• Tidak ada hasil yang ditemukan

KADAR BETAKAROTEN, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA BAKPAO DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG LABU KUNING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KADAR BETAKAROTEN, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA BAKPAO DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG LABU KUNING"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KADAR BETAKAROTEN, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN

DAYA TERIMA BAKPAO DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG

LABU KUNING

PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh:

NOVIA PUTRI PAMUNGKAS J 310 100 078

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

KADAR BETAKAROTEN, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN

DAYA TERIMA BAKPAO DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG

LABU KUNING

PUBLIKASI ILMIAH

oleh:

NOVIA PUTRI PAMUNGKAS J 310 100 078

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Dosen Pembimbing

Pramudya Kurnia, STP., M.Agr NIK. 959

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

KADAR BETAKAROTEN, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN

DAYA TERIMA BAKPAO DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG

LABU KUNING

OLEH

NOVIA PUTRI PAMUNGKAS J 310 100 078

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada hari Selasa, 3 Mei 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji:

1. Pramudya Kurnia, STP., M.Agr (……..……..) (Ketua Dewan Penguji)

2. Eni Purwani, S.si., M.si (………) (Anggota I Dewan Penguji)

3. Dwi Sarbini, S.ST., M.kes (………...….) (Anggota II Dewan Penguji)

Dekan,

Dr. Suwaji, M.kes NIP. 195311231983031002

(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan

tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam

naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,

maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

.

Surakarta, 3 Mei 2016

Penulis

NOVIA PUTRI PAMUNGKAS J 310 100 078

(5)

KADAR BETAKAROTEN, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA BAKPAO DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG LABU KUNING

Abstrak

Pendahuluan: Penganekaragaman pangan berguna untuk mengurangi ketergantungan pada pangan tertentu seperti tepung terigu. Salah satu upaya untuk mengatasi ketergantungan tersebut yaitu dengan pengembangan pemanfaatan bahan pangan lokal di antaranya adalah labu kuning.Labu kuning menjadi salah satu alternatif untuk substitusi tepung terigu karena labu kuning banyak tumbuh di Indonesia dan hasilnya cukup melimpah. Labu kuning tergolong bahan pangan minor, sehingga data statistik nasional belum tersedia. Tujuan penelitianini adalah untuk mengetahui perbedaan kadar β-karoten, tingkat pengembangan dan daya terima bakpao dengan substitusi tepung labu kuning.

Metode Penelitian: Penelitian ini menurut jenisnya merupakan penelitian eksperimen. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan. Data hasil uji kadar betakaroten, tingkat pengembangan dan daya terima dianalisis menggunakan uji anova satu arah.

Hasil Penelitian: Nilai beta karoten pada bakpao tidak mengalami peningkatan yang stabil ketika disubstitusi tepung labu kuning, hasil tertinggi terdapat pada bakpao dengan besar substitusi tepung labu kuning sebesar 15% yaitu 0,0128 mg/gram. Tingkat pengembangan pada bakpao tidak mengalami peningkatan yang stabil ketika disubstitusi tepung labu kuning, hasil tertinggi terdapat pada bakpao dengan besar substitusi tepung labu kuning sebesar 15% yaitu 54,16%. Ada perbedaan kadar beta karoten, tingkat pengembangan dan daya terima pada bakpao dengan substitusi tepung labu kuning. Bakpao dengan substitusi tepung labu kuning 10% mempunyai daya terima paling tinggi.

Kesimpulan: Ada perbedaan kadar beta karoten, tingkat pengembangan dan daya terima pada bakpao dengan substitusi tepung labu kuning.

Kata kunci:tepung labu kuning, daya kembang, daya terima, beta karoten. Kepustakaan: 7 (1983 - 2013)

DIFFERENCES IN β-CAROTENE, DEVELOPMENT AND

ACEEPTANCE OF BUNS MADE FROM YELLOW PUMPKIN FLOUR

Abstract

Introduction: Diversification of food is useful for reducing dependence on certain foods such as flour. One effort to overcome this dependence is by developing the use of local food for example yellow pumpkin. Pumpkin is be one alternative for the substitution of wheat flour as pumpkins grow in Indonesia and the harvest are quite abundant. Pumpkin relatively minor foodstuffs, so that national statistics are not yet available. Aim of this research was to determine

(6)

2

differences in levels of β-carotene, levels of development and acceptance of buns with pumpkin flour substitution.

