• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPADATAN TULANG PASIEN KUSTA DENGAN REAKSI YANG MENDAPAT TERAPI KOSTIKOSTEROID SISTEMIK DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEPADATAN TULANG PASIEN KUSTA DENGAN REAKSI YANG MENDAPAT TERAPI KOSTIKOSTEROID SISTEMIK DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Obat pilihan untuk reaksi kusta berat adalah kortikosteroid (KS) sistemik, yang diberikan minimal selama 12 minggu. Efek samping penggunaan KS sistemik jangka panjang terhadap tulang berupa osteopenia atau osteoporosis. Penilaian kepadatan tulang yang paling akurat adalah berdasarkan nilai bone mineral density (BMD).

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui nilai BMD pasien kusta dengan reaksi yang mendapat terapi KS sistemik di Poliklinik Morbus Hansen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif potong lintang, dilaksanakan pada periode Oktober-November 2013. Subyek penelitian adalah pasien kusta dengan reaksi, yan g mend apat terapi KS sis temik yang d idapatkan se cara b erurutan ses uai ke datang an. Pemeriksaan BMD dilakukan dengan densitometer dual x-ray absorptiometry pada lumbal (L1-L4) dan femur.

Sebanyak 24 orang menjadi subyek penelitian pada penelitian ini, dan didapatkan rerata nilai BMD lumbal adalah 0,979 gram/cm2 dan femur adalah 0,895 gram/cm2. Pada lumbal, sebanyak 50% subjek mengalami osteopenia, 12,50% mengalami osteoporosis, dan 37,50% no rma l. Pad a femu r, seb any ak 20,83% su bjek me nga lam i o ste ope nia , 4 ,17 % m eng ala mi osteoporosis, dan 75% normal.

Simpulan dari penelitian ini adalah kepadatan tulang berdasarkan nilai BMD, pada lumbal terjadi osteopenia, terjadi pada separuh subjek penelitian dan osteoporosis terjadi pada sebagian kecil subjek penelitian, sedangkan pada femur sebagian besar subjek penelitian dalam batas normal.(MDVI 2015; 42/1: 7 - 11)

Kata kunci:Reaksi kusta berat, kortikosteroid sistemik, bone mineral density

ABSTRACT

Systemic corticosteroid (CS) is approved as the drug of choice for severe leprosy reaction treatment, which is used at least for 12 weeks. Long term side effect on skeletal including osteopenia or osteoporosis. Bone mineral density (BMD) is the most accurate test to evaluate bone density.

The aim of this study was to assess leprosy patient's BMD score, who experiencing reaction under systemic CS treatment in Leprosy Clinic Department of Dermatology and Venereology Hasan Sadikin Hospital.

Descriptive study with a cross-sectional method was carried out in Leprosy Clinic Department of Dermatology and Venereology Hasan Sadikin Hospital, from October - November 2013. The leprosy patients with reaction under systemic CS were recruited through consecutive sampling. BMD test on lumbal (L1-L4) and femur with dual x-ray absorptiometry densitometer were evaluated. The 24 patients were included in the study, the mean of lumbar spine and femur BMD were 0,979 gram/cm2 and 0,895 gram/cm2. Study revealed the lumbal BMD 50% subjects experiencing osteopenia, 12,50% osteoporosis, and 37,50% normal, meanwhile 20,83% of p atients had osteopenia, 4,17% osteoporosis and 75% normal of the femur.

This study concluded half of the patients were suffering from lumbar osteopenia and only a fe w e xpe rie ncin g o ste opo ros is, me anwhile fe mor al was fo und to be no rmal in almos t a ll patients.(MDVI 2015; 42/1: 7 - 11)

Key words : Severe leprosy reaction, systemic corticosteroid, bone mineral density

KEPADATAN TULANG PASIEN KUSTA DENGAN REAKSI YANG

MENDAPAT TERAPI KOSTIKOSTEROID SISTEMIK

DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

Dewi Maryani, Endang Sutedja, Hendra Gunawan

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

FK Universitas Padjajaran/RSUP.Dr. Hasan Sadikin, Bandung

Korespondensi :

Jl. Pasteur No. 38 - Bandung Telp. 022 -2032426

email: drdewimaryanispkk@gmail.com

(2)

PENDAHULUAN

Hingga saat ini kusta masih menjadi permasalahan kesehatan terutama di Asia, Amerika Latin, dan Afrika.1,2

