BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepemimpinan merupakan kekuatan aspirasional, kekuatan semangat,
dan kekuatan moral yang kreatif yang mampu mempengaruhi para anggota.
Kekuatan dan keunggulan sifat-sifat pemimpin itu pada akhirnya merupakan
perangsang psikososial yang bisa memunculkan reaksi-reaksi bawahan secara
kolektif. Selanjutnya akan dimunculkan kepatuhan, loyalitas, kerjasama, dari
para anggota kelompok kepada pemimpinnya.
Dunia kewirausahaan dapat diumpamakan seperti mengendarai suatu
kendaraan yang pada awalnya belum terbiasa di dalam suatu lingkungan dan
ketika mencoba tiba-tiba tampak lebih berbahaya daripada yang kita perkirakan
pada awalnya. Kebiasaan kita adalah untuk menarik diri kepada kenyamanan di
dalam kepompong, sesuatu yang kita percayai lebih aman, di mana kita dapat
bersantai sejenak tanpa perlu berkonsentrasi, dan mendapatkan sesuatu tanpa
terlalu memikirkan bagaimana kita melakukannya. Kebiasaan semacam ini harus
digantikan dengan memahami prinsip-prinsip yang akan memastikan bahwa kita
dapat mencapai tujuan kita dan berlatih dengan disiplin sampai kita bisa
melakukannya.
Dalam makalah ini, kami akan menjelaskan beberapa hubungan
kepemimpinan dengan kewirausahaan yang akan mempengaruhi dalam suatu
pencapaian tujuan usaha.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari kepemimpinan?
2. Apa saja perilaku kepemimpinan?
3. Apa saja pendekatan-pendekatan dalam kepemimpinan?
4. Bagaimana penentuan prosedur pembuatan keputusan sebagai pemimpin? 5. Bagaimana situasi kepemimpinan pada umumnya?
6. Bagaimana teori daur hidup kepemimpinan?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui definisi dari kepemimpinan.
2. Memahami apa saja perilaku kepemimpinan.
3. Mengetahui apa saja pendekatan-pendekatan dalam kepemimpinan.
4. Memahami penentuan prosedur pembuatan keputusan sebagai pemimpin. 5. Memahami situasi kepemimpinan pada umumnya.
6. Memahami teori daur hidup kepemimpinan.
Sedangkan manfaat dari penulisan ini, yaitu dapat mereferensi mengenai
kepemimpian dalam kewirausahaan yang menambah ilmu pengetahuan dan
wawasan serta dapat memberikan informasi yang berguna.
BAB II PEMBAHASAN
Kepemimpinan adalah proses mengarahkan perilaku orang lain kearah
pencapaian suatu tujuan tertentu. Pengarahan dalam hal ini berarti
menyebabkan orang lain bertindak dengan cara tertentu atau mengikuti arah
tertentu. Wirausahawan yang berhasil merupakan pemimpin yang berhasil, baik
yang memimpin beberapa atau beratus-ratus karyawan. Seorang pemimpin yang
efektif akan selalu mencari cara yang lebih baik. Seorang bisa dikatakan
pemimpin yang berhasil jika percaya pada pertumbuhan yang
berkesinambungan, efisiensi yang meningkat dan keberhasilan yang
berkesinambungan dari perusahaan.
B. Perilaku Kepemimpinan
Perilaku pemimpin menyangkut dua bidang utama: (a) Berorientasi pada
tugas yang menetapkan sasaran, merencanakan dan mencapai sasaran; dan (b)
Berorientasi pada orang yang memotivasi dan membina hubungan manusiawi.
Orientasi Tugas
Seorang pemimpin dengan orientasi demikian cenderung
menunjukkan pola-pola perilaku berikut:
1. Merumuskan secara jelas peranannya sendiri maupun stafnya.
2. Menetapkan tujuan-tujuan yang sukar tetapi dapat dicapai, dan
memberitahukan orang-orang apa yang diharapkan dari mereka.
3. Menentukan prosedur-prosedur untuk mengukur kemajuan menuju tujuan
dan untuk mengukur pencapaian tujuan itu, yakni tujuan-tujuan yang
4. Melaksanakan peranan kepemimpinan secara aktif dalam merencanakan,
mengarahkan, membimbing dan mengendalikan kegiatan-kegiatan yang
berorientasi pada tujuan.
