• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PENGUJIAN D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PENGUJIAN D"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGIPENGUJIAN DIABETES

DAN ANTIDIABETES

I. TUJUAN

1. Mengetahui secara lebih baik peran insulin dalam tubuh dan pengaruhnya pada penyakit diabetes 2. Mengenal teknik untuk mengevaluasi penyakit diabetes dengan cara konvensional dan komputerisasi

II. PRINSIP

1. Penyakit diabetes merupakan gangguan metabolisme yang salah satu symptomnya berupa kadar glukosa dalam darah di atas batas normal yang disebabkan oleh defisiensi insulin relative atau absolute.

2. Obat hipoglikemik adalah obat yang merangsang sekresi insulin oleh sel β pancreas dan meningkatkan pengikatan insulin pada jaringan target dan reseptor sehingga menurunkan kadar glukosa dalam darah.

3. Pengujian diabetes dan antidiabetes dapat dilakukan dengan cara komputerisasi (dry lab) atau konvensional (wet lab).

II. TEORI

Diabetesmelitus merupakan suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada

metabolime glukosa, disebabkan kerusakan proses pengaturan sekresi insulin dari sel-sel beta. Insulin, yang diahasilkan oleh kelenjar pankreas sangat penting untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah normal pada waktu puasa antara 60-120 mg/dl, dan dua jam sesudah makan dibawah 140 mg/dl. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, baik secara kualitas maupun kuantitas, keseimbangan tersebut akan terganggu, dan kadar glukosa darah cenderung naik

(hiperglikemia) (Kee dan Hayes,1996; Tjokroprawiro, 1998).

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia dan glukosuria yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang diakibatkan kurangnya insulin yang diproduksi oleh sel β pulau Langerhans kelenjar Pankreas baik absolut maupun relatif (Herman, 1993; Adam, 2000; Sukandar, 2008).

Kelainan metabolisme yang paling utama ialah kelainan metabolisme karbohidrat. Oleh karena itu, diagnosis diabetes melitus selalu berdasarkan kadar glukosa dalam plasma darah (Herman, 1993; Adam, 2000).

(2)

adalah macroangiopathy, microangiopathy, neuropathy, katarak, diabetes kaki dan diabetes jantung (Reinauer et al, 2002).

Gejala penyakit diabetes melitus dari satu penderita ke penderita lainnya tidak selalu sama. Gejala yang disebutkan dibawah ini adalah gejala yang umumnya timbul dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala lain. Ada pula penderita diabetes melitus yang tidak menunjukkan gejala apa pun sampai pada saat tertentu (Tjoktoprawiro, 1998).

1. Pada permulaan, gejala yang ditunjukkan meliputi “tiga P” yaitu: a. Polifagia (meningkatnya nafsu makan, banyak makan)

b. Polidipsia (meningkatnya rasa haus, banyak minum) c. Poliuria (meningkatnya keluaran urin, banyak kencing)

Dalam fase ini biasanya penderita menunjukkan berat badan yang terus meningkat, bertambah gemuk, mungkin sampai terjadi kegemukan. Pada keadaan ini jumlah insulin masih dapat mengimbangi kadar glukosa dalam darah (Kee dan Hayes,1996; Tjokroprawiro, 1998).

2. Bila keadaan diatas tidak segera diobati, kemudian akan timbul gejala yang disebabkan oleh kurangnya insulin, yaitu :

a. Banyak minum b. Banyak kencing

c. Berat badan menurun dengan cepat (dapat turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu) d. Mudah lelah

e. Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual jika kadar glukosa darah melebihi 500 mg/dl, bahkan penderita akan jatuh koma (tidak sadarkan diri) dan disebut koma diabetik.

Koma diabetik adalah koma pada penderita diabetes melitus akibat kadar glukosa darah terlalu tinggi, biasanya 600 mg/dl atau lebih. Dalam praktik, gejala dan penurunan berat badan inilah yang paling sering menjadi keluhan utama penderita untuk berobat ke dokter (Tjokroprawiro, 1998).

Kadang-kadang penderita diabetes melitus tidak menunjukkan gejala akut (mendadak), tetapi penderita tersebut baru menunjukkan gejala setelah beberapa bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit diabetes melitus. Gejala ini dikenal dengan gejala kronik atau menahun (Katzung, 2002).

