• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN. Latar Belakang...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN. Latar Belakang..."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

i

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM i

HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI iii

HALAMAN KATA PENGANTAR iv

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN vii ABSTRAK viii ABSTRACT xi HALAMAN DAFTAR ISI xii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah... 4

Ruang Lingkup Masalah... 5

Orisinalitas Penelitian... 5 Tujuan Penelitian... 7 Tujuan Umum... 7 Tujuan Khusus... 7 Manfaat Penelitian... 7 Manfaat Teoritis... 7 Manfaat Praktis... 8 Landasan Teoritis... 8 Metode Penelitian... 24

(2)

ii

Jenis Penelitian... 25

Jenis Pendekatan... 25

Sumber Data... 27

Teknik Pengumpulan Data... 30

Teknik Analisis Data... 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Tentang Desa dan Kedudukanya…………... 33

Tinjauan Tentang Pemerintahan Desa………... 39

Tinjauan Tentang Keuangan Desa……… 46

BAB III PENGATURAN TAHAPAN DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA PengaturanTahapan Dalam Pengolaan Keuangan desa... 48

Kekuasaan dan Organisasi Pengelolaan Keuangan Desa... 53

BAB IV PELAKSANAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA YANG MELIPUTI PERENCANAAN, PELAPORAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DESA, DI DESA SANUR KAUH Perencanaan Keuangan Desa,,,... 58

Pelaksanaan APB Desa di Desa Sanur Kauh……… 61

Penataan Keuangan Desa di Desa Sanur Kauh………. 62

Laporan Keuangan Desa di Desa Sanur Kauh……….. 63

Pertanggungjawaban Keuangan Desa di Desa Sanur Kauh…. 64

(3)

iii Kesimpulan... 70 Saran... 71 DAFTAR PUSTAKA………. 72 RINGKASAN SKRIPSI

(4)

4

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Desa sebagai komunitas kecil yang terkait pada lokalitas tertentu baik

sebagai tempat tinggal dan juga dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat desa.1

Pengertian dari masyarakat itu sendiri adalah sekumpulan manusia yang saling berhubungan atau dengan istilah ilmiah yaitu saling berinteraksi sehingga dalam masyarakat tersebut akan terdapat kesepakatan yang telah ditentukan untuk bias ditaati dan dilaksanakan oleh setiap anggota masyarakat tersebut. Kesepakatan-kesepakatan yang sudah ada dalam masyarakat kemudian mendarah daging pada setiap warga negaranya sehingga membedakan antara masyarakat yang satu dengan

yang lain.2

Menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya disingkat UU Desa) menyatakan bahwa:

“Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakara masyarakat, hak asal usul dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia”

Desa diatur oleh aparat desa/sering disebut pemerintah desa dan pemerintah desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia. Lahirnya

1 Adisasmita, Rahardjo, 2010, Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan, Graha Ilmu,

Yogyakarta. h. 28.

2 Soerjono Soekanto, 2006, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Pers, h. 22.

(5)

5

Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Negara selaku induk pemegang kekuasaan di Negara Republik Indonesia memfasilitasi desa dengan sumber keuangan yang mengacu pada sistem keuangan negara yang dilihat dari beberapa sisi keuangan Negara.

Keuangan Negara dilihat sisi objek meliputi semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fisikal, moneter dan pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. ( lihat undang – undang nomor 17 tahun 2003 pasal 2 huruf g)

Keuangan negara dilihat dari sisi objek meliputi seluruh objek sebagaimana tersebut diatas yang dimiliki Negara, dan atau dikuasai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara dan dari segi proses keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan objek sebagaimana tersebut diatas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggung jawaban. Sedangkan dari sisi tujuan, keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek sebagaimana tersebut diatas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.

Pembangunan daerah dan desa menjadi salah satu agenda utama pemerintahan Indonesia untuk membangun dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka kesatuan. Hal tersebut sekiranya selaras

(6)

6

dengan kebijakan yang sudah dijalankan pemerintah terkait pola hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, dimana sejak 1 Januari 2001 Indonesia resmi mengimplementasikan pola otonomi daerah dari sisi kewenangan serta desentralisasi fisikal dari sisi keuangannya. Kebijakan tersebut didasarkan kepada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang sudah direvisi menjadi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Desa dalam prakteknya, membutuhkan sumber keuangan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 pasal 1 sebagaimana disebutkan bahwa “Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa dan aset desa adalah barang milik desa yang berasal dari kekayaan asli desa, dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja desa atau perolehan hal lainnya yang sah”.

Keuangan desa tersebut nantinya akan digunakan untuk tujuan-tujuan mensejahterakan masyarakat desa sehingga dibutuhkan pengelolaan yang baik oleh para aparatur desa. Pasal 1 angka 7 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa (Permendagri tentang Pengelolaan Keuangan Desa) mengatur bahwa pengelolaan keuangan desa merupakan “Keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatusahaan, pelaporan, dan pertanggung jawaban keuangan desa.”. Proses-proses

(7)

7

tersebut harus dijadikan acuan setiap desa dalam mengelola keuangan desa agar bisa dipertanggung jawabkan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.

Sanur Kauh merupakan salah satu Desa di Denpasar Bali yang saat ini sedang melaksanakan pembangunan dan pemberdayaan. Sumber-sumber anggaran pendapatan dan belanja di Desa Sanur Kauh telah ditetapkan dalam Peraturan Desa Nomor 03 Tahun 2016 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Tahun Anggaran 2016, anggaran pendapatan yang diterima serta pengeluaran yang dilakukan harus ditunjang oleh pengelolaan keuangan yang baik melalui tahapan-tahapan yang sudah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, sehingga dengan pengelolaan yang baik terhadap keuangan desa akan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sanur Kauh.

