menggunakan sistem sertifikasi

(2)

ekolabel hutan (forest certification ecolabelling system) yang berorientasi pasar dan sukarela ( LEI, 2004).

Dengan demikian, maka sertifikasi ekolabel hutan bisa dipahami sebagai alat dan sekaligus proses yang bisa menunjukkan kepada para pihak (konsumen, pegiat lingkungan, pemerintah, buyer, dan para pihak lain) bahwa suatu hutan terkelola dengan standar atau prinsip-prinsip keberlanjutan. Biasanya proses penilaian sertifikasi untuk mendapatkan sertifikat ekolabel dilakukan oleh pihak ketiga (bukan dari produsen, buyer, konsumen, atau pemerintah).

Penelitian mengenai sertifikasi hutan telah banyak dilakukan namun belum banyak yang mengkhususkan pada sertifikasi hutan rakyat, terutama di Indonesia. Simula et al. (2005) telah melakukan studi mengenai Benefit Cost Ratio sertifikasi hutan di Brazil, Malaysia dan Indonesia namun studi kasus tersebut dilakukan hanya di hutan alam yang dikelola oleh swasta. Dalam pengertian yang lain, sertifikasi hutan mempunyai dua wajah yang tidak dapat dipisahkan, karena pertama, sebagai upaya untuk mendorong pengelolaan hutan secara lestari dan kedua, membuka peluang terjadinya interaksi atau transaksi positif antara pasar (pembeli) dengan Unit Manajemen (UM) sebagai produsen kayu. Untuk itu sertifikasi ekolabel hutan hanya diterapkan pada kawasan hutan produksi. Adapun hasil konkret yang diperoleh dari sertifikasi ekolabel hutan adalah pengakuan publik, pemerintah, dan pelaku pasar atas kinerja pengelolaan hutan secara lestari baik dari sisi: produksi, ekologi, dan sosial.

Saat ini kebutuhan sertifikasi ekolabel hutan kian meningkat. Tidak saja karena meningkatnya tuntutan konsumen akan produk-produk ” hijau ”, tetapi sertifikasi ekolabel memampukan pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan hutan memperbaiki kinerja dan proses pengelolaan hutan mereka (Didik Suharjito, 2000). Kian berkurangnya pasokan kayu akibat tingginya laju kerusakan hutan (deforestry) semakin mempertegas perlunya mengelola hutan secara lestari (Sustainable Forest Manajemen) agar diperoleh pasokan hasil kayu secara berkelanjutan. .

Di Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur, telah terbentuk Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR) sebagai satuan Pengelola Hutan, yang bernama Forest Management Unit (FMU) atau KTHR Lawu Manunggal. KTHR Lawu

(3)

Manunggal merupakan gabungan KTHR dari 5 desa di Kecamatan Panekan dan Kecamatan Sidorejo mengelola hutan seluas 940,161 ha. Kelahiran KTHR berawal dari keprihatinan makin rusaknya hutan rakyat pada wilayah Gunung Lawu sisi timur karena penebangan kayu tidak terkendali yang dikawatirkan menimbulkan tingginya laju erosi, tanah longsor dan berkurangnya debit mata air, sedangkan bagi hutan rakyat yang telah baik tidak dijaga akan fungsi dan kelestariannya. Terhadap keberhasilan pengelolaan hutan selama ini maka KTHR ini bermaksud untuk mendapatkan sertifikat ekolabel dalam pengelolaan hutannya dari Lembaga Sertifikasi (LS) yang kredibel, menurut Sistem Sertifikasi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML) dari Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI). Namun, tidaklah mudah untuk mendapatkan sertifikat ekolabel tersebut dan dibutuhkan pemberdayaan bagi organisasi, pengurus dan anggotanya untuk melakukan upaya pengelolaan hutan secara lestari serta penyiapan-penyiapan dokumen untuk kelola produksi, ekologi dan sosial. agar layak mendapatkan sertifikat ekolabel dalam pengelolaan hutannya.

B. Rumusan Masalah

1. Kondisi kelembagaan KTHR kurang aktif dan tidak memiliki dokumen administrasi secara baik, bagaimana kondisi awal kelompok tani hutan sebelum dilakukan pemberdayaan untuk mendapatkan sertifikat ekolabel? 2. Hutan rakyat rentan terhadap penebangan kayu secara tidak terkendali,

bagaimana kondisi seharusnya KTHR bisa memenuhi kriteria dan indikator hingga mendapatkan sertifikat ekolabel menurut standar LEI ?

3. Kondisi hutan rakyat yang telah terkelola baik tidak akan berkelanjutan, bagaimana model pemberdayaan KTHR Lawu Manunggal sampai mendapatkan sertifikat ekolabel untuk menjaga kelestarian hutannya ?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui dan menganalisis kondisi awal KTHR Lawu Manunggal dari sisi kelambagaan, dokumen dan administrasinya sebelum dilakukan pemberdayaan untuk mendapatkan sertifikat ekolabel.

(4)

2. Mengidentifikasi kriteria dan indikator aspek produksi, ekologi dan sosial yang dibutuhkan agar KTHR Lawu Manunggal bisa mendapatkan sertifikat ekolabel menurut standar LEI.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis model pemberdayaan KTHR Lawu Manunggal sampai mendapatkan sertifikat ekolabel.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:

1. Bagi petani hutan dan kelompok tani hutan. Dapat mengetahui tentang bagaimana penyiapan organisasi, dokumen apa yang dibutuhkan serta tahapan apa yang mesti dilakukan apabila ingin mendapatkan sertifikat ekolabel dalam pengelolaan hutan.

2. Bagi industri kayu dan konsumen hijau. Dapat mengetahui proses dan adanya unit manajemen pengelola hutan yang menyediakan bahan kayu dari hutan yang telah dikelola secara lestari.

3. Bagi ilmu pengetahuan. Memberikan masukan tentang model dan strategi implemetasi pengelolaan sumberdaya hutan secara lestari

4. Bagi pemerintah dapat memberikan masukan dalam merumuskan dan menyempurnakan kebijakan dalam penataan dan pengelolaan sumber daya hutan, sedangkan bagi pemerintah daerah dapat menjadi masukan dalam menyusun strategi dan perencanaan dalam perluasan pengelolaan hutan rakyat secara lestari dalam rangka pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan secara berkelanjutan.