Methods: This study is a research experiment. This study uses a completely randomized design with 4 treatments. Beta-carotene content, the level of development and acceptance were analyzed using one-way ANOVA test.

Results: The value of beta carotene on the buns do not experience a steady increase when the starch is substituted by pumpkin, the highest result was found in buns with substitution of 15% ie 0.0128 mg/g. The level of development of the buns do not experience a steady increase when the starch is substituted by pumpkin, the highest result found in buns with substitution of 15% ie 54.16%. There are differences in the levels of beta carotene, the level of development and acceptance of the buns with pumpkin flour substitution. Buns with pumpkin flour substitution 10% had received the highest acceptance.

Conclusion: There are differences in the levels of beta carotene, the level of development and acceptance of the buns with pumpkin flour substitution.

Keywords: flour pumpkin, flower power, acceptance, beta carotene. Literature: 7 (1983 - 2013)

1. PENDAHULUAN

Labu kuning menjadi salah satu alternatif untuk substitusi tepung terigu karena labu kuning banyak tumbuh di Indonesia dan hasilnya cukup melimpah. Labu kuning tergolong bahan pangan minor, sehingga data statistik nasional belum tersedia. Namun, di beberapa sentra produksi, baik di Jawa, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan Kalimantan Selatan, Komoditas ini telah ditanam pada luasan tidak kurang dari 300 hektar (Astawan, 2004)

Meskipun keberadaannya sangat melimpah, pemanfaatan labu kuning di kalangan masyarakat masih sangat sederhana. Selama ini labu kuning hanya diolah sebagai sayur lodeh ataupun kolak saja. Padahal kandungan labu kuning sangatlah banyak. Labu kuning merupakan sumber karbohidrat kaya dengan vitamin A yang merupakan antioksidan yang bermanfaat untuk kesehatan tubuh antara lain untuk anti penuaan dan mencegah penyakit degeneratif (Raharjo, 2009).

Menurut penelitian Anggrahini (2011) sesuai namanya, labu kuning mempunyai warna kuning atau jingga sebab kandungan karotenoidnya yang sangat tinggi yaitu 180 SI/ gram sehingga mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber β-karoten alami. Berdasarkan ahli gizi dan kesehatan, buah labu

(7)

memiliki manfaat yang sangat besar bagi kesehatan untuk menyembuhan berbagai penyakit dan juga untuk kecantikan.

Kramer dan Twigg (1983) menyatakan bahwa mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik (warna, tekstur, rasa dan bau). Hal ini digunakan konsumen untuk memilih produk secara total. Dengan menerapkan mutu produk pangan sesuai dengan yang diharapkan produsen pangan makanan yg dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen aman, bukan hanya konsumen lokal tetapi juga konsumen global. Dalam pembuatan bakpao harus diperhatikan pengendalian mutu proses agar produk yang dihasilkan sesuai dengan target yang diharapakan.

Menurut Elvira (2013) gluten merupakan unsur terpenting dalam pembuatan bakpao yang memberikan karakter adonan elastis/lentur dan ekstensibel/ dapat direntangkan. Dengan sifat demikian, adonan mampu menahan gas (CO2) yang terbentuk selama fermentasi/peragian dan dapat mengembang sempurna untuk menghasilkan produk lentur/elastis dan lunak. Untuk menjamin bakpao bebas gluten dapat diterima, maka bakpao labu kuning harus dibuat dengan karakteristik mutu yang sama dengan bakpao yang terbuat dari terigu. Untuk itu, maka pemilihan bahan baku dan modifikasi proses pengolahan perlu diperhatikan. Pengaruh volume pengembangan bakpao labu kuning dari bahan-bahan ini terhadap karakteristik adonan bakpao yang dihasilkan berbeda-beda, tergantung pada jenis dan jumlah yang digunakan, juga jenis formula dasar dan ingredient tambahan yang digunakan. Karena itu diperlukan uji coba untuk mencari formula yang tepat.

