• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEBELAJARAN ROLE PLAYING TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INDONESIA SISWA KELAS V SD GUGUS II KECAMATAN KARANGASEM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEBELAJARAN ROLE PLAYING TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INDONESIA SISWA KELAS V SD GUGUS II KECAMATAN KARANGASEM"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEBELAJARAN ROLE PLAYING TERHADAP

KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INDONESIA SISWA

KELAS V SD GUGUS II KECAMATAN KARANGASEM

I Komang Ngurah Wardana

1

, I Ketut Adnyana Putra

2

, I.G.A.A Sri Asri

3

1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail :rah_manx@yahoo.com

1

, adnyanaputra653@yahoo.co.id

2

,

agungasri@gmail.com

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan keterampilan berbicara bahasa Indonesia antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Role Playing dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD di Gugus II Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment) dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah Nonequivalent Control Group

Design. Populasi penelitian terdiri dari 7 sekolah yaitu SD N 1 Subagan, SD N 5

Subagan, SD N 6 Subagan, SD N 1 Pertima, SD N 4 Pertima, SD N 4 Bugbug, SD N 5 Bugbug. Jumlah keseluruhan populasi adalah 160 orang siswa. Sampel penelitian ini adalah SD Negeri 5 subagan sebagai kelas eksperimen dengan jumlah 33 orang siswa dan SD Negeri 4 Pertima sebagai kelas kontrol dengan jumlah 30 orang siswa. Penilain keterampilan berbicara dilakukan dengan menggunakan rubrik penilaian yang terdiri dari lima aspek kebahasaan meliputi pelafalan, intonasi, struktur kata/kalimat, kelancaran, dan pemahaman/ekspresi. Masing-masing aspek memiliki rentang nilai 1-5. Dari hasil pengujian normalitas untuk data kelompok eksperimen nilai X2hitung = 7,13 dan X

2

tabel =

11,07 sedangkan untuk kelompok kontrol nilai X2hitung = 4,36 dan X

2

tabel = 11,07.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa X2hitung < X

2

tabel artinya keterampilan berbicara

bahasa Indonesia normal dan homogen. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji-t, dari perhitungannya didapat thitung = 3,29 sedangkan ttabel dengan taraf signifikansi 5% dan

dk = 61 adalah 2,000 yang berarti thitung > ttabel yang menyatakan model pembelajaran role playing berpengaruh terhadap keterampilan berbicara bahasa Indonesia.

Kata-kunci : Model Pembelajaran Role Playing, Keterampilan berbicara, dan bahasa

Indonesia SD

Abstract

This study aims to determine the differences between Indonesian speaking skills of students that learned through role playing with a model of learning that students be taught through conventional teaching in the fifth grade of elementary students in Gugus II Karangasem district, Karangasem regency, school year 2013/2014. This study is a quasi-experimental study research design used was Nonequivalent Control Group Design. The study population consisted of 7 schools SDN 1 Subagan, SDN 5 Subagan, SDN 6 Subagan, SDN 1 Pertima, SDN 4 Pertima, SDN 4 Bugbug, SDN 5 Bugbug. The total population is 160 students. The sample was SD Negeri 5 subagan as a classroom experiment with 33 students and SD Negeri 4 Pertima as a control class with the number of 30 students. Speaking skills assessment done by using an assessment rubric consisting of five aspects of language covers pronunciation, intonation, grammar/ sentence, fluency, and comprehension/ expression. Each aspect has a value range of

(2)

1-5. Of normality test results for the experimental group the data value X2value = 7.13 and X2table = 11.07 while for the control group, value of X

2

value = 4,36 and X

2

table = 11.07. It can

be concluded that the X2value < X

2

table means the normal skills of speaking Indonesian

and homogeneous. Hypothesis testing is done by t-test, the calculation is obtained from tvalue = 3.29 while ttable with a significance level of 5% and dk= 61 is 2.000 which means

tvalue> ttable stating learning model role playing influence on Indonesian speaking skills.

Keywords: Learning Model Role Playing, speaking skills, and Indonesian language for

elementary school

PENDAHULUAN

Pembelajaran merupakan unsur penting dalam kegiatan pendidikan. Kesadaran tentang pentingnya pendidikan agar dapat memberikan suatu harapan di masa yang akan datang telah mendorong berbagai upaya dan perhatian seluruh lapisan masyarakat. “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan baik yang dilaksanakan secara formal di sekolah maupun non-formal di luar sekolah” (Sagala 2012: 8).