5. Berminat mencapai peningkatan produktifitas.
Pemimpin yang kadar orientasi tugasnya rendah cenderung menjadi
tidak aktif dalam mengarahkan perilaku yang berorientasi pada tujuan, seperti
perencanaan dan penjadwalan. Mereka cenderung bekerja seperti para
karyawan lain dan tidak membedakan peranan mereka sebagai pemimpin
organisasi secara jelas.
Orientasi Orang-orang
Orang-orang yang kuat dalam orientasi orang cenderung menunjukan
pola-pola berikut ini:
1. Menunjukan perhatian atas terpeliharanya keharmonisan dalam
organisasi dan menghilangkan ketegangan, jika timbul.
2. Menunjukan perhatian pada orang sebagai manusia dan bukan sebagai
alat produksi saja.
3. Menunjukan pengertian dan rasa hormat pada kebutuhan-kebutuhan,
tujuan-tujuan, keinginan-keinginan, perasaan dan ide-ide karyawan.
4. Mendirikan komunikasi timbale balik yang baik dengan staf.
5. Menerapkan prinsip penekanan-ulang untuk meningkatkan prestasi
karyawan. Prinsip ini menyatakan bahwa perilaku yang diberi imbalan
akan bertambah dalam frekuensinya dan bahwa perilaku yang tidak diberi
6. Menciptakan suatu suasana kerja sama dan gugus kerja dalam
organisasi.
7. Mendelegasi kekuasaan dan tanggung jawab, serta mendorong inisiatif.
Pemimpin yang orientasi orangnya rendah cenderung bersikap dingin
dalam hubungan dengan karyawan mereka, memusatkan perhatian pada
prestasi individu dan persaingan daripada kerjasama, serta tidak
mendelegasikan kekuasaan dan tanggung jawab.
Pemimpin dan Manajer
Memimpin tidaklah sama dengan mengelola (manage). Walaupun
beberapa wirausahawan adalah seorang pemimpin dan beberapa pemimpin
adalah wirausahawan, memimpin dan mengelola bukanlah merupakan
aktivitas yang identik.
Kepemimpinan adalah bagian dari manajemen. Pengelolaan (manage)
adalah bidang yang lebih luas dibandingkan memimpin dan dipusatkan pada
masalah perilaku maupun non perilaku. Kepemimpinan terutama ditekankan
pada isu perilaku. Aktivitas dari wirausahawan efektif adalah sebagai berikut:
1. Dari segi sikap kepada bawahan
a) Mempunyai kepercayaan pada bawahan dan menyampaikan
kepercayaan tersebut.
b) Mudah didekati dan bersahabat.
c) Suka sekali membantu bawahan agar menjadi lebih efektif dan
berusaha menghilangkan kendala bagi pencapaian tujuan dan
d) Dalam berhubungan dengan bawahan, secara emosional suka
mendukung dan berusaha menghindari perilaku yang mengancam
ego.
e) Mencoba meminimisasi tekanan-tekanan dalam hubungan dengan
bawahan untuk menghindari penurunan kemampuan intelektual dari
bawahan.
f) Membiarkan bawahan untuk mempunyai ruang gerak dalam
pemecahan masalah kerja dimana kecerdasan bawahan bisa
menghasilkan suatu keuntungan dan dimana standardisasi dalam
metode tidak penting sekali.
g) Mengetahui kebutuhan bagi corak kepemimpinan untuk menjadi agak
berbeda pada lingkungan teknologi yang berbeda, contohnya mungkin
sangat mudah untuk terlalu terstruktur dan terlalu mengarahkan pada
lingkungan laboratorium dan untuk tidak terlalu terstruktur dan terlalu
partisipasif dalam beberapa lingkungan pabrik.
h) Mendorong partisipasi bawahan tetapi hanya dengan dasar
kepentingan yang sesungguhnya dalam menggunakan saran-saran
yang konstruktif dan hanya dimana bawahan mengetahui bahwa
berpartisipasi adalah sah.
