• Tidak ada hasil yang ditemukan

9. RANCANGAN IMPLEMENTASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "9. RANCANGAN IMPLEMENTASI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Berdasarkan validasi operasional SPK Intelijen Agropolitan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dilakukan perancangan implementasi berupa perencanaan kawasan agropolitan berbasis agroindustri. Perencanaan kawasan agropolitan ini merupakan evaluasi hasil analisis dalam bentuk rencana (plan

evaluation). Struktur dasar rencana adalah pembangunan pertanian jagung

terpadu dengan agroindustri bioetanol yang berlokasi di pusat agropolitan. Pengujian rencana dilakukan dengan menganalisis kontribusi agropolitan terhadap asumsi dasar pengembangannya, seperti peningkatan nilai tambah, peningkatan kesempatan kerja, peningkatan investasi, peningkatan pendapatan dan percepatan pembangunan perdesaan.

9.1 Perencanaan Kawasan Agropolitan Berbasis Agroindustri

Pengembangan agropolitan berbasis agroindustri dilengkapi dengan master plan, rancangan pendirian agroindustri, pembentukan kelembagaan dan aturan kerjasama serta pengelolaan pertanian dan agroindustri dalam kawasan agropolitan yang berkesinambungan (Gambar 43).

9.1.1 Penyiapan Master Plan.

Dalam rangka pengembangan kawasan agropolitan secara terintegrasi, perlu disusun Master Plan Pengembangan Kawasan Agropolitan yang akan menjadi acuan penyusunan program pengembangan. Adapun muatan yang terkandung didalamnya adalah: 1) Penetapan sektor unggulan, 2) Penetapan pusat agropolitan dan kawasan pendukung agropolitan, dan 3) Penetapan sarana prasarana.

9.1.1.1 Penetapan sektor unggulan

Berdasarkan Bab 8 Verifikasi dan Validasi Oprasional SPK Intelijen Agropolitan, maka diketahui empat komoditi tanaman pangan dan hortikultura yang diprioritaskan menjadi unggulan di Kabupaten Probolinggo, yaitu: jagung, bawang merah mangga dan kentang. Kemudian produk berbahan baku komoditi

(2)

unggulan tersebut dipilih untuk menentukan komoditi yang memiliki produk olahan paling prospektif, dan berdasarkan model terpilih produk bioetanol berbahan baku jagung. Dengan demikian, jagung ditetapkan sebagai komoditi unggulan di Kabupaten Probolinggo. Salah satu pertimbangan adalah jagung mempunyai skala ekonomi yang memungkinkan untuk dikembangkan dengan orientasi industri dan ekspor.

Gambar 43 Tahapan perencanaan dan implementasi model pengembangan agropolitan berbasis agroindustri

9.1.1.2 Penetapan pusat agropolitan dan kawasan pendukung agropolitan. Pusat dan kawasan pendukung sebagai struktur ruang di kawasan agropolitan, masing-masing memiliki fungsi. Pusat agropolitan berfungsi sebagai (Douglass 1986; Harun 2004; Suwandi 2005): a) Pusat perdagangan dan transportasi pertanian (agricultural trade/ transport center), b) Penyedia jasa pendukung pertanian (agricultural support services), c) Pasar konsumen produk non-pertanian (non agricultural consumers market), d) Pusat industri pertanian (agro-based industry), e) Penyedia pekerjaan non pertanian

(non-- Menentukan komoditi unggulan - Menentukan produk prospektif

Master plan kawasan Mulai

Selesai Desain agroindustri Kelayakan

Agroindustri

Analisis situasi & potensi: pertanian, manusia, buatan, sosial, Industri

- Menentukan kelembagaan - Menentukan sarana dan prasarana - Analisis pasar

- Analisis finansial

Analisis Indikator kinerja: - Peningkatan nilai tambah komoditi pertanian - Peningkatan daya saing komoditi pertanian - Peningkatan lapangan kerja

- Peningkatan investasi dan kerjasama - Peningkatan pendapatan & kesejahteraan - Percepatan pembangunan perdesaan

Pengembangan kawasan agropolitan berbasis agroindustri

Tercapai

Tidak Ya

Perencanaan Kawasan - Pusat agropolitan - Kawasan pendukung

(3)

agricultural employment). Dengan memperhatikan kriteria tersebut maka

terpilih Kraksaan sebagai pusat agropolitan (Gambar 44).

Gambar 44. Konfigurasi spasial kawasan pendukung dan pusat agropolitan

Kawasan pendukung agropolitan fungsinya sebagai (Douglass 1986; Harun 2004; Suwandi 2005): a) Pusat produksi pertanian (agricultural

production), b) Intensifikasi pertanian (agricultural intensification), c) Pusat

pendapatan perdesaan dan permintaan untuk barang-barang dan jasa non pertanian (rural income and demand for non-agricultural goods and services) dan d) Produksi tanaman siap jual dan diversifikasi pertanian (cash crop

production and agricultural diversification).