Berdasarkan hal di atas menimbulkan dorongan terhadap penulis untuk mengkaji lebih dalam terkait pengelolaan keuangan desa di Sanur Kauh apakah sudah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Penulis tertarik untuk meneliti skripsi dengan judul “Aspek Yuridis Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Desa Di Desa Sanur Kauh.”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tentang tinjauan pengelolaan keuangan desa di Desa Sanur kauh, permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaturan terkait dengan tahapan pengelolaan keuangan

(8)

8

2. Bagaimanakah pelaksanaan pengelolaan keuangan Desa yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan

pertanggungjawaban keuangan desa, di Desa Sanur Kauh?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan dan untuk mendapatkan pembahasan yang sistematis dan tidak menyimpang dari permasalahan yang ada, maka berikut ini disampaikan batasan ruang lingkup permasalahannya. Pembahasan mengenai permasalahan tersebut di atas hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan pokok saja, yaitu: pertama, mengenai peraturan perundang-undangan yang mengatur tahapan-tahapan dalam pengelolaan keuangan desa. Kemudian, penelitian ini membatasi pembahasan hanya pada tahapan-tahapan dalam pengelolaan keuangan desa di desa Sanur Kauh.

1.4. Orisinalitas penelitian

Berdasarkan informasi serta penelusuran kepustakawanan, sepanjang yang diketahui dari hasil-hasil penelitian yang sudah ada maka belum ada penelitian yang menyangkut masalah “Aspek Yuridis Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Desa Di Desa Sanur Kauh. Adapun penulisan penelitian yang berkaitan dengan penulisan penelitian ini antara lain:

(9)

9

No Identitas Rumusan Masalah

1 Nama : Persada Alief Panugroho

Ilhami

Tempat : Universitas Negeri Semarang

NIM :8111410114

Judul : Peran Pemerintah Desa Kedungkelor Kecamatan Warureja Kabupaten Tegal Dalam

Pengelolaan Keuangan Desa

1. Bagaimana peran Pemerintah Desa Kedungkelor Kecamatan Warureja Kabupaten Tegal dalam pengelolaan keuangan desa?

2. Bagaimana langkah percepatan Pemerintah Desa Kedungkelor Kecamatan Warureja

Kabupaten Tegal mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam pengelolaan keuangan desa?

2. Nama : Harnadi

Tempat : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

NIM :10800112073

Judul : Analisis Transparansi Dan Akuntabilitas Pengelolaan

Keuangan Desa Dalam Pengembanga Ekonomi Desa

1. Bagaimana pengelolaan keuangan desa yang

mewujudkan transparan dan akuntabel?

2. Bagaimana transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa yang

meningkatkan perkembangan ekonomi?

(10)

10

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam penulisan sebuah skripsi, sehingga nantinya hal yang akan dihasilkan merupakan suatu karya yang dapat dipertanggungjawabkan. Adapun tujuan penulisan dapat digolongkan kedalam 2 aspek, antara lain:

a. Tujuan Umum

Tujuan umum penulisan skripsi ini adalah untuk mengamalkan Tri Dharma perguruan Tinggi khususnya penelitian.

b. Tujuan Khusus

Selain tujuan umum, penulisan skripsi ini mempunya tujuan khusus, yaitu: 1. Untuk mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai pengelolaan

Keuangan Desa di desa Sanur Kauh.

2. Untuk mengetahui dan memamahi lebih mendalam apakah tahapan-tahapan pengelolaan dana desa di Desa Sanur Kauh telah mengacu pada peraturan perundang undangan.

1.6. Manfaat Penulisan

Setiap penulisan selalu diharapkan dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak adapun manfaat dari penulisan ini adalah :

1. Manfaat teoritis

Dari penulisan skripsi ini, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu Hukum Administrasi Negara, khususnya mengenai tahapan - tahapan dalam pengelolaan keuangan desa di Desa Sanur Kauh.

(11)

11

Selain itu penulisan skripsi ini diharapkan juga dapat menambah pemahaman dan dapat menjadi masukan bagi mahasiswa untuk menerapkan teori-teori yang diperoleh dalam perkuliahan pada kondisi yang sebenarnya dilapangan terutama dalam tinjauan pengelolaan keuangan desa. Diharapkan agar hasil penulisan ini dapat menjadi referensi sebagai acuan penulisan lain pada masa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan karya ilmiah dari penulis kepada masyarakat, pemerintah serta para penegak hukum dalam perkembangan Hukum Administasi Negara dan bermanfaat sebagai bahan acuan peneliti yang lain pada masa yang akan datang.

1.7. Landasan Teoritis

Landasan teoritis adalah upaya mengtidentifikasi teori hukum umum/teori khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum, norma-norma dan lain-lain yang akan di pakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian. Dalam setiap penulisan harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, oleh karena ada hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan

kegiatan pengumpulan data dan penglohan data, analisis, serta konstruksi data.3 Ini

penting, untuk memberikan argumentasi yang meyakinkan bahwa kajian yang dilakukakan ilmiah atau paling tidak memberikan gambaran bahwa kajian tersebut sudah memenuhi standar teoritis sesuai bidang ilmu yang menjadi objek kajian,

3Fakultas Hukum, 2009, Buku Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana,

(12)

12

terutama terkait dengan permasalahan pada tahapan pengelolaan keuangan Desa di Desa Sanur Kauh. Sebelum mengemukakan asumsi terhadap permasalahan, maka terlebih dahulu dikemukakan pendapat para ahli yang relevan dengan masalah yang diteliti. Penelitian ini menggunakan 2 landasan teoritis sebagai “pisau” analisis yaitu teori negara hukum dan teori kewenangan

a. Konsep Negara Hukum

Negara Indonesia merupakan Negara Hukum. Konsep negara hukum yang dianut oleh Indonesia banyak dipengaruhi paham Eropa Kontinental. Hal ini dapat dipahami karena Indonesia adalah bekas jajahan Belanda yang membawa pengaruh

konsep negara hukum Eropa Kontinental.4

Sebelum membahas konsep negara hukum lebih konprehensif, ada baiknya mengetahui pengertian negara terlebih dahulu. Pengertian negara menurut beberapa ahli:5

- Menurut Plato, Negara adalah suatu tubuh yang senantiasa tampak maju, berkembang sebagaimna layaknya orang-orang(manusia).