Jumlah kasus baru kusta di dunia yang dilaporkan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2010 adalah sebanyak 211.903 kasus. Indonesia merupakan negara dengan jumlah pasien kusta terbanyak ketiga di dunia setelah India dan Brazil. Jumlah kasus baru kusta di Indonesia pada akhir tahun 2009 adalah sebanyak 17.260 kasus.1

Penyakit kusta dapat menyebabkan ter jadin ya kecacatan.3,4 Berdasarkan satu laporan diketahui bahwa

kecacatan pada kusta terjadi pada sekitar 12.000-14.000 orang per tahun.1 Kecacatan pada kusta umumnya

disebabkan neuritis yang terjadi pada saat reaksi kusta.4

Reaksi kusta merupakan suatu inflamasi akut pada perjalanan penyakit kusta yang kronis akibat perubahan imunitas.4,5

Reaksi tersebut dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah pengobatan kusta selesai,5,6 Reaksi kusta dibedakan menjadi

reaksi tipe 1, yaitu reaksi reversal dan reaksi tipe 2 yaitu eritema nodosum leprosum (ENL).3,4Reaksi reversal maupun

ENL dapat berupa reaksi ringan atau berat.4,7

Kortikosteroid (KS) sistemik menjadi terapi pilihan pada reaksi kusta berat.3,6,7 Beberapa peneliti melaporkan bahwa pemberian KS bersama dengan multidrug therapy (MDT) efektif un tuk men gon tr ol r eaksi kusta.8,9

Berdasarkan pedoman dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2006, pengobatan reaksi kusta berat adalah prednison dengan dosis awal 40 mg per hari selama dua minggu, kemudian diturunkan sebanyak 5-10 mg setiap dua minggu, sampai mencapai dosis 5 mg per hari, sehingga waktu penggunaan prednison minimal selama 12 minggu.7

Pemberian KS sistemik jangka panjang merupakan salah satu pen yebab terjadinya osteopor osis sekun der.10

Mekanisme KS menimbulkan osteopenia dan osteoporosis terjadi secara langsung maupun tidak langsung.10,11 Efek

langsung KS terhadap tulang adalah dengan menghambat proliferasi, diferensiasi, serta fungsi osteoblas dan osteosit. Selain itu, KS meningkatkan apoptosis kedua sel tersebut sehingga akan menurunkan proses pembentukan tulang. Kortikosteroid juga meningkatkan proliferasi dan diferensiasi serta menurunkan apoptosis osteoklas, sehingga akan meningkatkan proses resorpsi tulang.10,12 Secara tidak

langsung, KS menghambat absorpsi kalsium di usus, meningkatkan eksresi kalsium di ginjal, serta memengaruhi sekresi hormon paratiroid dan hormon gonad yang berperan dalam metabolisme kalsium.11

Peningkatan resorpsi tulang yang tidak diikuti oleh pembentukan tulang baru akan menyebabkan penurunan nilai bone mineral density (BMD).13,14 BMD (gram/cm2) adalah

jumlah massa tulang (gram) pada luas area tertentu (cm2).

Pengukuran BMD merupakan indikator yang paling akurat untuk menentukan kepadatan tulang.15 Nilai BMD

selanjutnya dikonversi menjadi nilai T-score. 14 Berdasarkan

T-score, WHO menetapkan kriteria, yaitu osteopenia jika T-score berada antara -1 dan -2,5 standar deviasi (SD), dan osteoporosis jika T-score <-2,5 SD.14,15 Penilaian T-score umumnya dilakukan pada wanita menopause, pria berusia lebih dari 50 tahun, dan pada pasien yang memiliki risiko terjadinya penurunan kepadatan tulang karena penyakit tertentu,14 sehingga pada pasien kusta penilaiannya juga

menggunakan T-score.

Pada satu penelitian di Brazil diketahui bahwa penurunan nilai BMD berupa osteopenia atau osteoporosis telah terjadi pada pasien kusta yang baru terdiagnosis.16

Sehingga, pada pasien kusta dengan reaksi yang mendapat terapi KS sistemik dikhawatirkan akan mengalami penurunan kepadatan tulang yang lebih besar. Sampai saat ini belum terdapat data mengenai kepadatan tulang berdasarkan nilai BMD pada pasien kusta dengan reaksi yang mendapat terapi KS sistemik di Poliklinik Morbus Hansen RSHS.

TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan tulang pasien kusta dengan reaksi yang mendapat terapi KS sistemik di Poliklinik Morbus Hansen RS. Hasan Sadikin Bandung (RSHS).

METODE DAN SUBJEK PENELITIAN Penelitian ini merupakan peneltian deskriptif secara potong lintang, dilakukan selama periode Oktober-Novem-ber 2013, di Poliklinik Morbus Hansen RSHS Bandung. Subjek penelitian berjumlah 24 orang, yaitu pasien kusta dengan reaksi yang mendapat terapi kortikosteroid sistemik minimal selama empat minggu. Subjek penelitian (SP) didapatkan menurut urutan kedatangan. Pada SP dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan BMD dengan alat den sitometer jen is densitometer dual x-ray absorptiometry (DXA). Nilai BMD yang diperoleh selanjutnya dikonversi menjadi T-score untuk dikategorikan menjadi normal, osteopenia, dan osteoporosis berdasarkan klasifikasi WHO.

HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan BMD dengan densitometer DXA pada vertebra lumbal (L1-L4) dan femur kiri sesuai dengan standar pemeriksaan WHO pada pasien usia< 50 tahun. Pada penelitian ini didapatkan rerata nilai BMD seluruh SP adalah 0,979 gram/cm2 (lumbal) dan 0,895

gram/cm2 (femur) (Tabel 1).

(3)

nor-D Maryani Kepadatan tulang pasien kusta dengan reaksi terapi kostikosteroid sistemik

Tabel 1 Nilai BMD dan rerata T-score pasien kusta dengan reaksi yang mendapat kortikosteroid sistemik di RS. Hasan Sadikin Bandung bulan Oktober - November 2013

Lokasi Tulang BMD (gram/cm2) dan SD T-score rerata

Lumbal (L1-L4) 0,979 dan 0,133 -1,617

Femur kiri 0,895 dan 0,115 -0,250

mal, osteopenia, dan osteoporosis. Pada penelitian ini rerata T-score seluruh SP adalah -1,617 (lumbal) dan -0,250 (femur) (Tabel 1). Berdasarkan kategori T-score maka SP yang mengalami osteopenia sebanyak 50% pada lumbal dan 20,83% pada`femur. Osteoporosis terjadi pada 12,50% lumbal dan 4,17% femur (Tabel 2).

Berdasarkan lama penggunaan dan dosis kumulatif KS sistemik, pada penelitian ini nilai BMD terendah ditemukan pada SP yang mengonsumsi KS sistemik > 12 minggu (dosis kumulatif > 1.670 mg) yaitu 0,879 gram/cm2 (lumbal) dan 0,834

gram/cm2 (femur), dan nilai BMD tertinggi ditemukan pada

SP yang mengkonsumsi 4 hingga < 8 minggu (dosis kumulatif 980 hingga < 1.470 mg) yaitu 1,109 gram/cm2

(lumbal) dan 0,996 gram/cm2 (femur).(Tabel 3).

Pada tabel 4 dapat dilihat kepadatan tulang lumbal berdasarkan lama penggunaan dan dosis kumulatif KS sistemik. Osteopenia dan osteoporosis lumbal sebagian besar dialami oleh SP yang mengkonsumsi prednison >12 minggu (dosis kumulatif > 1.670 mg).

DISKUSI HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini didapatkan nilai rerata BMD seluruh SP adalah 0,979 gram/cm2 (lumbal) dan 0,895 gram/cm2

(fe-mur). Konversi nilai BMD dapat dikonversi menjadi T-score dan Z-score. Pada pasien usia <50 tahun dan premeno-pause umumnya digunakan Z-score, tetapi pada penelitian ini dipilih kategori T-score karena peserta merupakan pasien Tabel 3 Nilai rerata BMD berdasarkan lama penggunaan dan dosis kumulatif KS sistemik pada pasien kusta dengan reaksi di

RS. Hasan Sadikin Bandung bulan Oktober - November 2013 Variabel

Rerata BMD (gram/cm2) Lumbal (L1-L4) Femur

Lama penggunaan/dosis kumulatif KS -

4 - < 8 minggu (980- < 1.470 mg) 1,109 0,996 8 - <12 minggu (1.470- < 1.670 mg) 1,024 0,904 > 12 minggu ( >1.670 mg) 0,879 0,834