Penglasteran kawasan pendukung dilakukan berdasarkan: a) Tingkat kesesuaian agroklimat, b) Potensi komoditi jagung (LQ, produktivitas, luas lahan) dan c) Tingkat kesesuaan jenis tanah atau lahan. Berdasarkan pengklasteran wilayah pada Model Penentuan Pusat dan Wilayah Pendukung Agropolitan yang telah diuraikan pada Bab 8. Validasi Operasional SPK Intelijen Agropolitan, Sub Bab 8.4 Model Penentuan Pusat dan Wilayah Pendukung Agropolitan, maka diketahui klaster wilayah pendukung. Pengklasteran di atas kemudian digunakan untuk menentukan rencana pengembangan kawasan pendukung agropolitan.

(4)

Klaster 4 dan kalster 5 tidak diprioritaskan untuk dikembangkan sebagai kawasan pendukung agropolitan, sehingga tidak direncanakan perluasan luas panen. Klaster 2 dan 3 diprioritaskan untuk dikembangkan luas panennya hingga satu setengah kali lipat dari luas panen saat ini. Klaster 1 merupakan kawasan yang sangat diprioritaskan, sehingga direncanakan mengembangkan luas panennya hingga dua kali lipat dari luas panen saat ini. Berdasarkan hal tersebut, maka rencana luas panen total adalah 92.597 ha atau meningkat 31.184 ha dari luas panen saat ini 61.413 ha (Tabel 31).

Tabel 31 Perencanaan kawasan agropolitan

Kecamatan Klaster* Luas panen (ha) Produktivitas (Ku/ha) Produksi (ton)

A** B** A** B** A** B*

Sukapura 3 1.657 2.485,5 25,27 40,06 4.187,24 9.956,913 Sumber 4 848 848,0 35,24 40,06 2.988,35 3.397,088 Kuripan 2 6.793 10.189,5 38,63 40,06 26.241,36 40.819,137 Bantaran 3 1.753 2.629,5 37,52 40,06 6.577,26 10.533,777 Leces 2 4.111 6.166,5 40,25 40,25 16.546,78 24.820,163 Tegalsiwalan 1 2.892 5.784,0 40,13 40,13 11.605,60 23.211,192 Banyuanyar 2 4.404 6.606,0 44,08 44,08 19.412,83 29.119,248 Tiris 2 7.594 11.391,0 34,91 40,06 26.510,65 45.632,346 Krucil 2 9.403 14.104,5 36,22 40,06 34.057,67 56.502,627 Gading 3 179 268,5 38,77 40,06 693,98 1.075,611 Pakuniran 5 3.367 3.367,0 43,02 43,02 14.484,83 14.484,834 Kota Anyar 5 798 798,0 43,01 43,01 3.432,20 3.432,198 Paiton 5 992 992,0 43,83 43,83 4.347,94 4.347,936 Besuk 5 384 384,0 31,22 40,06 1.198,85 1.538,304 Kraksaan 3 225 337,5 39,16 40,06 881,10 1.352,025 Krejengan 4 162 162,0 44,63 44,63 723,01 723,006 Pajarakan 4 318 318,0 37,42 40,06 1.189,96 1.273,908 Maron 3 1.263 1.894,5 38,93 40,06 4.916,86 7.589,367 Gending 3 380 570,0 43,97 43,97 1.670,86 2.506,290 Dringu 2 1.877 2.815,5 45,06 45,06 8.457,76 12.686,643 Wonomerto 2 3.269 4.903,5 43,79 43,79 14.314,95 21.472,427 Lumbang 4 1.906 1.906,0 30,09 40,06 5.735,15 7.635,436 Tongas 1 3.752 7.504,0 44,06 44,06 16.531,31 33.062,624 Sumberasih 1 3.086 6.172,0 46,46 46,46 14.337,56 28.675,112 61.413 92.597,0 39,40 41,79 241.044,04 385848,211 Keterangan

* : Klaster 1: Kawasan pendukung agropolitan prioritas paling tinggi Klaster 2: Kawasan pendukung agropolitan prioritas tinggi Klaster 3: Kawasan pendukung agropolitan prioritas sedang Klaster 4: Kawasan pendukung agropolitan prioritas rendah Klaster 5: Bukan kawasan pendukung agropolitan **: A= Saat ini (BPS Kab Probolinggo, 2008) B= Rencana pengembangan

(5)

Pengembangan luas panen jagung didapat dari sebagian alih fungsi lahan pertanian saja dengan merubah jenis komoditinya dan tidak merubah pola ruang yang telah ditentukan. Alih fungsi lahan pertanian diasumsikan diperoleh dengan: 1) 100 % pemanfaatan lahan-lahan sawah sebelum ditanami padi, serta pada lahan hutan sebelum tanaman induk besar, 2) 50 % alih fungsi lahan bagi komoditi yang tidak diunggulkan, 3) 25 % pengalihan fungsi lahan pertanian bagi komoditi 10 besar produksi tertinggi, dan 4 ) tidak dilakukan alih fungsi lahan karena merupakan komoditi unggulan (padi, mangga, bawang merah dan kentang). Rincian alih fungsi lahan dapat dilihat pada Lampiran 10.