- Menurut Aristoteles, Negara adalah persekutuan dari keluarga dan desa guna memperoleh hidup yang sebaik-baiknya.

- Menurut Logeman, Negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang penuh kewibawaan.

- Menurut Bellefroid, Negara adalah suatu masyarakat persekutuan hukum yang menempati suatu wilayah tertentu yang dilengkapi dengan kekuasaan tertinggi untuk urusan kepentingan umum.

- Menurut Immannuel Kant, Negara adalah organisasi yang dijamin terlaksananya kepentingan umum, warga negara di lingkungan hukum dalam batas norma yang telah ditetapkan undang-undang sebagai kemauan bersama.

4H. Iriyanto A. Baso Ence, 2008, Negara Hukum & Hak Uji Konstitusionalitas Mahkamah

Konstitusi, PT. Alumni, Bandung , h. 31

(13)

13

Menurut Dipolo, Negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang berdaulat yang dengan tata pemerintahan melaksanakan tata tertib atau suatu umat di suatu daerah tertentu. Bagaimana bentuk dan coraknya, negara selalumerupakan organisasi kekuasaan. Organisasi kekuasaan ini selalu mempunyai tata pemerintahan dan tata pemerintahan ini selalu melaksanakan tata tertib atas suatu

umat di daerah tertentu.6

Negara Hukum secara etimologi berasal dari bahasa asing yaitu Rechstaat(Bahasa Belanda)yang dikenal oleh negara-negara yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental, dan Rule of Law (Bahasa Inggris) yang dikenal oleh negara-negara yang menganut sistem Anglo Saxon. Istilah rechtstaat yang diterjemahkan sebagai negara hukum menurut Philipus M. Hadjon mulai populer

di Eropa sejak abad ke-19, meski pemikiran tentang hal itu telah lama ada.7

Utrecht membedakan antara Negara Hukum Formil atau Negara Hukum

Klasik, dan Negara Hukum Materiel atau Negara Hukum Modern.8 Negara Hukum

Formil menyangkut pengertian hukum yang bersifat formil dan sempit, yaitu dalam arti peraturan perundang-undangan tertulis. Sedangkan yang kedua, yaitu Negara Hukum Materiil yang lebih mutakhir mencakup pula pengertian keadilan di dalamnya. Negara hukum ialah negara yang seluruh aksinya didasarkan dan diatur oleh Undang-Undang yang telah ditetapkan semula dengan bantuan dari badan

pemberi suara rakyat.9 Jadi Negara Hukum merupakan negara yang berdasarkan

6Max Boli Sabon, dkk, 1992, Ilmu Negara Buku Panduan Mahasiswa, PT.Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta, h. 25.

7 Philipus M. Hadjon, 1996, Kedaulatan Rakyat, Negara Hukum dan Hak-Hak Asasi

Manusia, Media Pratama, Jakarta, h. 72. (selanjutnya disingkat Philipus M. Hadjon I)

8Utrecht, 1962, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Ichtiar, Jakarta, h. 9. 9Sudargo Gautama, 1973, Pengertian Tentang Negara Hukum, Alumni,Bandung, h. 13.

(14)

14

hukum yang sedang berlaku atau hukum positif yaitu undang-undang yang berisi tentang norma-norma, guna mengatur warganya dalam bertingkah laku dan berperilaku agar menjamin kesejahteraan dan ketertibanbagi seluruh warganya. Menurut Sri Soemantri, tidak ada suatu negara pun di dunia ini yang tidak mempunyai konstitusi atau undang-undang dasar. Negara dan konstitusi merupakan

dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.10

Bilamana Sri Soemantri Martosoewignjo, memberikan ciri negara hukum yang berdasarkan Pancasila, maka Philipus M Hadjon lebih tegas lagi dengan memberikan ciri negara hukum Pancasila, bukan lagi negara hukum yang berdasarkan atas Pancasila. Ciri negara hukum Pancasila menurut Philipus M Hadjon adalah sebagai berikut:

a. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan;

b. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaankekuasaan negara; c. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan

sarana terakhir;

d. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.11

Indonesia merupakan Negara Hukum, dapat dilihat melalui Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat menjadi UUD NRI 1945) menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Dengan penegasan itu,maka mekanisme kehidupan perorangan, masyarakat, dan negara diatur oleh hukum (tertulis maupun tidak tertulis). Artinya baik anggota masyarakat maupun pemerintah wajib

10Sri Soemantri, 1987, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Alumni, Bandung, h.

2-3.

11Philipus M Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia, PT.Bina

(15)

15

mematuhi hukum tersebut.12 Negara Hukum Eropa Kontinental yang dianut oleh

Indonesia dipelopori oleh Immanuel Kant yang memiliki tujuan menjamin kedudukan hukum dari individu-individu di dalam masyarakat. Unsur-unsur Negara Hukum menurut Freidrich Julius Stahl yang diilhami oleh Immanuel Kant adalah:

1. Berdasarkan dan menegakkan hak-hak asasi manusia;

2. Untuk dapat melindungi hak asasi dengan baik maka penyelenggaraan negara berdasarkan trias politica;

3. Pemerintahan berdassarkan Undang-Undang;

4. Apabila pemerintahan yang berdasarkan Undang-Undang masih dirasa melanggar hak asasi manusia maka harus diadili dengan peradilan

administrasi.13

Plato dan Aristoteles merupakan penggagas dari pemikiran Negara hukum. Menurut Aristoteles, yang memerintah dalam suatu Negara bukanlah manusia, melainkan pikiran yang adil dan kesusilaanlah yang menentukan baik atau buruknya suatu hukum. Menurut Aristoteles, suatu Negara yang baik ialah Negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum. Dapat dikatakan bahwa Negara Hukum atau rechtstaat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Adanya Undang-undang Dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat;

2. Adanya pembagian kekuasaan Negara ;

3. Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.

