• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS INTERVENSI MULTI INPUT FUNGSI S (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS INTERVENSI MULTI INPUT FUNGSI S (1)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS INTERVENSI MULTI INPUT FUNGSI

STEP

DAN

PULSE

UNTUK PERAMALAN KUNJUNGAN WISATAWAN KE INDONESIA

1

Eka Nuvitasari,

2

Suhartono, dan

3

Sasmito Hadi Wibowo

1

Mahasiswa S2 Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

2 Jurusan Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Jl. Arif Rahman Hakim 1 Surabaya 60111

3 Direktorat Statistik Keuangan, Teknologi Informasi, dan Pariwisata, Badan Pusat Statistik

Jl. dr. Sutomo No. 6-8 Jakarta 10710

e-mail: 1 nuvie@statistika.its.ac.id, 2 suhartono@statistika.its.ac.id, 3 wibowo@bps.go.id

ABSTRAK

Model intervensi adalah suatu model time series yang dapat digunakan untuk memodelkan dan meramalkan data yang mengandung goncangan atau intervensi baik dari faktor eksternal maupun internal. Ada dua fungsi utama yang digunakan dalam model intervensi, yaitu fungsi step dan pulse. Sampai saat ini, penelitian tentang analisis intervensi terbatas hanya memasukkan satu jenis goncangan (single input) yaitu fungsi step atau pulse saja. Belum adanya prosedur baku dalam pemodelan intervensi pada data yang mengandung lebih dari satu jenis goncangan (multi input), memberikan peluang untuk kajian lebih lanjut berkaitan dengan intervensi multi input. Penelitian ini mengkaji secara teoritis dan terapan tentang intervensi multi input. Kajian teoritis dilakukan untuk mendapatkan prosedur yang tepat dalam pemodelan intervensi multi input. Selanjutnya, kajian terapan dilakukan untuk memodelkan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia melalui pintu masuk Bandara Soekarno-Hatta, Bandara Ngurah Rai, Batam, dan Bandara Polonia dengan variabel intervensi krisis moneter yang terjadi sejak Juli 1997 (fungsi step), bom Bali I pada Oktober 2002 (fungsi pulse I) dan bom Bali II pada Oktober 2005 (fungsi pulse II). Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh kejadian-kejadian intervensi tersebut berbeda pada tiap pintu masuk. Secara umum krisis moneter memberikan efek negatif di setiap pintu masuk. Namun besar dan waktu terjadinya penurunan tersebut berbeda karena dipengaruhi juga oleh kejadian lokal. Bom Bali I dan II relatif hanya berpengaruh di Bali. Sedangkan di pintu masuk lainnya, efek yang terjadi setelah Bom Bali I lebih cenderung merupakan efek dari isu lokal, misalnya wabah SARS, khususnya di Batam. Begitu juga efek setelah Bom Bali II cenderung merupakan efek dari isu wabah flu burung di Jakarta dan kebijakan penutupan perjudian di Batam. Bahkan di Medan, efek dari dua kejadian tersebut secara statistik tidak signifikan.

Kata kunci: Analisis intervensi multi input, ARIMA, bom Bali, krisis moneter, kunjungan wisatawan.

1.

Pendahuluan

Dalam beberapa dekade terakhir, kejadian-kejadian tak terduga baik faktor internal maupun eksternal telah membuat pariwisata Indonesia mengalami tekanan yang cukup berarti. Kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) yang menanjak secara linier dari tahun 1980-an hingga 1997, tiba-tiba dipatahkan oleh krisis moneter dan ekonomi. Kunjungan wisman sekitar 5,19 juta pada tahun 1997 anjlok menjadi 4,6 juta pada tahun 1998. Pada tahun-tahun berikutnya sejalan dengan pemulihan ekonomi dan keamanan, kunjungan wisman terus meningkat. Hingga pada tahun 2001 kunjungan wisman berhasil mencapai 5,15 juta. Namun, insiden Bom Bali I pada 12 Oktober 2002 dan Bom Bali II pada 1 Oktober 2005 kembali memberikan goncangan bagi pariwisata Indonesia. Salah satu pertanyaan yang muncul adalah bagaimana efek yang terjadi, khususnya berapa besar dan lama efek dari peristiwa-peristiwa tersebut.