Rencana peningkatan produktivitas rata-rata 41,79 ku/ha. Peningkatan tersebut dicapai dengan target produktivitas minimal 40,06 ku/ha yang merupakan target Kabupaten Probolinggo pada tahun 2010. Kecamatan yang memiliki produktivitas lebih tinggi dari target minimal tetap dipertahankan. Untuk memenuhi target tersebut, maka pemerintah daerah dapat menyalurkan Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) pada petani. Penerapan teknologi dalam pengembangan jagung antara lain penggunaan benih jagung hibrida berlabel P11, dan pemberiaan tiga macam pupuk anorganik (450 kg urea/ha, 150 kg ZA/ha, dan 200 kg Phonska/ha) dapat digunakan untuk peningkatan produktivitas.

9.1.1.3 Dukungan sistem infrastruktur

Dukungan infrastruktur yang membentuk struktur ruang yang mendukung pengembangan kawasan agropolitan diantaranya adalah jaringan jalan dan irigasi. Pada Tabel 32 dan Tabel 33 disajikan data kondisi jalan & irigasi pada saat ini.

Dengan menggunakan model yang dikembangkan (Bab 8.5), maka diperoleh prioritas pengembangan sarana prasarana pada kawasan Agropolitan. Alternatif pembangunan pasar Maron merupakan alternatif dengan prioritas pertama dalam pembangunan sarana prasarana pada DPU Cipta Karya. Alternatif Pembangunan jembatan Pohkecik di Tiris dan Peningkatan jalan Yos Sudarso di Dringu merupakan alternatif yang diprioritaskan pada DPU Bina Marga. Prioritas pertama dalam pembangunan sarana prasarana pada DPU Pengairan adalah alternatif perkuatan tebing di

(6)

Dringu, rehabilitasi dam Paleran dan talang kali Bades di Kuripan, serta perkuatan tangkis kiri kali Besuk di Kraksaan.

URAIAN

Tabel 32 Kondisi Jalan di Kabupaten Probolinggo (km)

SATUAN 2006 2007 2008

Kondisi Jalan Negara

- Baik Km 33,320 35,312

- Sedang Km 54,760 52,791

- Rusak Km 0,200 0,177

- Rusak Berat Km

Jumlah Km 88,280 88,280

Kondisi Jalan Propinsi

- Baik Km 0,251 0,251

- Sedang Km 19,995 19,995

- Rusak Km

- Rusak Berat Km

Jumlah Km 20,210 20,210

Kondisi Jalan Kabupaten

- Baik Km 582,99 604,55 629,53

- Sedang Km 79,72 69,81 64,12

- Rusak Km 19,25 51,43 53,38

- Rusak Berat Km 103,87 60,02 38,80

Jumlah Km 785,82 785,81 785,82

Jenis Permukaan Jalan Kab

- Hotmik Km 327,48 381,81 401,63

- Lapen Km 364,48 351,53 351,27

- Kerikil/Makadam Km 47,44 17,81 14,56

- Tanah Km 46,42 34,66 18,36

Jumlah Km 782,82 785,82 785,82

Sumber : Dinas PU Bina Marga Kabupaten Probolinggo 2009

Tabel 33 IPAIR di Kabupaten Probolinggo

URAIAN SATUAN 2006 2007 2008

Jumlah Daerah Irigasi Buah 202 202 202

Jumlah Daerah Irigasi Pompa Buah 104 105 105

Luas Areal Irigasi Ha 35.031 35.031 35.026

Luas Areal Tadah Hujan Ha 1.375 1.375 1.375

Daerah Irigasi yang telah IPAIR Ha 21,17 21,17 21,17

(7)

9.1.2 Desain Agroindustri

Penyusunan rencana kerja dan kelayakan pendirian agroindustri merupakan tahapan selanjutnya dalam pengembangan agropolitan berbasis agroindustri. Agroindustri berperan penting dalam menjaga kesinambungan kawasan agropolitan. Agroindustri berperan dalam peningkatan nilai tambah komoditi pertanian, yang kemudian akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat khusunya masyarakat petani.

Pengembangan kawasan agropolitan dilakukan dengan peningkatan luas lahan dan peningkatan produktivitas pada kawasan yang memiliki potensi jagung yang tinggi. Berdasarkan perluasan lahan dan peningkatan produktivitas lahan tersebut, maka diperoleh rencana produksi jagung sekitar 421.740 ton per tahun seperti pada Tabel 32. di atas.