Selain ciri-ciri tersebut, Bagir Manan juga mengemukakan unsur-unsur dari negara hukum yaitu terdiri dari :

12Baharudin Lopa, 1987, Permasalahan Pembinaan Dan Penegakan Hukum DiIndonesia,

Bulan Bintang, Jakarta, h.101

(16)

16

1. Ada UUD 1945 sebagai peraturan tertulis yang mengatur hubungan antara pemerintah dan warganya.

2. Ada pembagian kekuasaan (machtenscheiding) yang secara khusus menjamin suatu kekuasaan kehakiman yang merdeka.

3. Ada pemencaran kekuasaan negara atau pemerintah (spreading van de staatsmacht).

4. Ada jaminan terhadap hak asasi manusia.

5. Ada jaminan persamaan dimuka hukum dan jaminan perlindungan hukum.

6. Ada asas legalitas, pelaksanaan kekuasaan pemerintah harus didasarkan

atas hukum (undang-undang).14

Unsur-unsur negara hukum di atas menyatakan adanya asas legalitas. Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum

terutama bagi negara-negara hukum dalam sistem Kontinental15. Asas Legalitas itu

sendiri juga dipakai dalam ilmu Hukum Administrasi Negara, “Dat he bestuur aan de wet is onderwopen”16 yang memiliki arti “bahwa pemerintahh tunduk kepada undang-undang” atau “Het legaliteits beginsel houdt in dat alle (algemene) de burgers bindende bepalingen op de wet moeten berusten”17yang berarti “asas

legalitas menentukan bahwa semua ketentuan yang mengikat warga negara harus didasarkan pada undang-undang.”

b. Teori kewenangan

14Bagir Manan; 1994, Hubungan Antara Pusat Dan Daerah Menurut UUD 1945,Pustaka

Sinar Harapan, Jakarta, h.35

15Ridwan HR, Op.cit, h. 90

16H.D. Stout, 1994, De Betekenissen van de Wet, W.EJ. Tjeenk, Zwolle, h.28 17Ibid, h.23

(17)

17

Teori kewenangan mengemukakan bahwa aparat pemerintahan Indonesia mendapatkan wewenang dalam melakukan tindakan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan, hal ini dikarenakan Indonesia merupakan Negara Hukum. Menurut Indroharto, tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, segala macam aparat pemerintah tidak akan memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan atau posisi

hukum warga masyarakatnya18. Philipus M. Hadjon mengemukakan wewenang

(bevoegdheid) dideskripsikan sebagai kekuasaam hukum (rechtsmacht). Jadi dalam

konsep hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan.19 Kewenangan itu

sendiri menimbulkan hak dan kewajiban, dimana aparat pemerintah dapat melakukan tindakan hukum tertentu yang menimbulkan akibat hukum. Menurut Philipus M. Hadjon bahwa keabsahan tindakan Pemerintahan diukur melalui aspek wewenang, prosedur, dan substansi. Aspek wewenang itu sendiri memiliki 3 (tiga)

komponen, yaitu20:

1. Komponen pengaruh, ialah bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subyek hukum.

2. Komponen dasar hukum, menyatakan bahwa wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya.

3. Komponen konformitas hukum, mengandung makna adanya standar wewenang yaitu standar umum (semua jenis wewenang) dan standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu).

18Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha

Negara, Pusat Sinar Harapan, Jakarta, h. 83

19Philipus M. Hadjon, 1997, Tentang Wewenang, Majalah Yuridika Fakultas Hukum

UNAIR No.5&6 Tahun XII Edisi September – Desember, Surabaya , h.1 (selanjutnya disingkat Philipus M. Hadjon II)

20Philipus M. Hadjon, 2010, Hukum Administrasi dan Good Governance,

(18)

18

Kewenangan pejabat pemerintah dapat diperoleh dengan 3 (tiga) cara yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Mengenai sumber kewenangan atau cara memperoleh wewenang itu sendiri dalam kepustakaan Hukum Administrasi, menurut Philipus M. Hadjon dikemukakan melalui 2 (dua) cara utama yakni diperoleh secara atribusi dan delegasi, sedangkan mandat dikemukakan sebagai

cara tersendiri untuk memperoleh wewenang.21 Tidak ada kekuasaan tanpa

kewenangan, dan tidak ada kewenangan tanpa undang-undang yang mengaturnya. Pilar utama negara hukum yaitu asas legalitas (legaliteits beginselen atau wetmatigheid van bestuur). Atas dasar prinsip tersebut, maka wewenang

pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan.22 Perolehan wewenang

pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu atribus, delegasi, dan mandat.

a. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh perundang-undangan sebagai pencipta wewenang kepada organ pemerintahan. Organ pemerintahan tersebut memiliki tanggung jawab sepenuhnya atas wewenang yang diberikan berdasarkan undang-undang.

b. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari organ pemerintahan yang satu kepada organ pemerintahan lainnya atau dengan kata lain penyerahan wewenang dari delegans (pemberi delegasi) kepada delegataris (penerima delegasi). Terjadinya pelimpahan wewenang menyebabkan tanggungjawab penuh berada pada delegataris atau penerima delegasi.

c. Mandat; mandat terjadi ketika suatu organ pemerintahan memberikan izin untuk menjalankan kewenangannya oleh organ lain atas namanya. Perolehan wewenang berdasarkan mandat tidak memberikan tanggung jawab terhadap penerima mandat karena mandat hanya perwakilan wewenang tanpa ada perpindahan wewenang, jadi tanggung jawab tetap melekat pada organ pemerintahan pemberi mandat.

