• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Manajemen Layanan Teknologi Infor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kajian Manajemen Layanan Teknologi Infor"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Kajian Manajemen Layanan Teknologi Informasi

Pada Lembaga Pemerintahan di Indonesia

Menggunakan Kerangka COBIT 4.1 dan ITIL V3.0

(Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Salatiga)

Johan J.C. Tambotoh

Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga, Indonesia

Email: johan.tambotoh@staff.uksw.edu

Rudi Latuperissa

Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga, Indonesia

Email: rudi.latuperissa@staff.uksw.edu

Abstract— Pemanfaatan teknologi informasi pada lembaga

pemerintahan bertujuan mewujudkan good governance. Pada

penerapannya sering ditemui persoalan, diantaranya adalah pada layanan teknologi informasi bagi penggunanya. Untuk itu perlu diketahui tingkat keberhasilan dalam layanan teknologi

informasi pada lembaga pemerintah. Penelitian ini

menitikberatkan pada evaluasi layanan teknologi informasi mengunakan 2 (dua) kerangka yaitu COBIT 4.1 dan ITIL V3.0. Fokus kajian yang dilakukan adalah pada layanan teknologi

informasi (Delivery and Support). Hasil dari penelitian ini

menunjukan bahwa Pemerintah Kota Salatiga dalam hal manajemen layanan teknologi informasi berada pada Level 1 yaitu kondisi dimana organisasi telah mengenal masalah tetapi tidak ada proses standarisasi, tetapi sekurang-kurangnya ada pendekatan khusus yang cenderung diterapkan pada individu atau dasar kasus demi kasus (adhoc).

Keywords— Manajemen Layanan TI; Tata Kelola TI; COBIT 4.1; ITIL V3.0

I. PENDAHULUAN

Keberhasilan pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik adalah terlaksananya layanan pada masyarakat secara transparan, efisien dan efektif. Hal ini mendorong pemerintah untuk menjalankan good governance pada setiap aspek layanan, baik itu untuk masyarakat, bisnis maupun antar lembaga pemerintahan. Layanan yang baik akan terlaksana apabila semua unsur dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsi secara baik pula. Pemanfaatan teknologi informasi (TI) sebagai instrumen pendukung dalam proses administrasi serta penyediaan informasi yang berguna diharapkan dapat meningkatkan kinerja dan layanan lembaga pemerintahan. Hal ini untuk memastikan penggunaan TI yang benar-benar dapat mendukung tujuan penyelenggaraan pemerintahan, dengan memperhatikan efisiensi penggunaan sumber daya dan pengelolaan risiko yang merupakan dasar dibutuhkannya tata kelola TI atau IT Governance [1].

Berdasarkan rumusan visi dan misi Pemerintah Kota Salatiga maka ditemukan upaya untuk menjadikan tata kelola

pemerintahan yang baik yaitu “Meningkatkan tata kelola Pemerintahan dengan prinsip-prinsip good governance”, dan Mewujudkan konsep good governance, pembangunan daerah dan pengelolaan sektor publik dilakukan dengan berbasis pada partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas”[2]. Sejak beberapa tahun lalu pemerintah Kota Salatiga berupaya mewujudkanya dengan mengembangkan sistem informasi yang memanfaatkan teknologi komputer berbasis internet, guna mengintegrasikan berbagai sistem untuk pengelolaan data dan informasi serta pengawalan terhadap layanan di setiap dinas ataupun badan dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Pengintegrasian berbagai sistem untuk pengelolaan data dan informasi dengan berbasis internet bukanlah hal yang mudah. Keharusan memiliki blue print yang matang serta implementasi dilapangan perlu mendapat perhatian khusus, guna mendapatkan efisiensi dan efektifitas dalam pengunaan TI. Guna memenuhi tugas dalam rangka pelayanan publik sebagaimana diamanatkan Undang -Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, maka Pemkot Salatiga berniat membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi dengan mengacu pada efisiensi. Sebelum melakukan perbaikan atau pembaruan maka perlu adanya kajian evaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan sistem yang telah berjalan di Pemkot Salatiga.