Tujuan pendidikan di sekolah harus mampu medukung tamatan sekolah, yaitu pengetahuan, nilai sikap, dan kemampuan untuk mendekatkan dirinya dengan lingkungan alam sosial budaya dan kebutuhan daerah. “Sementara itu kondisi pendidikan di negara kita dewasa ini lebih diwarnai oleh pendekatan yang menitik beratkan pada model pembelajaran konvensional seperti ceramah, sehingga kurang mampu merangsang siswa untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar” Suwarma dan Jarolimek (dalam Uno dan Muhamad, 2011: 220). Di sekolah saat ini ada indikasi bahwa pola pembelajaran bersifat teacher centered kecendrungan pembelajaran ini, mengakibatkan lemahnya pengembangan potensi siswa dalam pembelajaran sehingga prestasi belajar yang tidak optimal. Kesan menonjol verbalisme dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran masih terlalu kuat. Hasil penelitian Refi’udin (dalam Uno dan Muhamad, 2011: 220) tentang interaksi kelas di sekolah dasar menunjukkan bahwa 95% interaksi kelas dikuasai guru. Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan oleh guru dalam interaksi kelas berupa pertanyaan-pertanyaan dalam kateori kognisi rendah. Oleh sebab itu diperlukan

suatu model pembelajaran yang inovatif, kreatif dan menyenangkan. Salah satu alternative model pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk memenuhi tuntutan tersebut adalah model pembelajaran Role

Playing. Menurut Sagala (2012: 213)

menyatakan Role Playing atau dikenal juga dengan model sosiodrama adalah cara menyajikan bahan pelajaran dengan mempertunjukkan dan mempertontonkan atau mendramatisasikan cara tingkah laku dalam hubungan sosial. “Melalui bermainan peran, siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk mengenal perasaan dirinya sendiri dan perasaan orang lain, mereka memperoleh cara berperilaku baru untuk mengatasi masalah seperti dalam permainan perannya dan dapat meningkatkan keterampilan memecahkan masalah”. (dalam Uno, 2012: 28).

Menurut Djamarah dan Zain (2006: 88) Model Role Playing dan sosiodrama dapat dikatakan sama artinya, Model Role

Playing pada dasarnya mendramatisasikan

tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial, sedangkan sosiodrama merupakan metode mengajar yang pelaksanaannya peserta didik mendapat tugas untuk mendramatisasikan situasi sosial. sehingga dalam pemakainya sering disilih gantikan. Tujuan yang diharapkan dengan penggunaan model Role Playing adalah; (1) Agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain; (2) Dapat belajar bagaimana membagi taggung jawab; (3) Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan; (4) Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan kelas (Sanjaya, 2006: 159).

Pembelajaran bahasa Indonesia SD diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dengan

(3)

baik secara lisan maupun tulisan. Di samping itu, dengan pembelajaran bahasa Indonesia juga diharapkan dapat menumbuhkan apresiasi siswa terhadap hasil karya sastra Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar. Pembelajaran bahasa Indonesia mencangkup empat aspek keterampilan berbahasa yaitu keterampilam berbicara, menyimak, menulis dan membaca. Salah satu keterampilan berbahasa yang masih kurang optimal dipahami siswa di sekolah dasar yaitu keterampilan berbicara (Zulela, 2012: 4)

Menurut Haryadi dan Zamzani, (1996: 56) “berbicara merupakan tuntutan kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial agar mereka dapat berkomunikasi dengan sesamanya”. Menurut Mulyati, (2008: 3.11) keterampilan berbicara merupakan keterampilan produktif ragam bahasa lisan. Tarigan (1991: 132) menyatakan bahwa “berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan”. Kaitan antara pesan dan bahasa lisan sebagai media penyampaian sangat berat, pesan yang diterima oleh pendengar tidaklah dalam wujud asli, tetapi dalam bentuk lain yakni bunyi bahasa. Pendengar kemudian mencoba mengalihkan pesan dalam bentuk bunyi bahasa itu menjadi bentuk semula.

Dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan tersebut, berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul dalam kaitannya dengan meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya prestasi keterampilan berbicara siswa dalam berkomunkasi pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan guru dalam peningkatan kualitas pembelajaran yaitu dalam penyusunan berbagai macam skenario kegiatan pembelajaran di kelas. Termasuk bersikap terbuka dan bekerjasama dengan peneliti untuk menemukan dan mengembangkan inovasi-inovasi model pembelajaran Role Playing. Kelebihan model pembelajaran role playing diantaranya: (1) Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai

kesempatan untuk memajukan

kemampuannya dalam bekerjasama; (2)

Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh; (3) Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda; (4) Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan; (5) Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak. Keberhasilan model pembelajaran melalui bermain peran tergantung pada kualitas permainan peran yang diikuti dengan analisis terhadapnya. Di samping itu, tergantung pada persepsi siswa tentang peran yang dimainkan terhadap situasi (Lusita, 2011; 73)

Menurut Uno, (2012: 26-28) menyatakan prosedur bermain peran terdiri atas sembilan langkah yaitu, (1) pemanasan (warming up); (2) memilih partisipan; (3) menyiapkan pengamat (observer); (4) menata panggung; (5) memainkan peran (manggung); (6) diskusi dan evaluasi; (7) memainkan peran ulang (manggung ulang); (8) diskusi dan evaluasi kedua; dan (9) berbagai pengalaman dan kesimpulan.

Menurut Sagala (2012: 89) Pembelajaran merupakan perpaduan antara kegiatan pengajaran yang dilakukan guru dan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut, terjadi interaksi antara siswa dengan siswa, interaksi antara guru dan siswa, maupun interaksi antara siswa dengan sumber belajar. Peran guru dalam pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia sangat penting untuk meningkatkan kemauan siswa dalam keterampilan berbicara. Kekreatifan dan inovasi guru dalam merencanakan dan

mengembangkan suatu model

pembelajaran yang menarik dan menyenangkan dalam kegiatan pembelajaran di kelas yang tidak lagi berpusat pada guru, melainkan berpusat pada siswa aktif dalam proses pembelajaran. Namun, masih banyak guru dalam membelajarkan siswa, membuat siswa merasa tertekan atau dalam keadaan terpaksa untuk mengikuti pembelajaran. Sehingga siswa merasa bosan dan jenuh untuk mengikuti proses pembelajaran dan

(4)

mengakibatkan rendahnya prestasi belajar siswa khususnya pada keterampilan berbicara.

Hal tersebut diperkuat berdasarkan wawancara dan informasi dari kepala sekolah dan guru mata pelajaran bahasa Indonesia kelas V SD di Gugus II Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem pada tanggal 16 dan 18 Februari 2013 dari hasil observasi tersebut peneliti memperoleh informasi bahwa kurangnya hasil belajar keterampilan berbicara siswa kelas V SD pada mata pelajaran bahasa Indonesia dikarenakan kencendrungan siswa yang belajar dengan pola yang monoton, siswa tidak mau terlibat aktif dalam pembelajaran serta kurang optimalnya strategi pembelajaran yang diterapkan dalam pembelajaran, belum optimalnya penerapan model pembelajaran inovatif sehingga prestasi belajar siswa khususnya pada keterampilan berbicara menjadi kurang optimal. Penyampaikan meteri di kelas masih terbatas hanya menggunakan metode pembelajaran tradisioanal, hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya perhatian guru terhadap pentingnya penggunaan model pembelajaran yang tepat dan bervariasi, sehingga keaktifan dan kreatifitas siswa dalam memecahkan masalah tidak berkembang yang mengakibatkan rendahnya prestasi belajar berbicara siswa khususnya keterampilan berbicara.

Hal ini didukung oleh hasil penelitian dari Ekayanti (2012) dengan judul penelitian “Penerapan Metode Pembelajaran Role

Playing Untuk Meningkatkan Keterampilan

Berbicara Bahasa Indonesia Pada Siswa Kelas III SD No 1 Manukaya Kecamatan Tampaksiring Kabupaten Gianyar Tahun Pelajaran 2011/2012”. Serta hasil penelitian dari Rosalina (2011) dengan judul penelitian “Penerapan Metode Bermain Peran Berbantuan Media Topeng Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara dan Menyimak Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SD NO 5 Banyuning, Singaraja Tahun Pelajaran 2010/2011”.