Gejala kronik yang sering timbul pada penderita diabetes adalah seperti yang disebut dibawah ini :

1. Kesemutan

2. Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum

3. Rasa tebal pada kulit telapak kaki, sehingga kalau berjalan seperti diatas bantal atau kasur 4. Kram

5. Capai, pegal-pegal 6. Mudah mengantuk

(3)

9. Gigi mudah goyah dan mudah lepas

10. Kemampuan seksual menurun, bahkan impoten, dan

Para ibu hamil sering mengalami gangguan atau kematian janin dalam kandungan, atau melahirkan bayi dengan berat lebih dari 3,5 kg. (Tjokroprawiro, 1998).

Klasifikasi dan Etiologi Diabetes Mellitus

1. Diabetes Mellitus tergantung Insulin (DMTI, tipe 1)

Diabetes mellitus tergantung insulin (DMTI atau IDDM) merupakan istilah yang digunakan untuk kelompok pasien diabetes mellitus yang tidak dapat bertahan hidup tanpa pengobatan insulin. Penyebab yang paling umum dari IDDM ini adalah terjadinya kerusakan otoimun sel-sel beta (β) dari pulau-pulau Langerhans (Katzung, 2002).

Kebanyakan penderita IDDM berusia masih muda, dan usia puncak terjadinya serangan adalah 12 tahun. Namun demikian, 10% pasien diabetes diatas 65 tahun merupakan pengidap IDDM (Katzung, 2002).

IDDM dapat juga disebabkan adanya interaksi antara faktor-faktor lingkungan dengan kecenderungan sebagai pewaris penyakit diabetes mellitus. Hal ini menunjukkan bahwa IDDM dapat timbul karena adanya hubungan dengan gen-gen pasien dan dapat pula dipicu oleh faktor lingkungan yang ada, termasuk bermacam-macam virus (Jones and Gill, 1998; Tunbridge and Home, 1991).

2. Diabetes mellitus tidak tergantung Insulin (DMTTI ,Tipe II)

Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI atau NIDDM) merupakan istilah yang digunakan untuk kelompok diabetes mellitus yang tidak memerlukan pengobatan dengan insulin supaya dapat bertahan hidup, meskipun hampir 20% pasien menerima insulin dengan tujuan untuk membantu mengontrol kadar glukosa darah. NIDDM biasanya ditunjukkan oleh adanya kombinasi yang beragam dari tahanan insulin dan kekurangan insulin (Tunbridge and Home, 1991).

Obat Antidiabetes

Insulin adalah hormon yang disekresi oleh sel β pulau Langerhans dalam pankreas. Berbagai stimulus melepaskan insulin dari granula penyimpanan dalam sel β, tetapi stimulus yang paling kuat adalah peningkatan glukosa plasma (hiperglikemia). Insulin terikat pada reseptor spesifik dalam membran sel dan memulai sejumlah aksi, termasuk peningkatan ambilan glukosa oleh hati, otot, dan jaringan adipose (Katzung, 2002).

Insulin adalah polipeptida yang mengandung 51 asam amino yang tersusun dalam dua rantai (A dan B) dan dihubungkan oleh ikatan disulfida. Suatu prekursor, yang disebut proinsulin, dihidrolisis dalam granula penyimpan untuk membentuk insulin dan peptida C residual. Granula menyimpan insulin sebagai kristal yang mengandung zink dan insulin.

(4)

Reseptor insulin adalah glikoprotein pembentuk membran yang terdiri dari dua subunit α dan dua subunit β yang terikat secara kovalen oleh ikatan disulfida. Setelah insulin terikat pada subunit α, kompleks insulin-reseptor memasuki sel, dimana insulin dihancurkan oleh enzim lisosom. Internalisasi dari kompleks insulin-reseptor mendasari down-regulation reseptor yang dihasilkan olh kadar insulin tinggi (misalnya pada pasien obes). Ikatan insulin pada reseptor mengaktivasi aktivitas tirosin kinase subunit β dan memulai suatu rantai kompleks reaksi-reaksi yang menyebabkan efek insulin (Neal, 2006).

Perawatan diabetes mellitus diambil dari empat faktor fundamental : pengajaran pasien tentang penyakit; latihan fisik; diet dan agen-agen hipoglikemia. Agen-agen yang baru digunakan sebagai kontrol diabetes mellitus adalah obat-obat dari golongan sulfonilurea, biguanida, turunan thiazolidinedione, dan insulin (diberikan secara injeksi). Meskipun obat-obat ini telah digunakan secara intensif karena efek yang baik dalam kontrol hiperglikemia, agen-agen ini tidak dapat memenuhi kontrol yang baik pada diabetes mellitus, tidak dapat menekan komplikasi akut maupun kronis (Galacia et.al, 2002).