(2)

merupakan best practice untuk mengelola layanan TI, pengembangan dan operasi TI. ITIL v 3 memberikan deskripsi rincian secara komprehensif bagaimana cara mencapai objektif TI.

Penelitian ini akan menggabungkan 2 kerangka tersebut melalui pemetaan dan penyelarasan antara COBIT 4.1 dan ITIL V3.0 [5]. Tujuan dari penggabungan ini adalah untuk memetakan secara spesifik layanan TI yang akan diukur tingkat kematangannya. Dengan demikian, identifikasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap pencapaian kematangan serta seberapa jauh kontribusi bagi pemanfaatan IT terhadap aspek manajemen layanan TI di lingkungan pemerintahan Kota Salatiga merupakan suatu pendekatan evaluasi yang baik. Terlebih lagi dalam upaya memberikan saran yang konstruktif dan dalam kerangka menyusun rancangan strategis pemanfaatan IT bagi penciptaan good governance di lembaga pemerintah Kota Salatiga

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tata Kelola TI

Tata kelola TI merupakan proses pengelolaan yang dimulai dengan menentukan tujuan dari TI pada organisasi guna memberikan arahan awal. Selanjutnya secara berkelanjutan dari pengukuran kinerja dilakukan perbandingan dengan tujuan dan akhirnya mengarahkan kembali kepada aktifitas TI sejalan dengan yang seharusnya dilakukan. Tidak kalah pentingnya adalah melakukan perubahan tujuan apabila diperlukan. Berikut ini pada Gambar 1 merupakan kerangka kerja tata kelola TI yang disarikan dari kerangka ITGI [3].

Gambar 1. Kerangka Kerja Tata Kelola TI

Menurut Surendro [6], tata kelola TI adalah upaya untuk menjamin pengelolaan teknologi informasi agar mendukung bahkan selaras dengan strategi bisnis pada suatu perusahaan atau organisasi yang dilakukan oleh dewan direksi, manajemen eksekutif dan juga manajemen TI. Beberapa definisi mengenai tata kelola TI menunjukkan perbedaan, namun pada dasarnya menyatakan kesamaan prinsip dalam definisinya, terutama terkait dengan perlunya keselarasan antara strategi bisnis dengan strategi penerapan TI.

B. COBIT 4.1

Kerangka COBIT 4.1 yang disusun oleh ISACA (Information System Audit and Control Association) dan ITGI merupakan model tata kelola TI yang terdiri dari kumpulan proses yang dapat diimplementasikan di semua level

organisasi/perusahaan untuk memperbaiki tata kelola dan manajemen TI. COBIT 4.1 menyediakan referensi best business practices yang mencakup keseluruhan proses bisnis organisasi dan memaparkannya dalam struktur aktivitas-aktivitas logis yang dapat di kelola dan dikendalikan secara efektif [3].

Keterkaitan antara masing-masing 4 domain pada COBIT dapat digambarkan pada Gambar 2. Pada domain Plan and Organise (PO) memberikan panduan atau arahan untuk memberikan solusi (AI) dan layanan (DS), domain Acquire and Implement (AI) menyediakan solusi dan merubahnya menjadi sebuah layanan. Sedangkan domain Deliver and Support (DS) menerima solusi dan menjadikan solusi tersebut berguna bagi pengguna, serta domain Monitor and Evaluate (ME) memonitor seluruh proses dan memastikan arahan pimpinan agar diikuti.

Gambar 2. Hubungan Tiap Domain Pada COBIT 4.1.

C. ITIL V3.0

ITIL V3.0 merupakan serangkaian acuan strategis dalam tata kelola TI dan merupakan best practices yang konsisten serta menyeluruh guna melihat pengelolaan layanan TI agar dapat memberikan kualitas layanan yang tinggi dari TI [4]. Meskipun ITIL V3.0 dibuat dan didesain oleh badan pemerintah (dalam hal ini adalah pemerintah Inggris), namun penggunaan ITIL V3.0 tidak memiliki standar untuk penggunaan tertentu. Penggunaan ITIL V3.0 sebagai acuan evaluasi pada pemanfaatan TI bergantung pada konteks atau objek tata kelola TI yang hendak di evaluasi.