Berdasarkan uraian tersebut, menarik untuk mengembangkan dan meneliti model pembelajaran Role Playing untuk dapat mencapai hasil belajar siswa

yang optimal melalui penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran

Role Playing Terhadap Keterampilan Berbicara Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SD di Gugus II Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem Tahun Pelajaran 2013/2014”.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas V SD di Gugus II kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem tahun pelajaran 2013/2014 dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan keterampilan berbicara bahasa Indonesia antara siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran role playing dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran Role Playing dan pembelajaran konvensional, sedangkan variabel terikat yaitu keterampilan berbicara bahasa Indonesia siswa kelas V Sgugus II Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem Tahun Ajaran 2013/2014.

Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian eksperimen. Rancangan dalam penelitian ini termasuk kedalam penelitian eksperimen semu, karena tidak semua variabel dan kondisi eksperimen dapat dikontrol secara tetap. Penelitian ini dilakukan oleh peneliti langsung dalam mengajar baik di kelas kontrol maupun di kelas eksperimen. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonequivalent

control group design. Dalam nonequivalent control group design terdapat dua kelompok

yang dipilih, salah satunya sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lainya sebagai kelas kontrol. Test awal (pre-test) diberikan terhadap dua kelompok baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol untuk menentukan kedua kelompok tersebut setara. Pemilihan kelas eksperimen maupun kelas kontrol dilakukan dengan cara diundi. Kemudian di akhir penelitian, kedua kelompok kelas akan diberikan tes akhir (post test) baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Rancangan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

(5)

Keterangan:

O1 = Pre-test kelompok eksperimen O3 = Pre-test kelompok kontrol O2 = Post-test kelompok eksperimen O4 = Post-test kelompok kontrol

X = Perlakuan dengan model pembelajaran Role Playing

- = Pembelajaran dengan metode konvensional.

(Sugiyono, 2010:116). Populasi dalam penilitian ini adalah siswa kelas V SD yang berada di Gugus II Kecamatan Karangasem yang terdiri dari 7 sekolah yaitu SD Negeri 1 Subagan, SD Negeri 5 Subagan, SD Negeri 6 Subagan, SD N 1 Pertima, SD Negeri 4 Pertima, SD Negeri 4 Bugbug, dan SD Negeri 5 Bugbug. Adapun sebaran jumlah siswa kelas V SD semester I (ganjil) di Gugus II Kecamatan Karangasem tahun pelajaran 2013/2014.

Sampel penelitian ditentukan dengan Purposive Sampling. Sampel

purposive dilakukan oleh peneliti dengan

alasan sampel yang digunakan berjumlah 30 orang siswa atau lebih. Dari 7 sekolah yang terdapat di SD Gugus II Kecamatan Karangasem, hanya 2 sekolah yang memiliki jumlah siswa 30 orang siswa yaitu siswa di SD Negeri 5 Subagan dan siswa di SD Negeri 4 Pertima. Karena kedua sekolah memenuhi kriteria penelitian, dilakukanlah teknik Random sampling

terhadap kedua sekolah tersebut untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari random (undi) yang dilakukan

peneliti, diperoleh siswa kelas V SD Negeri 5 Subagan sebagai kelas ekperimen dan siswa kelas V SD Negeri 4 Pertima sebagai kelas kontrol.

Untuk mengetahui sampel benar-benar setara dilakukanlah uji kesetaraan pada kedua sekolah dengan mengunakan test, test yang digunakan test pilihan ganda. Hasil test kemudian dianalisis perhitungan uji normalitas, uji homogenitas, dan uji-t.

Penelitian ini meliputi Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab munculnya variabel terikat. Sedangkan Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau variabel yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. (Darmadi, 2011: 21). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran

Role Playing. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Variabel inilah yang nantinya dijadikan sebagai penentu bahwa terjadi pengaruh yang signifikan dari model yang diberikan yaitu model pembelajaran Role Playing siswa kelas V pada mata pelajaran bahasa Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan post-test

keterampilan berbicara bahasa Indonesia di akhir kegiatan penelitian, diperoleh data hasil keterampilan berbicara siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yaitu nilai rata-rata post test hasil keterampilan berbicara bahasa Indonesia siswa yang diperoleh kelompok eksperimen dan kelompok kontrol disajikan dalam Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Tabel nilai statistik post-test keterampilan berbicara bahasa Indonesia SD Negeri 5 Subagan (kelompok eksperimen)