2. Dari segi teknologi, perencanaan, dan seleksi
a) Menggunakan dan mendorong bawahan untuk menggunakan
penyederhanaan kerja, peralatan yang sesuai, tata ruang yang tepat,
dan lain sebagainya.
b) Seorang perencana yang efektif dari segi tujuan dan kontingensi
jangka panjang maupun jangka pendek.
c) Memilih bawahan dengan kualifikasi yang tepat.
3. Dari segi standar dan penilaian kinerja.
a) Bekerja dengan bawahan dalam menetapkan standar kinerja yang
tinggi dan tujuan yang tinggi tetapi bisa dicapai yang konsisten
dengan tujuan dari perusahaan.
b) Menghargai kinerja yang bisa diukur dari bawahan subyektif mungkin,
tetapi membuat penilaian kompensasi dan promosi dengan dasar
kinerja total.
4. Dari segi fungsi penghubung
a) Seorang penghubung yang efektif dengan manajemen yang lebih
tinggi dan kelompok lain dalam perusahaan di dalam melancarkan
pelaksanaan tugas.
5. Dari segi memberikan balas jasa dan hukuman
a) Memberikan pengakuan pada kerja yang baik.
b) Menggunakan kesalahan bawahan sebagai kesempatan mendidik
pada bawahan dan bukannya menggunakan sebagai alasan hukuman
pada bawahan.
Pendekatan Sifat (Trait) Kepemimpinan
Pendekatan perilaku kepemimpinan menganggap bahwa pemimpin
yang baik adalah dilahirkan dan bukannya diciptakan. Pemimpin yang berhasil
cenderung memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut :
a. Kecerdasan, termasuk kemampuan menilai dan verbal
b. Prestasi dimasa lalu dalam bidang pendidikan dan olahraga
c. Kematangan dan stabilitas emosional
d. Ketergantungan, ketekunan, dan dorongan untuk mencapai prestasi yang
berkesinambungan.
e. Keterampilan untuk berpartisipasi secara sosial dan beradaptasi dengan
berbagai kelompok
f. Keinginan untuk menggapai status dan posisi sosial ekonomi
Pendekatan Situasi (Situasional) Kepemimpinan
Penekanan kepemimpinan telah bergeser dari pendekatan sifat (trait)
ke pendekatan situasi. Pendekatan situasi kepemimpinan yang lebih modern
didasarkan pada asumsi bahwa semua contoh kepemimpinan yang berhasil
agak berbeda dan membutuhkan kombinasi yang unik dari pemimpin,
pengikut, dan situasi kepemimpinan. Interaksi ini umumnya diungkapkan
dalam rumusan SL = f (L, F, S). Dimana SL adalah kepemimpinan yang
berhasil, f adalah fungsi dari, dan L, F, dan S adalah pemimpin, pengikut dan
situasi. Terjemahan dari rumusan ini adalah bahwa kepemimpinan yang
pemimpin, pengikut, dan situasi harus sesuai satu dengan lainnya jika usaha
kepemimpinan diharapkan untuk berhasil.
Wirausahawan yang menunjukkan perilaku kepemimpinan lebih
demokratis dinamakan kepemimpinan yang dipusatkan pada bawahan,
sementara wirausahawan yang menunjukkan perilaku kepemimpinan lebih
otokratis dinamakan kepemimpinan yang dipusatkan pada atasan.
D. Penentuan Prosedur Pembuatan Keputusan Sebagai Pemimpin
Tiga faktor atau kekuatan utama yang mempengaruhi penentuan
wirausahawan tentang perilaku kepemimpinan mana yang akan digunakan untuk
membuat keputusan adalah :
1. Kekuatan-kekuatan dalam Diri Wirausahawan
Wirausahawan seharusnya mengetahui empat kekuatan dalam diri
mereka yang akan mempengaruhi ketetapan hati mereka tentang bagaimana
membuat keputusan sebagai seorang pemimpin, antara lain :
a. Nilai-nilai wirausahawan, seperti arti penting efisiensi organisasional bagi
wirausahawan, pertumbuhan pribadi, pertumbuhan bawahan, dan laba
perusahaan. Contoh, jika pertumbuhan bawahan dinilai sangat tinggi,
seorang wirausahawan mungkin ingin memberikan pengalaman pembuatan
keputusan kepada anggota-anggota kelompok, bahkan walaupun
wirausahawan sendiri bisa membuat keputusan yang sama yang jauh lebih
cepat dan efisien.