Tabel 4 Kepadatan tulang lumbal menurut lama penggunaan dan dosis kumulatif KS sistemik pada pasien kusta dengan reaksi di Hasan Sadikin Bandung bulan Oktober - November 2013

Lama penggunaan / Normal Osteopenia Osteoporosis

dosis kumulatif n=9 % n=12 % n=3 % Lumbal 4 -<8 minggu 6 25,00 0 0,00 0 0,00 (dosis 980 - < 1470 mg) 8- <12 minggu x 2 8,33 5 20,83 0 0,00 (dosis 1.470 - < 1670 mg) >12 minggu 1 4,17 7 29,17 3 12,50 (dosis >1.670 mg)

Tabel 2 Kepadatan tulang berdasarkan T-score pada pasien kusta dengan reaksi yang mendapat kortikosteroid sistemik di RS. Hasan Sadikin Bandung bulan Oktober - November 2013

Kepadatan Tulang Berdasarkan Lumbal (L1 - L4) Femur

T-score n=24 % n=24 %

Normal 9 37,50 18 75,00

Osteopenia 12 50,00 5 20,83

(4)

Tabel 5 Kepadatan tulang femur menurut lama penggunaan dan dosis kumulatif KS sistemik pada pasien kusta dengan reaksi di Hasan Sadikin Bandung bulan Oktober - November 2013

Lama penggunaan / Normal Osteopenia Osteoporosis

dosis kumulatif n=18 % n=3 % n=1 % Femur 4 - < 8 minggu 6 25,00 0 0,00 0 0,00 (dosis 980- < 1470 mg) 8 - < 12 minggu 7 29,17 0 0,00 0 0,00 (dosis 1.470 - <1.670 mg) > 12 minggu 5 20,83 5 20,83 1 4,17 (dosis > 1.670 mg)

dkk. (2002)20 pada tahun 2002 melaporkan bahwa dosis

kumulatif KS sebanyak 3.4-175 gram selama enam bulan berhubungan secara bermakna dengan penurunan nilai BMD pada lumbal dan femur. Pemberian KS sistemik jangka lama ( > 6 bulan) walaupun dengan dosis 2-7,5 mg prednison per hari atau yang setara dapat menimbulkan penurunanan BMD. Demikian pula pemberian KS sistemik dengan dosis tinggi yang diberikan dalam waktu singkat akan menyebabkan penurunan BMD.19,21,22 Penelitian Conway dkk. (2000)17 pada pasien kistik fibrosis yang diberikan KS sistemik dengan rerata lama pemberian 17-24 bulan, mendapatkan sebanyak 55% laki-laki dan 43% perempuan mengalami osteopenia, serta sebanyak 25% laki laki dan 13% perempuan mengalami osteoporosis.

Kortikosteroid menimbukan osteopenia dan osteoporo-sis melalui dua fase, yaitu fase cepat (tiga sampai enam bulan pertama) dan fase lambat (lebih dari enam bulan). Pada fase cepat penurunan BMD disebabkan proses resorpsi tulang, sedangkan pada fase kedua atau fase lambat penurunan BMD disebabkan penurunan proses pembentukan tulang. Pada penggunaan KS sistemik jangka panjang, dua fase tersebut akan terlewati dan terjadi penurunan nilai BMD yang lebih besar, sedangkan pada penggunaan jangka pendek proses penurunan BMD yang terjadi akan dikompensasi dengan pembentukan kembali tulang setelah pemberian KS dihentikan.23,24

Beberapa efek KS sistemik, misalnya peningkatan resorbsi tulang, penghambatan pembentukan tulang, perubahan keseimbangan negatif kalsium, dan hiperparatiroid sekunder ditentukan oleh lama penggunaan dan jumlah dosis kumulatif KS sistemik.23

KESIMPULAN

Sebagai simpulan penelitian ini adalah kepadatan tulang berdasarkan nilai BMD pada lumbal berupa osteopenia terjadi pada separuh SP dan osteoporosis terjadi pada sebagian kecil SP, sedangkan pada femur sebagian besar SP dalam batas normal.

kusta yang memiliki risiko terjadinya osteopenia atau os-teoporosis.17

Nilai T-score dikategorikan menurut WHO menjadi nor-mal, osteopenia, dan osteoporosis. Pada penelitian ini rerata T-score seluruh SP adalah -1,617 (lumbal) dan -0,250 (fe-mur). Berdasarkan kategori T-score maka SP yang mengalami osteopenia sebanyak 50% pada lumbal dan 20,83% pada`femur. Osteoporosis terjadi pada 12,50% lumbal dan 4,17% femur. Ribeirio dkk.(2007)16 melakukan pengukuran

