• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN SUBSTITUSI BUNGA JANTAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH 2, 4 D DAN WAKTU APLIKASINYA PADA SALAK PONDOH (Salacca edulis REINW)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN SUBSTITUSI BUNGA JANTAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH 2, 4 D DAN WAKTU APLIKASINYA PADA SALAK PONDOH (Salacca edulis REINW)"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN SUBSTITUSI BUNGA JANTAN DENGAN ZAT

PENGATUR TUMBUH 2, 4 D DAN WAKTU APLIKASINYA

PADA SALAK PONDOH (Salacca edulis REINW)

SKRIPSI

Oleh : Dena Anisa 20120210127

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH YOGYAKAR TA YOGYAKARTA

(2)

ii

KAJIAN SUBSTITUSI BUNGA JANTAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH 2, 4 D DAN WAKTU APLIKASINYA PADA SALAK PONDOH

(Salacca edulis REINW)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Oleh : Dena Anisa 20120210127

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH YOGYAKAR TA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alikum wr. wb

Puji syukur tak lupa penulis panjatkan pada Tuhan yang Maha Esa, karena atas ridho, rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Solawat serta salam tak lupa penulis panjatkan pada Nabi semua umat Islam Muhammad SAW.

Dalam menyelesaikan karya tulis ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, karena tanpa bantuan dan dukungan penulis tidak dapat menyelesaikan karya tulis ini. Penulis ucapkan terimakasi kepada:

1. Kedua orang tua yang selalu mendoakan keberhasilan, keselamatan dan kesehatan untuk putri sulungnya serta dukungan yang tiada henti mereka berikan;

2. Dr. Ir. Gatot Supangkat S, MP selaku dosen pembimbing pertama dan sosok ayah bagi penulis yang tiada lelah memberikan saran, solusi dan motivasi serta dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini;

3. Ir. Agus N ugroho Setiawan, M.P selaku dosen pembimbing kedua yang selalu memberikan arahan dan solusi-solusi yang tepat;

4. Ir. Mulyono, S.P yang selalu membantu saya baik dalam kegiatan lapa ngan maupun non lapangan;

(6)

vi

5. Kawan-kawan kelas Agroteknologi C yang selalu ada mendampingi penulis baik dalam suka maupun duka dan selalu membantu kegiatan penulis dalam melakukan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam melakukan dan menulis laporan ini. Semoga dengan adanya laporan ini dapat membantu dan dapat memecahkan masalah yang ada, bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi para petani salak pondoh. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya bagi kita semua. Amin ya Robbal’alamin.

Wassalamu’alaikum wr. wb

Yogyakarta, 5 September 2016

(7)

vii

MOTTO

“Pertolongan Allah akan datang pada waktunya”

(Gatot Supangkat)

“Tidak ada Gabah tanpa Padi Tidak ada Keberhasilan tanpa Perjuangan”

(Agus Nugroho Setiawan)

“Tak ada rahasia untuk menggapai sukses. Sukses dapat terjadi karena persiapan, kerja keras, dan mau belajar dari

kegagalan” (General Powell)

“Percaya bahwa semua perjuangan akan tiba pada waktu yang tepat, menangis untuk sekedar meringankan beban, manusia bisa berencana tetapi “Ia” mengabulkan di waktu yang tepat menurutnya-Nya bukan waktu yang tepat

menurut kita”

(8)

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan kepada:

1. Ibu dan Ayahku tercinta. 2. Adiku tersayang .

3. Sahabat tercintaku odongkers (Bong, Benu, Riskun, Ringrong, Ika, Mami Jea dan Septi).

4. Kakak Seperguruan Susi Kurniasih. 5. Keluarga besar Agroteknologi C 2012.

6. Semua teman-teman dan pihak yang telah membantu penelitian ini. 7. Keluarga besar Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

(9)

ix DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI ... ix DAFTAR TABEL ... x DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

INTISARI ... xi ABSTRACT ... xii I. PENDAHULUAN ...1 A. Latar Belakang ...1 B. Rumusan Masalah ...4 C. Tujuan Penelitian ...4

II. TINJAUAN PUSTAKA...5

A. Salak Pondoh (Salacca zalacca) ...5

B. Penyerbukan pada Salak Pondoh ...8

C. Auksin ...10

D. Hipotesis...14

III. TATA CARA PENELITIAN ...15

A. Tempat dan Waktu Penelitian ...15

B. Bahan dan Alat Penelitian...15

C. Metode Penelitian ...15

D. Cara Penelitian ...16

E. Variabel Pengamatan ...17

F. Analisis Data ...19

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...20

A. Pengamatan Buah per Tandan...20

B. Pengamatan per Buah...31

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...40

A. Kesimpulan ...40

B. Saran...40

DAFTAR PUSTAKA ...42

(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rerata pengamatan buah per tandan 3 bulan setelah aplikasi ...20 2. Tabel bobot buah per tandan per tandan ...26 3. Volume buah per tandan ...27 4 . Rerata volume buah, jumlah anak , bobot anak , jumlah biji dan bobot biji. ...31

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Habitus Tanaman Salak Pondoh ...6

2. Cincin Indole-3acetid acid (IAA) (Volker dan Biserka, 1999). ...11

3. Struktur 2, 4 Ddiclorophenoxyacetid acid (Yaling, 2013) ...11

4. Jumlah buah per tandan ...22

5. Perbandingan jumlah buah per tandan ...23

6. Volume Buah Per Buah...32

7. Jumlah Anak buah Buah Per Buah...35

8. Bobot Anak Buah Per Tandan...37

9. Jumlah Biji Per Buah...39

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

I. Layout Penelitian ...45

II. Perhitungan konsentrasi zat pengatur tumbuh 2, 4 D ...47

III. Dokumentasi Kegiatan ...48

(13)

xi

INTISARI

Penelitian tentang“Kajian Substitusi Bunga Jantan Dengan Auksin d an saat aplikasinya pada penyerbukan Salak pondoh (Salacca edulis REINW)” bertujuan mengkaji substitusi bunga salak jantan salak pondoh dengan auksin dan menentukan konsentrasi dan waktu aplikasi auksin yang tepat dalam substitusi bunga jantan salak pondoh.

. Penelitian ini dilaksanakan mulai Bulan April hingga Juli 2016 diLaboratorium K ultur in vitro Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Dusun Prambegan, Kecamatan Turi, Sleman, Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan rancangan perlakuan faktor tunggal yang disusun dengan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan tiga blok sebagai ulangan. Faktor yang diuji yaitu konsentrasi auksin yang terdiri dari tiga aras 50 ppm, 100 ppm dan 150 ppm dengan pemberian yang dilakukan pada saat seludang tandan membuka 25%, 50% dan 75% sehingga diperoleh sembilanperlakuan dan ditambah satu penyerbukan menggunakan bunga jantan sebagai pembanding. Setiap ulangan terdiri atas tiga sampel, sehingga total unit percobaan yang diuji sebanyak 90 unit.Parameter yang diamati meliputi jumlah buah per tandan, bobot buah per tandan, volume buah per tandan, volume buah per buah, jumlah anak per buah, bobot anak per buah, jumlah biji dan bobot biji.

Hasil penelitian menunjukan bahwa zat pengatur tumbuh 2,4 D dapat menggantikan peran bunga jantan salak pondoh dan zat pengatur tumbuh 2, 4 D dengan konsentrasi 150 ppm yang diaplikasikan saat seludang membuka 75% cenderung lebih baik dalam menggantikan peran bunga jantan.

(14)

xii ABSTRACT

A research Males flowers substitution concentration study with 2, 4 D plant growth regulator application and appropriate time on the pondoh sallaca (Salacca edulis Reinw). This research aimes to study and obtained the auxin concentation and appropriate time to pondoh sallaca. This research conducted on April until July 2016 in Laboratory of Kultur in vitro and Pambregan village, Turi, Sleman, Yogyakarta.

The research used experimental method the single factor that organized Randomized Complete Block Design (RCBD) of 3 replications. The examined factors were auxin concentration consist of Three levels are 50 ppm, 100 ppm and 150 ppm when the sheath bunches opened about 25%, 50% and 75%. There were obtained nine combination of treatments with a conventional pollination as comparing. Variables observed in this research were amount per cluster, weight per cluster, volume per cluster, volume per fruit, amount per fruit, weigh per fruit, seed amount per fruit and seed weigh per fruit.

The resulted of this research revealed that 2, 4 D could substitute males flowers on pondoh sallaca and the best concentation around of 2, 4 D is 150 ppm and appropriate time to pondoh pollination is 75%.

Keywords: pondoh Sallaca, Substitution, auxin, concentration, time of application

(15)

1

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Salak (Salacca zallaca) merupakan tanaman buah asli dari Indonesia. Buah ini termasuk dalam keluarga Palmae yang diduga dari Pulau Jawa (Widyastuti, 1996). Di Indonesia banyak sekali varietas salak yang berkembang, salak pondoh yang paling banyak diminati masyarakat karena memiliki beberapa keunggulan seperti yang dikatakan Santoso (1990) bahwa terdapat banyak varietas salak yang berkembang di Indonesia, akan tetapi salak pondoh (Salacca edulis Reinw) yang paling banyak diminati karena memiliki keunggulan seperti memiliki rasa manis, empuk dan tidak sepat pada saat dipetik pada umur belum panen. Selain itu, salak pondoh memiliki kandungan air yang cukup dan memiliki harga jual relatif lebih tinggi (Purnomo, 2001). Buah ini juga memiliki kandungan gizi yang baik karena memiliki 77 Kalori, 0,4 gram Protein, 20,9 gram Karbohidrat, 28 mg Kalsium, 18 mg Fosfor, 4,20 mg zat besi, 0,04 mg Vitamin B, 0,04 mg Vitamin C, 2 mg Air (Rukmana,1999).