A. Sekretagok Insulin

Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi sekresi insulin oleh sel β pankreas. Golongan ini meliputi:

1. Golongansulfonilurea

Obat ini hanya efektif pada penderita diabetes melitus tipe 2 yang tidak begitu berat, yang sel-sel β masih bekerja cukup baik. Mekanisme kerja dari golongan sulfonilurea antara lain:

a. Merangsang fungsi sel-sel β pulau Langerhans pankreas agar dapat menghasilkan insulin. b. Mencegah (inhibisi) konversi glikogen hati kembali ke glukosa.

c. Meningkatkan penggunaan glukosa darah

Sulfonilurea dibagi dalam dua golongan/generasi yaitu:

a. Generasi pertama meliputi: Tolbutamide, Acetohexamide, Tolazamide, Chlorpropamide b. Generasi kedua meliputi: Glibenclamide, Gliclazide, Glipizide, Gliquidon, Glibonuride. 2. Golonganglinida

Sekretagok insulin baru, yang kerjanya melalui reseptor sulfonilurea dan mempunyai struktur yang mirip dengan sulfonilurea. Repaglinid dan nateglinid kedua-duanya diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral. Repaglinid mempunyai masa paruh yang singkat dan dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa. Sedangkan nateglinid mempunyai masa tinggal yang lebih singkat dan tidak dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa (Soegondo, 2006).

B. Sensitizer Insulin

Golongan obat ini meliputi obat hipoglikemik golongan biguanida dan thiazolidinedione, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif (Depkes RI, 2005).

1. Golongan Biguanida

Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin. Mekanisme kerja golongan biguanid (metformin):

a. Meningkatkan glikolisis anaerobik hati.

b. Meningkatkan uptake glukosa di jaringan perifer atau mengurangi glukoneogenesis. c. Menghambat absorpsi glukosa dari usus (Herman, 1993; Soegondo, 2006)

2. Golongan Thiazolidinedione atau Glitazon

(5)

skelet dan hati, sedang reseptor pada organ tersebut merupakan regulator homeostasis lipid, diferensiasi adiposit, dan kerja insulin. Glitazon dapat merangsang ekspresi beberapa protein yang dapat memperbaiki sensitivitas insulin dan memperbaiki glikemia, seperti GLUT 1, GLUT 4, p85alphaPI-3K dan uncoupling protein-2 (UCP) (Soegondo, 2006).

Aloksan

CAS number :

Rumus molekul :

Masa molar :

titik leleh :

Kelarutan dalam air :

Aloksan(2,4,5,6-tetraoksipirimidin; 2,4,5,6-pirimidintetron) adalah suatu senyawa yang sering

digunakan untuk penelitian diabetes menggunakan hewan coba. Aloksan dapat menghasilkan radikal hidroksil yang sangat reaktif dan dapat menyebabkan diabetes pada hewan coba. Efek diabetogenik aloksan ini dapat dicegah oleh senyawa penangkap radikal hidroksil (Studiawan dan Santosa, 2005).

Glibenklamid

Sinonim : Gliburid

Indikasi : NIDDM ringan - sedang

Kontraindikasi : wanita menyusui, profiria, dan ketoasidosis

Peringatan : Penggunaan harus hati-hati pada pasien usia lanjut, gangguan fingsi hati dan ginjal.

Efek samping gejala saluran cerna dan sakit kepala. Gejala hematologik

Interaksi : Dengan penghambat ACE dapat menambah efek hipoglikemik. alkohol meningkatkan efek hipoglikemik, analgesik meningkatkan efek sulfonilurea (glibenklamid).

Dosis : Dosis awal 2,5 mg bersama sarapan, maksimal 15 mg.

(Depkes RI, 2000).

IV. ALAT DAN BAHAN

a. Percobaan Uji Diabetes Secara Konvensional (Wet Lab) Hewan Percobaan :

Mencit putih

(6)

2. Pisau cutter 3. Sonde Oral

Bahan percobaan 1. Glibenklamid 2. Glukosa 3. PGA 2%

b. Percobaan Uji Diabetes Menggunakan Komputerisasi (Dry Lab) Alat Percobaan :