(5)

BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Dasar Pemberdayaan

Untuk memahami konsep pemberdayaan (empowerment) secara tepat dan jernih memerlukan upaya pemahaman latar belakang kontekstual yang melahirkannya. Konsep tersebut telah begitu meluas diterima dan dipergunakan, mungkin dengan pengertian dan persepsi yang berbeda satu dengan yang lain. Penerimaan dan pemakaian konsep tersebut secara kritikal tentunya meminta kita mengadakan telaah yang sifatnya mendasar. Kenneth (1995), pemberdayaan sering disebut sebagai konstruksi secara psikologis untuk membimbing masyarakat dan relatif sedikit orang yang memahami tentang hal ini.

Konsep empowerment dipandang sebagai bagian atau sejiwa dengan aliran-aliran paruh kedua abad 20 yang banyak dikenal sebagai aliran Posmodernisme dengan titik berat sikap dan orientasinya adalah anti sistem, anti struktur dan anti determinisme. Memahami gerakan pemikiran baru tersebut akan sejalan dengan menelaah lahirnya Eropa Modern sebagai reaksi terhadap pemikiran, tata masyarakat dan tata budaya sebelumnya (abad pertengahan). Pemberdayaan Masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. KoKonnsseepp ininii m meenncceerrmmiinnkkaann paparraaddiiggmmaa pepemmbbaanngguunnaann yayanngg bbeerrssiiffaatt:: (1(1)) PPeeoopplleeCCeenntteerreedd,, ( (22))PPaarrttiicciippaattoorryy,,((33))EEmmppoowweerriinngg ddaann((44))SSuussttaaiinnaabbllee ((CChhaammbbeerrss,, 11999955)).. PPeemmbbeerrddaayyaaaann aaddaallaahh uuppaayyaa uunnttuukk mmeennggeemmbbaannggkkaann ppootteennssii ddaann ddaayyaa m maassyyaarraakkaatt ddeennggaann memennddoorroonngg dadann mememmbbaannggkkiittkkaann kkeessaaddaarraann akakaann popotteennssii y yaanngg didimmiilliikkiinnyyaa seserrttaa bbeerruuppaayyaa ununttuukk memennggeemmbbaannggkkaannnnyyaa.. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Misal: menawarkan nilai-nilai budaya, seperti: kerja keras, hemat, keterbukaan, dan tanggungjawab (Isbandi.2001).

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Seebbaaggaaii prproosseess,, pepemmbbeerrddaayyaaaann adadaallaahh s

seerraannggkkaaiiaann kkeeggiiaattaann ununttuukk mmeemmppeerrkkuuaatt kkeebbeerrddaayyaaaann kkeelloommppookk dadallaamm m

(6)

k keetteerrttiinnggggaallaann,, kekemmiisskkiinnaann,, kkeebbooddoohhaann ddaann lalaiinn--llaaiinn.. SSeebbaaggaaii ttuujjuuaann,, mamakkaa p peemmbbeerrddaayyaaaann mmeennuunnjjuukk ppaaddaa kkeeaaddaaaann atataauu hahassiill yayanngg ininggiinn didiccaappaaii ololeehh s seebbuuaahh peperruubbaahhaann ssoossiiaall:: yayaiittuu mmaassyyaarraakkaatt yyaanngg beberrddaayyaa,, mememmiilliikkii k keekkuuaassaaaann atataauu mememmppuunnyyaaii pepennggeettaahhuuaann dadann kekemmaammppuuaann dadallaamm mememmeennuuhhii k keebbuuttuuhhaann hihidduuppnnyyaa babaiikk yyaanngg beberrssiiffaatt fifissiikk,, ekekoonnoommii,, sosossiiaall mamauuppuunn l liinnggkkuunnggaann.. PPeennggeerrttiiaann ppeemmbbeerrddaayyaaaann sesebbaaggaaii tutujjuuaann sseerriinnggkkaallii didigguunnaakkaann s seebbaaggaaii ininddiikkaattoorr kkeebbeerrhhaassiillaann pepemmbbeerrddaayyaaaann sseebbaaggaaii sesebbuuaahh pprroosseess.. 2 2.. PPeennddeekkaattaannddaannSSttrraatteeggii PPeemmbbeerrddaayyaaaann KKeelloommppookk

Soetomo (2006), pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan di sini diartikan bukan hanya menyangkut kekuasaan politik dalam arti sempit, melainkan kekuasaan atau penguasaan klien atau target group, atas:

1) Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup: kemampuan dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal, pekerjaan.

2) Pendefinisian kebutuhan: kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginannya.

3 3)) IdIdee aattaauu ggaaggaassaann:: kekemmaammppuuaann memennggeekksspprreessiikkaann ddaann mmeennyyuummbbaannggkkaann g gaaggaassaann ddaallaamm susuaattuu ffoorruumm atataauu ddiisskkuussii seseccaarraa bbeebbaass dadann ttaannppaa tteekkaannaann.. 4 4)) LeLemmbbaaggaa--lleemmbbaaggaa:: kekemmaammppuuaann memennjjaannggkkaauu,, memenngggguunnaakkaann dadann m meemmppeennggaarruuhhii prpraannaattaa--pprraannaattaa mmaassyyaarraakkaatt,, seseppeerrttii lelemmbbaaggaa k keesseejjaahhtteerraaaann ssoossiiaall,, ppeennddiiddiikkaann,, kkeesseehhaattaann.. 5 5)) SuSummbbeerr--ssuummbbeerr:: kkeemmaammppuuaann mmeemmoobbiilliissaassii ssuummbbeerr--ssuummbbeerr foforrmmaall,, i innffoorrmmaall ddaann susummbbeerrddaayyaa aallaamm lalaiinnnnyyaa.. 6 6)) AkAkttiivviittaass eekkoonnoommii:: kekemmaammppuuaann mememmaannffaaaattkkaann dadann memennggeelloollaa m meekkaanniissmmee pprroodduukkssii,, ddiissttrriibbuussii,, ddaann peperrttuukkaarraann bbaarraanngg sseerrttaa jjaassaa.. P Peennddeekkaattaann ddaallaamm pepellaakkssaannaaaann prproosseess dadann pepennccaappaaiiaann tutujjuuaann p peemmbbeerrddaayyaaaann didi atataass didiccaappaaii memellaalluuii pepenneerraappaann pepennddeekkaattaann pepemmbbeerrddaayyaaaann.. A Arryy ((22000011)) memennyyaattaakkaann,, babahhwwaa prproosseess ppeemmbbeerrddaayyaaaann umumuummnnyyaa didillaakkuukkaann s seeccaarraa kokolleekkttiiff.. MeMennuurruuttnnyyaa,, ttiiddaakk adadaa lilitteerraattuurr yyaanngg memennyyaattaakkaann babahhwwaa p prroosseess pepemmbbeerrddaayyaaaann teterrjjaaddii dadallaamm rerellaassii ssaattuu--llaawwaann--ssaattuu.. MeMesskkiippuunn