Berdasarkan keunggulan-keunggulan yang dimiliki salak pondoh seperti rasanya yang manis, empuk tidak sepat pada saat dipetik pada umur belum panenserta kandungan gizinya, maka buah ini banyak diminati dan diproduksi dan dikembangkan di Indonesia. Departemen Pertanian menginformasikanbahwa total produksi salak pondoh Indonesia sebesar 508.703 ton dengan jumlah produksi tersebut produksi belum memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar nasional dan internasional. Persentase pemenuhan untuk pasar lokal sekitar 30%. Tercatat mulai dari tahun 2007 sampai 2012 produksi salak berturut-turut yaitu

(16)

805.879, 862.465, 829.014, 749.876, 1.082.125, dan 1.035.407 ton (Badan Pusat Statistik, 2014). Menurut Ardyan (2012), untuk kegiatan ekspor salak, Badan Pusat Statistik mencatat selama 2007 hingga September tahun 2012, ekspor salak mencapai 949,5 ton, atau senilai USD 1,04 juta. Pencapaian tersebut meningkat 37,7% dibandingkan periode tahun sebelumnya. Begitu juga dengan salak pondoh yang pada tahun 2012, Pemerintah Sleman mengekspor salak pondoh sebanyak 320,79 ton dan pada tahun 2013 Sleman kembali mengekspor salak sebesar 199,96 ton (Slemankab, 2015). Permintaan salak pondoh tersebut terus meningkat seiring dengan terkenalnya salak pondoh dan pertumbuhan penduduk.

Berdasarkan data permintaan dan produksi salak pondoh maka buah ini banyak dibudidayakan dan dikembangkan di Indonesia sebagai salah satu komoditas buah yang permintaannya tinggi. Dalam budidaya salak pondoh sering ditemukan beberapa kendala diantaranya yaitu ketersediaan bunga jantan pada waktu tertentu terbatas sehingga penyerbukan bunga betina pun terbatas yang mengakibatkan produksi salak menjadi rendah. Nur (1991) menyatakan pada Bulan Februari hingga Maret ketersediaan bunga jantan terbatas, 1 bunga jantan hanya dapat menyerbuki 10 bunga betina tidak seperti pada umumnya 1 bunga jantan dapat menyerbuki 20 bunga betina.

Salak Pondoh termasuk tanaman yang berumah dua yaitu bunga jantan

dan betina berada pada pohon yang berbeda, sehingga dalam

perkembangbiakannya untuk penyerbukan memerlukan bantuan angin, serangga atau manusia. Akan tetapi hal tersebut tidak menjamin produksi salak meningkat jika ketersediaan bunga jantan kurang atau rendah maka perlu adanya solusi atau

(17)

3

teknologi lain yang dapat menggantikan ketersediaan bunga jantan tersebut guna membantu meningkatkan produksi salak pondoh, salah satunyadengan mensubstisusi atau mengganti peran bunga jantan dengan auksin.

Auksin merupakan salah satu jenis zat pengatur tumbuh yang dapat mempengaruhi proses fisiologis suatu tanaman yang dapat merangsang pembungaan (N uryanah dalam Nurnasari dan Djumali, 2012). Golongan ZPT seperti auksin juga berperan dalam pembelahan sel, peningkatan plastisitas dan elastisitas dinding sel, mengatur pembungaan dan terjadinya buah (Erlen dkk., 2013) sehingga ZPT ini dapat menstimulir atau menggantikan peran bunga jantan salak pondoh.

Salah satu faktor keberhasilan aplikasi auksin terhadap penyerbukan yaitu penggunaan konsentrasi. Gardner et al., (2008) menjelaskan bahwa respon tanaman terhadap auksin tergantung konsentrasinya. Pemberian konsentrasi berlebih akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, pembelahan dan perkembangan sel (Erlen, 2013). Sebaliknya pemberian auksin yang rendah juga tidak selalu berpengaruh positif karena hal ini berhungan dengan keseimbangan hormonal (sintesis protein dan pengaturan enzim) yang mempengaruhi perkembangan tanaman. Fakto r lain yang menentukan keberhasilan aplikasi auksin yaitu tingkat kematangan atau kesiapan bunga betina menerima bunga jantan untuk dibuahi (anthesis). Penelitian Gatot (2006) menunjukan bahwa saat aplikasi auksin ketika seludang bunga membuka maksimal 25% memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan ketika seludang membuka penuh (100%). Hal tersebut diakibatkan karena semakin seludang membuka sempurna semakin

(18)

banyak konsentrasi auksin yang dibutuhkan atau mundurnya saat aplikasi maka konsentrasi auksin yang dibutuhkan semakin tinggi.

Pada saat pemberian auksin tidak semua memberikan respon positif karena keberhasilan aplikasi auksin untuk penyerbukan ditentukan oleh dua faktor yaitu konsentrasi dan saat pemberian auksin maka perlu adanya kajian mengenai konsentrasi dan waktu aplikasi auksin yang tepat untuk meningkatkan dan mendorong terjadinya pembuahan melalui penyerbukan.

B. Rumusan Masalah

1. Dapatkah auksin menggantikan peran bunga jantan salak pondoh?

2. Kapan dan berapa waktu aplikasi auksin yang tepat dalam mensubstitusi bunga jantan salak pondoh?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengkaji substitusi bunga salak jantan salak pondoh dengan auksin.

2. Menentukankonsentrasi dan waktu aplikasi auksin yang tepat dalam substitusi bunga jantan salak pondoh.

(19)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Salak Pondoh (Salacca zalacca)

Salak pondoh (Gambar 1) merupakan salah satu tanaman yang dibudidayakan dibeberapa tempat di Jawa yang tumbuh subur di daerah tropika basah pada tanah berpasir. Nama “pondoh” semula diberikan kepada salak hitam yang berkembang di Dusun Soka, Desa Merdikerto, Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman dan di Dusun Candi, Desa Bangunkerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta (Anonim, 1997). Tanaman ini dan dideskripsikan pada tahun 1825 dengan nama ilmiah Salacca edulis Reinw. Nama tersebut kemudian dikoreksi dengan nama Salacca zalacca (Gardner) Voss (Schuiling dan Mogea, 1992).

Tanaman salak pondoh memerlukan curah hujan rata-rata 200-400 mm per bulan. Tanaman ini tidak menyukai penyinaran penuh, intensitas sinar yang dibutuhkan berkisar 50-70%, sehingga perlu tumbuhan penaung. Salak tumbuh dengan baik pada tempat beriklim basah dengan pH sekitar 6,5, berupa tanahpasir atau lempung yang kaya bahan organik, dapat menyimpan air dan tidak tergenang, karena sistem perakarannya dangkal (Santoso, 1990). Temperaturoptimal

20-30oC, apabila kurang dari 20 oC perbungaan akan lambat, bila terlalu tinggiakan

menyebabkan buah dan biji membusuk. Salak tumbuh baik dari dataran rendah sampai ketinggian sekitar 700 m dpl dan dapat berbuah sepanjang tahun, khususnya pada Bulan Oktober dan Januari (Sastroprodjo, 1980).

(20)

Gambar 1. Habitus Tanaman Salak Pondoh( Anonim, 2014)

Berikut merupakan klasifikasi tanaman salak pondoh menurut Tjitrosoepomo (1988):

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Principes

Familia : Palmae

Genus : Salacca

Spesies : Salacca zalacca(Gaert.) Voss.

Sinonim : Salacca edulisReinw.

Salak pondoh memiliki buah sejati tunggal bertipe buah batu berbentuk bulat sampai telur terbalik, berukuran panjang 4,5-7 cm dengan diameter 4-6 cm, tiap dompol terdapat 10-40 butir salak. Kulit salak terdiri atas sisik yang tersusun seperti genting menyatu, warna kuning-coklat sampai hitam. Setiap sisik berujung sebuah onak yang mudah putus setelah buah masak.

Biji salak pondoh umumnya berjumlah tiga butir per buah yang memiliki selubung biji (arilus) sempurna yang disebut anak buah. Anak buah ini berwarna putih kapur sampai krem, berisi tiga dengan dua sisi datar tebal 1-3 mm dan satu

(21)

7

sisi melengkung tebal 2-4 mm dan bagian tepi samping yang menyudut dengan tebal 7-12 mm. Inti biji (isi) berwarna coklat sampai hitam.

Berdasarkan bentuk, ukuran, warna kulit dan tempat budidayanya dikenal beberapa jenis salak pondoh seperti salak pondoh hitam, salak pondoh cokelat kemerahan, salak pondoh hitam kemerahan salak nglumut, salak Lawu, salak Lumajang dan salak Tasik super (Harsoyo, 2006).