21 Philipus M. Hadjon II, Op.cit, h. 2 22H. Muh. Jufri Dewa, Op.cit, h. 78

(19)

19

Mengenai atribusi dan delegasi disebutkan “Bij attributie gaat het om het toekennen van een nieuwe bevoegdheid; bij delegatie gaat het om het overdragen van een reeds bestaande bevogdheid”23 artinya atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang baru, sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada. Penerima wewenang memperoleh wewenang melalui organ yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Melalui atribusi penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada, dengan syarat adanya tanggung jawab dari atributaris (penerima atribusi). Menurut Indroharto, legislator yang berkompeten untuk

membeikan atribusi wewenang itu dibedakan antara:24

1. Pertama, Yang berkedudukan sebagai original legislator; di negara Indonesia pada tingkat pusat adalah MPR sebagai pembentuk konstitusi (konstituante) dan DPR bersama-sama Pemerintah sebagai yang melahirkan suatu undang-undang, dan di tingkat daerah adalah DPRD dan Pemerintah Daerah yang melahirkan Peraturan Daerah.

2. Kedua, Yang bertindak sebagai delegated legislator: seperti Presiden yang berdasarkan pada suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan Peraturan Pemerintah di mana diciptakan wewenang-wewenang pemerintahan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.

Dalam kajian Hukum Administrasi Negara, mengetahui sumber dan cara memperoleh wewenang organ pemerintahan ini penting karena berkenaan dengan pertanggungjawaban hukum dalam penggunaan wewenang tersebut, seiring dengan salah satu prinsip dalam negara hukum; “geen bevoegdheid zonder verantwoordelijkheid atau there is no authority

23F.A.M. Stroink en J.G. Steenbeek, 1985, Inleiding in het Staats-en Administratief Recht.

Samson H.D. Tjeenk Willink, Alphen aan den Rijn, h. 40

(20)

20

without responsibbility” (tidak adda kewenangan tanpa pertanggungjawaban). Setiap pemberi kewenangan kepada pejabat pemerintahan tertentu, tersirat di dalamnya pertanggungjawaban dari

pejabat yang bersangkutan.25Sehingga muncul asas tidak ada kewenangan

tanpa pertanggungjawaban yang menyebabkan seluruh pejabat

pemerintahan harus bisa mempertanggungjawabkan setiap tugas dan kewenangan yang diemban.

c Prinsip-Prinsip Good Governance dan Good Financial Governance

Sebelum mengkaji lebih jauh pengertian good governance, ada baiknya ditelusuri terlebih dahulu pengertian governance, karena pengertian governance sendiri sangat luas dan terkadang dikaburkan dengan pengertian government. Pengertian governance dalam kaitannya dengan kegiatan pemerintah dipaparkan oleh IMF dan World Bank. Governance diartikan sebagai berikut:

governance as an compassing the state institutional arrangement; the processes for formulating policy, decision making, and implementation; information flows within government; and the overall relationship between citizen and government.26

Dapat dipahami dalam konteks kegiatan pemerintah (Negara) maka governance mencakup seluruh lembaga negara yang bertugas untuk merancang kebijaksanaan,

25Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 89/PUU-XIII/2015, h. 123, lihat juga pada

Ridwan HR, op.cit, h. 105

26 Ngaire Wood, The Challenge of Good Governance for the IMF and World Bank

Themselves, paper diterbitkan International Monetary and Financial Issues for the 1990, UNDP

(21)

21

pembuatan keputusan dan penerapannya, arus informasi di dalam pemerintahan dan juga mencakup seluruh hubungan antara pemerintah dan warga Negara. Bila dicermati pengertian tersebut menekankan pada aktivitas pemerintah (government) dalam penyelenggaraan urusan Negara. Bila dikaitkan dengan unsur pemerintah, maka governance bermakna sebagai pemerintahan. Dari uraian tersebut di atas secara singkat menyiratkan bahwa pengertian government dan governance memiliki perbedaan yang mendasar. Adapun perbedaan kata government dan governance dapat diamati dalam uraian yang diberikan oleh Sadu Wasistiono dalam bentuk tabel dengan 6 (enam) unsur pembanding, sebagai berikut:

Tabel 10: Perbandingan Istilah Government dan Governance:27 No Unsur

Perbandingan

Kata Government Kata Governance

1 Pengertian Dapat berarti

badan/lembaga atau fungsi yang dijalankan oleh suatu organ tertinggi dalam suatu negara

Dapat berarti cara, penggunaan atau pelaksanaan.

2 Sifat Hubungan Hierarki, dalam arti yang

memerintah berada di atas, sedangkan warga negara yang diperintah ada di bawah

Heterarkis, dalam arti ada kesetaraan

kedudukan dan hanya berbeda dalam fungsi.

3 Komponen yang

terlibat

Sebagai subyek hanya ada satu yaitu institusi pemerintahan

Ada tiga komponen yang terlibat yaitu:

1. Sektor Publik

2. Sektor Swasta

3. Masyarakat

4 Pemegang Peran

Dominan

Sektor pemerintah Semua memegang

peran sesuai dengan fungsinya masing-masing.