(2)

2

tempat wisata, travel, dan lain-lain. Model time series yang paling populer dan banyak digunakan

dalam peramalan adalah model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Adanya

goncangan dalam sebuah data time series membuat model ARIMA klasik kurang tepat lagi. Salah satu model yang dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut adalah model intervensi. Model intervensi pertama kali dikemukakan oleh Box dan Tiao (1975) yang meneliti pengaruh pemberlakuan undang-undang desain mesin terhadap tingkat polusi oxidant di daerah Los Angeles. Secara umum, ada dua fungsi utama yang digunakan dalam model intervensi, yaitu fungsi

step dan pulse. Dalam perkembangannya, banyak peneliti yang menggunakan model intervensi

baik fungsi step maupun pulse untuk menganalisis data time series, termasuk data pariwisata. Diantaranya adalah Utami (2001) menggunakan model intervensi untuk menganalisis pengaruh krisis ekonomi dan travel warning terhadap jumlah kedatangan wisman melalui bandara Juanda

dan Ngurah Rai, Goh dan Law (2002) menggunakan analisis intervensi dalam seasonal ARIMA

(SARIMA) untuk memodelkan dan meramalkan kedatangan wisatawan dari 10 negara ke Hong Kong, Suhartono (2007) meneliti dampak bom Bali I terhadap tingkat hunian hotel berbintang lima di Bali, sedangkan Sudarsana (2007) memodelkan dan meramalkan banyaknya wisatawan mancanegara yang datang ke Bali dengan dua intervensi yaitu bom Bali I dan bom Bali II.

Sebagian besar dari penelitian-penelitian tentang model intervensi di atas terbatas pada analisis intervensi input tunggal (single input), yaitu fungsi step atau pulse saja. Padahal series data yang ada bisa saja mengandung lebih dari satu jenis intervensi (multi input) yaitu fungsi step dan

pulse. Sampai saat ini belum ada prosedur baku dalam pemodelan intervensi multi input. Hal ini memberikan peluang untuk melakukan kajian/penelitian lanjut yang berkaitan dengan intervensi

multi input. Dalam penelitian ini akan dicoba untuk memodelkan dan meramalkan data kunjungan wisman ke Indonesia melalui pintu masuk Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Variabel intervensi yang digunakan adalah krisis moneter yang terjadi sejak Juli 1997 (fungsi step), bom Bali I pada Oktober 2002 (fungsi pulse I) dan bom Bali II pada Oktober 2005 (fungsi pulse II) yang dianggap sebagai intervensi paling berpengaruh terhadap gejolak pariwisata di Indonesia.

2.

Analisis Intervensi

Dalam praktek seringkali ditemukan data time series yang dipengaruhi kejadian-kejadian khusus. Kejadian khusus yang dimaksud di sini adalah adanya suatu intervensi baik yang bersifat eksternal maupun internal yang mempengaruhi pola data. Pada analisis intervensi, diasumsikan bahwa kejadian intervensi terjadi pada waktu T yang diketahui dari suatu time series (Box et al., 1994). Tujuan utama dari analisis ini adalah mengukur besar dan lamanya efek intervensi pada suatu time series (Wei, 1990).

2.1 Model intervensi multi input

Bentuk umum dari model intervensi multi input adalah (Wei, 1990):

1

( )

( )

j b k

sj

t jt t

j rj

B B

Y I N

B

ω δ =

=

+ (1)

dimana Yt adalah variabel respon pada waktu t, Ijtadalah variabel intervensi ke-j pada waktu t,

bernilai 1 atau 0 yang menunjukkan ada tidaknya pengaruh intervensi pada waktu t, Nt adalah

error/noise yaitu model ARIMA tanpa pengaruh intervensi, dan b adalah delay waktu mulai terjadinya efek intervensi. Sedangkan ωs B dan δr B didefinisikan sebagai:

ωsj B = ω0j ω1jB1 ω2jB2 ωsjBs dan δrj B =1 δ1jB1 δ2jB2 δrjBr.

Secara umum ada dua jenis variabel intervensi (Box et al., 1994), yaitu Fungsi Step dan

Pulse. Kejadian intervensi yang terjadi sejak waktu T dan seterusnya dalam waktu yang panjang disebut fungsi step. Misalnya pemberlakuan kebijakan baru mengenai ketetapan tarif baru pada

perusahaan Cincinnati Bell Telephon terhadap jumlah panggilan bantuan telepon lokal

(3)

3

Sedangkan pada fungsi pulse,kejadian intervensi terjadi hanya pada waktu T saja dan tidak berlanjut pada waktu selanjutnya, misalnya promosi gelegar 2 milyar yang dilakukan PT. Telkom Divre V (Suhartono dan Wahyuni, 2002). Secara matematis, bentuk intervensi fungsi pulse ini dinotasikan sebagai berikut:

0

Dalam mengidentifikasi orde pada model intervensi (b, r, dan s), dapat dilakukan dengan melihat plot residual. Residual diperoleh dari selisih antara data hasil pengamatan dengan nilai peramalan menggunakan noise model. Misalkan residual dinotasikan sebagai Yt*, maka:

*

( )

t t t t

Y = −Y N = f I

Nilai b ditentukan dengan melihat kapan efek intervensi mulai terjadi, nilai s menunjukkan kapan gerak bobot respon mulai mengalami penurunan, dan r menunjukkan pola dari residual.