Tanaman salak tumbuh secara berumpun dengan tinggi tanamannya dapat mencapai 7 m, akan tetapi rata-rata hanya sekitar 4,5 m. Tanaman ini termasuk tanaman berumah dua yaitu antara bunga jantan (stamen) dan betina (allogamie) terpisah atau dalam satu tanaman hanya tedapat salah satu bunga saja, memiliki batang berduri yang hampir tidak terlihat karena tertutupi oleh pelepah daun yang tumbuh rapat. Daun tersusun berbentuk roset dengan panjang antara 2,5 – 7 m.

Bunga tanaman salak tersusun dalam tandan rapat dan bersisik dengan tandan bunga jantan dan tandan bunga betina terletak pada pohon yang berlainan, sebagian tandan bunga terbungkus oleh seludang atau tongkol yang berbentuk seperti perahu yang terletak diketiak pelepah daun (Sulastri, 1986). Bunga salak berbentuk majemuk, bertangkai dan tertutup oleh 5 selud ang. Panjang seludang bunga jantan hingga 50-100 cm sedangkan bunga betina 20-30 cm (Ashari, 1995). Purnomo (2001) menyebutkan bahwa bunga jantan pada tanaman salak pondoh berwarna coklat kemerahan, sekelompok bunga jantan terdiri dari 4-12 malai, satu malai terdiri dari ribuan serbuk sari dengan panjang bunga jantan setiap malai sekitar 4-15 cm. Bunga jantan mekar selama 1-3 hari. Bunga betina berwarna hijau kekuningan, berbintik merah dan mempunyai 3 petal. Panjang satu malai

(22)

7-10 cm dan bunga mekar selama 1-3 hari. Bunga salak siap diserbuki yaitu pada hari ke -2 mekar dengan ciri mengeluarkan aroma harum.

Tanaman salak berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Pada umur 2 tahun salak pondoh berbunga untuk bibit dari tunas anakan dan 3 tahun untuk bibit dari biji. Masa pembungaan yang paling baik adalah pada Bulan Agustus sampai Oktober dan akan mengasilkan buah pada Bulan Januari sampai April. Buah yang dihasilkan ini dipengaruhi oleh jumlah bunga, masa reseptif, dan persarian yang tepat (Allard Bradshaw, 1964) selain itu Akihima dan O mura (1986) menyatakan bahwa pembentukan buah juga dipengaruhi dua faktor yaitu faktor dalam (genetis) dan luar seperti lingkungan, hara, dan air, termasuk proses persarian.

Seleksi tanaman jantan dan betina dapat dilakukan saat tanaman berumur 4-5 tahun jika bibit diperoleh dari biji. Jika bibitnya diperoleh dari anakan (tunas), maka tidak perlu seleksi karena secara otomatis anakan yang dihasilkan sesuai dengan pohon asal. Bibit salak yang berasal dari biji biasanya hanya 40% betina dari yang ditanam, tanaman jantan akan menghasilkan bunga jantan, sedangkan tanaman betina akan menghasilkan bunga betina. Tanaman salak yang ditanam dari biji akan berbunga setelah berumur 4 tahun, dan sebaliknya, tanaman salak akan berbunga 2–3 tahun jika ditanam dari tunasnya (Kaputra dan Harahap, 2004).

B. Penyerbukan pada Salak Pondoh

Penyerbukan merupakan peristiwa jatuhnya serbuk sari (pollen) di atas kepala putik (stigma). Penyerbukan dapat terjadi ketika bunga jantan dan betina

(23)

9

terpenuhi. Dalam hal ini akan terjadi peleburan gamet jantan dan betina yang nantinya akan terbentuk biji sebagai bakal buah dan individu baru. Pola variasi genetik di alam sangat ditentukan oleh mekanisme penyerbukan pada tanaman (Bawa dan Hadley, 1990 dan Griffin dan Sedgley, 1989). Terdapat dua macam penyerbukan alami yaitu penyerbukan tertutup (Kleistogami) dan penyerbukan terbuka (kasmogami). K leistogami terjadi jika putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang sama yang dapat disebabkan oleh Putik dan serbuk sari masak sebelum terjadinya anthesis (bunga mekar) dan konstruksi bunga menghalangi terjadinya penyerbukan silang (dari luar). Sedangkan kasmogami Terjadi jika putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang berbeda yang terjadi jika putik dan serbuk sari masak setelah terjadinya anthesis (bunga mekar). Penyerbukan buatan dilakukan pada tanaman berkelamin satu (unisexualis) atau berumah dua (dioecious) tanaman bersifat dikogami atau herkogami. Teknik penyerbukan ini dilakukan pada umumnya melalui beberapa tahap yaitu persiapan, isolasi kuncup terpilih, krasasi, pengumpulan serbuk sari dan melakukan penyerbukan.

Penyerbukan dengan bantuan manusia dapat dilakukan ketika bunga betina telah pecah atau terbukanya seludang pembungkus bunga yang ditandai bunga berwarna merah muda dan mengeluarkan bau wangi (Tim Penulis PS, 1992). Seludang bunga dibersihkan dengan memotongnya, hingga tampak tongkol bunganya. Satu tongkol bunga jantan dapat menyerbuki hingga 10 tongkol bunga betina. Penelitian Erlen dkk (2013) menunjukan bahwa pemberian auksin saat berbunga, dapat meningkatkan jumlah cabai terbentuk dan dapat meningkatkan

(24)

jumlah buah terbentuk. Selain itu pemberian auksin pada saat fase berbunga dapat meningkatkan fruit set cabai sebesar 33,20%.

C. Auksin

Dalam penyerbukan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan adalah hormone. Menurut Heddy (1991) hormon berasal dari bahasa Yunani yang artinya menggiatkan. Hormon merupakan zat organik yang dihasilkan oleh tanaman, yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologis (Zainal, 1985). Selain itu zat organik ini juga diyakini dapat mengatur proses-proses fisiologis tanaman karena dapat mempengaruhi sintesis protein dan mengatur aktivitas enzim. Adanya peningkatan sintesis protein sebagai bahan baku penyusun enzim dalam metabolism dapat meningkatkan pertumbuhan dan akan meningkatkan biosintesis metabolit sekunder yang akan mempengaruhi perkembangan tanaman (Salisbury dan Ross, 1995). Suatu hormon, dapat mengubah ekspresi gen, dengan mempengaruhi aktivitas e nzim yang ada, atau dengan mengubah sifat membran. Beberapa peranan ini, dapat mengalihkan metabolisme dan pekembangan sel yang tanggap terhadap sejumlah kecil molekul hormon. Lintasan transduksi sinyal, memperjelas sinyal hormonal dan meneruskannya ke respon sel spesifik (Intan, 2008). Salah satu hormon tumbuh yang tidak lepas dari proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah auksin. Thimann (1973) dalam K usumo (1984) berpendapat bahwa hubungan antara pertumbuhan dan kadar auksin adalah sama pada akar, batang dan tunas yaitu auksin merangsang pertumbuhan pada kadar rendah, sebaliknya menghambat pertumbuhan pada kadar tinggi. Didalam ilmu fisiologi

(25)

11

auksintermasuk kedalam salah satu kelompok zat pengatur tumbuh atau yang lebih dikenal sebagai ZPT.

Zat pengatur tumbuh dapat diartikan sebagai senyawa yang mempengaruhi proses fisiologis tanaman yang dapat mendorong dan menghambat proses fisiologis tanaman, seperti pengguguan daun, absisik daun dan buah, pembungaan, pertumbuhan bagian bunga dan dapat meningkatkan bunga betina pada tanaman Dioecious melalui etilen (N uryanah dalam Nurnasari dan Djumali, 2012). Selain itu auksin juga mempengaruhi fototropisme dan geotropism (Intan, 2008).

Istilah auksin (Gambar 2) diberikan pada sekelompok senyawa kimia yang memiliki fungsi utama mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang. Beberapa auksin dihasikan secara alami oleh tumbuhan, misalnya IAA (indoleacetic acid), PAA (Phenylacetic acid), 4-chloroIAA (4-chloroindole acetic acid) dan IBA (indolebutyric acid) dan beberapa lainnya seperti NAA (napthalene acetic acid), 2,4-D (2,4 dichlorophenoxyacetic acid) dan MCPA (2-methyl-4 chlorophenoxyacetic acid) .

Gambar 2. Cincin Indole-3acetid acid (IAA) (Volker dan Biserka, 1999).

(26)

Berdasarkan zat kimianya yang 2, 4 D(Gambar 3) tergolong kedalam kelompok auksin yang paling banyak digunakan (96%) dalam berbagai penelitian sebagai alternatif zat komersial yang termasuk ke dalam golongan auksin. 2, 4 D merupakan salah satu auksin sintetis yang paling aktif dari golongan asam clhorophenoxy dan termasuk kedalam golongan herbisida. 2, 4 D ini diketahui paling lama dibandingkan dengan golongan auksin sintetis jenis lain serta paling selektif dan efektif dalam mempengaruhi suatu spesies.

Pada konsentrasi yang sama untuk pada konsentrasi IAA 2, 4 D paling aktif pada bioassay auksin dan paling banyak digunakan sebagai pengganti IAA.