Bakpao merupakan hidangan tradisional cina. kata bakpao berasal dari “bak” yang berarti daging babi dan “pao” yang berarti dibungkus. Namun sekarang mayoritas penduduk muslim konotasi bakpao tidak lagi demkian. Teksturnya yang kenyal dan empuk serta rasa yang manis ini sangat diminati semua kalangan masyarakat, oleh sebab itu penelitian ini membuat inovasi agar tekstur serta rasa bakpao tidak hanya itu saja namun dengan substitusi tepung yang terbuat dari labu kuning yang kaya akan gizi serta vitamin menjadi sangat digemari makanan berasal dari cina ini oleh masyarakat. Oleh karena itu

(8)

4

penelitian ini mengambil penganekaragaman makanan yaitu bakpao dengan pengolahan yang sederhana sehingga masyarakat dapat mencobanya.

2. METODE

Penelitian ini menurut jenisnya merupakan penelitian eksperimen. Penelitian dilakukan untuk mengetahui perbedaan Kadar β-karoten, tingkat pengembangan dan daya terima bakpao dengan substitusi tepung labu kuning. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan, yaitu :

1. Perlakuan A : pembuatan bakpao dengan substitusi tepung labu kuning 0%. 2. Perlakuan B : pembuatan bakpao dengan substitusi tepung labu kuning sebesar

5% dari berat bahan utama tepung terigu.

3. Perlakuan C : pembuatan bakpao dengan substitusi tepung labu kuning sebesar 10% dari berat bahan utama tepung terigu.

4. Perlakuan D : pembuatan bakpao dengan substitusi tepung labu kuning sebesar 15% dari berat bahan utama tepung terigu.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara:

1. Kadar betakaroten diperoleh dengan menggunakan uji kadar betakaroten menggunakan metode Spektrofotometer.

2. Tingkat pengembangan dilakukan dengan cara membandingkan tinggi adonan dengan tinggi bakpao.

3. Daya terima dilakukan dengan melakukan uji kesukaan terhadap warna, aroma, rasa, tekstur dan kesukaan keseluruhan.

Data hasil uji kadar betakaroten, tingkat pengembangan dan daya terima dianalisis menggunakan uji anova satu arah dengan taraf signifikan 95 % dengan menggunakan program SPSS versi 17, jika dari analisis anova ada pengaruh, masing-masing perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT).

3. HASILDANPEMBAHASAN

3.1 Kadar Betakaroten

Hasil rata-rata analisis kadar beta karoten pada bakpao labu kuning dapat dilihat pada tabel 2.

(9)

Tabel 2

Hasil Uji Beta Karoten Bakpao dengan Substitusi Tepung Labu Kuning yang Berbeda

No Substitusi Tepung Labu Kuning Ulangan (Mikrogram/Gram) p I II 1. 0% 0,000271 0,000272 0,064 2. 5% 0,011454 0,012758 3. 10% 0,001433 0,007097 4. 15% 0,008535 0,016974

Keterangan : Notasi huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata

Berdasarkan hasil analisis beta karoten sampel dengan substitusi tepung labu kuning yang berbeda diketahui bahwa pada substitusi tepung labu kuning 5% dan 15% mempunyai kandungan beta karoten paling tinggi, untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan maka dilakukan uji Anova.

Berdasarkan uji Anova pada taraf significant 95% didapatkan hasil dari masing-masing sampel yaitu nilai p= 0,064 (p > 0,05) tidak signifikan yang artinya tidak ada perbedaan sehingga tidak dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Hasil tertinggi terdapat pada bakpao dengan besar substitusi tepung labu kuning sebesar 15% yaitu 0,0128 mg/gram di mana perbandingan antara substitusi tepung labu kuning paling banyak jika dibandingkan dengan dua sampel yang lainnya. Kadar beta karoten terendah pada sampel bakpao dengan substitusi tepung labu kuning 0% yaitu sebesar 0,0003 mg/gram.

Nilai beta karoten pada bakpao tidak mengalami peningkatan yang nyata ketika disubstitusi tepung labu kuning. Hal ini disebabkan potensi beta karoten akan menyusut selama pengolahan karena sifat beta karoten yang sensitif terutama terhadap oksigendan cahaya. Adanya ikatan rangkap pada struktur kimia beta karoten, menyebabkan bahan ini menjadi sangat sensitif terhadap reaksi oksidasi ketikaterkena udara (O2), cahaya, metal, peroksida, dan panas selama proses produksi maupun aplikasinya. Kandungan beta karoten yang sudah menyusut selama proses pengolahan tepung ini akan semakin menyusut pada proses aplikasinya (misalnya untuk pembuatan bakpao). Kondisi ini terjadi jika proses pengolahan dilakukan tanpa pengendalian dan perlindungan, sehingga pada akhirnya kandungan beta karoten yang seharusnya bermanfaat tinggi menjadi berkurang (Erawati, 2006).

