1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.1.1 Kondisi Penyandang Cacat
Sejalannya dengan perkembangan zaman, bangunan-bangunan yang ada sekarang ini banyak yang dirancang tanpa memperhatikan keberadaan penyandang cacat (difabel), dimana mayoritas dari para penyandang cacat memiliki keterbatasan dalam pergerakan mereka. Hal ini perlu diperhatikan ketika merancang bangunan, dimana perlu diperhatikan juga bagaimana para penyandang cacat dapat mengakses dan memanfaatkan bangunan secara maksimal.
Penyandang cacat di Indonesia pada tahun 2008 sudah mencapai angka 1.536.208 orang, sebagaimana yang tertulis pada situs Departemen Sosial.
Berikut juga disertakan data jumlah penyandang cacat pada DKI Jakarta : Tabel 1. Jumlah Penyandang Cacat di Jakarta Tahun 2008
Wilayah Penyandang Cacat
Kepulauan Seribu 240 Jakarta Selatan 2.961 Jakarta Timur 5.666 Jakarta Pusat 3.653 Jakarta Barat 3.717 Jakarta Utara 5.842
Sumber: dbyanrehsos.depsos.go.id diakses 15 November 2014
Terlihat pada tabel diatas bahwa jumlah penyandang cacat paling banyak terdapat pada Jakarta Utara, sehingga dibutuhkan suatu pusat rehabilitasi di Jakarta Utara.
Para penyandang cacat itu sendiri terbagi-bagi lagi ke dalam beberapa jenis cacat, yang diantaranya adalah cacat tubuh, cacat mental, cacat bicara, cacat penglihatan, cacat pendengaran, dan sebagainya.
Tabel 2. Prosentasi Jumlah Penyandang Cacat berdasarkan Jenis Cacat Tahun 2009 Jenis Kecacatan Jumlah (%)
Mata / Netra 15.93 Rungu / Tuli 10.52 Wicara / Bisu 7.12 Bisu / Tuli 3.46 Tubuh 33.75 Mental / Grahita 13.68
Fisik dan Mental / Ganda 7.03
Jiwa 8.52
Jumlah Total 100.0
Sumber: Badan Pusat Statistik diakses 15 November 2014
Dapat dilihat pada tabel diatas bahwa jumlah penyandang cacat tubuh mencapai 33.75% dari total keseluruhan penyandang cacat di Indonesia. Jumlah penyandang cacat tubuh merupakan jumlah terbanyak dibandingkan dengan yang lain. Berikut disertakan juga jumlah penyandang cacat berdasarkan jenis cacat di Jakarta Utara.
Tabel 3. Jumlah Penyandang Cacat berdasarkan Jenis Cacat di Jakarta Utara Tahun 2011
Tahun Kawasan Jenis Cacat Penyandang Cacat
2011 Jakarta Utara Bekas Penyakit Kusta 13 2011 Jakarta Utara Penyandang Cacat Tuli 120 2011 Jakarta Utara Penyandang Cacat Netra 77 2011 Jakarta Utara Penyandang Cacat Mental Retardasi 408 2011 Jakarta Utara Penyandang Cacat Mental 508 2011 Jakarta Utara Penyandang Cacat Tubuh 1061
Sumber: data.go.id diakses 8 Maret 2015
Terlihat pada tabel diatas, jumlah penyandang cacat di Jakarta Utara yang paling banyak adalah penyandang cacat tubuh, yaitu 1061 jiwa. Pada daerah lain, jumlah penyandang cacat tubuh adalah Jakarta Timur 671 jiwa, Jakarta Selatan 460 jiwa, Jakarta Barat 487, dan tidak ada penyandang cacat tubuh di Jakarta Pusat.
Berdasarkan pernyataan Menteri Sosial pada tahun 2012, jumlah penyandang cacat yang teratasi hingga sekarang hanya mencapai angka 15% dari total penyandang cacat. Dimana sisa 85% lainnya masih terlantar dan tidak dapat melakukan aktivitas secara normal.
Cacat tubuh ini sendiri terbagi menjadi cacat dari lahir dan cacat akibat kecelakaan, dimana pada penelitian ini, cacat tubuh yang diambil adalah cacat akibat kecelakaan.