BMD pada pasien kusta tanpa reaksi di Brazil, dan melaporkan bahwa rerata nilai T-score lumbal (LI-L4) adalah -1,8. Ishikawa dkk. (1997)18 melakukan pengukuran BMD pada pasien kusta usia 50-80 tahun di Jepang, dan mendapatkan osteoporosis terjadi pada 30% peserta. Pada penelitian ini didapatkan kejadian osteoporosis yang lebih rendah dibandingkan penelitian lain kemungkinan karena perbedaan usia peserta penelitian.

Osteoporosis yang terjadi pada pasien kusta disebabkan oleh berbagai factor, antara lain hipogonadisme pada laki-laki sebagai akibat invasi langsung M. leprae ke testis, nutrisi yang rendah dihubungkan dengan rendahnya kondisi sosioekonomi, imobilisasi karena kecacatan, dan inflamasi kronik.16

Berdasarkan lama penggunaan dan dosis kumulatif KS sistemik, pada penelitian ini nilai BMD terendah terdapat pada SP yang mengonsumsi KS sistemik > 12 minggu (dosis kumulatif > 1.670 mg) yaitu 0,879 gram/cm2 (lumbal) dan

0,834 gram/cm2 (femur). Osteopenia paling banyak terjadi

pada SP yang mendapatkan terapi KS sistemik > 12 minggu (dosis kumulatif > 1.670 mg), yaitu sebanyak 29,17% pada lumbal dan 20,83% pada femur. Osteoporosis hanya terjadi pada SP yang mendapat terapi KS sistemik selama > 12 minggu (dosis kumulatif > 1.670 mg) yaitu sebanyak 12,50% pada lumbal dan 4,17% pada femur. Pada penelitian ini didapatkan bahwa osteopenia dan osteoporosis lebih banyak terjadi pada peserta yang mengonsumsi KS sistemik > 12 minggu (dosis kumulatif > 1.670 mg).

Dubois dkk. (2008)19 mendapatkan bahwa nilai BMD

lebih kecil pada pasien yang mendapatkan KS sistemik lebih lama dengan dosis kumulatif lebih besar ( > 1000 mg). Lesley

(5)

D Maryani Kepadatan tulang pasien kusta dengan reaksi terapi kostikosteroid sistemik

DAFTAR PUSTAKA

1. Organization WHO. Leprosy-global situation . Weekly epidemiological record. 2010; 85:337-48.

2. Goulart IMB, Ricardo L. Leprosy: diagnostic and control challenges for a worldwide disease. Arch Dermatol Res. 2008;12(3):124-37.

3. Jopling WH. Hand book of leprosy. Edisi ke-2. New York: Sheridan medical book; 1985. h. 99-125.

4. Bryceson A, Pfaltzgraff RE. Leprosy. Edisi ke-3. London: Churcil Livingstone; 1990. h. 25-54.

5. Katoch VM. Advances in the diagnosis and treatment of leprosy. Expert Rev Mol. 2002; 4(15): 1-14.

6. Walker SL, Lockwood DNJ. Leprosy type-1 (reversal) reactions and their management. Lepr Rev. 2008;79:327-86. 7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku pedoman

nasional pemberantasan penyakit kusta. Jakarta: Depkes RI Dit Jen PPM & PLP; 2006.

8. Sugumaran DST. Leprosy reactions-complications of steroid therapy. Int J Lepro. 1997;66(1):32-8.

9. Richardus JH, Withington SG, Anderson AM, Croft RP. Adverse events of standardized regimens of corticosteroids for prophylaxis and treatment of nerve function impairment in leprosy: results from the 'TRIPOD' trials. Lepr Rev. 2003;74:319-27.

10. Yago T, Nanke Y, Kawamoto M, FuruyaT,Kobashigawa T, Ichikawa N, dkk. Roles of osteoblasts, osteoclasts, T cells an d cytokines in glucocorticoid-induced osteoporosis. Inflammregen. 2007; 27(3):184-6.

11. Lukert BP, Raiz LG. Glucocorticoid-induced osteoporosis pathogenesis and management. Ann Int Med. 1990;112(5): 352-64.