Pada saat ini, penggunaan jagung di Probolinggo adalah 10 persen (24.000 ton) untuk pangan dan sisanya untuk pakan (216.000 ton). Rencana penggunaan komoditi jagung di kawasan agropolitan adalah 40 persen pangan dan pakan (168.696 ton) dan sisanya 60 persen untuk bahan baku industri bioetanol (265.282 ton). Dengan jumlah jagung sebagai bahan baku etanol 253.044 ton per tahun, maka dapat didirikan industri bioetanol yang berkapasitas 30 juta galon per tahun.

Kekurangan sumber bahan baku pakan (60.000 ton) dapat disubstitusi oleh produk samping industri bioetanol Distiller Dried Grains and Solubles (DDGS). DDGS merupakan sumber bahan baku pakan baru yang produksinya meningkat di Amerika Serikat akibat peningkatan produksi alkohol (Shurson et al., 2005). DDGS banyak digunakan sebagai pakan sapi perah maupun sapi pedaging, bahkan dalam bentuk basah (wet DDGS), terutama di kawasan peternakan sapi yang dekat dengan pabrik. Meningkatnya jumlah pabrik etanol akhir-akhir ini mengakibatkan pasokan DDGS meningkat tajam dan diekspor dalam bentuk kering. Beberapa negara di Asia, Eropa, Meksiko, dan Kanada mulai memanfaatkan DDGS untuk pakan babi, unggas, dan ikan (Tangendjaja dan Wina, 2008). Satu bushel jagung dapat menghasilkan 16,25 ponds DDGS (Missisipi State University, 2003). Hal ini berarti dengan Kapasitas pabrik bioetanol 30 juta galon per tahun maka dapat dihasilkan 546.261 ton DDGS per

(8)

tahun (1 bu = 3,5239 liter; 56 lb corn 15,5 % moisture = 25.4012 kg; 1 galon = 3,7854 liter).

Pendirian agroindustri dapat memperluas kesempatan, memberdayakan produksi dalam negeri, pengembangan sektor ekonomi lainnya, serta perbaikan perekonomian masyarakat di perdesaan melalui pengurangan kemiskinan. Peran Agroindustri dalam mengurangi kemiskinan dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Secara langsung pembangunan sektor agroindustri dan sektor pertaian akan meningkatkan produktivitas pertanian melalui penigkatan produktivitas faktor. Peningkatan produktivitas pertanian akan meningkatkan pendapatan petani dan lebih lanjut akan menurunkan kemiskinan. Sedangkan peran secara tidak langsung adalah melalui sektor nonpertanian. Pembangunan agroindustri pada awalnya akan mempengaruhi pertumbuhan sektor pertanian dan melalui keterkaitan sektor akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara agregat dan selanjutnya akan mempengaruhi kemiskinan (Simatupang & Purwoto 1990; Rusastra et al. 2005; Susilowati et al. 2007).

9.1.3 Pengelolaan dan Kelembagaan Kawasan Agropolitan.

Pengelolaan kawasan agropolitan di Kabupaten Probolinggo melalui kelembagaan integrasi vertikal yang dapat dalam bentuk Badan/Unit Pengelola Kawasan Agropolitan. Badan Pengelola sebaiknya bertanggungjawab kepada pemerintahan dan dikelola oleh tenaga profesional. Tugas Badan / Unit Pengelola Kawasan Agropolitan antara lain: a. Mempersiapkan master plan Pengembangan Kawasan Agropolitan b. Mensinkronkan, mensinergikan semua program/proyek dan investasi yang masuk kedalarn kawasan agropolitan c. Mengkoordinasikan para penyuluh dan pendamping lapangan. d. Menyampaikan permasalahan untuk dipecahkan oleh instansi terkait. e. Membuat laporan berkala dan insidentil kepada pemerintah. Dukungan kelembagaan pengelola pengembangan kawasan agropolitan yang merupakan bagian dari Pemerintah Daerah dengan fasilitasi Pemerintah Pusat.

Fasilitas instansi terkait di tingkat kawasan sebaiknya terkoordinasi dalam wadah Badan/Unit Pengelola Kawasan Agropolitan. Penanggungjawab fasifitas

(9)

dari instansi terkait dalam pengembangan Kawasan Agropolitan adalah seperti pada Tebel 34.