b. Tingkat kepercayaan wirausahawan pada bawahan. Pada umumnya,
kemungkinan corak pembuatan keputusan dari wirausahawan akan bersifat
demokratis atau dipusatkan pada bawahan. Demikian pula sebaliknya,
semakin kurang percaya wirausahawan pada bawahan semakin besar
corak pembuatan keputusan akan bersifat otokratis atau dipusatkan pada
atasan.
c. Kekuatan pemimpin dari wirausahawan itu sendiri. Beberapa wiausahawan
lebih efektif dalam memberikan perintah-perintah daripada pemimpin suatu
kelompok pembahasan demikian pula sebaliknya. Seorang wirausahawan
harus mampu mengetahui kekuatan kepemimpinannya dan
mempergunakannya.
d. Toleransi terhadap kemenduaan (ambiguity). Ketika seorang wirausahawan
bergerak dari corak pembuatan keputusan yang dipusatkan pada atasan ke
corak pembuatan keputusan yang dipusatkan pada bawahan, dia mungkin
akan kehilangan beberapa kepastian mengenai bagaimana suatu masalah
hendaknya dipecahkan. Jika penurunan kepastian ini mengganggu bagi
seorang wirausahawan, mungkin akan sangat sulit bagi seorang
wirausahawan untuk berhasil sebagai seorang pemimpin yang dipusatkan
pada bawahan.
2. Kekuatan-kekuatan pada Bawahan
Seorang wirausahawan hendaknya mengetahui kekuatan-kekuatan
pada bawahan yang mempengaruhi ketetapan hati dari wirausahawan tentang
bagaimana membuat keputusan sebagai seorang pemimpin. Untuk mengerti
sama ataupun berbeda. Suatu pendekatan untuk memutuskan bagaimana
memimpin semua bawahan adalah tidak mungkin. Akan tetapi, wirausahawan
mungkin bisa meningkatkan keberhasilannya sebagai seorang pemimpin
dengan memberikan kebebasan yang lebih besar kepada bawahan dalam
pembuatan keputusan, seperti apa yang disarankan berikut ini :
a. Jika bawahan-bawahan mempunyai kebutuhan saling ketergantungan yang
relatif tinggi (orang-orang berbeda pada tujuan yang mereka inginkan).
b. Jika bawahan mempunyai kesiapan untuk menerima tanggung jawab dalam
pembuatan keputusan (beberapa melihat tanggung jawab tambahan
sebagai penghargaan untuk kemampuan mereka; yang lainnya melihat
sebagai “pengalihan beban”).
c. Jika bawahan mempunyai toleransi yang relatif tinggi terhadap kemenduan
(beberapa karyawan memilih untuk mendapatkan pengarahan yang
langsung dan jelas; yang lainnya memilih bidang kebebasan yang lebih
luas).
d. Jika bawahan tertarik pada masalah dan merasa bahwa masalah itu
penting.
e. Jika mereka mengerti dan mengidentifikasi dengan tujuan-tujuan dari
organisasi.
f. Jika mereka mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang dibutuhkan
untuk berhubungan dengan masalah.
g. Jika mereka telah belajar untuk berbagi dalam pembuatan keputusan.
tiba-tiba dihadapkan dengan tuntutan untuk berperan serta dalam
pembuatan keputusan sering mengeluh dengan pengalaman baru ini.
Sebaliknya orang-orang yang telah menikmati sejumlah kebebasan yang
besar mulai kecewa pada atasan yang mulai membuat semua keputusan
sendirian).
Jika semua karakteristik bawahan tidak ada dalam situasi tertentu,
seorang wirausahawan mungkin harus bergerak pada corak pendekatan yang
lebih otokratis atau pendekatan yang dipusatkan pada atasan dalam
pembuatan keputusan.