(7)

p peemmbbeerrddaayyaaaann seseppeerrttii ininii ddaappaatt memenniinnggkkaattkkaann rarassaa peperrccaayyaa didirrii dadann k keemmaammppuuaann ddiirrii klkliieenn atataauu tatarrggeett ggrroouupp,, hahall ininii bubukkaannllaahh ststrraatteeggii ututaammaa p peemmbbeerrddaayyaaaann.. N Naammuunn ddeemmiikkiiaann,, ttiiddaakk sesemmuuaa inintteerrvveennssii dadappaatt didillaakkuukkaann mmeellaalluuii k koolleekkttiivviittaass.. DaDallaamm bbeebbeerraappaa sisittuuaassii,, ssttrraatteeggii pepemmbbeerrddaayyaaaann dadappaatt sasajjaa d diillaakkuukkaann seseccaarraa ininddiivviidduuaall;; mmeesskkiippuunn papaddaa gigilliirraannnnyyaa ststrraatteeggii iinnii pupunn tteettaapp b beerrkkaaiittaann ddeennggaann kokolleekkttiivviittaass,, dadallaamm aarrttii memennggkkaaiittkkaann kklliieenn dedennggaann susummbbeerr a attaauu sisisstteemm llaaiinn didi lluuaarr didirriinnyyaa.. MaMassiihh memennuurruutt AArryy,, pepemmbbeerrddaayyaaaann dadappaatt d diillaakkuukkaann memellaalluuii ttiiggaa pepennddeekkaattaann:: mmiikkrroo,, mmeezzzzoo,, ddaann mmaakkrroo.. 1 1)) PePennddeekkaattaann MiMikkrroo.. PPeemmbbeerrddaayyaaaann didillaakkuukkaann teterrhhaaddaapp klkliieenn seseccaarraa i innddiivviidduu memellaalluuii bbiimmbbiinnggaann,, kkoonnsseelliinngg,, ssttrreessss mmaannaaggeemmeenntt,, ccrriissiiss i inntteerrvveennttiioon.n. TTuujjuuaann uuttaammaannyyaa adadaallaahh mememmbbiimmbbiinngg atataauu memellaattiihh kklliieenn d daallaamm mmeennjjaallaannkkaann tutuggaass--ttuuggaass kkeehhiidduuppaannnnyaya.. MMooddeell ininii seserriinngg ddiisseebbuutt s seebbaaggaaii PPeennddeekkaattaann yayanngg BBeerrppuussaatt papaddaa TTuuggaass ((ttaasskkcceenntteerreeddaapppprrooaacchh)).. 2 2)) PePennddeekkaattaann MMeezzzzoo.. PePemmbbeerrddaayyaaaann ddiillaakkuukkaann tteerrhhaaddaapp sesekkeelloommppookk klkliieenn,, m miissaallnnyyaa kkeelloommppookk ttaannii.. PPeemmbbeerrddaayyaaaann didillaakkuukkaann dedennggaann mmeenngggguunnaakkaann k keelloommppookk sesebbaaggaaii memeddiiaa iinntteerrvveennssii.. PePennddiiddiikkaann dadann pepellaattiihhaann,, didinnaammiikkaa k keelloommppookk,, bibiaassaannyyaa ddiigguunnaakkaann sesebbaaggaaii ststrraatteeggii ddaallaamm memenniinnggkkaattkkaann k keessaaddaarraann,, pepennggeettaahhuuaann,, keketteerraammppiillaann dadann sisikkaapp--ssiikkaapp klkliieenn agagaarr m meemmiilliikkii kkeemmaammppuuaann mememmeeccaahhkkaann ppeerrmmaassaallaahhaann yayanngg ddiihhaaddaappiinnyyaa.. 3 3)) PePennddeekkaattaann MaMakkrroo.. PePennddeekkaattaann iinnii didisseebbuutt jujuggaa sesebbaaggaaii SSttrraatteeggii SiSisstteemm B Beessaarr ((llaarrggee--ssyysstteemmssttrraatteeggy)y),, kkaarreennaa sasassaarraann peperruubbaahhaann didiaarraahhkkaann papaddaa s siisstteemm lilinnggkkuunnggaann yayanngg lleebbiihh lluuaass.. PePerruummuussaann kekebbiijjaakkaann,, peperreennccaannaaaann s soossiiaall,, kkaammppaannyyee,, akakssii sosossiiaall,, lloobbbbyyiinngg,, pepennggoorrggaanniissaassiiaann mamassyyaarraakkaatt,, m maannaajjeemmeenn kokonnfflliikk,, aaddaallaahh bbeebbeerraappaa ssttrraatteeggii dadallaamm pepennddeekkaattaann iinnii.. P Peennddeekkaattaann iinnii mmeemmaannddaanngg klkliieenn sesebbaaggaaii ororaanngg yayanngg mememmiilliikkii k koommppeetteennssii ununttuukk mememmaahhaammii sisittuuaassii--ssiittuuaassii memerreekkaa sseennddiirrii,, dadann ununttuukk m meemmiilliihh sseerrttaa memenneennttuukkaann ssttrraatteeggii yayanngg tteeppaatt uunnttuukk bbeerrttiinnddaakk..