ITIL V3.0 biasanya pada pelaksanaannya ditentukan oleh satu atau beberapa hal berikut, antara lain :

1. Proses-proses layanan fungsi TI pada suatu perusahaan atau organisasi perlu diketahui.

2. Kualitas layanan perlu diketahui guna peningkatan layanan.

3. Adanya kebutuhan untuk focus pada layanan TI kepada pengguna.

(3)

5. Perlunya untuk menekan risiko dengan menerapkan sistem pada pengelolaan layanan TI yang tidak bekerja sebagaimana mestinya.

6. Kebutuhan untuk memprediksi layanan yang terjadi guna perbaikan layanan.

D. Pemetaan COBIT 4.1 dan ITIL V3.0

COBIT 4.1 memotret tata kelola TI pada high level organisasi, sedangkan ITIL V3.0 melihat detail implementasi TI. Semua control objective pada COBIT 4.1 dipetakan dan disesuaikan dengan semua bagian pada ITIL V3.0. COBIT 4.1 mengatur masalah obyektif yang harus dicapai oleh sebuah organisasi dalam memberikan layanan IT, sedangkan ITIL merupakan best practice cara-cara pengelolaan IT untuk mencapai obyektif organisasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa COBIT dan ITIL merupakan dua pendekatan dalam IT Governance dan tata kelola layanan teknologi informasi yang saling melengkapi.

Berikut ini pada Tabel 1 merupakan contoh pemetaan antara COBIT 4.1 dan ITIL V3.0.

TABEL1.PEMETAANCOBIT4.1DANITILV3.0

III. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus pada pemerintah Kota Salatiga. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, diskusi mendalam dan observasi dengan harapan untuk mendapatkan data yang mendalam dan sesuai dengan kondisi pemerintah Kota Salatiga. Untuk itu penentuan informan kunci yang merupakan sumber data sangat penting. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Subbagian Pusat Data Elektronik, Kantor Sekretariat Daerah Kota Salatiga, Bidang Informasi dan Komunikasi, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Kota Salatiga. Mengingat fokus penelitian ini pada manajemen layanan TI di lingkungan pemerintah Kota Salatiga, maka penentuan informan kunci memperhatikan tugas pokok dan fungsi yang ada.

Berikut ini pada Gambar 3 merupakan tahapan penelitian yang dilakukan, dimulai dari tinjauan pustaka, pemetaan COBIT 4.1 dan ITIL V3.0 hingga penyusunan rekomendasi hasil penelitian.

Gambar 3. Tahapan Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan pemetaan yang telah dilakukan maka dipilih domain Delivery and Support (DS) pada COBIT 4.1 untuk dibandingkan dengan fungsi pada ITIL V3.0. Dipilih 6 (enam) control objective yang sesuai dengan fokus kajian ini yaitu pada aspek manajemen layanan TI. Penentuan 6 control objective berdasarkan analisa management awareness dari Subbagian Pusat Data Elektronik (PDE) yang menjadi objek utama dalam penelitian ini. Temuan dan pembahasan masing-masing control objective akan dibahas pada bagian berikut ini.

TABEL 2. PEMETAAN DS1.1

SS 2.6

1.0

SS 4.3

1.0

SS 4.4

1.0

SS 7.2

1.0

SS 7.3

1.0

SS 7.5

1.0

SD 4.2.5.1

1.0

SD 4.2.5.9

1.0

RATING

Fungsi dan proses di seluruh siklus hidup

Mengembangkan aset strategis

Strategi dan perbaikan

Persiapan unruk eksekusi

Strategi dan desain

Strategi dan transisi

ITIL

DS1.1 Kerangka kerja

manajemen tingkat

layanan

COBIT

• Laya a proses

manajemen tingkat

formal dan keselarasan

terus menerus untuk

kebutuhan bisnis

• Me fasilitasi

pemahaman bersama

antara pelanggan dan

penyedia

KEY AREA

Kerangka kerja desain SLA

Membangun/mengembangkan kontrak dan

kerjasama

RATING

(4)