KelompokEksperimen Rata-rata 1 73,33 Standar Deviasi SD 10,61 Banyak Subjek n1 33 Desain Penelitian O1 X O2 O3 - O4 Gambar 1. Desain Penelitan

(6)

Tabel 2. Tabel nilai statistik post-test keterampilan berbicara bahasa Indonesia SD Negeri 4 Pertima (kelompok kontrol)

Kelompok Kontrol

Rata-rata 2 64,80

Standar Deviasi SD 9,99

Banyak Subjek n1 30

Analisis perhitungan uji normalitas sebaran data kelompok eksperimen. Dari hasil pengujian normalitas menunjukkan bahwa sebaran data post-test di SD Negeri 5 Subagan diperoleh dari tabel distribusi frekuensi nilai post test kelompok eksperimen X2hit =

6 1 2

)

(

fe

fe

fo

= 7,13 sedangkan untuk taraf signifikan 5% ( = 0,05) dan derajat kebebasan (dk) = 5 diperoleh X2tab = X2 (0,05:5) = 11,07. Karena X2tab > X2hit (11,07>7,13) maka H0 diterima. Ini berarti sebaran data nilai

post-test bahasa Indonesia siswa kelas

V SD Negeri 5 Subagan berdistribusi

normal. Sedangkan dari hasil pengujian

normalitas menunjukkan bahwa sebaran data post-test di SD Negeri 4 Pertima diperoleh dari tabel distribusi frekuensi nilai

post-test kelompok eksperimen X2hit =

6  1 2 ) ( fe fe fo = 4,36 sedangkan untuk

taraf signifikan 5% ( = 0,05) dan derajat kebebasan (dk) = 5 diperoleh X2tab = X 2 (0,05:5) = 11,07. Karena X 2 tab > X 2 hit (11,07>4,36) maka H0 diterima. Ini berarti sebaran data nilai post-test bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri 4 Pertima berdistribusi normal.

Homogenitas varians diuji dengan menggunakan uji F dari Havley. Analisis hasil perhitungan uji homogenitas diperoleh Fhit sebesar 1,13 sedangkan Ftab pada taraf signifikansi 5% dengan db pembilang 29 dan db penyebut 32 adalah 1,84. Ini berarti Fhit < Ftab (1,13 < 1,84) maka Ho diterima dan Ha ditolak. Ini berarti varians-varians tersebut

homoge.

Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan analisis statistik dengan uji-t. Analisis perhitungan uji-t secara terinci hasilnya dijabarkan pada tabel 03.

Tabel 03. Tabel Hasil Uji Hipotesis Kelompok Eksperimen Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Jumlah Skor 2420 1944 N 33 30 73,33 64,80 S 10,61 9,99 S2 112,67 99,75 t-tes 3,29

Bedasarkan taraf signifikansi 5% dan dk =(n1 +n2 -2) = (33+30-2) =61, diperoleh ttab = 2,000, sedangkan uji hipotesis diketahui bahwa hasil perhitungan diperoleh thit sebesar 3,29 sehingga 3,29 ≥ 2,000. Nilai thitung ≥ ttabel, maka h0 ditolak dan

ha diterima. Jadi terdapat perbedaan yang

signifikan keterampilan berbicara bahasa Indonesia siswa kelas V SD di Gugus II

kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem Tahun pelajaran 2013/2014.

Berdasarkan hasil analisis awal uji prasyarat kedua kelompok baik kelompok eksperimen yaitu siswa kelas V di SD Negeri 5 Subagan dan kelompok kontrol yaitu siswa kelas V di SD Negeri 4 Pertima menunjukkan hasil pre-test uji normalitas diperoleh untuk kelompok eksperimen siswa kelas V SD Negeri 5 Subagan dari

(7)

tabel kerja diperoleh X2hit =

6

1 2

)

(

fe

fe

fo

= 4,26 sedangkan untuk taraf signifikan 5% ( = 0,05) dan derajat kebebasan (dk) = 5 diperoleh X2tab = X2 (0,05:5) = 11,07. Karena X2tab > X2hit maka Ho diterima. Ini berarti sebaran data nilai pre-test bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri 5 Subagan berdistribusi normal. Sedangkan hasil

pre-test kelompok kontrol siswa kelas V

SD Negeri 4 Pertima dari tabel kerja diperoleh X2hit =

6

1 2

)