Tabel 34 Kegiatan pengembangan kawasan agropolitan

Kegiatan Pengembangan Kawasan Fasilitas Instansi Terkait

Penguatan kelembagaan inti (koperasi, asosiasi

kelompok tani/usaha, LKM) Dinas yang menangani koperasi dan usaha kecil menengah (UKM)

Budidaya komoditi unggulan dan diversifikasinya

(on farm) Dinas/Badan Lingkup Pertanian

Kegiatan off farm :

- Permodalan Dinas yang menangani koperasi dan UKM

- Pengolahan dan pemasaran hasil

- Sarana produksi - Dinas yang menangani Perindag - Dinas yang menangani Perindag

Penyuluhan dan pendampingan terpadu (pertanian, koperasi, KB, dai, industri, swasta, LSM) dengan wadah BPP atau Badan/Unit Pengelola Kawasan Agropolitan Pemberian konsultasi/pemecahan masalah

Instansi terkait ditingkat lapangan/kawasan dikoordinasi oleh Badan/Unit Pengelola Kawasan Agropolitan

Instansi terkait

Pendidikan SDM Kawasan Dinas yang menangani pendidikan (formal)

Prasarana dan sarana dasar untuk

pembangunan agribisnis Dinas yang menangani pekerjaan umum/prasarana wilayah

Kesehatan dan kelestarian lingkungan Dinas yang menangani kesehatan dan dinas yang menangani pariwisata.

Dalam pelaksanaan program agropolitan, masyarakat harus ditempatkan sebagai pelaku utama sedangkan pemerintah berperan memberikan fasilitasi dan pendampingan. Masyarakat diharapkan dapat terlibat dari perencanaan dan pengembangannya sehingga komitmen bersama antara masyarakat dan pemerintah dapat terwujud dan mendapatkan keberhasilan yang optimal.

Pembiayaan program agropolitan dilakukan oleh masyarakat, baik petani, pelaku penyedia agroinput, pelaku pengolah hasil, pelaku pemasaran dan pelaku penyedia jasa. Fasilitasi pemerintah melalui dana stimultans untuk mendorong Pemda dan masyarakat diarahkan untuk membiayai prasarana dan sarana yang bersifat publik dan strategis.

9.2 Analisis Dampak Pengembangan Agropolitan Berbasis Agroindustri

Menurut Nasution (1998); Rusastra et al. (2002); Hendriatno et al. (2005); Supriatna et al. (2005) keberhasilan pengembangan agropolitan akan memberikan dampak teknis dan ekonomis secara nyata terhadap pembangunan wilayah, dalam bentuk (a) Harmonisasi dan keterkaitan hubungan yang saling menguntungkan

(10)

antara daerah perdesaan dan perkotaan; (b) Peningkatan produksi, diversifikasi dan nilai tambah pengembangan agribisis yang dinikmati secara bersama-sama oleh masyarakat dalam kawasan pengembangan agropolitan; (c) Peningkatan pendapatan, pemerataan kesejahteraan, perbaikan penanganan lingkungan dan keberlanjutan pembangunan pertanian dan perdesaan; (d) Terjadi efisiensi pemanfaatan sumberdaya, peningkatan keunggulan komparatif wilayah, perdagangan antar daerah, dan pemantapan pelaksanaan desentralisasi pembangunan.

Analisis dampak menggunakan data yang diperoleh dari sistem pendukung keputusan intelijen yang dikembangkan dan telah divalidasi sebelumnya (lihat Bab VIII). Analisis terdiri dari: 1) Peningkatan nilai tambah komoditi pertanian, 2) Peningkatan keunggulan komparatif dan kompetitif komoditi pertanian, 3) Peningkatan lapangan kerja, 4) Peningkatan investasi dan kerjasama, 5) Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dan 6) Percepatan pembangunan perdesaan. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 35 di bawah ini.

Tabel 35 Prediksi kinerja agropolitan berbasis agroindustri di Kabupaten Probolinggo

Keterangan Prediksi Nilai

Kinerja pengembangan agroindustri etanol a. IRR

b. NPV c. PBP d. Nilai tambah

e. Peningkatan pendapatan daerah dari pajak f. Peningkatan jumlah tenaga kerja

- Tenaga kerja operasional pabrik - Tenaga kerja sementara konstruksi

20,92%

Rp. 225,549 Milyar 6,5 tahun

Rp. 704.35/kg jagung, atau Rp. 183,952 milyar/tahun

Rp. 25 milyar pada tahun pertama sd. Rp. 56 milyar pada tahun kesepuluh 150 orang

150 orang Kinerja usahatani

a. Peningkatan pendapatan petani b. Peningkatan efisiensi kapital c. Peningkatan pendapatan daerah d. Peningkatan jumlah tenaga kerja

Rp. 407.529.943,50/tahun 14,3 %

Rp. 990.297.762,70/tahun 87.103 orang

Kinerja pengembangan agropolitan

Pengembangan infrastruktur Meningkat Rp. 6,93 Milyar Pengembangan SDM

a. Fasilitasi pemerintah c. Pendapatan masyarakat d. Kesempatan kerja

Meningkat Rp. 10,89 Milyar (43%) Meningkat Rp. 245 Milyar / tahun Meningkat 87.400 orang (10%)

(11)

9.2.1 Peningkatan nilai tambah komoditi pertanian.

Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja (Hayami et al. 1987). Pembangunan agroindustri akan meningkatkan nilai tambah dari hasil-hasil pertanian dan menciptakan kesempatan kerja (Simatupang & Purwoto 1990; Hicks 1995; Rusastra et al. 2005; Susilowati

et al. 2007). Kegiatan agroindustri merupakan bagian integral dari pembangunan

sektor pertanian. Efek agroindustri mampu mentransformasikan produk primer ke produk olahan sekaligus budaya kerja bernilai tambah rendah menjadi budaya kerja industrial modern yang menciptakan nilai tambah tinggi (Suryana, 2005).