12. Can alis E , Mazioti G, Giu stin a A, Bilezekian JP. Glucocorticoids induced osteoporosis: pathophisiology and therapy. Osteoporos Int. 2007;18: 319-28.

13. Clarke BL. Corticosteroid-induced osteoporosis, an update for dermatologist. Am J Clin Dermatol. 2012;13(3):167-90. 14. Tesar R, Cau dil J , Colq u houn A, Kru eger D. Bon e

densitometry course. Middletown. The International Society for Clinical Densitometry. 2008.

15. Rittweger J. Can exercise prevent osteoporosis. J Musc Int. 2006;6(2): 162-6.

16. Riberio FB, Pereira A, Muller E, Foss NT. Evaluation of bone and mineral metabolism in patient recently diagnosed with leprosy. Am J med Sci. 2007;334(5):322-6.

17. Con way SP, Morton AM, Oldroyd B, Tru scott JG. Osteoporosis and osteopenia in adults andadolescents with cystic ?brosis: prevalence andassociated factors. Thorax. 2000;55:798-804.

18. Ishikawa S, Tanaka H, Mizushima M, Hash izume H. Osteoporosis due to testiscular atrophy in male leprosy patients. Acta Med Okayama. 1997; 51(5): 279-83. 19. Dubois EF, Roder E , Dekhu jien R. Dual energy x-ray

absorptiometry outcomes in male COPD patient after treatment with different glucocorticoid regimens. CHEST. 2008; 121: 1456-63.

20. Lesley J, Sarah A, Lewis A, Conroy A, Wong A. The impact of oral corticosteroid use on bone mineral density and vertebral fracture. Am J Respi Cri Care Med. 2002; 1666: 691-5. 21. Arslan S, Celiker R, Karabudak R. Cumulative corticosteroid

doses and osteoporosis in patients with multiple sclerosis. Turk J Rheumatol. 2010; 25: 191-5.

22. Van Staa TP, Leufkens HGM, Abenham L, Zhang B, Cooper. Use of oral corticosteroid and risk of fractures. J Bone Milner Res. 2000;15: 993-1000.

23. Tuck SP, Pearce MS. Differences in bone mineral density and geometry in men and women: the new caslike thousand families study at 50 years. Br J Rad. 2005; 78: 493-8.

24. Hirakawa. Patient after treatment with different glucocorticoid regimens. Chest. 2008; 120: 1457-66.

Gambar

Tabel 4 Kepadatan tulang lumbal menurut lama penggunaan dan dosis kumulatif KS sistemik pada pasien kusta dengan reaksi di Hasan Sadikin Bandung bulan Oktober - November 2013
Tabel 5 Kepadatan tulang femur menurut lama penggunaan dan dosis kumulatif KS sistemik pada pasien kusta dengan reaksi di Hasan Sadikin Bandung bulan Oktober - November 2013

Referensi

Dokumen terkait

Setelah membaca puisi, siswa dapat menuliskan ungkapan kasih sayang kepada adik dalam sebuah puisi yang diperdengarkan dengan tepat.. Siswa dapat mengekspresikan kembali ungkapan

Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan diri.. dalam kesediaan untuk mengambil resiko konflik

Sekretariat Jenderal MPR-RI, Panduan Dalam Memasyarakatkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Latar Belakang, Proses, dan Hasil Perubahan Undang-Undang

Di bulan Ramadhan yang suci ini, / ada satu kegiatan yang unik,/ sederhana, / sekaligus serbaguna,/ yaitu: dengan Buka Puasa Bersama // Seperti yang dilakukan oleh karyawan

Pada hari ini Rabu tanggal Dua Puluh Tujuh bulan November Tahun Dua Ribu Tiga Belas, Panitia Pengadaan Barang/ Jasa Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lombok Barat Tahun

Saya membutuhkan kebebasan dalam mengeluarkan kemampuan yang dimiliki dalam perusahaan.. Saya membutuhkan kebebasan mengeluarkan keterampilan didalam saya

Pengadaan ini dilaksanakan secara elektronik, dengan mengakses aplikasi Sistem Pengadaan Secara Elektronik ( SPSE ) pada alamat website LPSE :

Pada umumnya w arehouse receipt tidak dipersyaratkan sebagai salah satu dokumen yang menjadi dasar pembayaran Letter of Credit baik dalam perdagangan internasional