Pada Tabel 2 merupakan pemetaan DS1.1, yaitu kerangka kerja tingkat layanan terhadap ITIL V3.0. Hasil ini menunjukkan bahwa pemerintah Kota Salatiga tidak memiliki dokumen tentang strategi desain, strategi tansisi, strategi untuk perbaikan/recovery dan strategi pengelolaan aset TI. Hal ini disebabkan karena belum adanya portofolio TI yang mengatur strategi TI yang dikembangkan pemerintah Kota Salatiga. Akibatnya adalah kesulitan dalam pengembangan TI di pemerintah Kota Salatiga. Praktik yang dilakukan staff TI maupun pegawai lain yang mengelola TI di pemerintah Kota Salatiga memiliki cara yang berbeda-beda dalam memberikan service akibat belum adanya standarisasi service dan tidak adanya kerangka kerja yang formal, strategi layanan, strategi pengelolaan aset dan transisi layanan mengakibatkan banyak layanan TI yang ditawarkan tidak maksimal. Keberlangsungan siklus hidup TI tergantung bagaimana portofolio dibentuk.

Untuk perbaikan maka pemerintah Kota Salatiga segera merumuskan portofolio TI yang komprehensif dengan mempertimbangkan kebutuhan dalam layanan TI serta alur informasi internal dan eksternal Pemkot dalam rangka mewujudkan good governance. Prosedur didalamnya yang menyangkut Standard Operating Procedure (SOP), Service Level Agreement (SLA) dan Operational Level Agreement (OLA) [7].

Pada Tabel 3 menunjukan bahwa pemerintah Kota Salatiga belum memiliki portofolio TI. Hal ini disebabkan karena pemerintah Kota Salatiga belum memiliki Rencana Strategis / Master plan TI yang mengatur strategi implementasi dan manajemen layanan TI di lingkungan pemerintah Kota Salatiga. Akibatnya penyelesaian masalah-masalah TI di pemerintah Kota Salatiga tertransendensikan secara pragmatis. Tidak ditemukan bahwa pemerintah Kota Salatiga sudah memiliki katalog layanan TI. Hal ini menyebabkan PDE kesulitan mendefinisikan layanan yang akan diberikan kepada

user. Peran katalog layanan cukup vital dalam menentukan target serta segmen dari layanan yang diberikan. Ketiadaan katalog layanan akan menghambat evaluasi karena katalog layanan dapat memudahkan analis untuk mengukur kualitas berdasarkan parameter yang ditentukan serta menghitung alokasi dana berdasarkan prioritas yang ditentukan.

Untuk perbaikan maka PDE sebaiknya membuat rancangan katalog layanan berdasarkan kebutuhan pemerintah Kota Salatiga. Upaya yang dilakukan yaitu menetapkan segmen layanan, target layanan, prioritas layanan TI dan menetapkan parameter untuk mengukur tingkat keberhasilannya. Adanya katalog layanan memudahkan PDE mengembangkan layanan (interface, desain, transisi) dan memprediksi kebutuhan guna menentukan perkiraan alokasi dana yang dibutuhkan. PDE memberikan rancangan katalog layanan kepada pemerintah Kota Salatiga sebagai rekomendasi/saran guna membuat rancangan portofolio TI.

Menetapkan kontrak dan suplier baru 1.0

RATING

Berdasarkan pemetaan maka salah satu control objective yang dipilih adalah DS2.3. Hal ini dilakukan karena sebagian besar pengadaan TI di pemerintah Kota Salatiga dilakukan oleh rekanan. Pada Tabel 4 ditemukan bahwa kebutuhan pengadaan barang ataupun jasa TI pada sebaiknya dimulai dari proses tender agar transparan sesuai dengan prinsip good governance. Penggunaan e-procurement (Layanan Pengadaan Secara Elektronik – LPSE) dalam proses tender belum dimaksimalkan oleh pemerintah Kota Salatiga, khususnya di bidang TI. Dasar yang digunakan untuk menetapan kontrak kerja, perpanjangan, ataupun menghentikan kontrak dengan rekananan adalah kewenangan pimpinan karena belum ditemukan indikator-indikator yang khusus guna menentukan penetapan, perpanjangan ataupun penghentian kontrak dengan rekanan.