Pembangunan agroindustri bioetanol akan memberikan nilai tambah sebesar Rp. 704,35 per kg jagung atau Rp. 183,952 Milyar per tahun. Nilai tambah yang dihasilkan tersebut merupakan manfaat yang dapat secara langsung dirasakan oleh masyarakat di kawasan agropolitan. Nilai tambah yang besar tersebut sesuai dengan data pada BP2HP Deptan, (2001) yang menunjukkan peran agroindustri dalam perindustrian nasional pada tahun 2001 memiliki efek pengganda nilai tambah yang besar.

9.2.2 Peningkatan keunggulan komparatif dan kompetitif komoditi pertanian Keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial yang akan dicapai pada perekonomian yang tidak mengalami distorsi, sehingga aspek yang terkait adalah kelayakan ekonomi. Keunggulan kompetiif merupakan ukuran keunggulan pada kondisi ekonomi aktual, sehingga aspek yang terkait adalah kelayakan finansial (Simatupang 1991; Sudaryanto & Simatupang 1993).

Menurut Saptana et al. (2006), beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan untuk mewujudkan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif adalah kemitraan usaha yang dibangun harus mampu 1) meningkatkan aplikasi teknologi sehingga meningkatkan efisiensi dan produktivitas; 2) menjamin pemasaran dan kepastian harga melalui sistem kontrak sebelum tanam

(12)

atas perencanaan dan pengaturan produksi oleh perusahaan mitra berdasarkan dinamika pasar; dan 3) menghasilkan ikatan saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan melalui manajemen korporasi yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

Agroindustri Bioetanol dapat meningkatkan keunggulan komparatif komoditi jagung di Kabupaten Probolinggo karena industri ini menggunakan bahan baku yang berasal dari sumberdaya alam yang tersedia di kawasan tersebut. Pada saat ini produksi jagung tertinggi di Propinsi Jawa Timur adalah Kabupaten Probolinggo, sehingga keunggulan komparatif yang sudah dimiliki akan semakin meningkat dan dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan nilai tambah setinggi-tingginya.

Keunggulan kompetitif dapat diwujudkan dengan adanya pengelolaan kawasan agropolitan yang akan meningkakan efisiensi dan produktivitas produksi jagung. Agroindustri dapat memberikan pasar dan kepastian harga melalui perencanaan dan pengaturan oleh kelembagaan kawasan agropolitan. Pengelolaan agropolitan diharapkan juga akan menjaga ikatan saling membutuhkan dan kerjasama antara petani dan agroindustri.

9.2.3 Peningkatan lapangan kerja

Agroindustri bioetanol pada kawasan agropolitan di Kabupaten Probolinggo diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja baru terutama bagi pekerja di sektor pertanian. Pekerja pertanian menyerap sekitar 80 persen dari total angkatan kerja (BPS Kabupaten Probolinggo, 2009).

Jumlah Penduduk Kabupaten Probolinggo pada tahun 2008 adalah 1.092.036 jiwa dan sekitar 776 ribu orang diantaranya adalah penduduk usia kerja (Tabel 35). Jumlah angkatan kerja yang tidak tertampung adalah sekitar 200 ribu orang (25%). Jumlah angkatan kerja yang tidak tertampung akan berkurang hingga 87 ribu orang (10%).

(13)

Tabel 36 Jumlah Tenaga Kerja di Kabupaten Probolinggo (orang)

NO. URAIAN 2006 2007 2008

1. Angkatan Kerja 563.426 571.603 578.766 2. Angkatan Kerja Tertampung 518.132 517.536 522.772 3. Pencari Kerja 8.123 4.670 7.138 4. Penduduk Usia Kerja 763.303 774.381 776.035 5. Penduduk Bukan Usia Kerja 306.832 311.285 314.063

Menurut Iqbal dan Anugrah (2009) forum kemitraan mewadahi terjalinnya hubungan tanggungjawab antara pemerintah (aparat dan wakil rakyat), swasta (perusahaan, lembaga keuangan, pedagang, dan produsen), dan masyarakat

Sumber : BPS Kab Probolinggo, 2009

Peningkatan lapangan kerja tersebut diperoleh dari pendirian agroindustri bioetanol dan ekstensivikasi usaha tani jagung. Pendirian agroindustri bioetanol berkapasitas 30 juta galon per tahun, akan memerlukan tenaga kerja 150 orang tenaga kerja langsung dan tidak langsung pada pemrosesan ethanol dan 150 orang pekerja konsruksi sementara (Petrulis et al. 1993).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Haryanto et al (2008), diketahui bahwa nilai pengganda kesempatan kerja usaha tani jagung adalah 1,07 (Lampiran Analisis Dampak). Berdasarkan nilai tersebut maka diperoleh penambahan jumlah tenaga kerja adalah: Ekspansi lahan jagung * jumlah tenaga kerja / ha * indeks = 82955 ha * 15 * 0,07 = 87.103 orang tenaga kerja.

