• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEDAULATAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDO (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEDAULATAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDO (1)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KEDAULATAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

ATAS PULAU NIPA DITINJAU BERDASARKAN

UNITED

NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA

(UNCLOS)

1982

Putri Triari Dwijayanthi I Nyoman Bagiastra

Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional Fakultas Hukum

Universitas Udayana

ABSTRACT

Indonesia is an archipelagic state, which has 12 outermost islands bordering with neighbouring countries. One of those islands is Nipa Island, where directly adjacent to Singapore. This situation increases the fear of losing small islands among Indonesian people. This paper aims to analyze the sovereignty of Indonesia over Nipa Island based on the United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. It is a normative legal research combined with other relevant literature approach and statute approach. The conclusion draw through this writing are Indonesia has sovereignty over Nipa Island based on UNCLOS 1982 and as one of the mechanisms of dispute settlement, negotiations can be done to settle the issue concerning sand mining between Indonesia and Singapore.

Keywords: Nipa Island, Sovereignty, and UNCLOS 1982.

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 12 pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Salah satu dari 12 pulau tersebut adalah Pulau Nipa yang berbatasan langsung dengan Singapura. Situasi ini meningkatkan kekhawatiran akan kehilangan pulau-pulau kecil di kalangan masyarakat Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis kedaulatan Indonesia atas Pulau Nipa berdasarkan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan literatur terkait dan peraturan perundang-undangan. Kesimpulan yang dapat ditarik melalui tulisan ini adalah Indonesia memiliki kedaulatan atas Pulau Nipa berdasarkan UNCLOS 1982 dan sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa, perundingan dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan mengenai penambangan pasir antara Indonesia dan Singapura.

Kata Kunci: Pulau Nipa, Kedaulatan, dan UNCLOS 1982. I. Pendahuluan

1.1Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau1 baik pulau yang telah berpenghuni dan yang belum berpenghuni. Dari puluhan

(2)

ribu pulau tersebut, terdapat 92 pulau terluar, dimana terdapat 12 pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, yaitu: Pulau Rondo, Pulau Berhala, Pulau Nipa, Pulau Sekatung, Pulau Marore, Pulau Miangas, Pulau Marampit, Pulau Fani, Pulau Fanildo, Pulau Baras, Pulau Batek, dan Pulau Dana.2

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, Pulau Nipa merupakan salah satu pulau kecil di Indonesia yang berbatasan langsung dengan Singapura.3 Pulau ini terletak di selat Singapura pada koordinat 01019’13’’ LU dan 103039’11” BT dan secara administratif masuk ke wilayah Kelurahan Pemping, Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau.4

Pada awal tahun 2000, pulau ini menjadi fokus perhatian karena adanya penambangan pasir dengan ijin kuasa penambangan yang diberikan oleh instansi berwenang untuk kemudian diekspor ke Singapura untuk mendukung proyek reklamasi daratan di Singapura.5 Hal ini menyebabkan terjadinya abrasi yang berakibat pada semakin berkurang luas pulau Nipa dan bahkan hampir tenggelam.6 Saat ini, Pulau Nipa telah direklamasi dan dibangun pula pangkalan Angkatan Laut. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menjaga kedaulatan Indonesia atas Pulau Nipa yang letaknya di selat Singapura dan juga berdekatan dengan Malaysia.7

1.2Tujuan

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia atas Pulau Nipa berdasarkan the United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. Selain itu, tulisan ini juga bertujuan untuk menganalisis cara penyelesaian sengketa antara Indonesia dan Singapura tentang penambangan pasir di Pulau Nipa.

2 Chandra Motik YD dan kawan-kawan, Buku Bacaan Pendidikan Kelautan Kekayaan Negeriku Negara Maritim, Sekretariat Dewan Kelautan Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011, h. 46.

3 Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil Indonesia, URL: http://www.ppk-kp3k.kkp.go.id/direktori-pulau/index.php/public_c/pulau_info/456, diakses pada 1 Maret 2016.

4Ibid.

5Ibid.

6 Ajang Nurdin, 22 Juni 2015, Liputan6.com, “Pulau Nipa Terancam Tenggelam, Batas Indonesia Bakal Bergeser.” Diakses dari URL: http://news.liputan6.com/read/2257248/pulau-nipa-terancam-tenggelam-batas-indonesia-bakal-bergeser, diakses pada 14 April 2016.