Bioassay merupakan analisis atau pengukuran dari suatu zat untuk menentukan

keberadaan dan dampaknya (Suanryono, 2003). Hal ini dikarenakan 2, 4 D tidak cepat hilang yang diakibatkan oleh sistem oksidasi. 2, 4 D berpoteni tinngi menjadi herbisisda keika dalam konsentrasi yang memadai (konsentrasi tinggi).

Dalam perkembangannya banyak penelitian-penelitian menggunakan 2, 4 D diantaranya adalah pembentukan salak tanpa biji menggunakan zat pengatur tumbuh yang dilakukan oleh Gatot (2006). Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa pemakaian auksin 2, 4 D dengan konsentrasi 200 ppm dapat membentuk 13,667 jumlah buah per tandan dan jumlah buah per tandan dapat mencapai 19 hingga 30 buah yang diaplikasikan ketika tandan terbuka penuh (100%) dan ketika tadan terbuka 25%. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti pemberian ZPT dengan konsentrasi tertentu dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada sel-sel target yang berbeda. Selain itu penelitian

(27)

13

tersebut menunjukan pemberian 2, 4 D pada konsentrasi 100, 200 dan 300 ppm menghasilkan persentase pembentukan buah salak yang sama yakni sebesar 75%. Penelitian Sutana et al., (2006) menunjukan bahwa pemberian auksin 100 ppm dapat meningkatkan jumlah cabang per tanaman, panjang buah dan lebar buah pada tanaman cabai. Erlen dkk (2013 ) menunjukan bahwa pemberian NAA pada konsentrasi 150 ppm dan 200 ppm dapat meningkatkan jumlah buah terbentuk, pemberian IAA 200 ppm dapat meningkatkan 7, 84% diameter buah cabai. Sedangkan Sridhar et al., (2009) dalam penelitiaanya menunjukan bahwa pemberian NAA 100 ppm yang diberikan pada 45 dan 65 hari setelah transpalanting dapat meningkatkan hasil tanaman cabai 134, 26 gram per tanaman dan 3.324 kg/ha. Hal tersebut diakibatkan oleh karena auksin ini dapat merangsang dan mendorong beberapa proses fisiologi dalam tanaman seperti perkembangan buah dan biji. Krisnamoorthy (1981) menginformasikan perkembangan bakal buah distimulasi oleh suatu substantsi pertumbuhan yang dikenal dengan auksin yang merupakan hasil penyerbukan. Weaver (1972) aplikasi auksin sintetik dapat merangsang perkembangan buah tanpa penyerbukan buah tanpa biji.

Hasil penelitian Gatot (2006) menunjukan bahwa buah salak sempurna dapat dibentuk dengan pemberian auksin (IAA dan 2, 4 D) pada bunga salak non hemaprodit. Hal tersebut diduga karena beang sari yan semula tidak berkembang menjadi berkembang sehingga mampu membuaihi putik yang berada dalam satu rumah akibat adanya perubahan sex ratio yang diakibatkan oleh penggunaan

(28)

auksin. Hal ini didukung oleh pernyataan Krinamoorthy (1982) yang menyatakan bahwa aplikasi auksin dapat merubah sex ratio pada tanaman.

D. Hipotesis

Pemberian 2, 4 D dengan konsentrasi 100 ppm pada saat seludang tandan membuka 50% dapat menggantikan peran bunga jantan salak pondoh (Salacca edulisReinw).

(29)

15

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

Dalam penelitian ini, objek penelitian tanaman salak pondoh yang diamati berada di Dusun Pambregan, Kecamatan Turi Sleman, Yogyakarta pada waktu pengamatan mulai dari Bulan April hingga Bulan Juli 2016. Persiapan alat dan

bahan untukpenelitian ini dilaksanakan di Laboratorium K ultur In

VitroUniversitas Muhammadiyah Yogyakarta.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan terdiri dari serbuk 2,4-D, aquades, KOH 1 M dan bunga salak pondoh yang berasal dari tanaman berumur 5-10 tahun. Alat-alat yang digunakan dapat dilihat pada lampiran III.1 terdiri dari 3 botol mineral 150 ml, kain kelambu, platik, steples, spidol, label, saringan, pisau, cawan, sendok, sorong, penyaring, pengaduk, beakerglass, erlemeyer, gelas ukur 100 ml, gelas ukur 250 ml, timbangan analitik, dan speyer.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode eksperimental dengan rancangan perlakuan faktor tunggal yang disusun dengan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan tiga blok sebagai ulangan. Faktor yang diuji, yaitu konsentrasi 2,4 D yang terdiri dari tiga aras yaitu 50 ppm, 100 ppm dan 150 ppm yang diberikanketika seludang tandan membuka 25%, 50% dan 75% sehingga diperoleh sembilan perlakuan dan ditambah satupenyerbukan

(30)

menggunakan bunga jantan sebagai pembanding. Setiap ulangan terdiri atas tiga sampel, sehingga total unit percobaan yang diuji sebanyak 90 unit.

D. Cara Penelitian

1. Persiapan Alat Dan Bahan (Lampiran III.1)

Persiapan alat dan bahan meliputi penyediaan komponen-komponen yang dibutuhkan seperti sintetis 2,4-D, aquades, KOH 1 M dan bunga salak pondoh,botol mineral 150 ml, kain kelambu, platik, steples, spidol, label, saringan, pisau, cawan, sendok, sorong, penyaring, pengaduk, beakerglass, erlenmeyer, gelas ukur 100 ml, gelas ukur 250 ml, timbangan analitik, dan sprayer.

2. Pemilihan Bunga Betina Salak Pondoh

Bunga salak pondoh yang digunakan berasal dari tanaman yang sehat (lampiran III.2), varietas yang sama, pemeliharaan yang sama dan berumur 5-10 tahun.

3. Pembungkusan Bunga sebelum Penyemprotan

Pembungkusan bunga sebelum penyemprotan dilakukan menggunakan kain kelambu dengan menangkupkan pada bunga betina agar tidak diserbuki oleh poliator lain kemudian ditutup dengan setengah botol mineral.

4. Pembuatan Larutan 2, 4 D (Lampiran III.4)

Pembuatan larutan ini dilakukan dengan melakukan penimbangan serbuk 2, 4 D sesuai yang dibutuhkan untuk masing- masing konsentrasi (Lampiran 2)

(31)

17

kemudian ditetesi KOH 1 M hingga larutan bening dan ditambahkan 1 literkemudian dimasukan ke dalam erlemeyer.

5. Aplikasi 2, 4 D

Apikasi 2, 4 D dilakukan pada bunga betina yang telah mekar (Lampiran III.5) sesuai perlakuan (25%, 50% dan 75%) dan waktu aplikasi auksin kecuali kontrol yang diserbuki dengan bunga salak jantan dengan cara ditaburkan dan diolesi.

6. Pembungkusan Bunga Betina

Setelah aplikasi, bunga betina dib ungkus menggunakan kain kelambu dan setengah botol mineral(Lampiran III. 3 dan III.6) agar tidak diserbuki oleh bunga salak jantan.

E. Variabel Pengamatan

1. Pengamatan per Tandan a. Jumlah Buah

Pengamatan jumlah buah per tandan dilakukan dengan menghitung jumlah buah secara keseluruhan dari satu tandan (Lampiran III.7) yang dilakukan secara manual dengan satuan buah. Pengamatan ini dilakukan pada akhir penelitian yaitu pada Bulan Juli 2016.

b. Bobot Buah

Pengamatan bobot buah per tandan dilakukan dengan menimbang satu tandan buah menggunakan timbangan analitik (Lampiran III.9) dengan

(32)

satuan gram. Pengamatan ini dilakukan pada akhir pengamatan yaitu pada bulan Juli 2016.

c. Volume Buah

Pengamatan volume buah per tandan dilakukan dengan memasukan tandan kedalam wadah ukur yang berisi 1000 ml air (Lampiran III.10) kemudian dilihat pertambahan atau kenaikan airnya (volume akhir -

volume awal) sebagai hasil volume buah per tandan dengan satuan cm3.

Pengamatan ini dilakukan pada akhir pengamatan yaitu pada BulanJuli 2016.

2. Pengamatan per Buah a. Volume Buah

Pengamatan volume buah dilakukan dengan cara memasukan buah kedalam 20 ml air (Volume awal) kemudian lihat kenaikan atau pertambahan air (volume akhir) mengukur volume akhir air dikurangi volume awal air sebagai hasil dari pengkuran volume buah dengan satuan

cm3. Pengamatan ini dilakukan pada akhir pengamatan yaitu BulanJuli

2016 (Koshita, 1999). b. Jumlah Anak Buah

Pengamatan ini dilakukan dengan menghitung anak buah (tanpa biji) secara manual kemudian mencatanya. Pengamatan ini dilakukan di akhir pengamatan yaitu pada BulanJuli 2016.

(33)

19

c. Bobot Anak Buah

Pengamatan bobot anak buah dilakukan dengan meletakan anak buah pada timbangan analitik (Lampiran III.11) kemudian mencatat berat yang tertera sebagai hasil dengan satuan gram. Pengamatan ini dilakukan pada akhir pengamatan yaitu Bulan Juli 2016.

d. Jumlah Biji

Pengamatan jumlah biji per buah dilakukan dengan menghitung biji salak secara manual dari setiap buah yang tumbuh hasil dari penyerbukan 2, 4 D yang dilakukan pada akhir pengamatan yaitu BulanJuli 2016. e. Bobot Biji

Pengamatan bobot biji dilakukan dengan meletakan biji salak pada timbangan analitik (Lampiran III. 11) dan mencatat hasil yang dipero leh sebagai data yang diamati dengan satuan gram. Pengamatan ini dilakukan pada akhir pengamatan yaitu BulanJuli 2016.