1. Komputer

2. Software untuk uji diabetes

V. PROSEDUR

A. Percobaan Uji Diabetes Secara Konvensional (Wet Lab)

Pada percobaan ini dilakukan pengukuran glukosa darah menggunakan glucose meter dan glucose test scripts. Bagian ujung ekor mencit dipotong, kemudian darah diteteskan ke bagian ujung strips dan setelah 20 detik kadar glukosa darah akan terlihat pada monitor glucosemeter. Sebelum percobaan hewan dipuasakan, tidak diberi makan teteapi tetap diberikan minum. Mencit ditimbang, dan diamati sebelum pemberian obat. Mencit dikelompokkan menjadi 2 kelompok :

a. Kelompok control negative c. Kelompok uji

Kelompok control negative diberikan PGA 2%, kelompok uji diberikan Gliben-klamid. Sebelum pemberian glukosa dilakukan pengambilan darah pada semua mencit (t=0). Kemudian semua mencit diberikan glukosa setelah t=30 menit.Dilakukan pengambilan darah pada semua mencit pada menit 15,30, 60 setelah diberikan glukosa. Pengukuran glukosa darah dilakukan menggunakan glucose meter dan glucose test strips. Bagian ujung ekor mencit dipotong, kemudian darah diteteskan ke bagian ujung strip dan setelah 20 detik kadar glukosa darah akan terlihat pada monitor glucose meter. Data yang diperoleh diananlisis secara statistik berdasarkan analisis variansi dan kebermakna perbedaan kadar glukosa antara kelompok control negative, dan kelompok uji kemudian dianalisis dengan student’s test. Data disajikan dalam bentuk tabel atau grafik.

B. Percobaan Uji Diabetes Menggunakan Komputerisasi (Dry Lab) Percobaan I : Pembuatan Kurva Standard dan Glukosa

(7)

incubator dan disentrifugasi sehingga partikel yang mengendap di bagian bawah tabung yang disebut ‘pellet’. Diklik tombol Remove Pellet untuk menghilangkan endapan yang terbentuk . Diklik dan tahan mouse pada pipet tetes botol Enzyme-Colour Reagent, kemudian drag dan teteskan pada tabung no.1 dengan melepaskan tombol mouse, otomatis akan memberikan 5 tetes. Diulangi langkah tadi untuk tabung no.2-5. Diklik tombol incubate, tabung akan masuk kedalam incubator untuk diinkubasi. Tombol Set Up diklik pada spektrofotometer yang memanaskan alat dan mengkalibrasinya sehingga siap digunakan dalam pengukuran. Klik dan drag tabung no.1 ke dalam spektrofotometer kemudian lepaskan tombol mouse, tabung akan terkunci pada tempatnya. Diklik tombol Analyze, akan terlihat pada layer nilai Optical Density dan Glucose. Diklik tombol Record Data. Diklik dan Didrag kedalam pencuci tabung. Ulangi langkah 13-16 untuk tabung yang lainnya. Setelah semua tabung dianalisis, klik tombol Graph sehingga terbentuk kurva yang dapat digunakan pada percobaan tahap II.

Percobaan II : Membandingkan kadar glukosa sebelum dan sesudah injeksi insulin

(8)

Tabung test no.1 : 86 mg/desiliter glukosa

Klik tombol Record Data. Klik dan drag tabung dari spektrofotometer ke dalam pencuci tabung, kemudian klik Clear. Ulangi langkah 22-27 untuk tabung yang lainnya dan catatlah kadar glukosanya

Tabung test no.2 : 129 mg/desiliter glukosa Tabung test no.3 : 86 mg/desiliter glukosa Tabung test no.4 : 97 mg/desiliter glukosa

VI. DATA PENGAMATAN & PERHITUNGAN Data Pengamatan

Dry Lab

Percobaan I

Tube Optical Density

1 0,3

2 0,5

3 0,6

4 0,8

5 1

Percobaan II

Tube Optical Densty Glucose (mg/dL)

1 0

2 0

3 0

4 0

Wet Lab

Kelompok Mencit t=0 (mg/dL)

(9)

2

3

130

130

χ 123

Kontrol uji

Glibenkla-mid

1

2

3

157

134

135

χ 142

PERHITUNGAN ANALISIS VARIAN

HIPOTESIS

H0: Tidak ada pengaruh pemberian obat sebagai penurun kadar gula darah H1: Ada pengaruh pemberian obat sebagai penurun kadar gula darah

TARAF NYATA α = 0.05

Kesimpulan

Karena Fhit<Ftab maka terima H0, yang artinya tidak ada pengaruh pemberian obat sebagai penurun kadar gula darah. Oleh karena itu tidak perlu dilakukan uji perbandingan pengaruh perlakuan karena H0 ditolak, sehingga student’s t-test tidak dapat dilakukan

VII. PEMBAHASAN

Percobaan pengujian Diabetes dan antidiabetes dengan tujuan untuk mengetahui peran insulin dalam tubuh dan pengaruhnya pada penyakit diabetes serta mengenal teknik untuk mengevaluasi penyakit diabetes dengan cara konvensional (wet lab) dan komputerisasi (dry lab). Percobaan dry lab dilakukan untuk mengetahui pengaruh insulin pada diabetes tipe I. Diabetes tipe I disebut juga Insulin Depent Diabetes Mellitus (IDDM). Penderita IDDM ini senantiasa membutuhkan insulin disebabkan karena terjadi destruksi sel beta pancreas, sehingga tidak dihasilkan insulin akibatnya sel-sel tidak bisa menyerap glukosa dari darah.