Menurut PERSEPSI (2010), sebuah lembaga yang aktif dalam pemberdayaan masyarakat bahwa terkait dengan program pertanian berkelanjutan, terdapat tiga strategi penting yang diterapkan dalam

(8)

melakukan pendampingan dalam melakukan pemberdayaan masyarakat. Strategi yang diterapkan mencakup:

1) Penyiapan Sosial. Strategi ini dimaksudkan untuk mengembangkan hubungan sosial antar kelompok masyarakat, baik antara kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya maupun antara kelompok masyarakat dengan stake holder dan para pengambil kebijakan. Untuk itu perlu dilakukan kajian awal melalui teknik pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA) dengan maksud untuk mengetahui potensi, masalah dan harapan masyarakat.

2) Pemecahan masalah secara terpadu. Terpadu yang dimaksud dari aspek yang didekati, metode yang dikembangkan serta institusi yang terlibat. Aspek yang didekati diantaranya Sumber Daya Manusia (SDM), lingkungan (sumberdaya alam), ekonomi, sosial budaya dan lain-lain. Metode pemecahan masalah yang dikembangkan saling berkait dan mendukung serta mengarah pada keswadayaan dan berkelanjutan . Aspek sumberdaya manusia lebih menekankan pada proses belajar bagi petani atau komunitas yang didampingi untuk dapat mengambil keputusan secara mandiri apa yang terbaik terhadap usahatani yang akan dilakukan.

3) Pendekatan kelompok secara hamparan dan satuan keluarga. Pendekatan kelompok secara hamparan dimaksudkan untuk memudahkan pengorganisasian dalam proses belajar melalui sekolah lapang dan menciptakan kawasan yang aman secara ekologis. Sedangkan pendekatan dalam satuan kelurga dimaksudkan bahwa partisipan (kelompok dampingan) program adalah semua anggota dalam keluarga tersebut. Karena pengembangan pertanian berkelanjutan harus memperoleh penggarapan sejak tingkat paradigma sampai tataran praktis dan harus memperoleh kesamaan pandang pada lingkup keluarga.

Dari ketiga strategi tersebut, untuk mengarah pada suatu perubahan status sosial ekonomi petani menuju pertanian berkelanjutan, maka dalam pelaksanaan program akan bertumpu pada pada 5 unsur yang saling

(9)

mendukung dan berkait. Unsur dimaksud yaitu unsur: ekologi, teknologi, ekonomi, sosial budaya dan pemberdayaan.

1) Unsur Ekologi, menekankan kegiatan untuk menjamin kelestarian ekosistem yang bermutu, mengoptimalkan keanekaragaman hayati pada agroekosistem dan mengoptimalkan proses alami dalam penyuburan tanah, penggunaan air dan pengendalian hama, penyakit.

2) Unsur Teknologi, mengutamakan penggunaan teknologi yang diterapkan kepada petani bersifat mudah, murah, tepat guna, memaksimalkan penggunaan sumber daya lokal dan meminimalkan masukan dari luar. 3) Unsur Ekonomi, menjamin kebutuhan usaha tani dan kebutuhan ekonomi

rumah tangga serta memungkinkan pengembangan skala usaha dan deversifikasi.

4) Unsur Sosial Budaya, bagaimana dalam pelaksanaan kegiatan tidak menimbulkan kesenjangan sosial ekonomi, diterima masyarakat ( petani ) dan memperhatikan wawasan gender.

5) Unsur Pemberdayaan, unsur ini menjadi strategis di dalam pelaksanaan kegiatan karena berkait erat dengan keberlanjutan program. Termasuk di dalamnya yaitu: peningkatan pengetahuan, ketrampilan, kemampuan dan kesadaran petani, penguatan institusi, keswadayaan dan jaringan petani serta partisipasi kader.

3. Pengertian Hutan Rakyat

Hutan rakyat dalam pengertian menurut Undang-undang Nomer.41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Definisi ini diberikan untuk membedakannya dari hutan negara, yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik atau tanah negara. Dari sudut pandang pemerintah mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan hutan rakyat karena ada dukungan progam penghijauan dan kegiatan pendukung seperti demplot dan penyuluhan. Hutan rakyat atau hutan milik adalah semua hutan yang ada di Indonesia yang tidak berada di atas tanah yang dikuasai oleh pemerintah, dimiliki oleh masyarakat, proses terjadinya dapat dibuat oleh manusia, dapat juga terjadi

(10)

secara alami, dan dapat juga karena upaya rehabilitasi tanah kritis (Darusman, 1995).

Pendapat lain (Suryohadikusumo, 2004) menyatakan bahwa pada prinsipnya pengertian hutan rakyat adalah status hak milik (hutan milik) di luar kawasan hutan dengan penanaman pohon-pohonan secara intensif juga penanaman tanaman yang lebih dikenal tumpangsari. Hutan Rakyat merupakan salah satu kegiatan perhutanan sosial yang dilaksanakan pada tanah yang dibebani (hak milik/hutan rakyat) yang ditanami secara intensif oleh masyarakat baik perorangan atau kelompok yang berupa tanaman kayu-kayuan.Program hutan rakyat merupakan salah satu alternatif dalam rangka mewujdkan pengelolaan hutan rakyat lestari.

4. Sertifikasi Ekolabel Hutan sebagai Insentif dan Promosi

Relevansi Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBM) sebagai domain sertifikasi tidak melulu harus dipandang dari sisi peluang pasar yang ada bagi produk-produk yang berasal dari PHBM atau dilihat dari potensi kerusakan ekologis yang ditimbulkannya, yang menempatkan sertifikasi dalam posisi defensif untuk menjaga gawang terakhir dari penurunan derajat kelestarian fungsi hutan (LEI, 2004). Berangkat dari berbagai studi yang telah dirujuk, menunjukkan bahwa model PHBM dalam banyak hal lebih menunjukkan keunggulannya dalam memelihara kelestarian hutan, maka sertifikasi seharusnya dapat ditempatkan dalam posisi: pertama, untuk mendorong lebih jauh lagi model pengelolaan hutan ini diterima secara luas, dan kedua, untuk lebih memberdayakan masyarakat itu sendiri dalam mengelola hutan yang sudah ada bahkan membangun hutan baru dari lahan-lahan tandus menjadi lahan hutan yang lebih produktif. David L. Spittlehouse (2003), dalam konteks perubahan iklim maka pengelolaan hutan lestari adalah merupakan langkah strategis dalam adaptasi di bidang kehutanan.