1.1.2 Fasilitas Penyandang Cacat di Indonesia
Berdasarkan penelitian dari Jepang mengenai pusat rehabilitasi penyandang cacat, Indonesia memiliki kurang lebih 500 pusat rehabilitasi dimana tidak ada satupun pusat rehabilitasi tersebut yang terletak di kota DKI Jakarta.
a. Jawa Tengah : 113 pusat rehabilitasi b. Yogyakarta : 67 pusat rehabilitasi c. Jawa Barat : 147 pusat rehabilitasi d. Jawa Timur : 137 pusat rehabilitasi e. DKI Jakarta : -
f. Banten : -
Dari data tersebut terlihat bahwa belum ada pusat rehabilitasi di kota DKI Jakarta, dimana angka jumlah penyandang cacat di Jakarta sendiri sudah cukup banyak, sehingga pusat rehabilitasi sangat dibutuhkan di Jakarta.
1.1.3 State of the Art
1. Pandangan Disabilitas dan Aksesibilitas Fasilitas Publik bagi Penyandang Disabilitas di Kota Malang
Nama Jurnal : Indonesian Journal of Disability Studies
Penulis : Tohari, Slamet / Vol. 1 Issue 1 hal. 27-37 / Juni 2014
Aksesibilitas merupakan kebutuhan penting bagi penyandang disabilitas. Karenanya, penyandang disabilitas dapat melakukan mobilitasnya ke berbagai tempat yang dikehendaki. Penyediaan kebutuhan sanitasi yang baik bagi penyandang cacat sangat penting untuk diterapkan sehingga memberi kenyamanan bagi para penyandang cacat. Tidak kalah penting, penyediaan tempat parkir bagi para penyandang cacat juga dibutuhkan untuk memepermudah aksesibilitas para penyandang cacat.
2. Pengaruh Main Entrance terhadap Aksesibilitas Pengujung Rumah Sakit Nama Jurnal : Jurnal Arsitektur NALARS
Penulis : Adelina Noor Rahmahana, Erni Setyowati, Gagoek Hardiman / Volume 12 No 2 / Juli 2013
Sirkulasi merupakan faktor penting dalam rumah sakit. Pengunjung harus merasakan karakter rumah sakit sebagai pelayanan kesehatan. Pengunjung mengetahui keberadaan gerbang dan jalur keluar masuk lingkungan rumah sakit. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi fisik jalur, dan arah pandangan. Main entrance paling mempengaruhi aksesibilitas fisik yang
berkaitan dengan kenyamanan, ketersediaan, kemudahan, kegunaan, keselamatan, dan kemandirian. Area parkir, jalur pemandu, rambu verbal maupun visual juga merupakan aspek-aspek penting untuk diperhatikan dalam perancangan.
3. Gender and healthcare accessibility in Europe Nama Jurnal : Journal of Hospital Administration
Penulis : Maria da Conceição Constantino Portela, Adalberto Campos Fernandes / Vol. 3, No. 6 / November 2014
Aksesibilitas pada suatu pusat kesehatan selalu berhubungan dengan sistem kesehatan pada bangunan tersebut. Dimana sistem tersebut mencakup bagaimana cara kerja suatu proses penyembuhan, proses rehabilitasi, dan sebagainya. Sistem pergerakan pusat kesehatan juga dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, dan kesehatan dari pengguna.
4. Telerehabilitation for Stroke Patients : An Overview of Reviews Nama Jurnal : Journal of Accessibility and Design for All
Penulis : Turolla A / (CC) JACCES, 2014 – Special issue: 69-80. ISSN: 2013-7087
Perancangan suatu pusat rehabilitasi disarankan memberikan suatu kesan homey, sehingga para pengguna bangunan dapat merasa lebih nyaman dan termotivasi. Penataan lingkungan sebaiknya memberikan suatu kenyamanan bagi para pengguna bangunan dengan harapan mereka akan merasa lebih tenang dan santai ketika menjalani terapi.