(

fe

fe

fo

= 3,62 sedangkan untuk taraf signifikan 5% ( = 0,05) dan derajat kebebasan (dk) = 5 diperoleh X2tab = X2 (0,05:5) = 11,07. Karena X2tab > X

2

hit maka Ho diterima dan Ha ditolak. Ini berarti sebaran data nilai

pre-test bahasa Indonesia siswa kelas V SD

Negeri 4 Pertima berdistribusi normal. Hasil perhitungan uji homogenitas diperoleh Fhit sebesar 1,26 sedangkan Ftab pada taraf signifikansi 5% dengan db pembilang = 29 dan db penyebut 32 adalah 1,84. Ini berarti Fhit < Ftab maka Ho diterima dan Ha ditolak. Ini berarti varians-varians tersebut homogen.

Berdasarkan hasil analisis data pre-test, diperoleh thit sebesar 0,93. Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% dan dk = 61 diperoleh harga ttab sebesar 2,000. Berarti thit < ttab maka hipotesis nol (H0) yang diajukan diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Sehingga tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar bahasa Indonesia antara siswa kelas V di SD Negeri 5 Subagan dengan siswa kelas V di SD Negeri 4 Pertima. Dengan demikian dari hasil pengujian hipotesis tersebut dapat diartikan bahwa kedua kelompok tersebut dinyatakan setara.

Setelah mengetahui kedua kelas tersebut setara kemudian dipilihlah kelas tersebut dengan cara di random sampling atau dilakukan dengan cara

pengundian untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol, dari hasil pengundian tersebut sehingga diperoleh siswa kelas V di SD Negeri 5 Subagan sebagai kelas eksperimen yang di

belajarkan menggunakan model pembelajaran role playing dan siswa kelas V SD Negeri 4 Pertima sebagai kelas kontrol yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai akhir keterampilan berbicara bahasa Indonesia dicapai siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran

Role Playing berbeda dengan siswa yang

dibelajarkan melalui pembelajaran secara konvensional. Kelompok siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran

Role Playing yaitu siswa kelas V SD Negeri

5 Subagan memiliki nilai rata-rata hasil belajar sebesar 73,33, sedangkan kelompok siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran secara konvensional yaitu siswa kelas V SD Negeri 4 Pertima memiliki nilai rata-rata sebesar 64,80. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan berbicara bahasa Indonesia siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran role playing lebih tinggi daripada siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan pembelajaran secara konvensional.

Hasil post-test kedua kelompok tersebut terlebih dahulu di uji normalitas dan homogenitasnya untuk memenuhi uji prasyarat sebelum melanjutkan ke uji-t. Dari hasil pengujian normalitas menunjukkan bahwa sebaran data post-test di SD Negeri 5 Subagan diperoleh dari tabel distribusi frekuensi nilai post-test kelompok eksperimen X2hit =

 6 1 2 ) ( fe fe fo = 7,13 sedangkan untuk taraf signifikan 5% ( = 0,05) dan derajat kebebasan (dk) = 5 diperoleh X2tab = X

2

(0,05:5) = 11,07. Karena X2tab>X

2

hit (11,07>7,13) maka H0 diterima. Ini berarti sebaran data nilai post-test bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri 5 Subagan berdistribusi normal.

Dari hasil pengujian normalitas menunjukkan bahwa sebaran data post-test di SD Negeri 4 Pertima diperoleh dari tabel distribusi frekuensi nilai post test kelompok eksperimen hit =

6 1 2

)

(

fe

fe

fo

= 4,36 sedangkan untuk taraf signifikan 5% ( = 0,05) dan derajat kebebasan (dk) = 5

(8)

diperoleh X2tab = X

2

(0,05:5) = 11,07. Karena X2tab>X

2

hit (11,07>4,36) maka H0 diterima. Ini berarti sebaran data nilai post-test bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri 4 Pertima berdistribusi normal.