3. Kekuatan-kekuatan pada Situasi atau Keadaan
Kekuatan yang mempengaruhi ketetapan hati wirausahawan tentang
bagaimana membuat keputusan sebagai seorang pemimpin adalah kekuatan
dalam situasi kepemimpinan. Kekuatan dalam situasi kepemimpinan dapat
diuraikan sebagai berikut :
a. Faktor organisasional, seperti ukuran kelompok kerja dan distribusi
geografisnya menjadi penting dalam memutuskan bagaimana membuat
keputusan sebagai seorang pemimpin. Kelompok kerja yang sangat besar
atau pemisahan geografis yang sangat luas dari kelompok kerja tersebut
bisa membuat corak kepemimpinan yang dipusatkan pada bawahan
menjadi tidak praktis.
b. Faktor efektifitas anggota-anggota kelompok bekerja bersama. Untuk tujuan
ini, seorang wirausahawan harus mengevaluasi isu-isu seperti pengalaman
oleh anggota-anggota kelompok dalam kemampuan mereka di dalam
memecahkan masalah sebagai suatu kelompok. Sebagai aturan umum,
seorang wirausahawan hendaknya hanya memberikan tanggung jawab
pembuatan keputusan kepada kelompok kerja yang efektif.
c. Faktor masalah yang harus dipecahkan. Sebelum bertindak sebagai
seorang pemimpin yang dipusatkan pada bawahan, seorang wirausahawan
harus yakin bahwa suatu kelompok memiliki keahlian yang diperlukan untuk
membuat keputusan mengenai masalah yang ada. Ketika suatu kelompok
kehilangan keahlian yang diperlukan untuk memecahkan masalah, seorang
wirausahawan umumnya akan bergerak ke kepemimpinan yang lebih
dipusatkan pada atasan.
d. Faktor waktu yang tersedia dalam membuat suatu keputusan. Sebagai
suatu garis pedoman umum, semakin sedikit waktu yang tersedia bagi
pembuatan suatu keputusan, semakin tidak praktis untuk membiarkan
suatu kelompok membuat keputusan. Biasanya lebih banyak waktu yang
dibutuhkan oleh kelompok untuk mencapai suatu keputusan dibandingkan
oleh individu-individu.
E. Situasi Kepemimpinan Pada Umumnya
Seorang pemimpin menunjukkan tipe perilaku utama ketika mereka
menyelesaikan tugas kewajiban mereka, yaitu:
a. Perilaku struktur, adalah suatu aktivitas kepemimpinan yang (1)
menggambarkan hubungan antara pemimpin dan pengikut dari pemimpin
dipatuhi oleh pengikut dalam melakukan tugas-tugas mereka. Secara
keseluruhan perilaku struktur membatasi pengarahan diri dari pengikut
tersebut dalam melakukan tugas-tugas mereka. Walaupun benar disimpulkan
bahwa perilaku struktur bisa, dan adakalanya relatif kuat, tetapi akan salah
jika menganggapnya sebagai kasar dan tidak baik.
b. Perilaku pertimbangan, adalah perilaku kepemimpinan yang mencerminkan
persahabatan, saling percaya, rasa hormat, dan kehangatan dalam hubungan
diantara pemimpin dengan pengikut atau bawahannya. Perilaku pertimbangan
umumnya ditujukan pada pengembangan dan pemeliharaan suatu hubungan
kemanusiaan antara pemimpin dan pengikutnya.
F. Teori Daur Hidup Kepemimpinan
Teori daur hidup kepemimpinan adalah dasar pikiran yang mengaitkan
corak kepemimpinan dengan berbagai situasi untuk menjamin kepemimpinan
yang efektif. Teori ini menggunakan dua tipe perilaku kepemimpinan yang pada
dasarnya sama dengan diatas, tetapi menamakan kedua dimensi tersebut
sebagai “tugas” dan bukannya struktur serta “hubungan” dan bukannya
pertimbangan.
Teori daur hidup terutama didasarkan pada hubungan antara kedewasan
pengikut, perilaku tugas dari pemimpin dan perilaku hubungan pemimpin.