A. Dry lab

(10)

sesuai nomor yang telah disediakan. Tabung ini digunakan sebagai wadah untuk mencampurkan bahan-bahan yang akan digunakan untuk mengetahui kadar glukosa. Kemudian tambahkan larutan glukosa pada tabung 1 - 5. Tiap tabung otomatis akan mendapat larutan standar glukosa satu tetes lebih banyak, maka tube 1 (1 tetes), tube 2 (2 tetes), tube 3 (3 tetes), tube 4 (4 tetes), tube 5 (5 tetes) glukosa. Ini dilakukan karena untuk membuat kurva standar harus digunakan variasi konsentrasi glukosa minimal 5 buah konsentrasi. Lalu tambahkan Deionized Water (air deionisasi) untuk mengencerkan larutan glukosa pada tabung 1 – 5 yang otomatis akan mendapat satu tetes lebih sedikit sehingga jumlah keseluruhannya sama. Air deionisasi adalah air murni dimana ion mineralnya telah dihilangkan. Ion-ion mineral tersebut adalah Na, K, Fe, Cu, Cl dan Br. Air deionisasi dibuat dengan cara mengikat dan menghilangkan ionnya menggunakan muatan listrik dimana ion akan tertarik dan berikatan dengan garam yang kemudian dihilangkan dari air. Pada air biasa terdapat banyak mineral sedangkan pada air deionisasi adalah murni tidak mengandung ion mineral, tetapi masih mengandung sejumlah bakteri dan virus, dimana bakteri dan virus ini tidak bermuatan sehingga tidak tertarik oleh listrik.

Kemudian larutan glukosa standar dan air deionisasi dicampurkan sampai homogen dalam inkubator. Lalu disentrifugasi yang bertujuan untuk memisahkan partikel dari fluida oleh gaya sentrifugasi yang dikenakan pada partikel, sehingga partikel akan mengendap di bagian bawah tabung yang disebut ‘pellet’. Prinsip sentrifugasi ini adalah dimana objek diputar secara horizontal pada jarak radial dari titik dimana titik tersebut dikenakan gaya. Objek yang diputar secara horizontal dan konstan merubah arah dan percepatan walaupun kecepatan rotasi konstan. Gaya sentrifugal ini bekerja menuju pusat dari rotasi. Adanya gaya sentrifugal yang ditimbulkan akibat sentrifugasi menyebabkan campuran terpisah antara bagian yang padat (pelet) dan bagian yang cair (plasma). Pellet yang terbentuk dibuang. Kemudian masing-masing tabung yang berisi larutan hasil sentrifugasi diteteskan Enzyme-Color Reagent dan diinkubasikan. Tekan Set Up pada spektrofotometer untuk memanaskan alat dan mengkalibrasinya sehingga siap digunakan dalam pengukuran. Setelah itu dianalisis dengan cara melihat nilai Optical Density dan Glukosa. Optical Density(OD) adalah ukuran dari sejumlah cahaya yang diabsorpsi oleh suatu larutan molekul organik dengan menggunakan kolorimeter atau spektrofotometer. OD ini dapat digunakan untuk memperkirakan konsentrasi molekul seperti protein. OD selalu ditunjukkan sebagai negatif logaritma dari transmisi. Setelah itu klik tombol Graph dan akan diperoleh kurva yang dapat digunakan untuk percobaan II.

Optical Density

0.3

0.5

0.6

0.8

1

Dari data di atas dibuat kurva,dihasilkan kurva garis lurus.

(11)