Dan dari hasil perhitungan uji homogenitas diperoleh Fhit sebesar 1,13 sedangkan Ftab pada taraf signifikansi 5% dengan db pembilang 29 dan db penyebut 32 adalah 1,84. Ini berarti Fhit < Ftab (1,13 < 1,84) maka Ho diterima dan Ha ditolak. Ini berarti varians-varians tersebut homogen

Setelah data diketahui berdistribusi normal dan homogen, data post-test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol kemudian dilanjutkan dengan dianalisis menggunakan rumus uji-t. Dari hasil pengujian uji-t diperoleh thit sebesar 3,29 dalam taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan 61 diperoleh ttab sebesar 2,000. Dengan membandingkan hasil thit dan ttab dapat disimpulkan bahwa thit > ttab (3,29 > 2,000) maka Ha diterima dan Ho ditolak.

Berdasarkan dari hasil perhitungan uji-t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan keterampilan berbicara bahasa Indonesia antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Role Playing dengan siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran Konvensional pada siswa kelas V SD di Gugus II Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem Tahun pelajaran 2013/2014

Model pembelajaran Role Playing dalam penelitian ini adalah model pembelajarakan yang menitik beratkan pembelajaran pada siswa, siswa aktif dan mendramatisasikan kejadian-kejadian yang pernah siswa alami dalam dunia sosialnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Dalam hal ini, siswa belajar dengan melakukan suatu dialog secara berkelompok. Adapun langkah atau prosedur bermain peran terdiri atas sembilan langkah yaitu, (1) pemanasan (warming up); (2) memilih partisipan; (3) menyiapkan pengamat (observer); (4) menata panggung; (5) memainkan peran (manggung); (6) diskusi dan evaluasi; (7) memainkan peran ulang (manggung ulang); (8) diskusi dan evaluasi kedua; dan (9)

berbagai pengalaman dan kesimpulan.

(Uno, 2012: 26-28)

Keunggulan dan Kelebihan dalam penerapan model pembelajaran Role Playing adalah sebagai berikut. (1) Murid

melatih dirinya untuk melatih, memahami dan mengingat bahan yang akan didramakan. Sebagai pemain harus memahami, menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk materi yang harus diperankannya. Dengan demikian, daya ingatan murid harus tajam dan tahan lama; (2) Pada akan berlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu bermain peran para pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia; (3) Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni dari sekolah. Jika seni drama mereka dibina dengan baik kemungkinan besar mereka akan jadi pemain yang baik kelak; (4) Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya; (5) Murid memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya; (6) Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang lebih baik agar mudah dipahami orang lain

Menurut

Mansyur (dalam Sagala, 2012: 213)

Lain halnya dengan pembelajaran konvensional. Pembelajaran secara konvensional lebih berpusat kepada guru yaitu guru lebih banyak menggunakan metode ceramah dibandingkan memotivasi siswa untuk menggali pengetahuannya sendiri, sehingga siswa cenderung pasif dan kegiatan pembelajaran berjalan monton. Pembelajaran secara konvensional tidak memberikan kesempatan kepada siswa memperoleh pengalaman belajar secara langsung.

Hal tersebut menyebabkan keterampilan berbicara bahasa Indonesia kelas kontrol yang mengikuti pembelajaran konvensional lebih rendah dibandingkan dengan kelas eksperimen yang mengikuti model pembelajaran role playing.

Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan dan memiliki hasil yang sesuai untuk mendukung dilaksanakannya penelitian ini. Penelitian tersebut meliputi

(9)

Rosita (2012) dalam penelitian yang berjudul metode sosiodrama (Role Playing) dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada mata pelajaran bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri 2 Pesinggahan Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung tahun pelajaran 2011/2012 dan Hikmawati (2011) dalam penelitian yang berjudul penerapapan metode bermain peran (role

playing) dapat meingkatkan kemampuan

berbicara siswa kelas IV MIN Gondol Desa Penyabangan Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng seemester I tahun pelajaran 2011/2012.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan yaitu rata-rata keterampilan berbicara bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri 5 Subagan yang dibelajarkan melalui penerapan model pembelajaran Role