Menurut teori ini, corak kepemimpinan hendaknya mencerminkan tingkat
kedewasaan dari pengikut. Kedewasaan didefinisikan sebagai kemampuan dari
menerima tanggung jawab tambahan, dan keinginan untuk mencapai
keberhasilan. Semakin banyak karakteristik tersebut dimiliki oleh pengikut,
semakin dewasa para pengikut tersebut dikatakan. Seperti yang digunakan
dalam teori daur hidup ini,kedewasaan tidaklah perlu berkaitan dengan umur
kronologis.
Teori daur hidup ini menyatakan bahwa perilaku kepemimpinan efektif
hendaknya bergerak dari :
a. Perilaku tugas yang tinggi-perilaku hubungan yang rendah ke
b. Perilaku hubungan yang tinggi-perilaku tugas yang tinggi ke
c. Perilaku hubungan yang tinggi-perilaku tugas yang rendah ke
d. Perilaku tugas yang rendah-perilaku hubungan yang rendah, ketika tingkat
kedewasaan pengikut berubah dari tidak dewasa menuju dewasa.
Terdapat pula beberapa pengecualian pada filsafat umum dari teori daur
hidup. Contoh, jika terdapat batas waktu akhir yang harus dipenuhi yang singkat,
seorang pemimpin mungkin perlu mempercepat produksi melalui corak tugas
yang tinggi-hubungan yang rendah dan bukannya corak tugas rendah-hubungan
yang rendah bahkan walaupun pengikut dari pemimpin mungkin mempunyai
tingkat kedewasaan yang tinggi. Akan tetapi, suatu corak tugas yang
tinggi-hubungan yang rendah dalam jangka panjang akan menghasilkan tinggi-hubungan
kerja yang buruk diantara pemimpin dan pengikut.
Berikut contoh bagaimana teori daur hidup diterapkan dalam situasi
kepemimpinan yang nyata. Seorang karyawan disewa sebagai penjual pada toko
pakaian. Sesudah masuk dalam organisasi ini, individu tersebut sangat tidak
berhubungan dengan pekerjaan secara independen. Menurut teori daur hidup,
corak yang sesuai untuk memimpin karyawan baru tersebut adalah tugas yang
tinggi-hubungan yang rendah. Pemimpin hendaknya memberitahukan pada
karyawan tersebut apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya
tugas-tugasnya. Hubungan dengan karyawan hendaknya tidak terlalu intensif
karena bisa ditafsirkan sebagai permisif.
Ketika karyawan meningkat kedewasaan yang berhubungan dengan
kerjanya, corak kepemimpinan berikutnya yang sesuai dengan tingkat
kedewasaannya adalah tugas tinggi-hubungan tinggi. Walaupun kedewasaan
karyawan agak meningkat, pemimpin perlu mengamati dengan seksama karena
karyawan tersebut tetap perlu mendapat bimbingan dan pengarahan pada suatu
ketika. Sesudah memberikan beberapa kerja dasar pada corak kepemimpinan
pertama, pemimpin siap mengembangkan suasana paling percaya, saling
menghormati, dan bersahabat antara dia dengan karyawannya.
Ketika tingkat kedewasaan dari karyawan semakin meningkat lebih lanjut,
corak kepemimpinan yang sesuai untuk karyawan tersebut adalah hubungan
tinggi-tugas rendah. Pemimpin sekarang bisa mengurangi perilaku tugas karena
karyawan sekarang sudah berada diatas rata-rata tingkat kedewasaan dalam
pekerjaannya dan biasanya bisa memecahkan masalah yang berhubungan
dengan pekerjaannya secara independen. Seperti halnya dengan corak
kepemimpinan sebelumnya, pemimpin perlu menekankan pengembangan
Ketika tingkat kedewasaan karyawan hampir mendekati maksimum, corak
kepemimpinan yang sesuai adalah tugas rendah-hubungan rendah. Sekali lagi
pemimpin bisa mengurangi perilaku tugas karena pengikut sepenuhnya terbiasa
dengan pekerjaannya. Pemimpin juga bisa mengurangi perilaku hubungannya
karena dia sekarang memiliki suatu hubungan kerja yang baik dengan
pengikutnya.