(5)

Penetapan, perpanjangan dan penghentian dilakukan, diawali dengan melakukan kajian yang komprehensif. Indentifikasi resiko hanya dapat dilakukan apabila pemerintah Kota Salatiga, dalam hal ini PDE memiliki standar penilaian tentang kinerja termasuk ambang batas tolerensi perjanjian/kontrak masih bisa dijalankan. Pembuatan standar penilaian kinerja rekanan menjadi elemen utama dalam pemantauan kinerja rekanan.

Kajian rutin manajemen

terhadap perencanaan

Tahap 3—

Implementasi

Tahap 4 -operasi yang

sedang berjalan

COBIT

RATING

Key Area

ITIL

RATING

1.0

Berdasarkan pemetaan pada aspek kajian dan review setelah pengaktifan kembali, seperti pada Tabel 5 diatas, maka pada penelitian ini tidak menemukan bukti dokumen kajian terhadap pengelolaan TI di pemerintah Kota Salatiga. SKPD kurang terbuka terhadap proses monitoring ataupun evaluasi yang akan dilakukan PDE. Temuan di lapangan menemukan bahwa ada SKPD yang tidak mengizinkan PDE untuk meneliti ataupun melakukan evaluasi terhadap pengunaan TI yang ada di lingkungan SKPD tersebut. Bahkan SKPD tersebut memiliki rekanan sendiri (pihak ketiga) dalam pengadaan dan pengelolaan TI. Ketidakselarasan ini terjadi di hampir setiap SKPD. Temuan ini mengindikasikan bahwa TI belum dianggap sebagai kebutuhan dan integrasi data adalah hal yang sulit dilakukan. Setiap SKPD masih memperlakukan TI secara parsial dan ad hoc.Untuk itu pemerintah Kota Salatiga perlu menata kelembagaan dan tata kelola TI, termasuk kebijakan pendukungnya.

Salah satu aspek penting dari manajemen layanan TI adalah bagaimana mengelola insiden TI yang dapat terjadi kapan saja. Pada Tabel 6 berikut ini ditemukan bahwa belum ada kontrol keamanan secara berkala termasuk manajemen penanganan jika terjadi insiden. Semuanya masih dilakukan secara ad hoc dan disesuaikan kebutuhan. Jika kemudian terjadi serangan secara besar-besaran terhadap peralatan maupun aplikasi TI di pemerintah Kota Salatiga maka PDE akan mengalami kesulitan dalam mengatasinya. Tidak ditemukan dokumen mengenai klasifikasi tentang insiden pada tata kelola TI, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 6. PDE belum mengidentifikasi dan mengklasifikasikanya insiden yang telah terjadi. Belum ada dokumentasi tentang insiden menunjukan bahwa tidak adanya perencanaan terhadap tingkat keamanan, akan membuat sistem yang ada didalamnya menjadi terancam keberadaan datanya dan proses yang berjalan menjadi tidak maksimal. Tidak ada pegangan tertulis bagi staff atau personil dalam menjalankan tugasnya dalam sistem.

Kontrol keamanan (cakupan highlevel, tidak secara rinci)

Manajemen pelanggaran keamanan dan insiden

PDE sebaiknya membuat dan memperbaharui secara berkala dokumen yang mencatat kejadian insiden terhadap proses keamanan data dan solusi pemecahannya. Membuat klasifikasi insiden berdasarkan karakteristik insiden keamanan dan tingkat kegawatan guna membuat prioritas penyelesaian insiden. Selain itu, PDE sebaiknya memiliki staff khusus untuk mengontrol keamanan TI.

