GAMBARAN PERAN PERSEPSI KEADILAN PROSEDURAL
TERHADAP PERILAKU KERJA KONTRAPRODUKTIF PADA
PEGAWAI DINAS X YANG BERSTATUS PEGAWAI NEGERI SIPIL
(PNS) DI KOTA MALANG
Okky Putri Widarani okkyputriwidarani@gmail.com
Ika Adita Silviandari Ika Rahma Susilawati
Program Studi Psikologi, FISIP Universitas Brawijaya
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh keadilan prosedural terhadap perilaku kerja kontraproduktif pada pegawai dinas X yang berstatus PNS di kota Malang. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan sampel sebanyak 71 pegawai dinas X dengan menggunakan non-probability sampling. Data diperoleh dengan menggunakan skala keadilan prosedural dan skala perilaku kerja kontraproduktif dengan menggunakan analisis uji regresi linier sederhana. Dari hasil analisis diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan keadilan prosedural terhadap perilaku kerja kontraproduktif. Hal ini ditunjukkan dengan F = 0.028 dan signifikansi 0.867 (0.867 > 0.05). Hasil analisis tambahan menggunakan uji perbedaan dengan teknik Kruskal Wallis dengan signifikansi 0.013 (0,013<0.05) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan mengenai persepsi individu terhadap keadilan prosedural jika ditinjau dari tingkat pendidikan dimana semakin tinggi tingkat pendidikan menggambarkan persepsi positif yang semakin tinggi dari individu terhadap keadilan prosedural di lingkungan kerja.
Kata Kunci: Keadilan prosedural, perilaku kerja kontraproduktif
This study was conducted in order to determine the influence of procedural justice to the counterproductive work behavior of the civil servants in department X of Malang city. This study used a quantitative method with the sample of 71 civil servants of department X by using non-probability sampling. The data was obtained by procedural justice scale and the scale of counterproductive work behavior an analyzed with a simple linear regression analysis. The results showed that there was no significant relationship between procedural justice and the counterproductive work behavior. This was indicated by F = 0.028 and significance = 0.867 (0.867> 0.05). The results of additional analyzes using Kruskal Wallis test with significance of 0.013 (0.013 < 0.05) showed there were significance differences about individual’s perceptionof procedural justice terms of level education that more higher the level of education describe the more higher of individual’s positive perception to procedural justice in work environment.
LATAR BELAKANG
Perilaku organisasi menjadi sebuah studi yang memiliki peranan penting dalam kegiatan manajemen. Menurut Robbins (2008), perilaku organisasi merupakan studi yang mempelajari pengaruh yang dimiliki oleh individu, kelompok, dan struktur terhadap perilaku dalam organisasi, yang bertujuan menerapkan ilmu pengetahuan semacam ini guna mengefektifkan suatu organisasi. Untuk mendapatkan produktivitas yang maksimal dan efektif sering kali organisasi mendapatkan kendala dalam menjalankan suatu tujuan organisasi, dikarenakan terdapat perilaku kerja kontraproduktif
pada karyawan. Perilaku kerja
kontraproduktif (Countraproductive work behavior) memiliki beberapa istilah, Penny dan Spector (Fatoni, 2013) menyebutkan
dalam beberapa istilah yaitu
countraproductive work behavior, organizational deliquency, workplace aggresion, workplace deviance dan
organizational retaliatory. Untuk penelitian ini, peneliti menggunakan istilah perilaku kerja kontraproduktif. Meskipun memiliki beberapa istilah pada dasarnya inti dari jenis perilaku ini sama yaitu perilaku yang menggangu organisasi dan orang-orang yang terkait dengan organisasi tersebut.
Menurut Robbins (2008), perilaku kerja kontraproduktifdidefinisikan sebagai perilaku yang secara sengaja melanggar norma-norma organisasi yang signifikan, sehingga mengancam kesejahteraan organisasi atau anggotanya, atau keduanya. Berdasarkan tipologi penyimpangan yang dikemukakan oleh Robinson dan Bennett (2000), perilaku kerja kontraproduktif terdapat empat dimensi yaitu Pertama,
production deviance (penyimpangan produksi) tindakan yang termasuk dalam
production deviance diantaranya adalah bekerja secara lamban, pulang lebih awal, berbicara pada saat jam kerja dan dengan sengaja membuang-buang sumber daya. Kedua, property deviance (penyimpangan properti) tindakan yang termasuk dalam
property deviance meliputi pencurian, sabotase, dan penyuapan. Ketiga,
individual aggression (agresi individual) perilaku yang menunjukkan unsur politik di dalam organisasi seperti menggosip, memberikan penilaian secara subjektif dan menyalahkan rekan kerja. Keempat,
political deviance (penyimpangan politik) tindakan yang termasuk political deviance
Di dalam penelitian ini menggunakan subjek pegawai dinas X yang berstatus sebagai PNS karena peneliti memiliki alasan yaitu peneliti ingin mengetahui bagaimana prosedur atau birokrasi yang ada pada dinas tersebut apabila dihubungakan dengan perilaku kerja kontraproduktif. Apabila prosedur atau birokrasi pada dinas tersebut sudah dapat dikatakan adil, maka perilaku kerja kontraproduktif pegawai juga mengalami penurunan.
