REVIEW JURNAL
STRATEGI PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DI INDONESIA DI TINJAU DARI KONSEP CRADLE TO GRAVE
Radiokimia
Dosen ; Drs. Danar Purwonugroho, M.Si
Oleh
Nadhira Izzatur Silmi 145090200111026
Universitas Brawijaya
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Kimia
Pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia di bidang industri, kesehatan dan penelitian semakin berkembang. Efisiensi proses produksi yang tidak akan pernah mencapai 100 % berdampak dihasilkannya limbah padat, cair, gas. Limbah radioaktif selama ini tidak pernah dibuang ke lingkungan secara sembarangan karena telah diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara nasional dan tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku secara internasional1.
Pada dasarnya tingkat bahaya limbah radioaktif tidak berbeda dengan limbah berbahaya lainnya, yang membedakan adalah penyebab dan mekanisme terjadinya interaksi dengan target. Karakteristik bahaya dari limbah radioaktif adalah memancarkan radiasi yang dapat mengionisasi atau merusak target sehingga menjadi tidak stabil/disfungsi, sedangkan karakteristik bahaya dari limbah B3 antara lain: mudah meledak, mudak terbakar, beracun, reaktif, menyebabkan infeksi dan bersifat korosif2. Dalam pengelolaan limbah B3 dikenal konsep
Cradle to Grave yaitu pengawasan terhadap limbah B3 dari sejak dihasilkan hingga penanganan akhir.
A. Jenis Limbah Radioaktif
zat radioaktif dan bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir dan fasilitas pemanfaatan zat radioaktif, yang tidak dapat digunakan lagi merupakan pengertan dari limbah radioaktif. Berdasarkan bentuk fisiknya, dibedakan sebagai berikut:
1. Limbah Radioaktif Cair
limbah radioaktif cair dihasilkan dari proses pendinginan material, dalam jumlah kecil akan mengandung pengotor yang bersifat radioaktif sehingga bersifat aktif. Contoh dari limbah radioaktif yaitu hasil ekskresi pasien yang mendapatkan terapi dengan zat radioaktif, hasil ekskresi binatang percobaan minyak pompa vakum, pelumas, dan larutan sintilasi.
Di bidang kesehatan, Zat radioaktif yang digunakan pada umumnya berumur paro pendek (100 < hari), misalnya 125I, 131I, 99mTc, 32P, dll sehingga cepat mencapai kondisi stabil. Limbah radioaktif cair untuk jenis organik kebanyakan
1 Wardhana, WA , Radiotekologi, Andi Offset, Yogyakarta, (1996)
2 Haruki, A, Pengelolaan Limbah B3, Materi Pelatihan Audit Lingkungan diselenggarkan oleh Departmen Biologi
diproduksi oleh fasilitas penelitian. Zat radioaktif yang terkandung pada umumnya 3H dan sebagian kecil 14C, 125I dan 35S.
Dalam pengelolaan limbah cair tersebut harus diperhitungkan pula aktivitas konsentrasi zat radioaktif yang digunakan, karena terdapat beberapa zat radioaktif yang memiliki konsentrasi aktivitas sangat tinggi sehingga harus dipisahkan dengan zat radioaktif yang mempunyai konsentrasi aktivitas rendah. Untuk zat radioaktif dengan umur paro sangat pendek, maka penanganan limbah radioaktif tersebut dilakukan dengan menampung sementara sebelum dilepas ke badan air.
2. Limbah Radioaktif Padat
Penanggulangan limbah radioaktif padat sebagai akibat kontaminasi dan limbah sumber radioaktif akan dikirimkan ke PTLR-BATAN sebagai badan yang berwenang melakukan pengolahan limbah radioaktif. Ssedangkan sumber radioaktif yang berasal dari hasil impor, dapat dikirimkan kembali ke negara tersebut sesuai dengan perjanjian.
3. Limbah Radioaktif gas
Limbah radioaktif gas dapat dihasilkan pada aplikasi zat radioaktif terutama bidang kesehatan, contohnya 133Xe, 81mKr, 99mTc dan pemancar positron berumur paro pendek seperti 18F dan 11C. Jenis zat radioaktif yang digunakan relatif tidak berbahaya karena berumur paro pendek sehingga mudah mencapai kondisi stabil3.
4. Sumber Radioaktif Bekas
Sumber radioaktif yang sudah tidak digunakan lagi memerlukan pengkondisian dan disposal yang sesuai. Sumber radioaktif bekas dibedakan menjadi:
1) Sumber dengan umur paro ≤ 100 hari dengan aktivitas sangat tinggi. 2) Sumber dengan aktivitas rendah, misalnya untuk tujuan kalibrasi.
3) Sumber yang berpotensi memberikan bahaya kontaminasi dan kebocoran.
4) Sumber dengan umur paro >100 hari yang memiliki aktivitas tinggi maupun rendah4.