2.2 Model intervensi fungsi step (b=1, r=1, s=1) diikuti fungsi pulse (b=1, r=0, s=1)

Model intervensi multi inputdengan fungsi step (b=1, r=1, s=1) dan fungsi pulse (b=1, r=0,

s=1) adalah sebagai berikut:

(

)

1

(

)

dengan δ bernilai 0 δ 1, sehingga efek intervensi yang terjadi adalah:

(

)

1

(

)

Pada model (5), efek intervensi pertama yang merupakan fungsi step terjadi satu periode sejak terjadinya kejadian intervensi dengan pengaruh sebesar ω01. Pada dua periode setelah

kejadian intervensi (T1+2) pengaruh intervensi sebesar ω01 ω01δ ω11 , seterusnya sampai

dengan T1+k akan memiliki pengaruh intervensi sebesar ω01 ∑ δj k-2

j=0 (ω01δ ω11 dimana k 2,

3, …, n dan n T2 T1. Sedangkan pada satu periode setelah terjadinya kejadian intervensi kedua yang merupakan fungsi pulse (T2+1) pengaruhnya adalah ω01 ∑ δj

k-2

j=0 (ω01δ ω11 ω02. Pada

dua periode setelah terjadinya intervensi kedua (T2+2) pengaruhnya menjadi ω01 ∑ δj k-2

j=0 (ω01δ

ω11 ω02 ω12. Kemudian sejak tiga periode setelah intervensi kedua (T2+3) pengaruhnya

kembali menjadi ω01 ∑ δj

k‐2

j=0 (ω01δ ω11 . Perhitungan efek intervensi untuk model ini adalah:

(4)

4

Time Series Plot of Y2t

(a)

Time Series Plot of X2t

(b)

Misalnya ω01 30, ω11=10, δ=0,5, ω02= 10dan ω12=5, maka simulasi model intervensi multi input dengan fungsi step (b=1, r=1, s=1) sejak T1=49 diikuti fungsi pulse (b=0, r=0, s=0) pada T2=95 ditunjukkan pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Contoh Simulasi Model Intervensi (a) dan Respon Intervensi (b) Multi Input dengan Fungsi Step (b=1, r=1, s=1) yang terjadi sejak T1=49 diikuti Fungsi Pulse (b=1, r=0, s=1) yang terjadi pada T2=95

Gambar 1 menunjukkan bahwa efek intervensi pertama mulai terjadi sejak satu periode setelah kejadian intervensi yaitu mengalami penurunan sebesar 30. Pada dua periode setelah kejadian intervensi penurunannya sebesar 55, tiga periode setelah intervensi sebesar 67,5 dan seterusnya dan menuju nilai konstan yaitu 80 sampai dengan terjadinya intervensi kedua. Pada satu periode setelah terjadinya intervensi kedua, efek penurunan menjadi sebesar 90. Pada dua periode setelah intervensi kedua, penurunan berkurang menjadi 85. Kemudian sejak tiga periode setelah terjadinya intervensi kedua, efek kembali seperti pada kondisi konstan sebelum intervensi kedua yaitu sebesar 80.

2.3 Model intervensi fungsi pulse (b=1, r=1, s=1) diikuti fungsi step (b=1, r=0, s=1)

Model intervensi multi inputdengan fungsi pulse (b=1, r=1, s=1) dan fungsi step (b=1, r=0,

s=1) adalah sebagai berikut:

(

)

1

(

)

dengan δ bernilai 0 δ 1, sehingga efek intervensi yang terjadi adalah:

(

)

1

(

)

Pada model (8), efek intervensi pertama yang merupakan fungsi pulse terjadi satu periode sejak terjadinya kejadian intervensi dengan pengaruh sebesar ω01. Pada dua periode setelah kejadian intervensi (T1+2) pengaruh intervensi sebesar ω01δ ω11 , seterusnya sampai dengan T1+k akan memiliki pengaruh intervensi sebesar δk-2(ω01δ ω11 dan menuju ke nilai nol, dimana k=2, 3, …,

n dan n=T2 T1. Sedangkan pada satu periode setelah terjadinya kejadian intervensi kedua yang merupakan fungsi step (T2+1) pengaruhnya adalah ω02. Sejak dua periode setelah terjadinya

intervensi kedua (T2+2) pengaruhnya menjadi (ω02 ω12) dan konstan di nilai tersebut.