5. The Prospects For Universal Disability Law and Social Policy Nama Jurnal : Journal of Accessibility and Design for All
Penulis : Jerome E. Bickenbach, Alarcos Cieza, (CC) JACCES, 2011 – 1(1): 23-37. ISSN: 2013-7087
Dalam perancangan suatu bangunan, perlu diperhatikan mengenai peraturan mengenai penyandang cacat. Teori yang patut digunakan adalah teori Universal Design, dimana hal ini ditujukan agar para penyandang cacat juga memiliki hak untuk melakukan aktivitas pada gedung tersebut dan mengurangi diskriminasi. Penggunaan desain perancangan harus dapat mudah dimengerti oleh orang awam, terutama oleh penyandang cacat. Sistem pergerakan harus diakses dengan mudah dan tidak memberikan rasa lelah ketika berpindah-pindah ruangan. Penggunaan bentuk dan ukuran ruangan
juga harus dapat mendukung para pengguna tanpa memandang umur, bentuk badan, dan cara gerak.
6. Kesimpulan
Berdasarkan teori-teori yang sudah dijelaskan, dapat ditarik beberapa kesimpulan yang dapat membantu dalam perancangan suatu pusat rehabilitasi, diantaranya adalah :
• Aksesibilitas atau sirkulasi pada dalam dan luar bangunan akan sangat berpengaruh terhadap perancangan suatu pusat rehabilitasi, mengingat bahwa aksesibilitas dari para penyandang cacat sudah cukup terbatas, sehingga harus dirancang suatu sistem sirkulasi yang dapat memudahkan para penyandang cacat tersebut.
• Penataan lingkungan dari pusat rehabilitasi juga perlu diperhatikan, sehingga dapat memberikan suasana yang nyaman dan sehat kepada para pengguna bangunan.
Tabel 4. Kesimpulan State of the Art
1 2 3 4 5 K E Y W O R D S
Aksesibilitas Area Parkir Aksesibilitas Konsep homey Peraturan Sanitasi Sirkulasi Proses
rehabilitasi Penataan Lingkungan Akses yang mudah Tempat Parkir
Rambu Mobilitas Kenyamanan Bentuk dan Ukuran Ruang Kenyamana n Main Entrance Kenyaman an Keselamatan Kenyamana n
• Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam perancangan : o Aksesibilitas
o Kenyamanan
o Penyediaan ruang-ruang yang memaksimalkan kebutuhan penyandang cacat
1.2 Permasalahan
a. Bagaimana merancang suatu pusat rehabilitasi penyandang cacat tubuh yang memiliki sistem aksesibilitas dan/atau pola ruang yang bebas hambatan sehingga para penyandang cacat dapat bergerak secara mandiri?
1.3 Maksud dan Tujuan
a. Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang suatu pusat rehabilitasi penyandang cacat tubuh yang memiliki sistem aksesibilitas dan pola ruang yang baik dan memaksimalkan fungsi bangunan.
1.4 Ruang Lingkup
a. Kasus yang diambil pada penelitian ini adalah Perancangan Pusat Rehabilitasi Penyandang Cacat Tubuh dengan spesifikasi cacat tubuh akibat kecelakaan dan khusus untuk orang dewasa.
b. Penelitian dari laporan ini akan berfokus terhadap kondisi aksesibilitas dan tata ruang pada dan luar bangunan khususnya area terapi. Penelitian aksesibilitas terbagi menjadi: sirkulasi, pola ruang, dan dimensi-dimensi pendukung ruang dan sirkulasi.
c. Kebutuhan ruang, aksesibilitas, dan sistem terapi pada pusat rehabilitasi akan didasarkan pada buku Time-Saver Standards for Building Types 4th Edition, Health Care – Rehabilitation Center dan juga berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Nomor 30/PRT/M/2006.
d. Tapak yang diambil terletak pada Jl. Komplek Rumah Susun, Kelurahan Semper Timur, Cilincing, Jakarta Utara. Kawasan sekitar lahan merupakan kawasan zona perumahan sedang. Pada sekitar lokasi ini belum terdapat suatu pusat kesehatan, sehingga lokasi ini lebih disarankan untuk dimanfaatkan sebagai lokasi proyek.
Tata Guna Lahan : Zona Prasarana Kesehatan KDB : 40% ; KLB : 1.60 KDH : 35% ; GSB : 3.5m Tinggi Bangunan : 4 Lantai Luas Lahan : 7,315m2
Gambar 1. Lokasi Tapak