9.2.4 Peningkatan investasi dan kerjasama

Investasi dan kerjasama pendirian agroindustri dan lembaga pendukung lainnya sangat diperlukan dalam pengembangan agroindustri berbasis agroindustri ini. Berdasarkan pengelolaan dan kelembagaan agropolitan yang telah disusun (Tabel 33), maka diketahui pengembangan agropolitan melibatkan lintas sektoral dalam pemerintahan maupun masyarakat (swasta). Peningkatan kerjasama dan investasi dalam agroindustri akan berdampak lebih besar dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga, menurunkan tingkat kemiskinan dan memperbaiki distribusi pendapatan rumah tangga. Hal ini juga ditunjukkan oleh hasil penelitian yang dilakukan Susilowati et al. (2007).

(14)

(warga, LSM, dan lembaga pendukung lain). Forum kemitraan adalah lembaga pemangku kepentingan yang memiliki persamaan persepsi, jalinan komitmen, keputusan kolektif dan sinergi aktivitas.

9.2.5 Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat

Peran Agroindustri dalam mengurangi kemiskinan dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Secara langsung pembangunan sektor agroindustri dan sektor pertaian akan meningkatkan produktivitas pertanian melalui peningkatan produktivitas faktor. Peningkatan produktivitas pertanian akan meningkatkan pendapatan petani dan lebih lanjut akan menurunkan kemiskinan dan peran secara tidak langsung adalah melalui sektor non pertanian.

Pembangunan agroindustri pada awalnya akan mempengaruhi pertumbuhan sektor pertanian dan melalui keterkaitan sektor akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara agregat dan selanjutnya akan mempengaruhi kemiskinan. Komponen yang mempengaruhi produktivitas faktor diantaranya adalah kapital fisik, infrastruktur, sumberdaya manusia, pendidikan, penelitian dan pengembangan, kepadatan populasi perdesaan, serta perubahan teknologi (Susilowati et al. 2007).

Peningkatan pendapatan petani jagung pada kawasan agropolitan berbasis agroindustri di Kabupaten Probolinggo diperoleh melalui: 1) peningkatan produktivitas dan 2) perluasan lahan panen jagung. Peningkatan produktivitas dilakukan dengan peningkatan kualitas bibit, pelatihan dan pendampingan dalam teknologi pertanian, maupun pinjaman modal bagi petani. Dengan program peningkatan produktivitas maka jumlah produksi dan kualitas komoditi jagung yang dihasilkan petani akan meningkat dan selanjutnya akan meningkatkan pendapatan petani. Selain itu efisiensi kapital yang dimiliki petani diharapkan meningkat dengan baik sejalan dengan peningkatan produktivitas petani. Perluasan lahan panen jagung yang sesuai secara agroekologis dapat dicapai dengan adanya peningkatan kepastian harga jagung yang didukung oleh adanya industri bioetanol.

(15)

Peningkatan Pendapatan petani jagung setahun karena:

a. Prakiraan peningkatan produktivitas (luas lahan 61413 ha):

Jumlah produksi jagung sebelum peningkatan produktivitas – Jumlah produksi jagng setelah peningkatan produktivitas * harga jual jagung per kg

= (2.570.969,98-2.410.440,44) ton/tahun * Rp. 2.000,-/kg = Rp. 321.059.080,- /tahun

b. Prakiraan penambahan luas panen dengan mensubstitusi lahan komoditi lain Berdasarkan expert judgement pada model pemilihan komoditi unggulan yang telah dibangun, maka diperoleh skor pada kriteria tingkat pendapatan komoditi unggulan. Data tersebut digunakan untuk menghitung indeks peningkatan pendapatan yaitu penambahan keuntungan jika lahan yang digunakan merupakan lahan yang disubstitusi dari komoditi unggulan lainnya.

jumlah produksi berdasarkan ekspansi lahan * harga jual jagung * indeks peningkatan pendapatan

= 3.462.579,59 ton/tahun * Rp. 2000,-/kg jagung * 0,143 = Rp. 990.297.762,7/tahun

Menurut SIPUK BI (2010), B/C untuk usaha tani jagung adalah 1,43 sehingga keuntungan usaha tani jagung di kawasan Agropolitan Probolinggo adalah: (peningkatan pendapatan karena peningkatan produktivitas + peningkatan pendapatan karena substitusi komoditi) / (1+B/C)