Berbagai macam tindakan dan keputusan yang dihasilkan dalam suatu organisasi akhirnya akan menimbulkan persepsi karyawan tentang keadilan. Menurut Robbins (2008), persepsi yaitu sebuah proses dimana individu mengatur dan mengintrepretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu faktor dalam situasi, faktor dalam diri target dan faktor dalam diri si pengarti. Selain itu, dari karakteristik pribadi juga
dapat mempengaruhi diantaranya yaitu meliputi sikap, kepribadian, motif, minat, pengalaman masa lalu dan harapan-harapan seseorang.
Menurut Lind dan Tyler
(Faturrochman, 2002) keadilan pada dasarnya merupakan bagian moralitas, tetapi pada sisi lain keadilan telah dirumuskan dalam aturan-aturan yang baku dan harus dilaksanakan dengan ketat. Secara umum keadilan digambarkan sebagai suatu situasi sosial ketika norma-norma tentang hak dan kelayakan dipenuhi. Menurut Keraf (Faturrochman, 2002) nilai dasar keadilan adalah martabat manusia sehingga prinsip dasar keadilan adalah penghargaan atas martabat dan hak-hak yang melekat padanya. Pemahaman akan makna keadilan sering lebih menekankan pada distribusi yang adil dibandingkan dengan prosedur dan interaksi yang adil, yang selanjutnya akan
disebut keadilan distributif, keadilan prosedural, dan keadilan interaksional.
METODE
Desain Penelitian dan Partisipan
yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Data Penelitian
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala. Skala yang digunakan adalah skala persepsi keadilan prosedural dan skala perilaku kerja kontraproduktif. Skala persepsi keadilan prosedural disusun berdasarkan dimensi persepsi keadilan prosedural menurut (Faturochman, 2002), yaitu 1) Konsistensi 2) Minimalisasi Bias 3) Informasi yang akurat 4) Dapat diperbaiki 5) Representatif 6) Etis. Skala perilaku kerja kontraproduktif disusun berdasarkan dimensi perilaku kerja kontraproduktif menurut (Robinson dan Bennet, 2000) yaitu 1) Penyimpangan properti 2) Penyimpangan produksi 3) Penyimpangan politik 4) Agresi individu. Skala yang digunakan dalam penelitian ini dirancang menggunakan metode skala Likert dengan empat kategori pilihan, yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S) dan Sangat Setuju (SS).
Jenis aitem yang digunakan dalam penelitian ini terdapat dua macam, yaitu
favourable dan unfavourable. Untuk aitem
favourable, pilihan STS mendapat skor 1, pilihan TS mendapat skor 2, pilihan S mendapat skor 3, dan pilihan SS mendapat skor 4. Sebaliknya, untuk aitem
unfavourable, pilihan STS mendapat skor 4, pilihan TS mendapat skor 3, pilihan S
mendapat skor 2, dan pilihan SS mendapat skor 1.
Analisa Data
Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi linier sederhana. Hasil dari analisa ini digunakan untuk membuktikan hipotesis dari penelitian sehingga dapat dijadikan kesimpulan akhir dari penelitian. Perhitungan regresi linier sederhana dilakukan dengan bantuan program SPSS Statistics 21 for Windows.
HASIL
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis yaitu tidak ada gambaran peran persepsi keadilan prosedural terhadap perilaku kerja kontraproduktif pada pegawai dinas X yang berstatus pegawai negeri sipil di kota Malang.
Untuk mendeskripsikan data yang telah diperoleh, peneliti membagi kategori subjek menjadi tiga kategori, yaitu kategori tinggi, kategori sedang dan kategori rendah. Hasil kategorisasi subjek pada variabel persepsi keadilan prosedural (X) dan perilaku kerja kontraproduktif (Y) didapati hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Kategorisasi Subjek
Berdasarkan Variabel Persepsi
Keadilan Prosedural dan Perilaku
Variabel Jenjang dikatakan bahwa mayoritas skor responden pada skala keadilan prosedural termasuk pada kategori sedang yaitu sebanyak 51 orang atau (71.83%) dan skor responden yang paling sedikit pada kategori tinggi yaitu sebanyak 7 orang atau (9.85%), sedangkan pada skala perilaku kerja kontraproduktif mayoritas skor responden termasuk pada kategori sedang yaitu sebanyak 44 orang atau (61.9%) dan skor responden yang paling sedikit pada kategori rendah yaitu sebanyak 12 orang atau (16.9%).