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam atau Analysis of Varian (ANOVA) dengan tingkat kepercayaan 95%. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan uji Jarak Ganda Duncan atau Duncan Multiple Range Test (DMRT).

(34)

20

A. Pengamatan Buah per Tandan

Salah satu ciri perkembangan pada buah yang baik yaitu ditentukan bertambahnya volume dan biomassa selama proses tersebut berlangsung. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah, bobot buah dan volume buah.

Tabel 1. Rerata pengamatan buah pertandan3 bulan setelah aplikasi

Perlakuan Jumlah Buah per tandan (buah) Bobot Buah per tandan (gram) Volume Buah per tandan (cm3)

Auksin 50 ppm+seludang terbuka 25%. 3,000 a 8,820 b 19,000 b

Auksin 50 ppm+seludang terbuka 50%. 2,000 a 5,300 b 16,000 b

Auksin 50 ppm+seludang terbuka 75%. 4,000 a 6,270 b 6,500 b

Auksin 100 ppm+seludang terbuk 25%. 4,667 a 11,770 b 8,333 b

Auksin 100 ppm+seludang terbuka 50%. 4,000 a 5,690 b 6,000 b

Auksin 100 ppm+seludang terbuka 75%. 10,000 a 11,860 b 12,000 b

Auksin 150 ppm+seludang terbuka 25%. 5,000 a 7,635 b 7,500 b

Auksin 150 ppm+seludang terbuka 50%. 2,000 a 6,900 b 7,000 b

Auksin 150 ppm+seludang terbuka 75%. 7,000 a 17,545 b 19,000 b

Penyerbukan dengan bunga jantan. 9,333 a 41,363 a 39,000 a

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak ada pengaruh bedanyata berdasarkan hasil sidik ragam dan angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukan berengaruh beda nyata berdasarkan uji DMRT taraf α 5%.

BerdasarkanTabel 1 diketahui perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah buah per tandan,akan tetapi berpengatuh nyata terhadap bobot dan volume buah per tandan.

(35)

21

1. Jumlah buah pertandan

Buah pertandan menyatakan jumlah buah yang tumbuh dalam satu kelompok bunga. Satu tandan salak dapat terdiri dari beberapa bunga salak baik jantan maupun betina yang dapat menghasilkan 15-20 buah salak bahkan lebih. Jumlah buah per tandan menunjukkan keberhasilan penyerbukan suatu tanaman (Buana et al., 1994).

Hasil sidik ragam (Lampiran IV) jumlah buah pertandan menunjukan bahwa semua perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah buah per tandan. Artinya semua perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang sama atau berpengaruh tidak signifikan terhadap parameter jumlah buah per tandan. Jumlah buah yang dihasilkan dari penyerbukan menggunakan auksin rata-rata di bawah 10 buah. Jumlah tersebut menunjukan bahwa penyerbukanmenggunakan auksin cenderung masih rendah dibandingkan dengan menggunakan bunga jantan. Penyerbukan menggunakan bunga jantan menghasilkan buah sebanyak 9,333 buah (Tabel 1). Akan tetapi, pada penyerbukan menggunakan auksin 100 ppm yang diaplikasikan ketika seludang membuka 75% menghasilkan buah sebanyak 10 buah. Hal tersebut menunjukan bahwa pembentukan buah dengan auksin cenderung lebih baik dibandingkan penyerbukan dengan bunga jantan karena meningkatkan jumlah buah per tandan.

Pada pemberian auksin 150 ppmdengan seludang membuka 50% menunjukan hasil cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pemberian konsentrasi auksin lainnya (Gambar 4). Konsentrasi auksin cenderung lebih rendah memberikan hasil yang cenderung rendah pula pada pembentukan buah

(36)

yang dinyatakan dalam jumlah buah per tandan. Terlihat pada pemberianauksin 50 ppm dengan seludang membuka 25%, auksin 50 ppm dengan seludang membuka 50% dan auksin 50ppm dengan seludang membuka 75%menunjukkan hasil cenderung rendah, walaupun auksin diberikan pada pembukaan seludang bunga yang berbeda hasilnya tetap cenderung lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi lain.

Gambar 4. Jumlah buah per tandan Keterangan :

A = Auksin

50, 100, 150 = Konsentrasi Auksin (ppm)

S = Seludang Membuka

25 %, 50%, 100% = Persentase Seludang Membuka

Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kondisi fisologis bunga yang berkaitan dengan kematangan stigma. Kematangan stigma akan berpengaruh pada fertilisasi dan hasil buah terbentuk. Alfin dkk (2008) mengatakan jumlah buah yang tinggi dapat dicapai jika saat bunga mekar, terdapat serbuk sari yang viable dalam jumlah cukup karena semua bunga dapat

0 2 4 6 8 10 12 Ju m la h B ua h P er T an da n (bu ah ) Perlakuan

(37)

23

diserbuki. Hal tersebut menunjukan bahwa pembuahan pada salak menunjukan dipengaruhi oleh konsentrasi auksin.

Gambar 5. Perbandingan jumlah buah per tandan

Pada konsentrasi 50 ppm auksin yang diberikan diduga mempengaruhi ekspresi gen pada bunga salak yang menyebabkan terhambatnya fertilisasi, terutama pada saat seludang membuka 25% kemungkinan untuk terjadinya pembuahan sangat kecil karena gen yang yang berekspresi dapat menghambat pematangan bunga. Akan tetapi, nilai buah per tandan yang paling kecil diperoleh ketika seludang membuka 50% yaitu 2buah. Perlakuan tersebut merupakan perlakuan yang paling rendah diduga hal ini diakibatkan oleh tingkat konsentrasi auksin yang diberikan. Pada konsentrasi rendah diduga tidak bekerja secara efektif. Ketika seludang membuka sekitar 50% kematangan bunga telah meningkat dibandingkan seludang membuka 25% sehingga konsentrasi yang diberikan pun harus lebih tinggi agar mampu mendorong proses fertilisasi. Erlen dkk (2013) melaporkan bahwa pemberian NAA pada konsentrasi 150 ppm dan 200 ppm dapat meningkatkan jumlah buah terbentuk. Hal tersebut menunjukan bahwa yang berpengaruh terhadap perkembangan buah yaitu bunga itu sendiri.dan

(38)

kematangan bunga Corbesier et.,al (2006) menyatakan bahwa terdapat faktor eksogen dan endogen yang mempengaruhi pembungaan.

Faktor eksogen merupakan faktor yang mempengaruhi yang berasalluar individu seperti suhu, curah hujan serta ada tidaknya penyakit yang menginfeksi bunga (Alfin dkk, 2008). Faktor eksogen pertama yang mempengaruhi yaitu suhu.

Bunga akan berkembang baik setelah penyerbukan yaitu pada suhu 20-300 C jika

suhu terlalu tinggi maka akan maka akan menyebakan serbuk sarimati dan tidak dapat membuahi bunga betina, sebaliknya jika suhu terlalu rendah maka serbuk saritidak akan berkembang. Menurut Anonim (2013) suhuyang ada di lahan penelitian yaitu berkisar 20° - 33° Cpada suhu rendah perkembangan serbuk sariberlangsung dengan baik sehingga perkembangan serbuk sariberlangsung

dengan baik yang mengakibatkan pembentukan buah meningkat dan

menghasilkan jumlah buah yang tinggi.

Kedua yaitu curah hujan yang rendah mengakibatkan serbuk saridapat membuahi sel telur dengan baik sehingga terbentuk zigot yang berkembang menjadi embrio. Selain itu kondisi bunga yang sangat sehat mengakibatkan fertilisasi terjadi dengan baik seperti yang dikatakan Buana et al., (1994) bahwa keberhasilan penyerbukan dipengaruhi sangat dipengaruhi oleh kualitas bunga betina dan bunga jantan yang akan tampak pada jumlah buah per tandan. Kualitas serbuk sari yang baik dan memiliki viabilitas tinggi mengakibatkan berhasilnya penyerbukan sehingga jumlah buah yang terbentuk tinggi. Alfin dkk (2008) serbuk sari dengan viabilitas tinggi akan lebih dahulu membuahi sel telur serta akan mengasilkan buah yang banyak dan bermutu. Keadaan lahan yang bersih

(39)

25

mengakibatkan tidak adanya gangguan berupa hama dan penyakit yang mengganggu penyerbukan serta curah hujan rendah ketika penelitian dilakukan mendukung terjadinya pembentukan buah dengan baik. Rai et al., (2010) rendahnya curah hujan dan hari hujan yang menyebabkan proses metabo lisme dalam bunga berjalan dengan baik sehingga perkembangan buah berlangsung dengan baik.

2. Bobot buah per tandan

Pengukuran bobot buahper tandan dilakukan untuk mengetahui produksi biomassa tanaman yang berasal dari fotosintesis, serapan unsur hara dan air yang diolah dalam proses biosintesis yang diikuti dengan penambahan berat dan pertambahan ukuran. Semakin tinggi nilai bobot buah maka semakin bagus metabolisme yang dilakukan oleh tanaman tersebut.

Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan (Tabel. 2) menunjukan bahwa setiap perlakuan dan persentase membukanya seludang tandan memberikan pengaruh tidak yang berbeda nyata antar perlakuan, tetapi perlakuan berbeda nyata dengan kontrol.

(40)

Tabel 2. Tabel bobot buah per tandanper tandan

Perlakuan Bobot Buah per

Tandan (gram)

Auksin 50 ppm+membukanya seludang tandan 25% 8,820 b

Auksin 50 ppm+membukanya seludang tandan 50% 5,300 b

Auksin 50 ppm+membukanya seludang tandan 75% 6,270 b

Auksin 100 ppm+membukanya seludang tandan 25% 11,770 b

Auksin 100 ppm+membukanya seludang tandan 50% 5,690 b

Auksin 100 ppm+membukanya seludang tandan 75% 11,860 b

Auksin 150 ppm+membukanya seludang tandan 25% 7,635 b

Auksin 150 ppm+membukanya seludang tandan 50% 6,900 b

Auksin 150 ppm+membukanya seludang tandan 75% 17,545 b

Penyerbukan dengan bunga jantan 41,363 a

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf α 5%.

Berdasarkan uji jarak berganda Duncan (Lampiran IV) diketahui bahwa penyerbukan dengan bunga jantan memberikan pengaruh yang berbeda

dibandingakan perlakuan yang mengandung auksin(Tabel 2). Artinya

penyerbukan dengan bunga jantan memberikan pengaruh yang signifikan dibandingkan semua perlakuan yang mengandung auksin. Hal ini diduga karena hormon auksin tidak bekerja secara efektif yang diaplikasikan pada bunga salak pondoh. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dipaparkan oleh Johri (1984) bahwa pemberian auksin dengan konsentrasi tinggi mendorong terjadinya pembuahan pada salak, pemberian konsentrasi rendah auksin tidak mampu mendorong terjadinya pembuahan pada salak, karena respon

tanaman terhadap zat pengatur tumbuh tergantung konsentrasi yang

diberikan.Gatot (2006) juga menyebutkan bahwa semakin mundur saat aplikasi semakin besar juga konsentrasi auksin yang dibutuhkan.

(41)

27

3. Volume Buah

Pengukuran volume buah dilakukan untuk mengetahui ukuran buah serta kapasitas isi yang diakibatkan oleh produksi biomassa. Pada umumnya volume ini berkaitan dengan besar ruang pada buah. Pada analisis volume buah per tandan diketahui bahwa antar perlakuan tidak menunjukan adanya beda nyata, akan tetapi perlakuan berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 3 ).

Tabel 3. Volume buah per tandan

Perlakuan Volume Buah per

tandan (cm3)

Auksin 50 ppm+membukanya seludang tandan 25% 19,000 b

Auksin 50 ppm+membukanya seludang tandan 50% 16,000 b

Auksin 50 ppm+membukanya seludang tandan 75% 6,500 b

Auksin 100 ppm+membukanya seludang tandan 25% 8,333 b

Auksin 100 ppm+membukanya seludang tandan 50% 6,000 b

Auksin 100 ppm+membukanya seludang tandan 75% 12,000 b

Auksin 150 ppm+membukanya seludang tandan 25% 7,500 b

Auksin 150 ppm+membukanya seludang tandan 50% 7,000 b

Auksin 150 ppm+membukanya seludang tandan 75% 19,000 b

Penyerbukan dengan bunga jantan 39,000 a

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf α 5%.

Berdasarkan hasil analisis uji jarak berganda Duncan (Lampiran IV) diketahui bahwa penyerbukan dengan bunga jantan memberikan bengaruh yang nyata dibandingkan semua perlakuan yang mengandung auksin (Tabel 3). Hal ini menunjukan bunga jantan berpengaruh signifikan dibandingkan semua perlakuan yang mengandung auksin. Selain itu hal diatas juga menunjukan bahwa penyerbukan dengan menggunakan bunga jantan masih lebih baik dibandingkan dengan auksin. Hal ini terlihat dari nilai volume buah per tandan (Tabel 3) dimana penyerbukan dengan bunga jantan menunjukan nilai paling tinggi dibanding

(42)

dengan auksin. Keadaan tersebut disebabkan oleh respon bunga terhadap suatu keaadaan yang berbeda.

Pada bunga yang diserbuki dengan bunga jantan perkembangan bua h berjalan normal dari awal serbuk sari jatuh ke kepala putik, penyerapan nutrient pada kepala putik, mencapai mikropil, peleburan sel sperma dan sel telur hingga menjadi zigot, embrio dan berkembang menjadi bakal buah. Sedangkan perkembangan buah yang didorong dengan auksin (tanpa melalui penyerbukan) perkembangan buah tidak berjalan sama dengan menggunakan bunga jantan.

Pada proses pembentukan buah yang didorong dengan auksin, bunga tidak mengalami peleburan sel sperma dan sel betina sehingga tidak terjadi perkembangan embrio. Pada proses ini auksin mendorong perkembangan benang sari yang semula tidak berkembang menjadi berkembang yang akhirnya membuahi putik. Rangkaian tersebut menyebakan terjadinya perubahan fisiologis bunga sehingga walaupun bunga berkembang dan menghasilkan buah, buah tidak berkembang secara normal, waluapun pada proses tersebut juga dipengaruhi oleh molekul- molekul atau senyawa- senyawa yang mendukung metabolisme seperti sukrosa.

Selain itu pengaruh auksin yang diberikan, auksin bekerja sebagaimana fungsinya jika auksin tersebut berada pada konsentrasi yang tepat, waktu yang tepat serta keadaan lingkungan yang tepat. Pada penelitian ini auksin yang berikan mempunyai konsenrasi yang berbeda, waktu pemberian auksin berbeda serta kondisi lingkungan yang tidak selalu sama ketika penelitian ini dilaksanakan. Sehingga diduga auksin tidak bekerja secara efektif dan maksimal dalam

(43)

29

mendorong perkembangan buah yang dibuktikan dengan nilai bobot buah per tandan yang rendah.

Faktor lain yang menyebabkan nilai bobot buah per tandanauksin lebih rendah dibandingkan dengan bunga jantan yaitu viabilitas dan kematangan polen. viabilitas dan kematangan serbuk sari ditandai dengan perkecambahanserbuk sariyang masih tinggi sehingga volume buah per tandan menjadi tinggi. Bhojwani dan Bahtnagar (1999) mengatakan semakin tinggi tingkat kematangan serbuk sari semakin tinggi pula persentase berkecambah. Persentase kematangan serbuk sari ditandai dengan kadar air yang rendah. Livingston dan Ching, (1966) menyatakan bahwa kandungan air yang sedikit dapat meningkatkan keterjaminan serbuk sari dalam membuahi bunga. Serbuk sariyang digunakan pada penelitian ini berasal dari bunga yang telah matang ditandai dengan, keringnya bunga, berwarna cokelat dan kuningnya warna serbuk sari.

Kematangan stigma dan serbuk sarijuga menjadi faktor berikutnya yang menyebabkan perbedaan volume buah per tandan pada penyerbukan menggunakan serbuk sari lebih tinggi dibandingkan dengan semua perlakuan yang mengandung auksin.Kematangan stigma terjadi dalam waktu yang berbeda, sehingga stigma ada yang telah mencapai resesif dan ada yang belum mencapai resesif.

Masa kematangan stigma dan serbuk saripada sebagian besar terjadi dalam waktu singkat, yaitu antara 1-3 hari. Bahkan pada beberapa jenis tumbuhan , masa kematangan stigma dan serbuk sari hanya terjadi dalam beberapa jam (Heslop, 1970). Gejala tersebut merupakan suatu kendala yang dapat

(44)

menyebabkan kegagalan dalam penyerbukan dan pembuahan baik alami maupun buatan yang akhirnya dapat mengakibatkan gagalnya pembentukan buah (Garwood and Horvitz, 1985).Hal tersebut yang mengakibatkan volume buah per tandan memiliki volume yang berbeda khususnya pada volume buah yang diserbuki menggunakan bunga jantan yang menunjukan pengaruh yang berbeda dibandingkan dengan auksin.

(45)

31

B. Pengamatan per Buah

Tabel 4 .Rerata volume buah, jumlah anak , bobot anak , jumlah biji dan bobot biji. Perlakuan Volume Buah (cm3) Jumlah Anak Buah (buah) Bobot Anak buah (gram) Jumlah Biji (biji) Bobot Biji (gram) Auksin 50 ppm+ seludang tandan membuka 25% 3,330 a 2,000 a 0,250 a 1,000 a 0,060 a Auksin 50 ppm+ seludang tandan membuka 50% 0,370 a 1,500 a 0,170 a 1,000 a 0,170 a Auksin 50 ppm+ seludang tandan membuka 75% 1,915 a 3,000 a 0,240 a 0,000 a 0,000 a Auksin 100 ppm+ seludang tandan membuka 25% 1,760 a 2,667 a 0,260 a 0,500 a 0,037 a Auksin 100 ppm+ seludang tandan membuka 50% 1,500 a 3,000 a 0,460 a 3,000 a 0,060 a Auksin 100 ppm+ seludang tandan membuka 75% 1,200 a 2,500 a 0,410 a 0,000 a 0,000 a Auksin 150 ppm+ seludang tandan membuka 25% 1,500 a 3,000 a 0,150 a 0,000 a 0,000 a Auksin 150 ppm+ seludang tandan membuka 50% 3,500 a 3,000 a 0,750 a 1,000 a 0,360 a Auksin 150 ppm+ seludang tandan membuka 75% 4,000 a 3,000 a 0,470 a 1,250 a 0,045 a Penyerbukan dengan bunga jantan 4,860 a 3,000 a 1,167 a 2,1667 a 1,527 a

Keterangan : Angka yang ada pada tabel menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan sidik ragam 5 %.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiaran IV) menunjukan bahwa semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap volume buah, jumlah anak buah buah , bobot anak buah buah,jumlah biji buah dan bobot

(46)

biji buah. Hal tersebut menunjukan bahwa auksin yang diberikan untuk menggantikan peran bunga salak jantan memberikan pengaruh yang sama.