Kebutuhan untuk memposisikan sertifikasi PHBM sebagai insentif langsung bagi inisiatif-inisiatif masyarakat dalam mengelola hutan jadi lebih diperlukan karena pada kenyataannya praktek PHBM di satu sisi telah

(11)

banyak memperlihatkan keunggulannya dalam soal memelihara kelestarian hutan, tetapi disisi lain sangat lemah dalam hal dukungan kebijakan publik (Suntana, AS. 2004) . Karena itu, sistem sertifikasi PHBM semestinya dapat mendorong terjadinya perubahan orientasi kebijakan publik kehutanan.

5. Tujuan , Manfaat dan Keutamaan Sertifikasi Ekolabel pada Hutan Rakyat

1) Tujuan

Menanggapi produksi kayu yang tidak berkelanjutan pada konsesi di hutan tropis program sertifikasi sukarela skama Forest Stewardship Council (FSC) diperkenalkan untuk meningkatkan kinerja lingkungan, sosial dan ekonomi atas praktek pengelolaan hutan yang ada (Daniela et all, 2015). Namun masih menurut skema dari LEI, terdapat beberapa sistem sertifikasi ekolabel hutan yang berkembang secara internasional maupun yang ada di Indonesia, namun secara umum dapat disimpulkan terdapat 2 tujuan utama yaitu: (1) untuk memberikan insentif pasar maupun non pasar yang mendorong peningkatan kualitas pengelolaan hutan secara lestari dan berkelanjutan, (2) untuk meningkatkan akses pasar. Tujuan ini disebut tujuan perdagangan atau trade objektif.

Selain tujuan diatas tujuan sertifikasi hutan adalah untuk memberikan informasi mengenai keberlanjutan dan kelestarian dari pengelolaan hutan tempat kayu dihasilkan. Sehingga konsumen dapat mempertimbangkan keputusan untuk membeli produk kayu dari hutan yang dikelola secara lestari atau tidak, atau bahkan dari hasil illegal logging.

2) Manfaat

Sertifikasi bisa memberi manfaat kepada banyak pihak, terutama kepada pihak berikut:

a) Pengelola dan pemilik hutan. Dengan sertifikasi memungkinkan memperoleh pangsa pasar produk bersertifikat, harga yang baik, dan citra positif. Temasuk dorongan untuk terus memperbaiki dan mempertahankan ukuran kinerja dan proses manajemen mereka.

(12)

b) Industri pengolah dan pengencer. Sertifikasi menyediakan mekanisme untuk memastikan bahwa asal-usul kayu yang diperolehnya secara resmi dan berasal dari hutan yang terkelola dengan baik.

c) Pemerintah. Karena sertifikasi sebagai salah satu alat untuk mendorong keberlanjutan pengelolaan hutan, maka tugas dan fungsi pemerintah bisa terbantu dalam menjaga keberlanjutan pengelolaan hutan dan ini penting bagi citra pemerintahan suatu negara dalam pengelolaan hutan maupun keanekaraman hayatinya.

d) Penanam modal dan lembaga derma. Sertifikasi bisa menunjukkan kepada pihak penanam modal dan lembaga derma bahwa uangnya bisa memberi konstribusi kepada usaha atau program yang memenuhi standar lingkungan dan sosial. (Sistem Sertifikasi PHBML, LEI 2004).

3)

Keutamaan

Dalam pengalaman penerapan sertifikasi ekolabel hutan untuk mendorong pengelolaan hutan rakyat secara lestari, sekurangnya terdapat 5 keutamaan yang dapat diperoleh :

a) Mendorong pengelolaan hutan yang lestari.

b) Memberikan penghargaan dan memperkuat inisiatif-inisiatif pengelolaan hutan oleh rakyat.

c) Mendorong pembangunan hutan di luar kawasan hutan tetap. d) Mendorong sifat keadilan dan sistem sosial yang lebih baik di

dalam pengelolaan hutan.

e) Mendorong perdagangan produk hutan yang lestari secara ekologis dan sosial.

6

6.. PPeennggeelloollaaaann HHuuttaann BBeerrbbaassiiss MMaassyyaarraakkaatt LLeessttaarrii ((PPHHBBMMLL)),, sseebbaaggaaii S

SiisstteemmSSeerrttiiffiikkaassiiEEkkoollaabbeell HHuuttaann

Indonesia merupakan salah satu di antara negara di dunia yang mempunyai sumber daya hutan alam tropis yang besar dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Tekanan terhadap kelestarian hutan

(13)

tropis di dunia semakin meningkat akibat tingginya permintaan atas produk-produk hasil hutan, sementara luas hutan tropis semakin berkurang. Situasi ini mendorong munculnya paradigma pengelolaan sumberdaya hutan yang lestari (sustainable forest management/SFM) (LEI, 2002). Implementasi SFM tidak hanya dituntut pada kawasan hutan alam tropis, namun merebak pada kawasan hutan lainnya, seperti hutan tanaman maupun hutan yang dikelola oleh masyarakat. Sejalan dengan pemikiran tersebut, Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) telah mengembangkan sistem sertifikasi pengelolaan hutan berbasis masyarakat lestari (PHBML).

Pengelolaan hutan berbasis masyarakat lestari (PHBML) adalah sistem pengelolaan hutan yang dilakukan oleh individu atau kelompok suatu komunitas, pada lahan negara, lahan komunal, lahan adat, atau lahan milik (individual/rumah tangga) untuk memenuhi kebutuhan individu/rumah tangga dan masyarakat, diusahakan secara komersial ataupun sekedar untuk subsistensi. Ciri utamanya adalah adanya pengaruh sistem sosial setempat yang cukup kuat di dalam struktur pengambilan keputusan manajerial.

Dalam satu praktek PHBML, orientasi usahanya dari dua macam, yaitu sebagian bersifat subsiten dan sebagian lain bersifat komersial. Orientasi usaha komersial umumnya ditujukan untuk jenis-jenis produk utama, sedangkan orientasi usaha subsisten ditujukan untuk jenis-jenis produk yang lainnya (Harjanto, 2000).

7

7.. KKeebbiijjaakkaannPPeennggeelloollaaaannHHuuttaann SSeeccaarraaLLeessttaarrii

Dalam Undang Undang No 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan pada Pasal 3 disebutkan bahwa penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan: (1) mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan lestari; dan (2) meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai; dan (3) meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga

(14)

mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.