B. Kebijakan Nasional Pengelolaan Limbah Radioaktif
3 IAEA, Management of Waste from the Use of Radioactive Material in Medicine, Industry, Agriculture, Research and Education, Safety Guide No. WS-G-2.7, Vienna, (2005)
Pengelolaan limbah radioaktif di Indonesia menganut sistem sentralisasi dengan Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-Badan Tenaga Nuklir Nasional (PTLR-BATAN) sebagai pihak pengelola Pengelololaan limbah radioaktif terdiri dari rangkaian kegiatan yang meliputi tahapan pengumpulan, pengelompokkan, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan/atau pembuangan limbah radioaktif. Terdapat kegiatan pemindahan atau pengangkutan limbah radioaktif dari penghasil ke PTLR-BATAN atau ke negara asal sumber radioaktif bekas. Prosedur pengiriman limbah radioaktif ke PTLR-BATAN yang sudah berlangsung hingga sekarang sebagai berikut:
a. Penghasil limbah radioaktif mengajukan persetujuan pengiriman limbah radioaktif ke Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN).
b. Penghasil limbah radioaktif mengirimkan surat permohonan pengelolaan limbah radioaktif ke PTLR-BATAN dengan melampirkan salinan persetujuan pengiriman dari BAPETEN tersebut.
c. Penghasil limbah radioaktif mengirimkan limbahnya ke PTLR-BATAN dan menandatangi dokumen berita acara serah terima limbah radioaktif.
d. Penghasil limbah radioaktif menyerahkan salinan berita acara serah terima limbah radioaktif ke BAPETEN.
e. PTLR-BATAN melaporkan kegiatan pengelolaan limbahnya secara berkala (tiap semester) kepada BAPETEN sesuai dengan izin operasi yang diberikan oleh BAPETEN.
C. Konsep Cradle to Grave
Konsep Cradle to Grave yaitu pengawasan limbah sejak terbentuk, hingga berada di tempat pengolahan. Pengawasan limbah radioaktif dengan cara Crade to Grave bertujuan untuk mengetahui perjalanan limbah radioaktif dari proses produksi hingga lokasi akhir melalui dokumen-dokumen yang disertai dengan tindakan keselamatan terhadap pekerja, masyarakat, dan lingkungan.
D. Perjalanan Limbah Radioaktif
1. Penghasil Limbah Radioaktif
Penghasil limbah berkewajiban melakukan pengelolaan limbah yang dihasilkannya dengan tujuan meminimalisasi volume, kompleksitas, biaya dan resiko. Pengelolaan yang dilakukan meliputi mengumpulkan, mengelompokkan, atau mengolah dan menyimpan sementara. Pengelompokan berdasarkan aktivitas, waktu paro, jenis radiasi bentuk fisik dan kimia, sifat racun, dan asal limbah radioaktif.
Limbah padat dipisahkan menjadi dapat terbakar-tidak dapat terbakar, terkompaksi–tidak terkompaksi, aktivitas rendah dan tinggi, umur paro panjang dan pendek, serta jenis radiasi. Limbah cair dipisahkan berdasarkan asal limbah, waktu paro dan aktivitas. Limbah gas ditampung pada wadah khusus.
2. Pengangkut
Pengangkutan hanya dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang telah memilik izin pemanfaatan dari BAPETEN.
3. Pengolah
Pengolahan dan penyimpanan limbah radioaktif dilakukan oleh PTLR-BATAN. Pegolahan dilakukan dengan cara mereduksi volume libah dan mengurangi paparan radiasi. Limbah padat dapat diolah dengan cara kompaksi, insenerasi, dan imobilisasi. a. Kompaksi
Syarat-syarat dilakukannya kompaksi antara lain:
Tidak dekstruktif terhadap bungkusan limbah
Tidak bersifat infektan
Tidak menyebabkan tekanan pada wadah tampungan
Tidak mengandung cairan, bubuk aktif yang dapat mengkontaminasi, dan bahan kimia reaktif
b. Insenerasi
Syarat-syarat dilakukannya insenerasi antara lain:
Tidak menimbulkan tekanan
Tidak mengandung bahan beracun yang volatile
Kadar air yang diatur untuk menghasilkan pembakaran sempurna
Bahan bersifat lembab
Dilengkapi dengan pengendali debu c. Imobilisasi
Bertujuan untuk mencegah pergerakan limbah padat ke lingkungan. Limbah padat yang dapat diimobilisasi yaitu konsentrat evaporasi, abu insenerator, dan limbah padat hasil pengkompaksian. Imobilisasi dilakukan dengan bahan adsorben seperti semen, zeolite, dan bentonit.
Pengolahan limbah radioaktif cair bergantung pada keselamatan kerja, teknis, keuangan, pH, kandungan partikel padat, garam dan asam. Pengolahan limbah radioaktif gas dilakukan dengan mengkndisikan gas hingga memenuhi persyaratan pelepasan setempat. Limbah radioaktif bekas diolah berdasarkan waktu paronya.
Daftar Pustaka
Alfiyan, M., dan Yus, R. A., 2010, Strategi Pengelolaan Limbah Radioaktif di Indonesia Ditinjau dari Konsep Cradle to Grave, BAPETEN, Jakarta
Haruki, A, Pengelolaan Limbah B3, Materi Pelatihan Audit Lingkungan, Departmen Biologi FIMPA IPB dan Bagian PKSDM Dijten DEKDINAS, (2006)
IAEA, Management of Waste from the Use of Radioactive Material in Medicine, Industry, Agriculture, Research and Education, Safety Guide No. WS-G-2.7, Vienna, (2005)
IAEA, Management of Radioactive Waste from the Use of Radioactive Material in Medicine, Industry, Agriculture, Research and Education, TECDOC 1183, Vienna, (2000)