Misalnya ω01 30, ω11=10, δ=0,5, ω02 30, dan ω12=10, maka simulasi model

intervensi multi input dengan fungsi step (b=1, r=1, s=1) sejak T1=49 diikuti fungsi pulse (b=0,

(5)

5

Time Series Plot of Y5t

(a)

Time Series Plot of X5t

(b)

Gambar 2. Contoh Simulasi Model Intervensi (a) dan Respon Intervensi (b) Multi Input dengan Fungsi Pulse (b=1, r=1, s=1) yang terjadi pada T1=49 diikuti Fungsi Step (b=1, r=0, s=1) yang terjadi sejak T2=95

Gambar 2 menunjukkan bahwa efek intervensi pertama mulai terjadi sejak satu periode setelah kejadian intervensi yaitu mengalami penurunan sebesar 30. Pada dua periode setelah kejadian intervensi penurunannya berkurang menjadi 25, tiga periode setelah intervensi sebesar 12,5 dan seterusnya menuju nilai nol sampai dengan terjadinya intervensi kedua. Pada satu periode setelah terjadinya intervensi kedua, efek penurunan sebesar 30. Pada dua periode setelah intervensi kedua, penurunan bertambah menjadi 40. Kemudian sejak tiga periode setelah terjadinya intervensi kedua, efek menjadi konstan pada nilai 40. Perhitungan efek intervensi untuk model ini adalah:

2.4 Estimasi parameter model intervensi multi input

Estimasi parameter untuk model intervensi dihitung berdasarkan bentuk umum dari model fungsi transfer sebagai berikut:

( ) ( )

Persamaan (2.34) juga dapat dituliskan sebagai:

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

r B B Yt B s B It b r B B at

δ φ =φ ω − +δ θ (11)

atau sama dengan

(6)

6

dengan asumsi at adalah

2 (0, a)

N σ  white noise, maka diperoleh fungsi conditional likelihood:

2 2 / 2 2

Untuk mendapat dugaan parameter dapat dilakukan dengan cara meminimumkan

0

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kunjungan wisman di Indonesia tahun 1989-2007. Data hanya dibatasi pada pintu masuk Bandara Soekarno-Hatta, Ngurah Rai, Batam, dan Polonia. Variabel intervensi yang digunakan ada tiga, yaitu krisis moneter yang merupakan fungsi step, insiden bom Bali I dan II yang merupakan fungsi pulse. Khusus pada pintu masuk Batam, bom Bali II tidak akan diamati, melainkan kebijakan penutupan perjudian pasca dilantiknya Kapolri Sutanto pada Juni 2005. Plot data tersebut diberikan oleh Gambar 3 berikut.

Gambar 3. Plot data time series kunjungan wisman ke Indonesia 1989-2007 melalui (a) Bandara Soekarno-Hatta, (b) Bandara Ngurah Rai, (c) Batam, dan (d) Bandara Polonia

4.

Hasil dan Pembahasan

Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai prosedur pemodelan intervensi multi input secara umum. Dengan prosedur tersebut diperoleh hasil analisis menggunakan model intervensi multi input untuk pemodelan data kunjungan wisman melalui empat pintu masuk utama, yaitu Bandara Soekarno-Hatta, Ngurah Rai, Batam, dan Polonia. Pembahasan secara detail hanya diberikan untuk Bandara Soekarno-Hatta, sedangkan ketiga pintu masuk lainnya hanya dibahas secara singkat.

(7)

7

4.1 Prosedur pembentukan model intervensi multi input

Pemodelan intervensi multi input dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan jumlah variabel intervensi yang digunakan, sebagaimana dijelaskan oleh bagan alir pada Gambar 4.

Gambar 4. Prosedur Pemodelan Intervensi Multi Input dengan k- Intervensi

Membagi data menjadi beberapa bagian berdasarkan waktu‐waktu terjadinya intervensi, yaitu:

• Data sebelum intervensi pertama yaitu t = , ,…,T sebanyak n

• Data sesudah intervensi pertama sampai dengan sebelum intervensi kedua yaitu t = T , T + , …, T sebanyak n

• Data sesudah intervensi ke‐k sampai dengan data terakhir yaitu t = Tk, Tk+, …,

n sebanyak nk

Tidak

Ya

Cek diagnosa model )ntervensi ke‐ yaitu apakah residual memenuhi syarat

white noise dan berdistribusi normal?