Namun secara khusus terkait dengan kebijakan pengelolaan hutan secara lestari diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor: P.95/Menhut-II/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.43/Menhut-Ii/2014 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin atau Pada Hutan Hak. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah yang berada di luar kawasan hutan dan dibuktikan dengan alas titel atau hak atas tanah. Hutan hak disebut pula sebagai hutan rakyat.

Dalam Permen LHK tersebut pada Pasal 4, bahwa pemilik hutan rakyat yang diperuntukkan untuk produksi, maka wajib untuk mendapatkan Sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (S-PHPL) atau sertifikat ekolabel yang menjelaskan bahwa hasil kayu yang dipanen dipastikan diperoleh dari hutan yang telah dikelola secara lestari. Sertifikat pengelolaan hutan secara lestari dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi yang bersifat independen setelah menerima permohonan dan melakukan penilaian dokumen ajuan serta verifikasi lapang. Dengan demikian bahwa bagi pengelola dan pemilik hutan bahwa pengelolaan hutan untuk kesejahteraan Sosial, Ekonomi dan Lingkungan (SOSEKLING) dengan pengelolaan secara lestari adalah merupakan suatu keharusan.

B. Penelitian Terdahulu dan Relevan

Penelitian tentang pemberdayaan masyarakat terkait dengan pengelolaan hutan telah dilakukan beberapa peneliti terdahulu, namun terdapat beberapa perbedaan pada daerah, karakteristik, tujuan ataupun fokus penelitian. Beberapa penelitian dimaksud sebagimana tersaji pada tabel berikut.

(15)

Tabel 1. Penelitian terdahulu dan relevan

No Judul dan Peneliti Tahun Lokasi Metode Fokus Penelitian

1 Pengelolaan Hutan

Lestari dan Sertifikasi Ekolabel. Purwanto 2008 Kabupaten Wonogiri Diskriptif Kualitatif Untuk mengetahui pengaruh sertifikasi ekolabel terhadap

tataniaga dan kenaikan harga kayu rakyat

2 Efektifitas Sistem Sertifikasi Pengelolaan Hutan di Hutan rakyat. Erlinda Daniyati 2009 Kabupaten Wonogiri dan Kulon Progo Diskriptif Kualitatif Membandingkan efektifitas dalam

pengelolaan hutan rakyat

antara yang sudah

bersertifikat ekolabel di Kabupaten Wonogiri dengan yang belum bersertifikat di Kabupaten Kulon Progo

3 Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan dalam Meningkatkan Partisipasi Pengelolaan Hutan Lindung . Gunawan Ade. 2011 Kabupaten Cianjur Diskriptif Kualitatif Untuk mengetahui

faktor-faktor yang dapat meningkatkan partisipasi masyarakat serta mengidentifikasi kebutuhan pendampingan dalam rangka pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan lindung Gunung Simpang, di Cibuluh

4 Pemberdayaan

Masyarakat di Sekitar Balai Taman Nasional

Gunung Palung

Kecamatan Sukadana. Yudi Dwi Septiyanto 2012 Kabupaten Kayong Utara Diskriptif Kualitatif Untuk mengetahui kapasitas masyarakat sekitar Taman nasional dalam rangka menyusun strategi pemberdayaan masyarakat.

5 Strategi Pemberdayaan Masyarakat

Kelompok Tani Hutan

Ngudi Makmur di Sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi. I.Putu Garjita 2014 Kabupaten Boyolali Diskriptif Kualitatif Bermaksud mengidentifikasi dan menyusun strategi pemberdayaan

masyarakat dalam rangka meningkatkan

pendapatan masyarakat yang terorganisir pada kelompok tani Ngudi Makmur .

(16)

Beberapa penelitian tersebut menekankan sejauhmana efektifitas antara hutan rakyat yang telah bersertifikat ekolabel dan yang belum bersertifikat serta mengidentifikasi strategi dan peran masyarakat dalam pengelolaan hutan lindung dan taman nasional. Pertanyaannya bagaimana model pemberdayaan kelompok tani hutan rakyat sampai bisa mendapatkan sertifikat ekolabel belum diungkap dalam penelitian-penelitian sebelumnya.

C. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini meliputi : (1) mengetahui dan menganalisis kondisi awal KTHR Lawu Manunggal dari sisi kelambagaan dan administrasinya sebelum dilakukan pemberdayaan untuk mendapatkan sertifikat ekolabel. (2) mengidentifikasi kriteria dan indikator yang dibutuhkan agar KTHR Lawu Manunggal bisa mendapatkan sertifikat ekolabel menurut standar LEI dan (3) untuk mengetahui dan menganalisis model pemberdayaan KTHR Lawu Manunggal sampai mendapatkan sertifikat ekolabel. .

Berdasarkan penelusuran literatur, penelitian ini dilandaskan pada teori: (1) konsep dasar pemberdayaan masyarakat, (2) pendekatan dan strategi pemberdayaan kelompok, dan (3) tentang sertifikasi ekolabel hutan sebagai insentif dan promosi. Menurut Glasser dan Stauss (1980:31) dalam Moleong (2000:37), landasan teori dapat disajikan dalam dua bentuk : a) seperangkat proporsi dan b) diskusi teoritis yang memanfaatkan ketegori konseptual dan kawasannya. Dalam penelitian ini dipilih bentuk yang kedua.

Pemberdayaan Masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. KoKonnsseepp ininii memenncceerrmmiinnkkaann p

paarraaddiiggmmaa pepemmbbaanngguunnaann yayanngg beberrssiiffaatt:: (1(1)) PPeeoopplleeCCeenntteerreedd,, ((22))PPaarrttiicciippaattoorryy,, (

(33)) EEmmppoowweerriinngg ddaann ((44)) SSuussttaaiinnaabbllee (C(Chhaammbbeerrss,, 19199955)).. PPemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah.