Fleksibilitas Pemimpinan
Teori situasi kepemimpinan seperti teori daur hidup didasarkan pada
konsep bahwa pemimpin yang berhasil harus merubah corak kepemimpinannya
ketika mereka menemui situasi yang berbeda. Perubahan corak ketika ditemui
situasi yang baru ini dinamakan fleksibilitas pemimpin. Apakah suatu permintaan
yang terlalu banyak jika meminta pemimpin fleksibel menurut semua rentang
corak pemimpin pokok? Jawaban dari pertanyaan ini adalah bahwa beberapa
pemimpin bisa fleksibel dan beberapa tidak bisa. Bagaimanapun juga, suatu
corak kepemimpinan mungkin demikian merasuk dalam diri seorang pemimpin
sehingga akan memerlukan waktu bertahun-tahun bahkan untuk menjadi
fleksibel. Dengan kata lain, beberapa pemimpin mungkin telah mengalami masa
keberhasilan pada suatu situasi yang pada hakikatnya statis sehingga mereka
yakin bahwa fleksibilitas tidak diperlukan. Akan tetapi, terdapat banyak kendala
bagi fleksibilitas kepemimpinan.
Satu strategi untuk mengatasi kendala tersebut adalah dengan mengubah
situasi organisasional untuk sesuai dengan corak kepemimpinan dan bukannya
Menghubungkan pemikiran ini dengan teori daur hidup kepemimpinan, mungkin
lebih mudah untuk menggeser berbagai pemimpin ke situasi yang sesuai dengan
corak kepemimpinan mereka daripada berharap pemimpin mengubah corak
kepemimpinan terhadap perubahan situasi.
Menurut teori kontingensi kepemimpinan, hubungan pemimpin-anggota,
struktur tugas, dan kekuatan posisi dari seorang pemimpin adalah tiga faktor
utama yang hendaknya digunakan sebagai dasar memindahkan seorang
pemimpin ke situasi yang lebih sesuai dengan corak kepemimpinannya.
a. Hubungan pemimpin-anggota adalah tingkatan dimana pemimpin merasa
diterima oleh pengikut-pengikutnya, dan
b. Struktur tugas adalah tingkatan dimana tujuan, tugas yang harus dilakukan,
dan faktor situasi lainnya dijabarkan dengan jelas.
c. Faktor ketiga, kekuatan posisi adalah ditentukan oleh seberapa besar
pemimpin bisa melakukan pengawasan dengan balas jasa dan hukuman yang
diterima oleh pengikut.
Wirausahawan dalam suatu organisasi dapat menjadi pemimpin yang
berhasil jika mereka ditempatkan pada situasi yang sesuai dengan corak
kepemimpinan mereka. Hal ini diasumsikan bahwa setiap orang dalam
organisasi mempunyai kemampuan untuk menilai karakteristik dari pemimpin
organisasi dan variabel organisasional penting lainnya dan kemudian
BAB III KESIMPULAN
Kepemimpinan adalah proses mengarahkan perilaku orang lain ke arah
pencapaian suatu tujuan tertentu. Pengarahan dalam hal ini berarti
menyebabkan orang lain bertindak dengan cara tertentu atau mengikuti arah
tertentu. Wirausahawan yang berhasil merupakan pemimpin yang berhasil
memimpin para karyawannya dengan baik. Perilaku pemimpin menyangkut dua
bidang utama: (a) Berorientasi pada tugas; dan (b) Berorientasi pada orang.
Sedangkan pendekatan-pendekatan kepemimpinan yaitu terdiri dari pendekatan
sifat (trait) kepemimpinan dan pendekatan situasi (situasional) kepemimpinan.
Tiga kekuatan utama yang mempengaruhi penentuan wirausahawan
untuk membuat keputusan yaitu kekuatan-kekuatan dalam diri wirausahawan,
kekuatan-kekuatan pada bawahan, dan kekuatan-kekuatan pada situasi.
Seorang pemimpin menunjukkan tipe perilaku utama, yaitu perilaku
struktur dan perilaku pertimbangan. Sedangkan teori daur hidup kepemimpinan
adalah dasar pikiran yang mengaitkan corak kepemimpinan dengan berbagai
DAFTAR PUSTAKA
Wiratmo, Masykur. (1996). Pengantar Kewirausahaan Kerangka Dasar