(10)

6

3.2 Tingkat Pengembangan

Pengembangan pada bakpao yang disubstitusi dengan tepung labu kuning dengan variasi penambahan tepung labu kuning yang berbeda, dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3

Hasil Uji Tingkat Pengembangan Bakpao dengan Substitusi Tepung Labu Kuning yang Berbeda

No Substitusi Tepung Labu Kuning Ulangan (Cm) Rata-Rata p I II 1. 0% 39,13 33,33 36,230a+4,10122 0,042 2. 5% 28,00 36,00 32,000a+5,65685 3. 10% 44,00 52,00 48,000b+5,65685 4. 15% 58,33 50,00 54,165b+5,89020

Keterangan : Notasi huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata

Hasil analisis tingkat pengembangan sampel dengan substitusi tepung labu kuning yang berbeda diketahui bahwa pada substitusi tepung labu kuning 10% dan 15% mempunyai tingkat pengembangan paling tinggi, untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh perlakuan maka dilakukan uji Anova.

Berdasarkan uji Anova pada taraf significant 95% didapatkan hasil dari masing-masing sampel yaitu nilai p= 0,042 (p < 0,05) signifikan yang artinya ada perbedaan sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Hasil uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) didapatkan bahwa pada tiap perlakuan tidak terdapat perbedaan yang nyata. Hasil tertinggi terdapat pada bakpao dengan besar substitusi tepung labu kuning sebesar 15% yaitu 54,16% di mana perbandingan antara substitusi tepung labu kuning paling banyak jika dibandingkan dengan dua sampel yang lainnya. Tingkat pengembangan terendah pada sampel bakpao dengan substitusi tepung labu kuning 5% yaitu sebesar 32,00%.

Tingkat pengembangan pada bakpao tidak mengalami peningkatan yang berbeda-beda ketika disubstitusi tepung labu kuning. Masalah utama yang dihadapi dalam pengembangan waluh sebagai produk tepung adalah sifat fisiko-kimia diantaranya viskositas, kadar air, gula reduksi dan lain-lain agar produk yang dihasilkan nantinya dapat memenuhi standart tepung yang telah ada. Diperlukan proses modifikasi untuk memperbaiki karakteristik dari tepung waluh

(11)

tersebut. Salah satu modifikasi tepung labu kuning bisala dilakukan secara kimia yaitu dengan cara eterifikasi, esterifikasi, cross-linking, dekomposisi asam, hidrolisa dengan menggunakan enzim, dan oksidasi. Modifikasi secara kimia bertujuan untuk membuat tepung mempunyai karakteristik yang sesuai untuk aplikasi tertentu. Modifikasi secara kimia dapat dilakukan dengan cara penambahan reagen atau bahan kimia tertentu dengan tujuan mengganti gugus hidroksil (OH-) pada pati. Proses modifikasi tepung waluh telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Kajian karakteristik fisikokimia tepung labu kuning (Cucurbita

moschata) termodifikasi dengan variasi lama perendaman dan konsentrasi asam

laktat (Yanuwarda,dkk, 2013). 3.3 Daya Terima (Uji Kesukaan)

Daya Terima panelis terhadap bakpao dengan substitusi tepung labu kuning meliputi warna, rasa, aroma, tekstur dan kesukaan keseluruhan. Daya terima bakpao dengan substitusi tepung labu kuning dapat dilihat tabel 4.

Tabel 4

Nilai Rata-rata Panelis Berdasarkan Uji Kesukaan Pada Bakpao yang Disubstitusi Tepung Labu Kuning

Substitusi Tepung Labu

Kuning

Warna Aroma Rasa Tekstur Keseluruhan

0% 3,240a 3,340a 2,920a 3,300a 3,200a 5% 3,540b 3,540b 3,540b 3,320a 3,720b 10% 3,680b 3,600b 3,480b 3,340a 3,720b 15% 3,440c 3,340a 3,300c 3,540b 3,440c Nilai p 0,007 0,018 0,003 0,062 0,003 Keterangan : Notasi huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata

Berdasarkan rata-rata hasil uji daya terima, dapat diketahui penilaian panelis terhadap bakpao dengan variasi substitusi tepung labu kuning yang berbeda meliputi warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan.

4. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian tentang perbedaan kadar β-karoten, tingkat pengembangan dan daya terima bakpao dengan substitusi tepung labu kuning dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

(12)

1. Nilai beta karoten pada bakpao tidak mengalami peningkatan ketika disubstitusi tepung labu kuning. Hasil tertinggi terdapat pada bakpao dengan besar substitusi tepung labu kuning sebesar 15% yaitu 0,0128 mg/gram di mana perbandingan antara substitusi tepung labu kuning paling banyak jika dibandingkan dengan dua sampel yang lainnya. Kadar beta karoten terendah pada sampel bakpao dengan substitusi tepung labu kuning 0% yaitu sebesar 0,0003 mg/gram.

2. Tingkat pengembangan pada bakpao tidak mengalami peningkatan ketika disubstitusi tepung labu kuning. Hasil tertinggi terdapat pada bakpao dengan besar substitusi tepung labu kuning sebesar 15% yaitu 54,16% di mana perbandingan antara substitusi tepung labu kuning paling banyak jika dibandingkan dengan dua sampel yang lainnya. Tingkat pengembangan terendah pada sampel bakpao dengan substitusi tepung labu kuning 5% yaitu sebesar 32,00%.

3. Ada perbedaan kadar beta karoten pada bakpao dengan substitusi tepung labu kuning, dengan hasil tertinggi terdapat pada bakpao dengan besar substitusi tepung labu kuning sebesar 15% yaitu 0,0128 mg/gram.

4. Ada perbedaan tingkat pengembangan bakpao dengan substitusi tepung labu kuning, dengan hasil tertinggi terdapat pada bakpao dengan besar substitusi tepung labu kuning sebesar 15% yaitu 1,30 cm.

5. Ada perbedaan daya terima bakpao dengan substitusi tepung labu kuning, dengan rasa menduduki tingkat perbedaan paling tinggi dan tekstur tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata.

6. Bakpao dengan substitusi tepung labu kuning 10% mempunyai daya terima paling tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, Made., Kasih, Andreas L. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Elvira, Sylvia D. 2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penertbit FKUI. Hal 229-231

Erawati, Christina, Mumpuni. 2006. Kendali Stabilitas Betakaroten Selama

Proses Produksi Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L). Tesis. Institut

Pertanian Bogor.

Khamer, A dan B. A. Twigg. 1983. Fundamental Of Quality Control For The

Food Industry. The AVI pub. Inc., Conn., USA

Rahardjo, Kondho. 2009. Labu Kuning Mencegah Penyakit Degeneratif. Dalam Kedaulatan Rakyat. 2009

Yanuwarda B. dan Dimas R. A. M. 2013. Kajian Karakteristik Fisikokimia

(13)

Lama Perendaman dan Konsentrasi Asam Laktat. Jurusan Teknologi Hasil

Pertanian Fakultas Pertanian. Univesitas Sebelas Maret.

You, Cs., Parker SR., Swanson, JE. 2002. Bioavailability And Vitamin A Value of

Carotenes Form Red Palm Oil Assessed By An. Extrinsic Isotope Reference Method. Jurnal. Asia Pasific Jurnal Clinical Nutrition. 11 (7): S438

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam merestrukturisasi BUMN- BUMN yang belum atau tidak sehat menjadi suatu pilihan agar BUMN tersebut dapat bersaing baik di dalam maupun

Perbedaan Tingkat Dismenorea Primer dengan Pemberian Aromaterapi Lavender pada Siswi SMA Negeri 3 Surakarta, Diploma IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran

Based on phytoplankton taxonomic groups, the average value of a * ph (440), of microphytoplankton group was significantly lower than that of nanophytoplankton and picophytoplantkon

ÜßÚÌßÎ ×Í× Ø¿´¿³¿²

Both encapsulated bacteria showed mucoid colonies after cultivation on blood agar, grew with diffuse colonies in soft agar media and reacted negatively in the salt

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan motorik halus melalui keterampilan kolase pada siswa tunagrahita kelas I semester I SLB BC

Dilihat dari rerata nilai fluks air tersebut, dapat dikatakan bahwa membran nilon-6 yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki fungsi mikrofiltrasi. Nilai fluks