TABEL 7. PEMETAAN DS10.1 SO App C Kepner and Tregoe SO App D Ishikawa diagrams

Key Area ITIL RATING

COBIT

RATING

DS10.1 Identifikasi dan klasifikasi masalah 1.0

Identifikasi dan klasifikasi masalah TI merupakan salah satu bagian yang dikaji secara mendalam dalam penelitian ini. Fakta yang ada di lapangan menunjukkan bahwa identifikasi dan klasifikasi permasalahan dilakukan secara teknis berdasarkan pengalaman admin (ad-hoc) dan tidak ada dokumen tertulis mengenai prosedur formalnya dan yang menjadi acuan dalam proses pelaksanaannya. PDE belum

membuat klasifikasi masalah dan belum

mendokumentasikannya, seperti pada Tabel 7 diatas. Identifikasi dan klasifikasi masalah tidak secara seragam karena masih berdasarkan pengalaman admin/staf. Dukungan dari penanganan masalah dilakukan secara ad-hoc, belum ada staf khusus yang menanganinya.

Untuk itu perlu adanya klasifikasi masalah berdasarkan indentifikasi yang dilakukan guna membuat sebuah standarisasi dalam penanganan masalah yang timbul. Membuat dan memperbaharui secara berkala pembagian atau pembedaan klasifikasi permasalahan yang ada agar memudahkan mengatasi permasalahan yang ada [8]. Pemerintah Kota Salatiga seharusnya menambah jumlah teknisi maupun staff TI pada PDE karena pada sub bagian tersebut kekurangan sumber daya manusia sehingga menghambat penanganan permasalahan pada bidang TI.

(6)

dan belum didukung oleh kebijakan dan aturan yang bersifat baku. Kelemahan yang ada adalah minimnya sumber daya manusia pengelola TI, karena hanya dilakukan oleh 3 (tiga) orang pada level Subbagian, yaitu Subbagian Pusat Data Eletronik, Bagian Hubungan Masyarakat, Kantor Sekretariat Daerah. Luasnya cakupan tanggungjawab tidak diikuti dengan penataan kelembagaan dan tata kelola TI yang baik. Hal ini berakibat pada minimnya bahkan hampir tidak ada aturan maupun kebijakan terkait manajemen layanan TI bagi seluruh pengguna TI di lingkungan pemerintah Kota Salatiga.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan temuan dan analisis tentang manajemen layanan TI pada pemerintah Kota Salatiga, maka dapat disimpulkan bahwa dalam manajemen layanan TI Pemkot Salatiga masih banyak terdapat kekurangan dan masih berada pada tingkat kematangan / Level 1.0. Hal ini menunjukkan bahwa organisasi telah mengenal masalah tetapi tidak ada proses standarisasi, tetapi sekurang-kurangnya ada pendekatan khusus (ad hoc) yang cenderung diterapkan pada individu atau dasar kasus demi kasus. Semua sub proses menunjukkan bahwa tingkat kematangan tata kelola TI berdasarkan COBIT 4.1. dan ITIL V3.0 masih berada pada level 1.0. Diperlukan pendekatan terhadap keseluruhan manajemen tidak teroganisir.

PDE sebagai Subbagian yang mengelola TI, perannya kurang maksimal karena masih tumpang tindih dengan lembaga atau dinas lain. Keterbatasan peran ini terjadi karena PDE merupakan Subbagian, padahal jika dilihat dari tugas pokok yang ada sebetulnya PDE perlu dinaikkan tingkatannya menjadi Kantor/Badan atau Dinas sendiri yang mengurusi urusan TI di lingkungan pemerintah Kota Salatiga. Hal ini perlu dilakukan agar manajemen layanan TI dapat berjalan secara optimal sehingga dapat meminimalisir insiden bahkan kemungkinan gangguan terhadap TI di lingkungan pemerintah Kota Salatiga. hukum bagi PDE sebagai bagian dari pemerintah untuk mengurusi tata kelola TI di area Pemkot.