1. Volume Buah per Buah

Gambar 6. Volume Buah per Buah Keterangan :

A = Auksin

50, 100, 150 = Konsentrasi Auksin (ppm)

S = Seludang Membuka

25 %, 50%, 100% = Persentase Seludang Membuka

Berdasarkan Gambar 3 penyerbukan menggunakan bunga jantan masih memberikan nilai paling tinggi dibandingkan penyerbukan menggunakan auksin. Pertambahan volume buah terus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi auksin. Pada konsentrasi 150 ppm,volume buah per buah terus meningkat dengan semakin tingginya seludang tandan membuka, bahkan pada konsentrasi 150 ppm dengan waktu aplikasi ketika seludang membuka 75% nilai volume buahper buah mendekati penyerbukan menggunakan bunga jantan. Pada pemberian konsentrasi 50 dan 100 ppm tidak menunjukan peningkatan volume buah yang signifikan.

0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 V ol um e B ua h (cm 3 ) Perlakuan

(47)

33

Pada kedua konsentrasi tersebut menunjukan bahwa semakin tinggi seludang membuka maka semakin menurun nilai volume buah per buah. Walaupun sempat terjadi kenaikan volume buah per buah ketika seludang membuka 75% pada konsentrasi auksin 50 ppm. Hal tersebut menunjukan bahwa konsentrasi auksin tinggi dan semakin meningktanya seludang tandan membuka menentukan pertambahan volume buah per buah. Keadaan tersebut disebabkan oleh kondisi fisioligis (internal) yang menyebabkan tidak berhasilnya bunga berkembang menjadi buah ketika penyerbukan, seperti kandungan hormon auksin pada bunga (auksin endogen) rendah menyebabkan bunga mudah gugursehingga walaupun pembukaan seludang meningkat tidak mampu menghasilkan volume buah yang tinggi. Hal ini ditandai dengan mengeringnya bunga setelah beberapa hari pemberian auksin dilakukan.

Selain itu banyaknya daun pada setiap pohon dan rapatnya rumpun pohon salak menyebabkan sulitnya sinar matahari yang masuk dan banyaknya jumlah bunga dan buah yang terbentuk pada satu pohonnya menyebabkan persaingan fotosintat pada bunga sehingga menghambat pembentukan buah yang mengakibatkan volume buah per buah kecil. Kekurangan fotosintat pada bunga juga dapat menyebabkan pembentukan buah terhambat yang mengakibatkan volume buah kecil karena persaingan yang tinggi dalam mempereb utkan hasil fotosintetsis,seperti yang katakan Inrai(2013) kekurangan fotosintat pada bunga berupa sukrosa, gula total dan gula pereduksi dapat menghambat terbentuk nya buah karena persaingan karenaakan berpengaruh pada ukuran buah serta berat buah.

(48)

Volume buah perbuah ini juga berkaitan dengan volume buah pertandan jika volume buah pertandan tinggi maka volume buah perbuah pun tinggi. Akan tetapi hal tersebut tidak terjadi pada penelitian ini. Pada volume buah per tandan nilai yang paling tinggi yaitu ditunjukan pada perlakuan auksin 50 ppm dengan seludang membuka 25% dan auksin 150 ppm dengan seludang membuka 75%, akan tetapi pada pengamatan volume buah perbuah perlakuan auksin 50 ppm dengan seludang membuka 25% lebih kecil dari pada perlakuan auksin 150 ppm dengan seludang membuka 75% (Gambar 6). Hal tersebut menunjukan bahwa volume buah dipengaruhi oleh ukuran buah perbuahnya. Ukuran buah besar belum tentu menghasilkan volume yang besar pula begitupun sebaliknya karena volume ini juga berkaitan dengan bobot buah itu sendiri dimana pada bobot yang tinggi akan menghasilkan volume yang tinggi begitupun sebaliknya.

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa pemberian auksin 50 dan 100 ppm pada bunga yang pembukaan seludangnya berbeda cenderung menghasilkan volume buah yang hampir sama. Peningkatan volume buah baru terjadi ketika pemberian auksin pada konsentrasi 150 ppm dengan semakin tingginya pembukaan seludang tandan, hal tersebut menunjukan bahwa volume buah perbuah dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi auksin dan tingginya pembukaan seludang tandan.

2. Jumlah Anak Buah

Anak buah merupakan salah satu dari hasil produksi biomassa yang terbentuk dari selaput-selaput yang mengelilingi biji ketika proses perkembang

(49)

35

buah. Jumlah anak buah ini menunjukan besarnya respon auksin yang diberikan terhadap perkembangan buah.

Gambar 7. Jumlah Anak buah Buah per Buah Keterangan :

A = Auksin

50, 100, 150 = Konsentrasi Auksin (ppm)

S = Seludang Membuka

25 %, 50%, 100% = Persentase Seludang Membuka

Berdasarkan Tabel 4 diatas menunjukan bahwa setiap perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah anak buah terbentuk. Artinya auksin yang diberikan memberikan pengaruh yang sama atau tidak signifikan. Rata-rata jumlah anak buah yang terbentuk pada setiap perlakuan adalah 3. Pada konsentrasi 150 ppm walaupun diaplikasikan pada bunga yang pembukaan seludangnya berbeda tetap memperlihatkan hasil yang sama bahkan hal tersebut sama dengan penyerbukan menggunakan bunga jantan (Gambar 7) mempunyai nilai 3. Begitupun pada perlakuan auksin 50 ppm dengan seludang membuka 75 dan auksin 100 ppm dengan seludang membuka 50% jumlah anak buah yang dihasilkan 3.Pada perlakuan lainnya menunjukan bahwa peningkatan dan

0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 Ju m la h A na k B uh a (bu ah ) Perlakuan

(50)

penurunan jumlah anak buah tidak terjadi secara signifikan. Berdasarkan hal tersebut maka konsentrasi auksin dan saat membukanya seludang bunga tidak memberikan pengaruh terhadap pembentukan jumlah anak buah.

Auksin memberikan respon ketika auksin berada pada konsentrasi yang tepat. Pada konsentrasi tinggi auksin mendorong perkembangan stigma sedangkan pada konsentrasi rendah auksin akan menentukan perkembangan ovarium dan gynophore. Pada kedua hal ini akusin sama-sama mendorong perkembangan organ betina, akan tetapi keberhasilan penyerbukan juga bergantung pada kematangan stigma yang nantinya akan membetuk organ –organ baru pada buah termasuk anak buah , seperti hasil penelitian (Gambar 7) menunjukan bahwa jumlah perlakuan yang memberikan nilai tinggi terhadap jumlah anak perbuah yaitu ketika seludang tandan membuka 50% dan 70%. Hal tersebut dikarenakan bunga telah memasuki masa anthesis. Perkembangan stigma diiringi dengan kematangan stigma karena auksin ini mampu mendorong kematangan buah (Catala et al., 2000). Walaupun pada konsentrasi rendah auksin dapat mendorong perkembangan ovarium dan gynophore akan tetapi belum tentu ovarium tersebut telah siap untuk dibuahi atau ovarium siap diuahi akan tetapi kondisi dari ovarium tersebut belum optimal untuk dibuahi sehingga pembentukan dan perkembangan bagian –bagian buah pun tidak optimal seperti pada pembentukan anak buah yang terbentuk sedikit. Akan tetapi pada berdasarka hasil analis menunjukan bahwa anak buah yang terbentuk yang dinyatakan dalam jumlah anak buah menunjukan jumlah anak rata-rata 3. Hal tersebut menunjukan bahwa konsentrasi auksin hanya sedikit memberikan pengaruh terhadap jumlah anak buah.

(51)

37

3. Bobot Anak Buah

Bobot anak buah diamati untuk menunjukan berat anak buah pada setiap buah. Bobot buah ini dinyatakan dalam gram.