Langkah kedua yang dilakukan adalah uji untuk membandingkan kadar glukosa dalam hewan percobaan sebelum dan sesudah injeksi insulin. Disiapkan 2 ekor tikus, dimana tikus 1 adalah tikus kontrol dan tikus 2 adalah tikus percobaan. Pada tikus uji diinjeksikan alloxan sedangkan pada tikus kontrol diinjeksikan saline. Alloxan merupakan suatu zat yang memiliki efek destruksi pada sel beta pankreas, sehingga hal ini menyebabkan insulin yang dikeluarkan sel beta pankreas menjadi lebih sedikit dan dapat menyebabkan terjadinya hiperglikemi pada tikus. Sedangkan saline yaitu suatu zat yang berfungsi atau menyerupai dari cairan fisiologis tubuh tikus. Saline merupakan larutan steril dari NaCl dalam air yang digunakan untuk infus intravena, mencuci contact lense dan irigasi nasal. Pada manusia, jumlah infus saline normal tergantung dari yang dibutuhkan oleh pasien, tetapi biasanya antara 1,5 dan 3 liter sehari untuk orang dewasa. Konsentrasi lainnya sering digunakan untuk tujuan medis lainnya seperti mensuplai air berlebih untuk pasien dehidrasi atau mensuplai garam dan air setiap hari untuk pasien yang tidak bisa minum melalui mulut. Larutan infus memiliki osmolalitas rendah sehingga bisa menyebabkan masalah, maka untuk larutan intravena, saline biasanya ditambahkan dekstrosa (glukosa) untuk menjaga agar osmolalitasnya aman selama persediaan NaCl berkurang. Karena berat molekul glukosa lebih besar, sehingga saline ini memiliki osmolalitas seperti saline normal walaupun kekurangan NaCl.

Setelah itu diambil 3 tetes darah dari kontrol dan dimasukkan ke dalam tabung yang terpisah, masing-masing untuk hewan uji dan hewan kontrol. Setelah itu kepada tiap-tiap tikus diinjeksikan insulin dan kemudian dari tiap-tiap tikus diambil sampel darah melalui ekor dan ditempatkan pada tabung yang terpisah. Kemudian ke dalam masing-masing tube ditambahkan 5 tetes air deionisasi dan 5 tetes larutan barium hidroksida yang berfungsi untuk menghilangkan protein yang terkandung di dalam darah. Perlakuan sama ke dalam masing-masing tube ditambahkan heprin yang berfungsi sebagai antikoagulan sehingga dapat mencegah terjadinya penggumpalan darah selama pengujian. Kemudian larutan darah dicampurkan dan disentrifugasi. Sebelum penambahan color reagent dipastikan endapan yang terbentuk dibuang. Tiap-tiap tube ditambahkan enzim color reagent dan diinkubasikan. Setelah itu masing-masing cairan darah dari tiap-tiap tube ke-1 sampai ke-4 dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer. Kadar glukosa untuk masing-masing tube didapat ketika moveable ruleryang timbul saat pembacaan cairan oleh spektrofotometer digeser sehingga garis ini memotong garis pada kurva kalibrasi yang ada. Setelah ditemukan titik potong antara kedua garis tersebut kemudian klik tombol record data dan data yang dihasilkan dicatat.

Hasil percobaan secara dry lab menunjukkan kadar glukosa darah tertinggi dimiliki oleh tikus yang hanya diberi saline dan alloxan, yaitu 129 mg/dL. Sedangkan jika tikus diberi insulin dan alloxan, maka kadar glukosa darahnya adalah 97 mg/dL. Hal ini terjadi karena pemberian alloxan pada kedua tikus tersebut akan merusak sel-sel beta pankreas pada tikus sehingga sel-sel beta pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sama sekali, maka dapat dikatakan kedua tikus tersebut telah mengalami diabetes tipe I (tidak adanya insulin yang dapat menurunkan kadar glukosa darah). Pemberian insulin dari luar pada tikus penderita diabetes akan menurunkan kadar glukosa darah tikus, sedangkan pemberian saline pada tikus penderita diabetes tidak akan memberikan efek pada glukosa darah tikus.

(12)

akan mengalami hipoglikemia (karena ada hormon glukagon yang dapat menaikkan kadar glukosa darah).

Tube Optical Density Glucose (mg/dL)

1 0 86

2 0 129

3 0 87

4 0 97

B. Wet lab

Pada prosedur kali ini kami melakukan uji coba terhadap 2 kelompok mencit uji. Mencit yang pertama yaitu mencit kontrol, mencit kontrol negatif ini diberikan larutan PGA 2%, sedangkan mencit uji yang kedua adalah mencit uji yang diberikan larutan Glibensilamid sebagai antidiabetes dengan dosis 2,6 mg/kg BB. Larutan PGA2% dijadikan sebagai larutan kontrol negatif karena larutan ini tidak memberikan efek farmakologis terhadap hewan percobaan, sedangkan larutan Glibensilamid memberikan efek farmakologis, yaitu dengan menurunkan kadar gula darah pada hewan percobaan. Dalam percobaan kali ini, mencit tidak dibuat menjadi diabetes, tetapi hanya dinaikkan saja kadar gula darahnya dengan memberikan larutan glukosa sebanyak 1g/kg BB. Artinya, percobaan ini hanya dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif larutan uji Glibensilamid dalam menurunkan kadar gula darah pada hewan percobaan. Pertama-tama kedua kelompok mencit diberi perlakuan yang sama, yaitu ditimbang. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui berapa banyak larutan uji dan kontrol diberikan kepada mencit sehingga efek yang dihasilkan bisa dianggap sama pada kedua mencit.