Tabel 2. Hasil Uji Regresi Linier Sederhana
Variabel F Signifi
kansi Keterangan
Berdasarkan hasil uji regeresi linier sederhana dapat dilihat bahwa menunjukan hasil signifikansi sebesar 0.867 artinya
bahwa tidak adanya pengaruh dari keadilan prosedural terhadap perilaku kerja kontraproduktif dimana termasuk dalam kategori sedang. Sebagai data tambahan peneliti melakukan uji kruskal wallis, sebagai berikut :
Rank P-Value Keterangan
K
Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis
mengenai data demografis penelitian antara lain umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan lama bekerja diketahui bahwa terdapat perbedaan pada variabel keadilan prosedural yakni pendidikan terakhir. Artinya, kemungkinan pendidikan terakhir dari subjek dapat mempengaruhi keadilan prosedural terhadap perilaku kerja kontraproduktif sebesar 57.74%.
Pendidikan
Berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki daripada perempuan dengan jumlah 48 orang atau 67.60 %. Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, pada umumnya memang lebih banyak jumlah laki-laki daripada perempuan pada dinas tersebut. Kedua berdasarkan analisis deskriptif, usia subjek peneliti sebagian besar berusia 41-50 tahun dengan jumlah 32 orang atau 45.07%, hal ini dapat terjadi dikarenakan rata-rata rentang usia tersebut memang sudah menjadi pegawai yang berstatus PNS. Sedangkan usia paling sedikit berusia 25-30 tahun dengan jumlah 3 orang atau 4.22%. Ketiga berdasarkan pendidikan terakhir subjek peneliti, peringkat tertinggi dengan pendidikan terakhir SMA sebanyak 41 orang atau 57.74% dan yang paling rendah diperoleh dengan pendidikan terakhir S2 sebanyak 8 orang atau 11.26%. Hasil dari pendidikan terakhir responden memang lebih banyak pegawai yang berpendidikan terakhir SMA dibandingkan dengan yang berpendidikan terakhir S2. Berdasarkan lama bekerja, jumlah tertinggi diperoleh dengan masa kerja 11-20 tahun dan lebih dari 20 tahun dengan jumlah 28 orang atau 39.43% dan
yang paling rendah dengan lama bekerja 6-10 tahun dengan jumlah masing-masing 7 orang atau 9.85%.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh keadilan prosedural dengan perilaku kerja kontraproduktif dengan pemilihan tempat penelitian di Dinas X yang ada di kota Malang. Berdasarkan dari hasil penghitungan dengan teknik regresi linier sederhana antar variabel keadilan
prosedural dan perilaku kerja
kontraproduktif dengan hasil signifikansi sebesar 0.867. Artinya, dalam penelitian ini tidak terdapat pengaruh signifikan dari keadilan prosedural denagn perilaku kerja kontraproduktif pada dinas X tersebut. Dalam beberapa penelitian terdahulu, beberapa peneliti menyebutkan bahwa persepsi mengenai keadilan prosedural yang dirasakan oleh pegawai merupakan perasaan adil yang dirasakan dalam prosedur-prosedur yang ada pada proses pengambilan keputusan. Konsep keadilan prosedural menjelaskan bahwa individu tidak hanya melakukan evaluasi terhadap alokasi atau distribusi hasil-hasil, namun juga mengevaluasi keadilan prosedural untuk menentukan alokasi tersebut.
model nilai kelompok (group value model) yang dikemukakan Lind dan Tyler
(Faturochman,2002). Penekanan
pandangan Thibaut dan Walker (Amalia, 2012) bahwa prosedur dikatakan adil jika dapat mengakomodasikan kepentingan individu. Permasalahannya adalah bahwa
setiap individu menginginkan
kepentingannya dapat diakomodasikan prosedur tersebut, padahal kepentingan-kepentingan tersebut seringkali berbeda satu dengan lainnya dan tidak jarang saling bertentangan.
Besarnya dampak negatif yang ditimbulkan oleh terlibatnya pegawai dalam perilaku kerja kontraproduktif membuat organisasi berusaha untuk menghindarinya (Nurvianti dan Seger, 2013). Namun sayangnya, setiap pegawai dengan profesi apapun memiliki potensi untuk terlibat dengan perilaku kerja kontraproduktif. Hal ini diperkuat oleh Harper (Nurvianti dan Seger, 2013) yang menyebutkan bahwa 33% hingga 75% karyawan terlibat dalam perilaku kerja kontraproduktif, seperti ketidakhadiran dengan sengaja dan sukarela, pencurian, penipuan, sabotase.