= (Rp. 321.059.080,- /tahun + Rp. 990 297 762.7/tahun) / 2,43 = Rp. 407.529.943,50 / tahun

9.2.6 Percepatan pembangunan perdesaan.

Percepatan pembangunan perdesaan dapat dicapai dengan peningkatan pengembangan infrastruktur dan pengembangan sumberdaya manusia. Hal tersebut meningkat sejalan dengan meningkatnya pendapatan daerah. Berdasarkan data historikal alokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Probolinggo (Tabel 36), maka diketahui proporsi alokasi anggaran bagi pengembangan infrastruktur adalah sekitar 21 % (Rp. 6,93 Milyar) dan untuk pengembangan SDM (pendidikan) sekitar 33% (Rp. 10,89 Milyar). Selain

(16)

itu terdapat peningkatan pendapatan dari pajak sebesar Rp.25 milyar hingga Rp. 56 milyar/tahun yang akan membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan program pengembangan agropolitan seperti peningkatan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat khususnya petani, dll.

Diketahui pada rencana alokasi anggaran 2010 untuk peningkatan fasilitas pendidikan adalah Rp. 25 Milyar (Pemda Kabupaten Probolinggo, 2010), dengan bertambah Rp.10,89 Milyar artinya ada peningkatan anggaran hingga 43%. Walaupun alokasi anggaran pendidikan sangat tinggi, namun peningkatan pengembangan SDM diprediksi hanya berjalan sedang hingga baik. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi sosial budaya masyarakat di Kabupaten Probolinggo yang sebagian belum dapat menerima perubahan secara cepat karena latar belakang pendidikan relatif masih rendah.

9.3 Intervensi terbatas dari pemerintah

Dalam negara berkembang, keberadaan sumber daya terbatas sehingga pemerintah harus dapat mengelolanya seefisien mungkin. Pemerintah dapat melakukan intervensi dengan menetapkan suatu kebijakan terhadap berbagai barang. Hampir seluruh negara menggunakan sistem pasar bebas, namun pada saat pasar bebas tidak memberikan hasil yang positif bagi masyarakat, pemerintah dapat mengambil tindakan dan mengubahnya.

Itervensi terbatas pemeritah dapat diterapkan pada kawasan agropolitan agar berbagai jenis barang, khususya komoditi pertanian unggulan dan hasil olahannya, beredar dalam jumlah yang tepat. Hal ini dapat mengurangi pengaruh ketidakpastian kondisi perekonomian dalam fluktuasi harga dan perkembangan tingkat suku bunga.

Pemerintah dapat menstabilkan kondisi pasar dengan beberapa cara, antara lain: penetapan regulasi mengenai persaingan sehat oleh pemerintah, mengubah distribusi pendapatan dan kesejahtaraan dalam perekonomian nasional, meningkatkan skala ekonomis sehingga dapat menurunkan biaya, dan penetapan batas harga pasar tertinggi dan terendah. Selain itu insentif bagi usaha agroindustri perlu diterapkan misalnya dengan menentukan suku bunga lebih rendah bagi investasi di bidang agroindustri.

Gambar

Gambar 43 Tahapan perencanaan dan implementasi model pengembangan                                      agropolitan berbasis agroindustri
Gambar 44. Konfigurasi spasial kawasan pendukung dan pusat agropolitan
Tabel 32 Kondisi Jalan di Kabupaten Probolinggo (km)
Tabel 34 Kegiatan pengembangan kawasan agropolitan  Kegiatan Pengembangan Kawasan  Fasilitas Instansi Terkait  Penguatan kelembagaan inti (koperasi, asosiasi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa efektiviitas penggunaan aplikasi Wordwall dalam pembelajaran daring (Online) Matematika pada materi bilangan

Dari hasil wawancara dari Bapak Abdul Hafid (Kepala Desa Borong Pa’la’la) dan salah satu dari masyarakat, Peneliti menyimpulkan bahwa sudah sesuai dengan Indikator

Diperbolehkan bagi orang miskin yang menerima zakat dari seseorang dan telah melebihi kebutuhannya untuk juga membayar zakat bagi dirinya atau membayarkan zakat keluarganya

oksigen terlarut dari air. Membran yang digunakan adalah membran polipropilen hidrofobik dengan diameter : 0,2 cm. Transfer oksigen terlarut terjadi tiga tahap yaitu: transfer

Hasil ini juga relevan dengan hasil penelitian dari Basuki (2007) yang menggunakan TiO 2 yang disisipkan ke karbon aktif untuk mengurangi kandungan CO dan NO 2

Peneliti menggunakan insektisida yang berasal dari bagian tumbuhan yaitu berupa perasan daun kamboja ( Plumeria acuminata ) segar. Tujuan penelitian ini adalah

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Ditjen Cipta Karya selalu berlandaskan peraturan perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, antara lain

Segenap dosen beserta staf DIII Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya yang telah memberikan ilmu, bimbingan dan arahan selama dalam