Setelah ditimbang, kelompok kontrol diberi PGA 2% dan kelompok uji diberi glibensilamid sebagai obat hipoglikemia. Hewan uji kemudian diukur kadar glukosa normalnya (t=0). Pengukuran kadar glukosa normal dapat dilakukan setelah pemberian obat karena obat hipoglikemia ini tidak mempengaruhi kadar glukosa normal dalam darah, tetapi bekerja saat kadar glukosa darah tinggi. Pengukuran kadar gula darah normal dilakukan dengan cara meletakkan mencit pada alat yang memungkinkan pengambilan darah melalui ekor dengan mudah, yaitu tanpa adanya perlawanan dari mencit. Bagian ekor mencit diiris dengan pisau cutter, kemudian darah yang keluar diteteskan ke dalam glucose test strips. Darah diambil pada bagian ekor tujuannya yaitu agar lebih mudah membuat luka tanpa terlalu menyakiti hewan percobaan. Di samping itu, akan lebih mudah membuat beberapa luka, karena darahnya diambil dalam rentang waktu tertentu. Alat ini akan mengidentifikasi nilai glukosa darah hewan percobaan dalam mg per desiliter. Kadar gula darah normal ini selanjutnya akan dijadikan pembanding terhadap kadar gula darah yang akan diukur setelah pemberian glukosa.

(13)

yang diberikan sudah terabsorpsi ke dalam tubuh mencit. Pengukuran kadar gula darah dilakukan yaitu pada t=15, t=30 dan t=60 setelah pemberian larutan glukosa. Prosedur yang dilakukan pun sama dengan pengukuran kadar gula darah normal sebelumnya. Kemudian data yang didapat dicatat pada tabel pengamatan untuk kemudian dievaluasi.. Artinya didapatkan 4 data kadar gula darah pada masing-masing mencit, yaitu t=0, t=30, t=45, dan t=60. Rata-rata nilai kadar gula darah pada mencit kontrol negatif pada t=0 yaitu 122 mg/dL, t=30 127,3 mg/dL , pada t=45 153,3 mg/ dL ,dan pada t=60 150,3 mg/dL. Sedangkan rata-rata nilai kadar gula darah pada mencit uji pada t=0 yaitu 142 mg/dL , pada t=30 141 mg/dL , pada t=45 151,5 mg/dL , dan pada t=60 161,5 mg/dL. Dari data tersebut terlihat bahwa mencit uji yang diberikan larutan Glibensilamid menghasilkan penurunan kadar gula darah mulai t=0 sampai t=30 namun naik kembali pada t=45 sampai t=60. Sedangkan pada mencit kontrol kadar gula darahnya hanya mengalami penurunan pada t=60, sedangkan dari t=0 sampai t=45 mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan larutan Glibensilamid memberikan efek farmakologis berupa stimulasi sel β-pankreas untuk menghasilkan insulin lebih banyak. Insulin yang dihasilkan akan mengubah glukosa dalam darah menjadi bentuk nutrien dalam tubuh berupa glikogen, yang selanjutnya glikogen ini bias dimanfaatkan lagi oleh tubuh mencit jika kekurangan glukosa darah. Glikogen ini akan diubah kembali menjadi glukosa oleh glukagon yang dihasilkan oleh sel α-pankreas.

Kedua mencit mengalami penurunan kadar gula darah, hal ini bukan dikarenakan larutan PGA juga memberikan efek farmakologis, tetapi karena mencit yang digunakan tidak mengidap diabetes, sehingga pada penambahan larutan glukosa pun kedua mencit sebenarnya mampu menghasilkan insulin dan mengubah glukosa berlebih tersebut menjadi glikogen. Namun sangat sulit untuk dapat membandingkan dari kedua hasil tersebut karena data yang didapat tidak sesuai dengan yang seharusnya. Kemungkinan jika pengukuran terus dilakukan, kadar gula darahnya akan meningkat lagi sampai mencapai kadar gula darah normal. Pada kedua kelompok mencit percobaan ini, sel-sel pankreasnya tidak rusak, ataupun tidak resisten. Maka, insulin maupun glukagon masih bisa dihasilkan untuk menyeimbangkan kadar gula darah dalam tubuh mencit.