P Peennddeekkaattaann ddaallaamm pepellaakkssaannaaaann prproosseess dadann ppeennccaappaaiiaann tutujjuuaann p peemmbbeerrddaayyaaaann ddii atataass didiccaappaaii mmeellaalluuii pepenneerraappaann ppeennddeekkaattaann ppeemmbbeerrddaayyaaaann.. A Arryy (2(2000011)) memennyyaattaakkaann,, babahhwwaa prproosseess ppeemmbbeerrddaayyaaaann umumuummnnyyaa didillaakkuukkaann s seeccaarraa kokolleekkttiiff.. MeMennuurruuttnnyyaa,, titiddaakk adadaa lilitteerraattuurr yayanngg mmeennyyaattaakkaann bbaahhwwaa pprroosseess p peemmbbeerrddaayyaaaann tteerrjjaaddii dadallaamm rerellaassii sasattuu--llaawwaann--ssaattuu.. MeMesskkiippuunn pepemmbbeerrddaayyaaaann

(17)

s

seeppeerrttii ininii ddaappaatt memenniinnggkkaattkkaann rraassaa peperrccaayyaa ddiirrii dadann kekemmaammppuuaann didirrii klkliieenn atataauu t

taarrggeett grgroouupp,, hahall iinnii bubukkaannllaahh ssttrraatteeggii ututaammaa ppeemmbbeerrddaayyaaaann..

Sementara menurut PERSEPSI, 2010 untuk mengarah pada suatu perubahan status sosial ekonomi petani kearah pertanian berkelanjutan, maka dalam pelaksanaan kegiatan harus bertumpu pada lima unsur yang saling mendukung dan berkait. Unsur dimaksud yaitu unsur: ekologi, teknologi, ekonomi, sosial budaya dan pemberdayaan.

Dalam sistem sertifikasi pengelolaan hutan berbasis masyarakat lestari/PHBML (LEI, 2002:29). Sertifikasi hutan adalah bagian dari sistem pasar yang bersifat insentif, mendorong terjadinya perubahan dalam hal: pengelolaan hutan lestari, memberikan penghargaan dan memperkuat inisiatif pengelolaan hutan oleh masyarakat, perluasan hutan di luar kawasan dan terjadinya perdagangan hasil hutan rakyat yang lebih berkeadilan.

Adapun sistem sertifikasi ekolabel hutan yang berkembang secara internasional maupun yang ada di Indonesia, secara umum dapat disimpulkan bertujuan : (1) untuk memberikan insentif pasar maupun non pasar yang mendorong peningkatan kualitas pengelolaan hutan secara lestari dan berkelanjutan dan (2) untuk meningkatkan akses pasar. Tujuan ini disebut tujuan perdagangan atau trade objective. Selain itu tujuan sertifikasi hutan adalah untuk memberikan informasi mengenai keberlanjutan dan kelestarian dari pengelolaan hutan tempat kayu dihasilkan. Sehingga konsumen dapat mempertimbangkan keputusan untuk membeli produk kayu dari hutan yang dikelola secara lestari atau tidak (LEI. 2004).

Teori lain yang dipergunakan sebagai landasan dalam penelitian ini adalah teori kelembagaan. Teori kelembagaan yang dipilih yaitu teori kelembagaan Kartodiharjo (1995) dimana kelembagaan terdiri struktur, kognitif, normatif dan regulatif serta aktifitas yang memberikan stabilitas dan makna bagi pelaku sosial. Sisi lain bahwa kewajiban mengelola hutan secara lestari untuk kesejahteraan sosial, ekonomi dan lingkungan (SOSEKLING) adalah merupakan perintah regulasi sebagaimana tertuang dalam UU 41 Tahun 1999, tentang Kehutanan dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P 95/Menhut-II/2014, tentang Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan

(18)

Verifikasi Legalitas kayu. Dengan demikian kerangka pemikiran penelitian ini secara skematik di jelaskan pada gambar 1 berikut.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

D. Hipotesis

1. Kondisi awal kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR) Lawu Manunggal belum memenuhi syarat-syarat untuk mendapatkan sertifikat ekolabel

2. Untuk mendapatkan sertifikat ekolabel belum teridentifikasi syarat-syarat yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi kriteria dan indikator untuk kelestarian aspek ; produksi, ekologi, dan sosial.

3. KTHR Lawu Manunggal mengalami kesulitan untuk mendapatkan sertifikat ekolabel apabila tidak dilakukan pemberdayaan.

PERMASALAHAN SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN Faktor eksternal (masalah

lingkungan, tuntutan produk hijau, citra yang baik )

Faktor internal (kebutuhan ekonomi, pemasaran, produksi lestari) KEPUTUSAN KTHR MENUJU SERTFIFIKASI EKOLABEL KEBIJAKAN PEMERINTAH Identifikasi Kondisi Awal (Potret) Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR) Kondisi Ideal Kelembagaan KTHR Dan Syarat –Syarat Mendapatkan Sertifikat Ekolabel Gap Analisis (Kesenjangan) Pemberdayaan yang dilakukan ? Pemberdayaan KTHR Lawu Manunggal Temuan: Kesimpulan Rekomendasi Model Pemberdayaan Ekolabel

(19)

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di Kelompok Tani Hutan Rakyat (KTHR) sebagai satuan Pengelola Hutan, yang bernama Forest Management Unit (FMU) Lawu Manunggal. FMU Lawu Manunggal yang merupakan gabungan KTHR dari 5 desa yakni: (1) Desa Sukowidi, (2) Desa Tapak, dan (3) Desa Sumberdodol, Kecamatan Panekan serta (4) Desa Sumber Sawit, dan (5) Desa Sido Mulyo, Kecamatan Sidorejo di Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur.

B. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai bulan Nopember 2015 sampai dengan bulan Januari 2016, sejak pengambilan data, analisis sampai dengan penyusunan laporan penelitian.