5 Efek yang

diharapkan

Kepatuhan warga negara Partisipasi warga

negara

27 Sadu Wasistiono, 2003, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, ed. II,

(22)

22

6 Hasil akhir yang

diharapkan

Pencapaian tujuan negara melalui kepatuhan warga negara

Pencapaian tujuan negara dan tujuan masyarakat melalui partisipasi sebagai warga negara maupun sebagai warga

masyarakat. Sumber: Sadu Wisistiono, 2003.

Mencermati pembedaan tersebut dapat dipahami bahwa kata governance

mengandung pengertian aktif (action)28 sesuai dengan pengertian pemerintahan

dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (lihat juga Undang-Undang No. 23 Tahun 2014). Pengertian pemerintahan lebih luas maknanya dengan pemerintah, karena penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak hanya dilakukan oleh unsur pemerintah (eksekutif), tetapi juga oleh DPRD (legislatif).

Dari berbagai pengertian good governance, dapat disimpulkan bahwa, wujud good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga kesinergisan interaksi

yang konstruktif di antara domain negara (publik), sektor swasta dan masyarakat.29

Seperti halnya governance, good governance juga bervariasi pengertiannya. Wairocana dalam disertasinya mengelompokkan pengertian good governance menjadi 3 (tiga) yang dilihat dari sudut masalah. Di antaranya kelompok yang menekankan pada supremasi hukum atau rule of law, kelompok yang menekankan

28 I Gusti Ngurah Wairocana, Op. cit., Hlm. 7.

29 Sedamaryanti, 2007, Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) dan Good

Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan yang Baik), Penerbit CV. Bandar Maju, Bandung,

(23)

23

pada aspek ekonomi khususnya manajemen pembangunan dan kelompok yang

menekankan pada sinergi tiga pilar good governance.30

Prinsip-prinsip good governance di sini adalah prinsip-prinsip hukum (legal principles) dalam hukum administrasi yang merupakan genus dari prinsip-prinsip yang lain, seperti genus dari Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik/General principles of proper administration, Asas-asas Pemerintahan berdasarkan HAM/Principles of Human Right Administration, Asas-asas Partisipasi Publik dalam Pemerintahan/Principles of Public Participation Administration. Peranannya dalam hukum administrasi negara adalah prinsip-prinsip good governance aplikabel dalam different legal contexts by different institutions and instrument.31

Beberapa Peraturan Perundang-undangan serta lembaga-lembaga dan asosiasi-asosiasi yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan telah mengatur prinsip-prinsip good governance, sebagaimana diuraikan berikut ini: Tabel 2: Asas-asas Good Governance Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi

dan Nepotisme (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,

Tambahan Lembaran Negara Negara Republik Indonesia Nomor 3851).

No Asas-asas Penjelasan

1 Kepastian Hukum Mengutamakan landasan peraturan

perundang-undangan, kepatutan, dan

keadilan dalam setiap kebijakan

penyelenggaraan negara.

2 Tertib Penyelenggaraan

Negara

Mengutamakan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian dan penyelenggaraan negara.

30 I Gusti NgurahWairocana, Op.cit., Hlm. 8-9.

31 Khrisna D. Darumurti, 2012, Kekuasaan Diskresi Pemerintah, Penerbit PT. Citra Aditya

(24)

24

3 Kepentingan Umum Mendahulukan kesejahteraan umum

dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

4 Keterbukaan Membuka diri terhadap hak masyarakat

untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara.

5 Proporsionalitas Mengutamakan keseimbangan antara

hak dan kewajiban penyelenggaraan negara.

6 Profesional Mengutamakan keahlian yang

berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7 Akuntabilitas Setiap kegiatan dan hasil akhir dari

kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada

masyarakat atau rakyat sebagai

pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tabel 3: Asas Good Governance Menurut Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250).

No Asas-asas 1 Kepastian Hukum 2 Keterbukaan 3 Akuntabilitas 4 Kepentingan Umum 5 Proporsionalitas

Tabel 4: Asas-asas Good Governance Pasal 58 Tentang Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah menurut Undang-undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).

No Asas-asas

1 Kepastian Hukum

(25)

25 3 Kepentingan Umum 4 Keterbukaan 5 Proporsionalitas 6 Profesionalitas 7 Akuntabilitas 8 Efisiensi 9 Efektivitas 10 Keadilan

Tabel 15: Asas-asas Good Governance Pasal 4, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan: a. kepentingan umum;

b. kepastian hukum; c. kesamaan hak;

d. keseimbangan hak dan kewajiban; e. keprofesionalan;

f. partisipatif;

g. persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; h. keterbukaan;

i. akuntabilitas;

j. fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; k. ketepatan waktu; dan

l. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

Dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan, badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam menggunakan wewenang harus mengacu pada asas-asas umum pemerintahan yang baik dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka diundangkan Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. Pada Pasal 10 mengatur bahwa:

(1) AUPB yang dimaksud dalam Undang-Undang ini meliputi asas: a. kepastian hukum;

b. kemanfaatan; c. ketidakberpihakan; d. kecermatan;

e. tidak menyalahgunakan kewenangan; f. keterbukaan;

(26)

26 h. pelayanan yang baik.

(2) Asas-asas umum lainnya di luar AUPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterapkan sepanjang dijadikan dasar penilaian hakim yang tertuang dalam putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Pengaturan Administrasi Pemerintahan dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 menjamin bahwa Keputusan dan/atau Tindakan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan terhadap Warga Masyarakat tidak dapat dilakukan dengan semena-mena. Dengan Undang-Undang ini, Warga Masyarakat tidak akan mudah menjadi objek kekuasaan negara. Selain itu, Undang-Undang ini merupakan transformasi AUPB yang telah dipraktikkan selama berpuluh-puluh tahun dalam penyelenggaraan Pemerintahan, dan dikonkretkan ke dalam norma hukum yang mengikat.