(3)

II. Isi Makalah 2.1Metode Penulisan

Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif, yakni penelitian hukum kepustakaan yang datanya diperoleh dari mengkaji bahan-bahan pustaka, yang lazimnya disebut sebagai data sekunder.8 Pendekatan yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (Statute Approach), yang dalam tulisan ini menggunakan UNCLOS 1982 dan peraturan perundang-undangan Indonesia serta berbagai literatur terkait.

2.2Hasil dan Pembahasan

2.2.1 Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia Atas Pulau Nipa Ditinjau Berdasarkan the United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 Pasal 47 ayat (1) UNCLOS 1982, mengatur mengenai mekanisme penarikan garis pangkal kepulauan bagi negara-negara kepulauan (archipelagic state), yaitu sebagai berikut:

“An archipelagic State may draw straight archipelagic baselines joining the outermost points of the outermost islands and drying reefs of the archipelago provided that within such baselines are included the main islands and an area in which the ratio of the area of the water to the area of the land, including atolls, is between 1 to 1 and 9 to 1.”

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1), (2), dan (3) UNCLOS 1982 menegaskan tentang status hukum laut teritorial, ruang udara di atas laut teritorial dan dasar laut serta tanah di bawahnya.9 Dalam hal suatu negara merupakan negara kepulauan (archipelagic state), wilayahnya dan juga kedaulatannya meliputi juga perairan kepulauannya (archipelagic waters).10 Pelaksanaan kedaulatan itu harus tunduk pada ketentuan UNCLOS 1982 dan peraturan hukum internasional lainnya.11

8 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 12.

9 Parthiana, I Wayan, 2014, Hukum Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia, Yrama Widya, Bandung, h. 69.

10Ibid.

(4)

Mengenai laut teritorial ditentukan dalam Pasal 3 UNCLOS 1982 bahwa setiap negara berhak menetapkan lebar laut teritorialnya hingga suatu batas yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal yang ditentukan sesuai dengan konvensi.12 Dalam konteks kedaulatan, pengukuran lebar laut teritorial ini penting karena setiap negara memiliki kekuasaan penuh bahkan cenderung absolut atas lautnya.13

Pulau Nipa merupakan salah satu pulau dimana terdapat 2 (dua) pangkal titik dasar garis pangkal kepulauan Indonesia (Nomor 175 dan nomor 176) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 yang diperbarui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2009.14 Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pengesahan Perjanjian Antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Barat Selat Singapura 2009 penetapan garis batas laut wilayah menggunakan titik dasar di Pulau Nipa sebagai dasar pengukuran batas maritim Republik Indonesia.15 Kedaulatan Indonesia atas pulau ini juga didukung dari referensi peta asli tahun 1973 yang juga menetapkan titik dasar Indonesia di Pulau Nipa.16

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas Pulau Nipa. Dengan demikian, kedaulatan atas pulau yang sudah resmi menjadi milik Indonesia tidak akan berpindah dengan mudah ke negara tetangga, misalnya Singapura, hanya karena Singapura mengajukan klaim kepemilikan.

12Ibid.

13 Lihat ibid, h. 71.

14 Ketentuan ini terdapat dalam Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pengesahan Perjanjian Antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Pengesahan Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Barat Selat Singapura, 2009. Peraturan ini telah didaftarkan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa sesuai dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut, 1982 (The United Nations Convention on the Law of the Sea, 1982).

15 Lihat bagian Menimbang huruf d Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pengesahan Perjanjian Antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Pengesahan Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Barat Selat Singapura, 2009.

(5)

2.2.2 PENYELESAIAN SENGKETA SECARA NEGOSIASI ANTARA INDONESIA DAN SINGAPURA TENTANG PENAMBANGAN PASIR Dalam hukum internasional, setiap sengketa internasional harus diselesaikan dengan cara damai. Berdasarkan Pasal 33 Piagam PBB disebutkan bahwa pertama-tama para pihak yang bersengketa harus mencari solusi melalui negosiasi, penyelidikan resmi, atau mediasi, baru kemudian bila upaya tersebut tidak membuahkan hasil, memilih bentuk resolusi yang lebih rumit.