Setelah pembenahan organisasi, maka selanjutnya adalah pembenahan layanan TI pada pemerintah Kota Salatiga. Hal ini dapat dilakukan dengan mengikuti rekomendasi yang telah diberikan guna membuat portofolio TI yang komprehensif, membuat katalog layanan berdasarkan kebutuhan dan

membuat SOP layanan TI serta membuat standar kinerja bagi pihak ketiga (rekanan) guna menilai kinerja rekanan. Rekomendasi yang diberikan menjadi bahan acuan, rumusan rencana kerja pemerintah Kota Salatiga tentang manajemen tata kelola teknologi informasi.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah belum dilakukannya kajian mendalam terhadap layanan TI secara spesifik di setiap SKPD. Penelitian kedepan hendaknya dapat dilakukan lebih luas lagi pada seluruh SKPD untuk melihat aspek lainnya yang mempengaruhi layanan TI. Selain itu perlu dilakukan audit dan evaluasi pada keseluruhan domain pada COBIT 4.1 dan ITIL V3.0 untuk mendapatkan kondisi yang lebih nyata sehingga memudahkan penyusunan rekomendasi perbaikan yang komprehensif.

Daftar Pustaka

[1] E. Kurniawan, Evra,. “Evaluasi Tata Kelola Teknologi Informasi Dengan Menggunakan Framework COBIT (Studi Kasus: Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta), Tesis Program Pasca Sarjana Teknik Elektro, UGM Yogyakarta, 2011.

[2] Pemerintah Kota Salatiga, “Visi dan Misi Kota Salatiga”,

http://www.pemkot-salatiga.go.id/PemerintahanVisiMisi, diakses pada 13 Maret 2014.

[3] IT Governance Institute, “COBIT 4.1 Framework: 3rd Edition”, Information Technology Governance Institute, 2008.

[4] Office of Government Commerce, “IT Information Library Version 3”, OGC, 2011.

[5] IT Governance Institute, “Aligning CobiT ® 4.1, ITIL ® V3 and ISO/IEC 27002 for Business Benefit”, ITGI, ISACA, OGC and TSO, 2008.

[6] K. Surendro, “Implementasi Tata Kelola Teknologi Informasi”. Bandung: Informatika, 2009

[7] B. Djatmiko, “Audit Sistem Informasi untuk Menilai Proses Penyampaian dan Dukungan (Delivery&Support) dalam Pelayanan Informasi dengan Menggunakan Framework COBIT. (Studi Kasus : P.T Telekomunikasi Indonesia, Tbk. R & D Center), 2007.

Gambar

Gambar 2. Hubungan Tiap Domain Pada COBIT 4.1.
TABEL 1. PEMETAAN COBIT 4.1 DAN ITIL V3.0
TABEL 3. PEMETAAN DS1.2
TABEL 5. PEMETAAN DS4.10

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat tiga macam parameter atau skala pengukur peringkat kesantunan yang sampai saat ini banyak digunakan sebagai dasar acuan dalam penelitian kesantunan.Ketiga

Pada pasien usia <50 tahun dan premeno- pause umumnya digunakan Z-score , tetapi pada penelitian ini dipilih kategori T-score karena peserta merupakan pasien Tabel 3

Telalu besarnya persediaan atau banyaknya persediaan (over stock) dapat berakibat terlalu tingginya beban biaya guna menyimpan dan memelihara bahan selama penyimpanan di

[r]

Daging kacang mede dapat dibuat menjadi suatu olahan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi yaitu Baju (singkatan dari bakso jambu).. Sehingga daging jambu mede memiliki daya guna

Pengembangan RUTF lokal yang terbuat dari kacang tanah, kacang hijau dan tempe mempunyai komposisi gizi energi, protein, lemak, vitamin A dan zat besi sesuai dengan

Faktor tersebut merupakan faktor yang paling unggul dalam suara parlemen tahun 2009.11 Dari hasil penelitian diatas, bahwa kedua variabel yaitu media sosial dan

karya indah ialah suatu bentuk hubungan komunikasi kebawah yang dilakukan oleh Kepala Desa, dengan menjaga arus komunikasi kebawah kepala desa berharap pelayanan