Menurut Bennet dan Robinson (2000) bahwa secara teoritis perilaku kerja kontraproduktif dapat dilihat dari cara
individu beradaptasi dengan
lingkungannya seperti bagaimana individu mengontrol emosi, frustrasi dan
ketidakpuasan dalam bekerja. Menurut Fox & Spector, perilaku kontraproduktif di tempat kerja meliputi setiap perilaku yang merugikan suatu organisasi dan secara langsung mengganggu kinerja organisasi dan menurunnya efisiensi kerja karyawan yang berperilaku kerja tersebut. Adapun faktor-faktor yang dimungkinkan
mempengaruhinya yaitu faktor
kepribadian, karakter pekerjaan, karakteristik kelompok kerja dan budaya organisasi menurut Sacket dan DeVore (Fatoni, 2013).
Selanjutnya, dari hasil analisa deskriptif berdasarkan kategori data empirik menyatakan bahwa keadilan
prosedural dan perilaku kerja
kontraproduktif termasuk dalam kategori sedang. Artinya, dalam lingkungan kerja pegawai dinas X tersebut sudah diterapkan beberapa peraturan-peraturan yang baku dan harus diikuti oleh seluruh pegawai, sehingga semua pegawai memiliki kecenderungan untuk mematuhi peraturan tersebut.
Berdasarkan hasil uji tambahan
Kruskal Wallis dan Mann Whitney
mempengaruhi keadilan prosedural terhadap perilaku kerja kontraproduktif sebesar 57.74%.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan, peneliti memaparkan beberapa kesimpulan yang didapatkan antara lain: 1) Hasil dari regresi sederhana antara keadilan prosedural dengan perilaku kerja kontraproduktif sebesar 0.867. Artinya tidak ada peran keadilan prosedural terhadap perilaku kerja kontraproduktif 2) Hasil uji perbedaan dengan menggunakan teknik Kruskal Wallis dan Mann Whitney mengenai data demografis penelitian antara lain umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan lama bekerja diketahui bahwa terdapat perbedaan pada dimensi keadilan prosedural yakni pendidikan terakhir 3) Dari hasil uji perbedaan (uji T) bahwa, jika dilihat berdasarkan masing-masing dimensi pada kedua variabel diketahui bahwa pada dimensi keadilan prosedural yang meliputi konsistensi, minimalisasi bias, informasi yang akurat, dapat diperbaiki, representatif dan etis. Dari keenam dimensi tersebut diketahui pada dimensi representatif mencapai nilai mean tertinggi yaitu sebesar 11.183 dengan signifikansi 0.001. Sedangkan, pada dimensi perilaku kerja kontraproduktif terdiri dari empat dimensi utama yaitu penyimpangan produksi,
penyimpangan properti, penyimpangan politik dan agresi individu. Dari keempat dimensi tersebut diketahui pada dimensi penyimpangan produksi mencapai nilai mean tertinggi sebesar 22.183 dengan nilai signifikansi 0.001.
Kelemahan penelitian ini antara lain 1) Tidak bisa secara langsung menyebarkan dan ditunggu pada saat penelitian dilaksanakan, melainkan dengan menitipkan pada pegawai dinas X yang nantinya menyebarkan pada pegawai lain 2) Pengukuran pada penelitian ini menggunakan self report sehingga dipengaruhi oleh faktor dari masing-masing responden serta memungkinkan terjadinya faking good dan faking bad 3) Pengisian skala ini memungkinkan terjadinya social desirability artinya subjek cenderung mengisi skala cenderung sesuai dengan harapan pernyataan dalam skala yang dibuat oleh peneliti dan keinginannya agar hasil pernyataan sesuai dengan harapan masyarakat pada umumnya. Dikarenakan subjek ingin terlihat baik pada hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
REFERENSI
Fatoni. 2013. Kecendurungan Perilaku Kerja Kontraproduktif Ditinjau dari Big Five Personality pada Pegawai Negeri Sipil Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah di Semarang. Skripsi
Faturochman. 2002. Keadilan Perspektif Psikologi. Unit Publikasi Fakultas Psikologi UGM dengan Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Faturochman. 2002. Keterkaitan antara Antesenden, Penilaian Keadilan Prosedural, Penilaian Keadilan Distributif dan Dampaknya.
Universitas Gajah Mada
Yogyakarta. Disertasi
Faturochman. 1999. Keadilan Sosial : Suatu Tinjauan Psikologi. Buletin Psikologi, Tahun VII, No. 1, Juni 1999, 13-27
Faturochman dan Sadli. 2002. Gender dan Model Penilaian Keadilan. Jurnal Psikologi Sosial Vol. 8, No. 2, 2002
Nurfianti, Agustin dan Handoyo, Seger. 2013. Hubungan Antara Keadilan Distributif dan Perilaku Kerja
Kontraproduktif dengan
Mengontrol Leader Member
Exchange (LMX) : Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi 2013, Vol. 02, No. 03