Pasal 283 ayat (1) UNCLOS menetapkan, bahwa ketika timbul sengketa di antara negara-negara anggota menyangkut interpretasi atau penerapan konvensi tersebut, “para anggota yang bersengketa harus meneruskan bertukar pendapat dengan cara terbaik mengenai penyelesaiannya melalui negosiasi atau cara damai lainnya.”17

Untuk menyelesaikan permasalahan mengenai penambangan pasir antara Indonesia dan Singapura dapat dilakukan perundingan (negosiasi). Hal ini dilakukan dengan maksud mencari titik temu bagi pendapat-pendapat yang berbeda, atau memahami pandangan-pandangan berbeda yang dikemukakan.18

III. Kesimpulan

Adapun simpulan dari paper ini adalah sebagai berikut:

3.1Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas Pulau Nipa, sehingga negara lain tidak dibenarkan untuk mengklaim kedaulatan atas suatu pulau yang sudah resmi menjadi milik Indonesia;

3.2Untuk menyelesaikan permasalahan mengenai penambangan pasir antara Indonesia dan Singapura, dapat dilakukan melalui perundingan (negosiasi).

17Ibid, ketentuan ini telah dibahas oleh Tribunal Internasional untuk Hukum Laut. Lihat misalnya kasus-kasus Southern Bluefin Tuna, 28 ILM, 1999, h. 1624, dan kasus Mox, 41 ILM, 2002, h. 405. Dalam kasus Land Reclamation, 126 ILR, h. 487, diputuskan bahwa pertukaran pendapat tidak perlu diteruskan bila jelas tidak akan membuahkan hal yang positif, ibid., paragraf 48. Dalam Barbados v. Trinidad and Tobago, putusan arbitrase 11 April 2006, paragraf 201-3, diputuskan bahwa Pasal 283 ayat (1) tidak dapat diinterpretasikan secara masuk akal mewajibkan negosiasi; jika negosiasi sudah dilakukan selama beberapa tahun namun tetap gagal menyelesaikan sengketa, maka disyaratkan melakukan pertukaran pandangan lanjutan dan terpisah. Disebutkan bahwa syarat dalam Pasal 283 ayat (1) untuk menyepakati penentuan batas-batas di bawah Pasal 74 dan Pasal 83 yang tergolong negosiasi-negosiasi yang diwajibkan pada pasal-pasal itu.

(6)

DAFTAR PUSTAKA BUKU

Boer Mauna, 2013, Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Edisi Kedua, Cet. Ke-5, PT. Alumni, Bandung.

Chandra Motik YD dan kawan-kawan, 2011, Buku Bacaan Pendidikan Kelautan Kekayaan Negeriku Negara Maritim, Sekretariat Dewan Kelautan Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Parthiana, I Wayan, 2014, Hukum Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia, Yrama Widya, Bandung.

Malcolm N. Shaw QC, 2013, Hukum Internasional, Cetakan Pertama, Nusa Media, Bandung, diterjemahkan dari karya M.N Shaw, International Law (Cambridge University Press, 2008).

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Charter of the United Nations (Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa).

The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 (Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa 1982).

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2010 tentang Perjanjian Antara Republik Indonesia dan Republik Singapura tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Bagian Barat Selat Singapura.

INTERNET

Ajang Nurdin, 22 Juni 2015, Liputan6.com, “Pulau Nipa Terancam Tenggelam, Batas

Indonesia Bakal Bergeser.” Diakses dari URL:

http://news.liputan6.com/read/2257248/pulau-nipa-terancam-tenggelam-batas-indonesia-bakal-bergeser, pada 14 April 2016.

Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil Indonesia, URL: http://www.ppk-kp3k.kkp.go.id/direktori-pulau/index.php/public_c/pulau_info/456, diakses pada 1

Maret 2016.

Referensi

Dokumen terkait

Surat undangan ini disamping dikirimkan melalui e-mail juga diumumkan melalui halaman berita di website LPSE Provinsi Jawa Tengah, oleh karenanya Panitia

Pada gambar 4.4 ada 4 menu yang telah disediakan yaitu diantara adalah Install/Update LTSP Packages berfungsi untuk penginstalan aplikasi ltsp-server , Configure the

Pengamalan pancasila berarti pelaksanaan pancasila dalam bentuk tingkah laku dan tindakan atau perbuatan yang nyata sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam

Dengan demikian studi ini secara jelas menghasilkan sebuah prekursor kondisi yaitu suatu kondisi tertentu (kondisi dimana keberadaan Bz IMF lemah yang cenderung

Setiap elemen pengolahan memiliki kaitan dengan memori data tertentu, sehingga setiap instruksi dieksekusi terhadap himpunan data yang berbeda oleh processor yang berbeda..

Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H1 : Terdapat pengaruh intervensi program penanggulangan

Hendro Gunawan, MA

tepian sungai Musi kota Palernbang menrperlihatkan nilai < 0,50,artinya tidak terjadi dominansi spesies tertentu.Infonnasi hasil penelitian ini diharapkan dapat