Menentukan Model AR)MA sebelum )ntervensi ke‐ Menggunakan Prosedur Box‐ Jenkins

YT , YT , … , YT n

Peramalan Data pada T s.d. T – dengan model AR)MA

Yt

Perhitungan Residual pada T sampai dengan T –

Plot pada T sampai dengan T –

)dentifikasi orde b , r , s untuk model )ntervensi ke‐ berdasarkan bentuk plot

residual dengan batas dan

Estimasi parameter dan uji signifikansi parameter pada model )ntervensi ke‐

(8)

8

Gambar 4. Prosedur Pemodelan Intervensi Multi Input dengan k- Intervensi (Lanjutan)

Ya

Tidak Cek diagnosa model )ntervensi multi input j variabel yaitu apakah residual memenuhi syarat white noise dan berdistribusi

normal?

Peramalan Data pada Tjs.d. Tj+ – dengan menggunakan model intervensi ke‐ j , dimana j = , , … , k

YTj , YTj , … , YTj nj

Yt

Perhitungan Residual pada Tjsampai dengan Tj+ –

Plot pada Tjsampai dengan Tj+ –

)dentifikasi orde bj, rj, sjuntuk model )ntervensi ke‐j berdasarkan plot residual

dengan batas dan model sebelumnya

Estimasi parameter dan uji signifikansi parameter pada model )ntervensi multi input j variabel

Model )ntervensi multi input dengan j variabel, dimana j = , , …, k t = , , …, Tj+

Apakah j = k ?

Ya

Tidak

Apakah ada outlier?

Tidak Ya

Pemodelan Outlier

Apakah ada GARC(?

Ya Model )ntervensi Multi )nput + Deteksi Outlier

t = , , …, n

Peramalan data mean sebanyak m dengan model

intervensi multi inputt = n+ , n+ , … , n+m Tidak

(9)

9

4.2 Pemodelan data kunjungan wisman di Bandara Soekarno-Hatta

Dengan menggunakan prosedur pemodelan pada Subbab 4.1, maka dilakukan pemodelan data kunjungan wisman di Bandara Soekarno-Hatta dengan langkah-langkah sebagai berikut.

4.2.1 Pemodelan ARIMA data sebelum intervensi pertama

Pada tahap ini, prosedur Box-Jenkins yang terdiri dari identifikasi, estimasi parameter, cek diagnosa, dan peramalan dilakukan untuk mendapatkan model ARIMA terbaik data sebelum terjadi intervensi step pertama, yaitu krisis moneter sejak bulan Juli 1997. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa data kunjungan wisman melalui Bandara Soekarno-Hatta belum stasioner baik dalam mean maupun dalam varians. Hal ini disebabkan adanya pola tren dan musiman. Untuk itu, data harus ditransformasi terlebih dahulu dengan transformasi logaritma natural (ln) kemudian di-differencing reguler orde 1 dan differencing musiman orde 1 dengan periode musiman 12.

Berdasarkan bentuk ACF yang menunjukkan pola cuts off setelah lag 1, 12, dan 24,

sedangkan PACF berpola dies down, maka diduga bahwa model ARIMA yang sesuai adalah

ARIMA(0,1,1)(0,1,1)12. Hasil estimasi, uji signifikansi parameter, dan cek diagnosa dapat dilihat pada Tabel 1. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa model telah sesuai untuk peramalan data kunjungan wisman melalui Bandara Soekarno-Hatta sebelum intervensi krisis moneter.

Tabel 1. Estimasi parameter, uji signifikansi, uji white noise, dan uji asumsi residual model ARIMA sebelum intervensi I

Parameter

MSE

Uji White Noise Uji Kenormalan

Estimasi p-value Lag p-value

Kolmogorov-Smirnov p-value

= 0,459 0,000

0,0093

12 9,6 0,475

0,080 >0,150

24 16,1 0,811

Θ = 0,856 0,000 36 28,1 0,754

48 37,9 0,797

Sehingga dari estimasi parameter tesebut, dapat dituliskan model ARIMA sebelum intervensi pertama untuk data kunjungan wisman melalui Bandara Soekarno-Hatta adalah sebagai berikut:

Yt

1 0,459B (1 0,856B12)at

1 B (1 B12)

Yt 1+Yt 12 Yt 13+at 0,459at 1 0,856at 12 0,393at 13 (16)

4.2.2 Model intervensi akibat krisis moneter

Intervensi pertama yaitu krisis moneter yang terjadi sejak Juli 1997 atau sejak T = 103 merupakan bentuk fungsi step. Langkah pertama pemodelan adalah menentukan orde dugaan b, s, dan r dari model intervensi pertama. Untuk menentukan orde intervensi pertama dapat dilihat melalui diagram dari residual pada Gambar 5 berikut.