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian obat sebagai penurun kadar glukosa darah sehingga tidak perlu dilakukan uji perbandingan pengaruh karena H0 ditolak, dan student test tidak dapat dilakukan.

Pada grafik kadar gula darah hasil praktikum, pada pemberian kontrol negatif atau PGA 2% tidak terjadi penurunan kadar gula darah yang signifikan. Pada pemberian glibensilamid, tidak terjadi penurunan kadar gula darah sehingga glinbensilamid tidak menunjukkan bahwa zat uji tersebut mampu menurunkan kadar gula darah.

VII. KESIMPULAN

Glinbensilamid tidak menunjukkan bahwa obat tersebut mmemiliki aktivitas untuk menurunkan kadar gula darah. Karena pada grafik terlihat letaknya lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol

(14)

Adam, J.M.F. 2000. Klasifikasi dan kriteria diagnosis diabetes melitus yang baru. Cermin Dunia KedokteranNo. 127.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Dirktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Jakarta.

Galacia, E. H., A. A. Contreras, L. A. Santamaria, R. R. Ramos, A. A. C. Miranda, L. M. G. Vega, J. L. F. Saenz, F. J. A. Aguilar.2002. Studies on hypoglycemic activity of mexican medicinal plants. Proc. West. Pharmacol. Soc. 45: 118-124

Herman, F. 1993. Penggunaan obat hipoglikemik oral pada penderita diabetes melitus. Pharos Bulletin No.1.

Jones, D.B. and Gill, G.V. 1998. Insulin-Dependent Diabetes Mellitus : An Overview . In J. Pickup and G. Williams (Eds): Textbook of Diabetes. Vol.1. second Edition. Blackwell Science. United Kingdom. Katzung, G. Bertram. 2002. Farmakologi : Dasar dan Klinik. Buku 2. Penerbit Salemba Medika. Jakarta. Kee, J.L. dan Hayes E. R. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Alih Bahasa : Dr. Peter

Anugrah. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta .

Neal, M. J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis. Edisi Kelima. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Reinauer, H., P. D. Home, A. S. Kanagasabapathy, C. C. Heuck. 2002. Laboratory Diagnosis and Monitoring of Diabetes Mellitus. World Health Organization. Geneva.

Soegondo, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Farmakoterapi pada pengendalian glikemia diabetes melitus tipe 2. Editor Aru W. Sudoyo et al. Jilid ke-3. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Studiawan. H., M. H. Santosa. 2005. Uji aktivitas penurun kadar glukosa darah ekstrak daun Eugenia polyantha pada mencit yang diinduksi aloksan. Media Kedokteran Hewan 21(2):62-65

Sukandar, E. Y., J. I. Sigit, I. K. Adnyana, A. A. P. Setiadi, Kusnandar. 2008. ISO Farmakoterapi. Penerbit PT. ISFI Penerbitan. Jakarta.

Tjokroprawiro, A. 1998. Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta . Tunbridge, W. M. and Home, P.D. 1991. Diabetes and Endocrinology: In Clinical Practice.

Edward Arnold a Division of Hadder and Stoughton. Great Britain, London.

Referensi

Dokumen terkait

Efek Ekstrak Daun Insulin ( Smallanthus sonchifolia ) Terhadap Kadar Glukosa Darah, Berat Badan, dan Kadar Trigliserida pada Tikus Diabetes strain Sprague dawley

Pengukuran kadar kolesistokinin normal pada tikus jantan umur 1 bulan disertai dengan berat badan, kadar glukosa darah dan kadar kolesterol darah belum lengkap

Kadar glukosa darah tikus hiperglikemik setelah pemberian aloksan, menunjukkan adanya perbedaan bermakna dengan kontrol normal untuk kelompok perlakuan kecuali

Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada hari ke-0 dimaksudkan untuk mengetahui kadar glukosa awal darah tikus, kemudian dilakukan pemberian diet kaya lemak- fruktosa

Berda- sarkan uraian tersebut, maka rumusan penelitian adalah apakah pemberian ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) berpengaruh terhadap kadar glukosa darah pada tikus

Terdapat kenaikan kadar gula darah pada pemberian ketamin dosis bertingkat intravena pada tikus wistar. Ketamin dosis bertingkat Intravena Kadar

Pemberian air seduhan serbuk biji alpukat menurunkan kadar glukosa darah tikus wistar yang diberi beban glukosa walaupun perbedaan penurunan kadar glukosa darah

Digunakan data urin apabila tidak mungkin menganalisis dengan data darah dan jika level darah pada pemberian dosis normal sangat rendah dan tidak ada metode penetapan kadar