Diperkenalkannya prinsip-prinsip good governance juga mempengaruhi pengaturan mengenai penerapan kaidah-kaidah terbaik (best practices) dalam

pengelolaan keuangan negara,32 yang sering diistilahkan dengan good financial

governance.

Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Pasal Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa:

“Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.”

Pasal tersebut menegaskan bahwa penyelenggara Negara wajib mengelola keuangan Negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,

32 Riawan Tjandra, 2009, Hukum Keuangan Negara, Penerbit PT Gramedia Widiasarana

(27)

27

ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaan yang dimaksud pada Pasal 3 Ayat (1) tersebut mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan, dan pertanggung jawaban.

1.8. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan uraian teknis yang digunakan dalam penelitian. Menurut Peter R. Senn, metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui

sesuatu dengan menggunakan langkah-langkah yang sistematis.33 Metode juga

dapat diartikan sebagai teknik dan prosedur pengamatan dan percobaan yang menyelidiki alam yang digunakan oleh ilmuwan untuk mengolah fakta-fakta, data, dan penafsirannya sesuai dengan asas-asas dan aturan-aturan tertentu. Penelitian merupakan pencerminan secara konkrit kegiatan ilmu dalam memproses ilmu pengetahuan. Penelitian memegang peranan yang sangat penting dalam memberikan fondasi terhadap setiap tindakan dan pengambilan keputusan dalam segala aspek. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan tertentu.34

Metode penelitian ini meliputi, jenis penelitian, sifat penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik pengumpulan sampel penelitian, serta pengolahan dan analisis data. Berikut uraiannya:

33Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, hlm.

3.

(28)

28

a. Jenis penelitian

Mengingat penelitian hukum yang dilakukan dapat dikualifikasikan sebagai peneliti yuridis empiris maka penelitian ini beranjak dari adanya kesenjangan antara das solen dengan das sein. Kesenjangan yang dijumpai anatar teori dengan dunia realita, kesenjangan anatara keadaan teoritis dengan fakta hukum, dan atau adanya situasi ketidaktahuan yang dikaji untuk pemenuhan kepuasan akedemik.

Hal ini berarti bahwa penelitian ilmu hukum dengan menggunakan pendekatan dari aspek empiris bertumpu pada sifat hukum yang nyata atau sesuai

dengan kenyataan yang hidup dalam masyarakat.35

Penelitian yuridis empiris adalah penelitian dengan melakukan pengamatan di lapangan dimana penelitian tersebut kemudian dibandingkan dengan konsep-konsep yang terdapat di dalam bahan-bahan pustaka yang digunakan dan peraturan perundang-undangan sebagai dasar hukum dalam memecahkan masalah. Penelitian yuridis empiris ini tidak hanya sebatas mempelajari pasal-pasal perundang-undangan dan pendapat para ahli untuk kemudian diuraikan, tetapi juga menggunakan bahan yang sifatnya normatif dalam rangka mengolah dan menganalisa data-data dari lapangan yang disajikan sebagai pembahasan.

b. Jenis pendekatan

Pada penelitian ini menggunakan 2 jenis pendekatan yaitu:

35 Hilman Hadikusuma H, 1995, Metode Pembuatan Kertas atau Skripsi Ilmu Hukum, CV.

(29)

29

1) Pendekatan Perundang-undangan (The Statue Approach).

Pendekatan undang-undang (statute apparoach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Bagi penelitian untuk kegiatan praktis, pendekatan undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang yang lainnya dan undang-undang Dasar dengan undang-undang Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan isu yang dihadapi. Bagi penelitian untuk kegiatan akademis peneliti perlu mencari ratio legis dan ontologis lahirnya undang-undang tersebut. Dengan mempelajari ratio legis dan dasar ontologis terhadap suatu undang-undang, peneliti sebenarnya mampu menangkap kandungan filosofi yang ada dibelakang undang-undang itu, memahami kandungan filosofi yang ada dibelakang undang-undang tersebut maka akan dapat menyimpulkan mengenai ada tidaknya benturan filosofis antara undang-undang dengan isu yang dihadapi. Dalam metode pendekatan perundang-undangan peneliti perlu memahami hierarki dan asas-asas dalam peraturan

perundang-undangan.36

2) Pendekatan Fakta (The Fact Approach).

(30)

30

Pendekatan berdasarkan pada fakta atau peristiwa yang terjadi pada kenyataan. Menurut pendekatan ini pendekatan fakta merupakan pada kenyataan yang benar-benar terjadi menurut fakta sejarah. Fakta ini dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu yang dihadapi terkait pengelolaan keuangan desa di Desa Sanur Kauh.. Fakta-fakta tersebut berupa orang, tempat, waktu dan segala yang menyertainya asalkan

tidak terbukti sebaliknya.37

Berdasarkan keterangan di atas, maka sifat penelitian hukum empiris yang digunakan adalah penelitian yang sifatnya deskriptif, yaitu penelitian yang berupaya untuk menggambarkan secara lengkap mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Penelitian ini melihat fakta-fakta yang terjadi dilapangan khususnya terkait pengelolaan keuangan desa. Penelitian deskriptif pada penelitian secara umum, termasuk pula didalamnya penelitian ilmu hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam siklus pengelolaan keuangan desa.

c. sumber data

Data yang di teliti dalam penelitian hukum empiris yaitu data primer dan data sekunder.

(31)

31 1. Data primer

Sumber Data Primer, yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui wawancara, maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti. Di samping itu

pula, data primer ini juga berarti data yang diperoleh di lapangan.38 Data

penelitian ini merupakan sumber yang diperoleh dari lapangan dengan metode wawancara dengan aparat di Desa Sanur Kauh, yaitu:

a) I Made Ada, S.Sos (Kepala Desa Sanur Kauh) b) I Made Dana (Sekretaris Desa Sanur Kauh) c) Ida Ayu Purnamawati (Kaur Keuangan) d) Ida Ayu Ariyati (Kaur Pembangunan) 2. Data sekunder

Data Sekunder, merupakan data yang diperoleh atau bersumber dari dari penelitian kepustakaan yang mencakup dokumen-dokumen resmi,

buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya.39

Data sekunder dapat dibagi lagi menjadi:

a) Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas (autoritatif). Bahan hukum tersebut terdiri atas peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam suatu

peraturan perundang-undangan, dan putusan hakim.40 Dalam

38Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti,

Bandung, Hlm. 202.

39Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo

Persada, Jakarta, hlm. 30.

(32)

32

penelitian ini bahan hukum primer yang dipergunakan meliputi peraturan perundang-undangan, yang berlaku di Indonesia yaitu:

(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).

(3) Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495).

(4) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2093).

(5) Peraturan Desa Sanur Kauh No. 03 Tahun 2016 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Tahun Anggaran 2016 b) Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum penunjang, yang terdiri atas buku-buku teks yang membicarakan suatu dan/atau beberapa permasalahan hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan

komentar-komentar atas putusan hakim.41

(33)

33

c) Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder seperti kamus, ensiklopedia, dan artikel-artikel

yang terdapat di internet,42 yang memuat tentang hal-hal yang

berhubungan dengan hukum pengelolaan keuangan desa. d. Teknik Pengumpulan Data

Buku Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana disebutkan bahwa dalam penelitian hukum empiris, dikenal teknik-teknik untuk mengumpulkan data, yaitu studi dokumen, wawancara, observasi dan penyebaran quitionaire/angket. Penyusunan tulisan ini menggunakan teknik pengumpulan data antara lain:

1. Teknik Studi Dokumen

Studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam penelitian ini, yakni dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian, yakni berupa literatur-literatur hukum terkait dengan pengelolaan keuanga desa.

2. Teknik Wawancara (Interview)

Wawancara merupakan salah satu teknik yang sering dan paling lazim digunakan dalam penelitian hukum empiris. Dalam kegiatan ilmiah, wawancara dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada responden maupun informan agar hasil wawancara

(34)

34

memiliki nilai validitas dan reabilitas. Metode wawancara yang dilakukan dalam rangka mendapatkan data tersebut menggunakan metode wawancara bebas terpimpin yang bersifat komprehensif (mendalam) dengan menggunakan alat tulis yang dilengkapi dengan pedoman wawancara atau interview guide43.

Penulis merancang pertanyaan-pertanyaan untuk memperoleh jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada responden atau informan yang dalam hal ini berasal dari Aparat Desa Sanur Kauh.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah teknik studi dokumen dan teknik komunikasi. Teknik studi dokumen yaitu studi yang dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian. Sedangkan teknik komunikasi yaitu digunakan untuk mendapatkan data primer dan data sekunder. Peneliti mengadakan hubungan/ komunikasi dengan subyek penelitian.

e. Teknik Analisis Data

Pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif yaitu dimana keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun data sekunder, akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis, digolongkan dalam pola dan tema, dikategorisasikan dan diklasifikasikan, dihubungkan anatara satu data dengan data lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data. Pada akhirnya untuk

(35)

35

mendapat kesimpulan atas permasalahan yang dibahas, maka dilakukan analisis kualitatif terhadap data-data yang telah digambarkan di atas.

Gambar

Tabel 10: Perbandingan Istilah Government dan Governance: 27 No  Unsur
Tabel  2:  Asas-asas  Good  Governance  Menurut  Undang-Undang  No.  28  Tahun  1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi  dan Nepotisme (Lembar Negara  Republik  Indonesia  Tahun  1999  Nomor  75,  Tambahan Lembaran Ne
Tabel  3:  Asas  Good  Governance  Menurut  Undang-Undang  No.  30  Tahun  2002  Tentang  Komisi  Pemberantasan  Tindak  Pidana  Korupsi  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2002  Nomor  137,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik Indonesia Nomor
Tabel 15: Asas-asas Good Governance Pasal 4, Undang-Undang Nomor 25 Tahun  2009 tentang Pelayanan Publik

Referensi

Dokumen terkait

catylac bintang 5 Kg/galon kg Cat tembok Mowilex dalam 5 Kg/galon kg Cat tembok Mowilex luar 5 Kg/galon kg Cat tembok Dulux dalam 5 Kg/galon kg Cat tembok Dulux Luar 5 Kg/galon kg

dalam kasus di mana pekerjaan tidak mencukupi untuk makanan mereka sendiri, ada bantuan dari anggota lain dari komunitas yang sama, yang mampu bekerja lebih untuk apa

Di Indonesia, mesin-mesin pertanian untuk budidaya sayuran, terutama untuk pengolahan tanah hingga pembuatan guludan untuk penanaman sayuran, jumlahnya sangat sedikit

Berdasarkan tabel dan histogram di atas, maka dapat diketahui bahwa mayoritas tingkat kreativitas guru dalam mengajar dilihat dari sudut pandang guru kelas III di SD

Sebuah spesimen yang dianggap layak untuk nama jenis (type) tetapi tidak termasuk dalam seri asli di mana deskripsi spesies baru didasarkan. Sekunder Type

Setelah pelaksanaan Pelatihan Produksi dan Usaha Cookies Berbahan Baku Lokal Sebagai Alteratif Usaha Bagi Mantan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di Desa Sindangsari Kecamatan

Hasil penggolongan menunjukkan bahwa dari 32 ekor domba Garut ditemukan satu ekor domba yang digolongkan ke dalam kelompok domba Ekor Gemuk dengan persentase koreksi

Dari semua data yang terkumpul dilakukan analisis regresi antara tinggi badan dengan panjang tangan, baik tangan kanan, maupun tangan kiri, pada laki-laki dan perempuan