Gambar 8. Bobot Anak Buah per Buah Keterangan :

A = Auksin

50, 100, 150 = Konsentrasi Auksin (ppm)

S = Seludang Membuka

25 %, 50%, 100% = Persentase Seludang Membuka

Berdasarkan Gambar 8 bobot anak buah pada setiap perlakuan yang mengandung konsentrasi auksin lebih rendah dibandingkan dengan penyerbukan dengan bunga jantan. Pemberian auksin 150 ppm memberikan pengaruh yang baik terhadap bobot anak buah. Hal ini terlihat pada nilai bobot anak buah 0,75 gram dan 0,47 gram. Peningkatan bobot anak buah sejalan dengan konsentrasi auksin yang diberikan pada konsentrasi 50 ppm .Bobot anak buah hanya berkisar 0, 170 sampai 0,250 gram, sedangkan pada konsentrasi 100 ppm bobot anak buah berturut-turut yaitu 0,260, 0,410 dan 0,460 gram begitupun pada konsentrasi 150 ppm yang menunjukan bahwa bobot buah mencapai 0,470 dan 0,750 gram

0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 B obo t A na k B ua h (g ra m ) Perlakuan

(52)

walaupun terdapat bobot anak buah rendah pada perlakuan 150 ppm auksin dengan seludang membuka 25% yaitu 0,150 gram.

Pada pembukaan seludangbobot anak buah tertinggi diperoleh ketika tandan 50% yang diikuti ketika seludang tandan membuka 75%, dan 25%. Semakin awal seludang membuka maka semakin sedikit bobot anak buah yang diperoleh hal tersebut sejalan dengan semakin mundur seludang membuka maka bobot anak buah diperoleh juga kecil. Maka berdasarkan pemaparan diatas waktu yang paling baik untuk meningkatkan bobot anak buah yaitu ketika bunga seludang membuka 50% dengan konsentrasi auksin 150 ppm.

4. Jumlah Biji

Secara biologis biji merupakan bakal biji yang masak dan telah dibuahidimana pertumbuhan, perkembangannya dengan atau tanpa diawali amphimixis (pollinasi serta fertilisasi). Jumlah biji menunjukan jumlah biji dalam satu buah. Pengamatan jumlah biji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh auksin terhadap pembentukan biji pada bauh salak.

Berdasarkan Gambar 9 diketahui bahwa auksin yang diberikan masih mampu menghasilkan biji. Jumlah biji yang paling tinggi yaitu pada perlakuan auksin 100 ppm dengan seludang membuka 50% dan yang paling rendah yaitu pada perlakuan auksin 100 ppm dengan seludang membuka 25%. Sedangkan perlakuan auksin 50 ppm dengan seludang membuka 25%, auksin 50 ppm dengan seludang membuka 50% dan auksin 150 ppm dengan seludang membuka 50% menunjukan nilai yang sama.

(53)

39

Gambar 9. Jumlah Biji per Buah Keterangan :

A = Auksin

50, 100, 150 = Konsentrasi Auksin

S = Seludang Membuka

25 %, 50%, 100% = Persentase Seludang Membuka

Hal tersebut menandakan bahwa penyerbukan menggunakan auksin masih mampu membentuk biji. Buah yang terbentuk hasil penyerbukan buatan memiliki jumlah biji yang lebih banyak dibandingkan dengan buah hasil penyerbukan alami. Pada beberapa perlakuan menunjukan belum terbentuknya biji (Gambar 9) yaitu pada perlakuan auksin 50 ppm dengan seludang membuka 75%, auksin 100 ppm dengan seludang membuka 75% dan auksin 150 ppm dengan seludang membuka 25%. Hal tersebut menunjukan bahwa setiap auksin mampu menghambat pembentukan biji dengan waktu aplikasi ketika seludang membuka 75%. Gardner et al., (1991) menyatakan pembentukan buah dan biji merupakan interaksi dari pengaruh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal (genetik dan fitohormon). Faktor eksternal yang mempengaruhi yaitu suhu dan penyinaran matahari seperti yang dikatakan (1992) perkembangan buah

0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 Ju m la h B ij i (b ij i) Perlakuan

(54)

dan biji sangat dipengaruhi oleh suhu dan lingkungan penyinaran matahari dan

panjang hari. Panjang hari <12 jam dan rata-rata temperatur udara >180C kurang

mendukung terjadinya inisiasi pembungaan. Untuk terjadinya inisiasi

pembungaan diperlukan temperatur rendah 9-120C dan fotoperiodesitas panjang

>12 jam. Curah hujan yang tinggi >200 mm/bulan juga dapat menggagalkan pembungaan dan pembentukan biji (Sumarni et al., 2012). Selain itu jumlah biji juga dipengaruhi oleh jumlah bunga yang dihasilkan, persentase bunga yang mengalami pembuahan, persentase buah muda yang dapat terus tumbuh hingga menjadi buah masak dan umur buah.

5. Bobot Biji

Bobot biji menyatakan berat biji dalam satu buah salak. Bobot ini dinyatakan dalam satuan gram. Berdasarkan Gambar 10 diketahui bahwa bobot biji yang paling tinggi dihasilkan oleh kontrol dibandingkan p erlakuan. Konsentrasi 100 ppm memberikan memberikan kontribusi nilai bobot buah per tandan paling rendah dibandingkan dengan auksin 50 ppm dan 150 ppm pada waktu seludang membuka 50%. Pada beberapa perlakuan yaitu auksin 50 ppm dengan seludang membuka 75%, auksin 100 ppm dengan seludang membuka 75% dan auksin 150 ppm dengan seludang membuka 25% terdapat nilai nol, hal tersebut dikarenakan biji belum terbentuk karena biji masih berupa cairan. Bobot biji ini berkaitan erat dengan jumlah biji terbetuk. Jumlah biji berhubungan dengan keberhasilan penyerbukan dan pembuahan. Dengan demikian, jika penyerbukan dan pembuahan berhasil dengan baik, maka akan banyak menghasilkan biji, yang selanjutnya akan meningkatkan bobot biji. Peningkatan

(55)

41

bobot biji berkaitan dengan dengan produksi glukosa oleh buah karena berkaitan erat dengan kegiatan fisologis tanaman seperti fotosintasis yang ditranslokasi dari daun ke organ yang membutuhkan seperti batang, buah, akar, bunga dan jaringan meristem yang diangkut oleh suatu protein yang dinamakan sucrose transporter / SUT (Ward, 2000).

Gambar 10. Bobot Biji per Buah Keterangan :

A = Auksin

50, 100, 150 = Konsentrasi Auksin (ppm)

S = Seludang Membuka

25 %, 50%, 100% = Persentase Seludang Membuka

Akan tetapi, hal tersebut tidak terjadi pada penelitian ini. Jumlah biji yang tinggi tidak mengakibatkan bobot biji juga tinggi. Pada penelitian ini jumlah buah tertinggi diperoleh perlakuan auksin 100 ppm dengan seludang membuka 50%, sedangkan bobot biji tertinggi diperoleh perlakuan auksin 150 ppm dengan seludang membuka 50%. Hal tersebut menunjukan bahwa bobot biji dipengaruhi oleh konsentrasi auksin.Hal tersebut bertentangan dengan pernyataan Eva et al., 2009 yang menyetakan bahwa pada penyerbukan menggunakan auksin dapat membentuk buah tanpa biji (partenokarp) yang disebabkan manipulasi pada

0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 B obot B iji (g ra m ) Perlakuan

(56)

dinamika auksin yang merangsang gen untuk membentuk buah tanpa biji.Berdasarkan uraian diatasmaka auksin dapat menghambat perkembangan biji yang ditandai dengan rendah bobot biji.

(57)

40

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Auksin dapat menggantikan peran bunga jantan salak pondoh.

2. Zat pengatur tumbuh 2, 4 D dengan konsentrasi150 ppm yang diaplikasikan saat seludang membuka 75% cenderung lebih baik dalam menggantikan peran bunga jantan.

B. Saran

1. Perlu adanya kajian lebih mendalam mengenai peran auksin dalam menggantikan peran bunga jantan.

2. Perlu adanya kajian mengenai kematang stigma setiap tahap pembukaan seludang tandan.

Gambar

Gambar  1. Habitus  Tanaman  Salak Pondoh( Anonim,  2014)
Gambar  4. Jumlah  buah  per tandan  Keterangan  :
Gambar  5. Perbandingan  jumlah  buah  per tandan
Gambar  6. Volume  Buah  per Buah  Keterangan  :
+5

Referensi

Dokumen terkait

Guru memberikan penugasan kepada siswa untuk membuat kliping berikan contoh sikap dan perilaku yang harus diterapkan saat berlalu lintas dan berikan contoh

Bab ini berisikan tentang Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Prosedur Pemeriksaan Korban KDRT dalam proses Peradilan pidana, Aturan di dalam Undang-Undang

Media yang dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya penguasaaan kosakata adalah media yang berisi kartu huruf dan gambar yang dinamai dengan papan selip

13) Dapat dipercaya : diantaranya adalah siswa jujur, mampu mengikuti komitmen, mencoba melakukan tugas yang diberikan, menjadi teman yang baik dan membantu orang

data menggunakan regresi berganda dengan sebelumnya melakukan uji asumsi klasik dan uji normalitas data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Kepemilikan

Alhamdulillahirrobbil’alamin, atas karunia dan rahmat Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efektivitas ekstrak etanol kulit manggis ( Garcinia mangostana

The objective of this research is to find out whether there is any significant difference between the reading comprehensions of narrative text of the tenth graders of SMA PGRI 1

Bahasa Indonesia yang digunakan oleh pegawai pasar modern yang hadir sebagai orang ketiga dalam pembicaraan tersebut memberikan pengaruh terhadap perilaku berbahasa