C. Tata Laksana Penelitian 1. Metode yang digunakan

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriftif kualitatif. Metode penelitian menguraikan secara teknis tentang metode-metode yang dipergunakan dalam penelitian. Metode berarti penyelidikan berlangsung menurut suatu rencana tertentu. Menurut Ary (1982) metode penelitian adalah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan guna menjawab persoalan penelitian.

a. Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara, FGD dan observasi, adapun data sekunder diperoleh melalui studi dokumentasi diantaranya data statistik Kecamatan Panekan dan Kecamatan Sidorejo dalam angka, monografi desa, dokumen - dokumen KTHR Lawu Manunggal kepada lembaga

(20)

sertifikasi, data-data lain yang relevan yang ada di Dinas HUTBUN serta hasil kajian – kajian lain yang pernah dilakukan dan relevan.

b. Responden

Pemilihan responden dalam wawancara dan FGD menggunakan metode sampel terpilih (purposive sampling), dimana dalam penentuannya menggunakan cara bola salju bergulir ( snow ball effect). Dari metode ini diperoleh responden yang mampu merepresentasikan dari obyek informasi yang digali. Berbagai temuan dari hasil wawancara dan studi dokumentasi tersebut, selanjutnya dianalisis dan direkronstruksi dalam laporan hasil penelitian sekaligus ditarik kesimpulan dan saran. Sebagai responden dalam penelitian ini adalah: pengurus dan anggota KTHR Lawu Manunggal, perangkat desa, tokoh masyarakat pendamping lapang dari PERSEPSI, petugas dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Magetan serta pihak lain yang terkait dengan pengembangan kelompok hutan rakyat.

c. Alur Pengumpulan Data

Untuk mengetahui kondisi awal KTHR maka peneliti melakukan pemetaan atau identifikasi dengan cara wawancara dan FGD kepada anggota kelompok tani, pengurus, perangkat desa dan Penyuluh Kehutanan Lapang (PKL) dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Magetan.

Untuk mengetahui kondisi seharusnya yang mesti dipenuhi agar KTHR dapat mengajukan sertifikasi ekolabel maka dilakukan wawancara kepada pengurus KTHR dan lembaga pendamping dari PERSEPSI dan dinas HUTBUN Kabupaten Magetan, serta studi dokumentasi terkait dengan sistem sertifikasi PHBML dari Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) dan dokumentasi ajuan kepada lembaga sertifikasi yang ada di kelompok maupun yang ada di lembaga pendamping.

Terkait untuk mengetahui proses pemberdayaan KTHR Lawu Manunggal sebagai unit pengelola hutan lestari yang memperoleh

(21)

sertifikat ekolabel pengelolaan lestari untuk hutan rakyat, peneliti melakukan wawancara atau FGD dengan pengurus dan anggota KTHR. Untuk kepentingan cross check bagaimana proses pemberdayaan yang dilakukan, peneliti juga mewancarai kepada pendamping yakni dari Perhimpunan untuk Studi dan Pengembangan Ekonomi dan Sosial (PERSEPSI), Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Magetan serta perangkat desa dan kecamatan. Data sekunder lain yang dibutuhkan oleh peneliti adalah dokumen tentang organisasi KTHR seperti profil KTHR Lawu Manunggal, struktur organisasi, daftar kepengurusan, kegiatan yang dilakukan, Kabupaten Magetan dalam angka dan lain-lain. Telaah terhadap masing-masing dokumen yang ada selanjutnya akan dilihat dari tujuan dokumen diperlukan, manfaat adanya dokumen serta bagaimana proses penyususunan dokumen tersebut. Langkah selanjutnya peneliti akan mengelompokkan masing-masing dokumen (kodefikasi) untuk memudahkan pemahaman bagi orang/pihak luar apabila bermaksud ingin mengetahui jenis dan isi dokumen atau bahkan ingin mengembangkan sertifikasi ekolabel hutan rakyat pada wilayah lain.

2. Pengolahan Data dan Analisis

Untuk kategori penelitian kualitatif (qualitatif field research), keputusan untuk melakukan analisis data dimulai pada saat memulai observasi. Teknik analisisnya dimulai dengan mencoba atau berusaha melihat sesuatu dan merepresentasikan berdasarkan pandangan responden (Hutapea dan Suwondo, 1989). Namun untuk sampai pada tahap ini data-data yang diperoleh perlu diuji keabsahan/validitasnya (Azwar, 2000). Untuk menguji validitas data dalam kajian ini digunakan teknik trianggulasi dengan cara; pertama, membandingkan hasil pengamatan dengan hasil wawancara; kedua, membandingkan keadaan dengan perspektif informan kunci yang satu dengan lainnnya, ketiga; membandingkan hasil wawancara dengan data hasil perekaman data,

(22)

seperti dokumen, hasil–hasil penelitian dan kisah-kisah sejarah yang memiliki keterkaitan dengan objek penelitian (Moleong, 1999).

Langkah berikutnya, hasil dari data primer maupun sekunder diolah dengan pendekatan kualitatif, mereduksi data, menyajikan data yang telah tersusun, membuat hasil-hasil temuan lapang dalam bentuk tema-tema yang saling berkaitan satu sama lainnya, kemudian menarik kesimpulan.

3. Alur Penelitian

Berikut adalah alur penelitian yang dilakukan.

Alur Penelitian

Temuan Lapang (Data Primer )

Data Statistik(Data Sekunder)

Klusterisasi Menurut Aspek

(Kondisi Awal, Ideal, Kesenjangan

)

Pemberdayaan Menuju Sertifikasi Ekolabel

Kesimpulan dan Rekomendasi

(23)

Gambar

Gambar 1.  Kerangka Pemikiran Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengujian koefisiensi determinasi, pada R square menunjukkan 0,465, maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh publikasi social media twitter terhadap minat

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan model matematika hubungan antara parameter kualitas pengeringan minyak jarak pagar dengan waktu pengeringan, menentukan model

(sesuai format isian kualifikasi dalam dokumen pengadaan ini) √ 17. PENDUKUNG DOKUMEN KUALIFIKASI : √ 1) Hasil scan IUJK yang masih berlaku √ 2) Hasil scan NPWP dan PKP yang

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik5. Jadwal Ujian KKL PeriodeNovember 2014

Wowin Purnomo belum pernah melakukan penyelesaian untuk mengurangi waste yang terjadi dilantai produksi, sehingga dalam hasil identifikasi ditemukan banyak waste yang

Mahasiswa dalam kelompok usaha menyajikan hasil mencipta produk kreatif melalui zoom meeting sesuai jadwal (siapkan PPT untuk mempresentasikan).. 10

Dengan menggunakan sistem solar tracker akan bertambah efektifitas panel surya, karena energi terbesar yang diterima oleh solar panel adalah arah radiasi matahari yang tegak

Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai hubungan pola asuh orang tua dengan prestasi anak menunjukan adanya hubungan yang signifikan, namun pada penelitian yang