T+60 T+55 T+50 T+45 T+40 T+35 T+30 T+25 T+20 T+15 T+10 T+5 T 0,50

0,25

0,00

-0,25

-0,50

-0,75

-1,00

-1,25

waktu

re

s

id

u

a

l

0 T

0,288

-0,288 -0,385 0,385

(10)

10

Dari Gambar 5 dapat diduga bahwa orde model intervensi step adalah b=7, s=3, dan r=0. Hasil estimasi dan pengujian signifikansi parameter dari model intervensi pertama menunjukkan bahwa semua parameter model signifikan pada tingkat signifikansi 5%. Tahap cek diagnosa untuk

evaluasi kesesuaian model menunjukkan bahwa model intervensi fungsi step telah memenuhi

asumsi residual white noise,berdistribusi Normal, dan varians homogen. Hasil estimasi parameter, uji signifikansi parameter, dan cek diagnosa dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Estimasi parameter dan uji signifikansi model intervensi pertama

Parameter Estimasi thitung p-value Keputusan

θ1 0,393 4,87 <0,0001 signifikan

Θ1 0,730 7,77 <0,0001 signifikan

ω01 -0,221 -2,37 0,0178 signifikan

ω31 0,343 3,74 0,0002 signifikan

ω91 0,244 2,59 0,0095 signifikan

Model intervensi dari data kunjungan wisman setelah adanya intervensi pertama (step) dan sebelum intervensi kedua (pulse) dapat dituliskan sebagai berikut:

Yt=(ω01B7 ω31B10 ω91B16)St+Nt (17)

= 0,221St 7 0,343St 10 0,244St 16 + (1 0,393B 1 0,730B

12)a t

(1 B)(1 B12)

dengan St adalah intervensi krisis moneter yang bernilai 1 sejak Juli 1997 dan bernilai 0 sebelum Juli 1997. Dari persamaan (17) dapat dilihat bahwa efek yang ditimbulkan akibat adanya krisis moneter adalah penurunan jumlah wisman yang berkunjung melalui Bandara Soekarno-Hatta. Besarnya penurunan diperoleh dari selisih antara nilai ramalan dengan model ARIMA dan model intervensi. krisis moneter menyebabkan penurunan kunjungan wisman melalui Bandara Soekarno-Hatta sebesar 19.500 wisman sejak Februari 1998. Kemudian sejak Mei 1998, penurunan bertambah menjadi 32.025 wisman dan penurunan menjadi 43.272 wisman sejak Nopember 1998.

4.2.3 Model intervensi akibat bom Bali I

Intervensi kedua yaitu bom Bali I yang terjadi pada Oktober 2002 atau pada T = 166

merupakan bentuk fungsi pulse. Gambar 6 menunjukkan pola residual data antara intervensi kedua dan ketiga.

Gambar 6. Diagram residual dari data kunjungan wisman setelah intervensi kedua dan sebelum intervensi ketiga

Dari gambar tersebut diperoleh dugaan b=6, r=0, dan s=1 untuk intervensi kedua. Dari identifikasi orde b, r, dan s tersebut selanjutnya dilakukan estimasi parameter dan hasilnya menunjukkan bahwa semua parameter yang diestimasi signifikan pada tingkat signifikansi 5%

T+35 T+30 T+25 T+20 T+15 T+10 T+5 T T-5 0,4

0,3

0,2

0,1

0,0

-0,1

-0,2

-0,3

-0,4

-0,5

waktu

re

s

id

u

a

l 0

0,22

-0,22 0,33

(11)

11

seperti pada Tabel 3. Tahap cek diagnosa untuk evaluasi kesesuaian model menunjukkan bahwa model intervensi fungsi step telah memenuhi asumsi residual white noise, berdistribusi Normal, dan varians homogen.