Playing pada tahun ajaran 2013/2014

yaitu 73,33 dengan memiliki persentase nilai sebesar 42,42% dengan kategori sangat baik, 48,48% dengan kategori baik dan 9,09% dengan kategori cukup sedangkan rata-rata keterampilan berbicara bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri 4 Pertima yang dibelajarkan melalui penerapan pembelajaran kenvensional pada tahun ajaran 2013/2014 yaitu 64,80 dengan memiliki persentase nilai sebesar 13,33% dengan kategori sangat baik, 63,33% dengan kategori baik dan 23,33% dengan kategori cukup. Dari perhitungan uji-t pada bab sebelumnya, diperoleh thitung sebesar 3,29 dan ttabel sebesar 2,000. Kedua nilai tersebut dibandingkan maka diperoleh thitung >

ttabel (3,29 > 2,000). Dari perbandingan

ini maka hipotesis observasi ditolak dan hipotesis alternatif diterima, yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan keterampilan berbicara bahasa Indonesia antara siswa yang dibelajarkan melalui penerapan model pembelajaran Role Playing dengan siswa yang dibelajarkan melalui penerapan pembelajaran konvensional.

Hal tersebut menyatakan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran

Role Playing terhadap keterampilan

berbicara dalam pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas V SD Gugus II Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem tahun pelajaran 2013/2014.

Adapun saran yang di sampaikan Berdasarkan dari pemaparan simpulan tersebut. Bagi guru diharapkan untuk lebih menambah wawasan tentang pembelajaran inovatif, serta mampu mengembangkan inovasi pembelajaran yang menyenangkan, Bagi Siswa menjadi aktif dalam mengikuti pross

pembelajaran serta mampu

mengembangkan pengetahuannya sendiri untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Bagi Sekolah menciptakan kondisi pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Bagi Peneliti Lain diharapkan memanfaatkan hasil penelitian sebagai referensi penelitian yang akan dilakukan.

DAFTAR RUJUKAN

Darmadi, Hamid. 2011. Metode Penelitian

Pendidikan. Bandung : Alfabeta

Djamarah, Bahri dan Aswan Zain. 2006.

Strategi Belajar Mengajar. Jakarta :

PT. Rineka Cipta.

Haryadi dan Zamzani. Peningkatan Keterampilan Bahasa Indonesia.

Yogyakarta : Depdikbud.

Lusitha, Afrisanti. 2011. Buku Pintar Menjadi Guru Kreatif, Inspiratif dan Inovatif. Yogyakarta : Araska.

Mulyati, Yeti dkk. 2008. Keterampilan

Berbahasa Indonesia SD. Jakarta :

Depdiknas Universitas Terbuka. Sagala, Syaiful. 2012. Konsep dan Makna

Pembelajaran. Bandung : Alfabeta

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Kencana

Prenada Media.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

(10)

Tarigan, Djago. 1991. Materi Pendidikan

Bahasa Indonesia I. Jakarta: Derpatemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan TInggi.

Uno, B dan Nurdin Muhamad. 2011. Belajar

dengan Pendekatan PAILKEM.

Jakarta : Bumi Aksara.

Uno, B. 2012. Model Pembelajaran Menciptakan Proses belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif.

Jakara : Bumi Aksara

Zulela. 2012. Pembelajaran Bahasa Indonesia. Bandung : PT. Remaja

Gambar

Tabel 2. Tabel nilai statistik post-test keterampilan berbicara bahasa Indonesia SD Negeri 4  Pertima (kelompok kontrol)

Referensi

Dokumen terkait

38 Oleh karena itu, filsafat tidak hanya menjadi sebuah wacana pemikiran, namun sejatinya telah menjadi satu identitas dari sekian produk pandangan hidup yang memberikan

The standard defines that the WCS server shall generate a SOAP response message where the content of the Body element is a Fault element containing an ows:ExceptionReport element

Production line BOPET dengan mesin canggih dari Brückner ini akan memproduksi 20.000 ton BOPET film per tahun, menambah total kapasitas produksi flexible packaging film

No Nomor Peserta Nama Asal Sekolah

Melalui game yang Penulis buat diharapkan user tidak merasa bosan berlama-lama di depan komputer dan juga bisa membantu gerak refleks anak atau merangsang kecepatan berfikir pada

dampak aktivitas jasmani (sepakbola dan boxing) terhadap kepercayaan diri dengan HIV positif di rumah cemara bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dengan demikian, penjelasan tujuan dan sasaran pada hakekatnya merupakan penegasan kembali tentang visi dan misi RPJMD Kabupaten Kerinci Tahun 2014-2019 secara

masalah pada penelitian ini yaitu apakah ada hubungan antar motivasi kader dengan keaktifan kader dalam melaksanakan kegiatan Posyandu di desa Poncosari di wilayah