Tabel 3. Estimasi parameter dan uji signifikansi model intervensi kedua

Parameter  Estimasi  thitung  pvalue  Keputusan 

θ1  0,464  6,59  <0,0001  Signifikan  Θ1  0,701  10,43  <0,0001  Signifikan  ω01  ‐0,238  ‐2,70  0,0070  Signifikan  ω31  0,327  3,77  0,0002  Signifikan  ω91  0,207  2,37  0,0180  Signifikan 

ω02  ‐0,337  ‐3,83  0,0001  Signifikan

ω12  0,250  2,84  0,0045  Signifikan

Sehingga model yang diperoleh dengan intervensi pertama (step) dan intervensi kedua (pulse) adalah:

Yt (ω01B7 ω31B10 ω91B16)St+(ω02B6 ω12B7)P1t+ Nt

0,238St 7 0,327St 10 0,207St 16 0,337P1t 6 0,250P1t 7

+ (1 0,464B) 1 0,701B

12 a

t

(1 B)(1 B12)

dengan St adalah intervensi krisis moneter yang bernilai 1 sejak Juli 1997 dan bernilai 0 sebelum Juli 1997, sedangkan P1t adalah intervensi bom Bali I yang bernilai 1 pada Oktober 2002 dan

bernilai 0 pada waktu lainnya. Dari persamaan (18) dapat dijelaskan bahwa efek yang ditimbulkan akibat adanya Bom Bali I adalah penurunan jumlah wisman yang berkunjung melalui Bandara Soekarno-Hatta. Penurunan tersebut terjadi pada April 2003 sebesar 50.121 dan pada Mei 2003 sebesar 34.425, selanjutnya mulai Juni 2003 kembali konstan pada nilai penurunan 40.470. Disini dapat dilihat bahwa sebenarnya efek penurunan jumlah kunjungan wisman lebih cenderung merupakan efek terjadinya serentetan bom yang melanda Jakarta mulai Februari 2003 sampai Mei 2003. Selain itu, adanya isu wabah SARS di Jakarta pada April 2003 juga menambah efek negatif pada jumlah kunjungan wisman.

4.2.4 Model intervensi akibat bom Bali II

Intervensi ketiga yaitu bom Bali II yang terjadi pada Oktober 2005 atau pada T = 202

merupakan bentuk fungsi pulse. Dengan langkah yang sama pada penentuan model intervensi

pertama dan kedua, diperoleh diagram residual seperti pada Gambar 7.

T+25 T+20 T+15 T+10 T+5 T T-5 0,4

0,3

0,2

0,1

0,0

-0,1

-0,2

-0,3

-0,4

waktu

re

s

id

u

a

l

0 T

0,216

-0,216 0,324

-0,324

Gambar 7. Diagram residual dari data kunjungan wisman setelah intervensi ketiga

Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa pada waktu ke-T atau pada saat terjadi intervensi bom Bali II, nilai residual tidak keluar batas, bahkan pada . Residual baru keluar batas dan

(12)

12

pada T+12 atau pada setahun berikutnya (Oktober 2006). Sehingga dapat diidentifikasi orde intervensi ketiga yaitu b=12, s=0, r=0. Selanjutnya dilakukan estimasi parameter model intervensi ketiga sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Estimasi parameter dan uji signifikansi model intervensi ketiga

Parameter  Estimasi  thitung  pvalue  Keputusan 

θ1  0,560  8,97  <0,0001  Signifikan  Θ1  0,684  10,50  <0,0001  Signifikan 

ω01  ‐0,266  ‐3,03  0,0024  Signifikan 

ω31  0,303  3,52  0,0004  Signifikan 

ω91  0,194  2,25  0,0246  Signifikan 

ω02  ‐0,351  ‐3,79  0,0002  Signifikan

ω12  0,264  2,84  0,0046  Signifikan

ω03  ‐0,254  ‐2,69  0,0072  Signifikan

Sehingga model yang diperoleh dengan intervensi pertama (step), intervensi kedua (pulse), dan intervensi ketiga (pulse)adalah:

Yt = (ω01B7 ω31B10 ω91B16)St+ (ω02B6 ω12B7)P1t+(ω03B12)P2t+Nt

= 0,266St 7 0,303St 10 0,194St 16 0,351P1t 6 0,264P1t 7

0,254B12P2t 12+(1 0,560B ) 1 0,684B

12 a

t

(1 B)(1 B12)

dengan St adalah intervensi krisis moneter yang bernilai 1 sejak Juli 1997 dan bernilai 0 sebelum Juli 1997, P1t adalah intervensi bom Bali I yang bernilai 1 pada Oktober 2002 dan bernilai 0 pada waktu lainnya, sedangkan P2t adalah intervensi bom Bali II yang bernilai 1 pada Oktober 2005 dan bernilai 0 pada waktu lainnya. Dari persamaan (19) dapat dijelaskan bahwa efek yang ditimbulkan akibat adanya Bom Bali II adalah penurunan jumlah wisman yang berkunjung melalui Bandara Soekarno-Hatta pada 12 bulan sesudah kejadian yaitu Oktober sebesar 57.247 wisman, kemudian kembali konstan pada nilai penurunan 39.634. Disini dapat dilihat bahwa sebenarnya efek penurunan jumlah kunjungan wisman lebih cenderung merupakan efek dari adanya isu wabah flu burung yang melanda Jakarta pada bulan tersebut.

4.3 Pemodelan kunjungan wisman di Bandara Ngurah Rai, Batam, dan Polonia

Dengan menggunakan langkah-langkah yang sama seperti yang sudah dijelaskan diatas, maka diperoleh model ARIMA sebelum intervensi pertama untuk data kunjungan wisman melalui Bandara Ngurah Rai, Batam dan Polonia diberikan pada Tabel 5. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa efek intervensi berbeda pada masing-masing pintu masuk. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh intervensi lokal secara tidak langsung terhadap kunjungan wisman di tiap pintu masuk. Secara singkat penjelasan efek intervensi untuk setiap pintu masuk adalah sebagai berikut:

1. Pada pintu masuk Bandara Ngurah Rai, kejadian krisis moneter juga memberikan efek yang

negatif yaitu berupa penurunan jumlah wisman sejak Mei 1998, kemudian cenderung konstan. Sedangkan kejadian Bom Bali I pada Oktober 2002 memberikan efek penurunan kunjungan wisman ke Bali yang signifikan. Penurunan ini terjadi pada bulan itu juga hingga dua bulan setelah kejadian tersebut, selanjutnya berangsur pulih. Bom Bali II kembali menurunkan jumlah kunjungan wisman ke Bali pada Oktober 2005 hingga dua bulan berikutnya.

2. Pada pintu masuk Batam, kejadian krisis moneter hanya memberikan efek yang temporer pada

Februari hingga Juni 1998. Kemudian kunjungan wisman ke Batam justru meningkat. Penurunan secara permanen terjadi sejak Mei 2000, dimana sebulan sebelumnya yaitu April 2000 terjadi kerusuhan di Batam yang menyebabkan Batam tidak lagi aman di mata wisman. Selanjutnya Bom Bali I pada Oktober 2002 memberikan efek penurunan kunjungan wisman pada April 2003, yang lebih cenderung merupakan efek dari isu SARS. Sedangkan Bom Bali  

(13)

13

Tabel 5 Model ARIMA dan Intervensi Kunjungan Wisman di Bandara Ngurah Rai, Batam, dan Polonia

Model ARIMA/Intervensi Persamaan MSE

NGURAH RAI

• Intervensi I: Krisis

Moneter Yt ( 0,298B10)St +

• Intervensi III: Bom Bali II

Yt ( 0,287B10)St + ( 0,316 0,951B 0,209B2)P1t+ ( 0,424 0,450B 0,225B2)P2t+

• Intervensi I: Krisis

Moneter Yt = 25,151B7 21,268B8 26,934B10 22,358B11+

• Intervensi III: Kebijakan

Penutupan Perjudian Yt ( 19,355B7)+

• Intervensi I: Krisis

Moneter Yt = ( 0,504B3 0,319B7 0,641B10 0,334B11)(1 B)St +

• Intervensi III: Bom Bali II

(tidak signifikan) Yt = ( 0,473B3 0,316B7 0,629B10 0,296B11)(1 B)St +

(1 0,768B12)a

t

(1+0,618B+0,217 )(1 B)(1 B12)

(14)

14

II tidak memberikan efek yang signifikan terhadap kunjungan wisman ke Batam sehingga yang diamati adalah dampak penutupan perjudian yang ternyata efek penurunannya justru terjadi pada tiga bulan sebelum kebijakan tersebut diberlakukan.

3. Pada pintu masuk Bandara Polonia, krisis moneter memberikan efek penurunan kunjungan

wisman yang permanen sejak Oktober 1997, semakin menurun pada Februari, Mei, dan Juni 1998. Penurunan yang cukup signifikan ini juga dipicu oleh peristiwa kecelakaan pesawat di akhir 1997 yang membuat wisman lebih memilih tujuan lain selain Medan. Selanjutnya Bom Bali I dan II tidak memberikan efek yang signifikan pada kunjungan wisman ke Medan. Begitu juga dengan isu wabah SARS yang tidak berpengaruh signifikan terhadap kunjungan wisman ke Medan.

Ringkasan mengenai efek terjadinya intervensi pada tiap pintu masuk utama diberikan pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6 Ringkasan efek intervensi yang terjadi di empat pintu masuk utama

Pintu Masuk

Efek Intervensi

Krisis Moneter (Juli 1997)

Bom Bali I (Oktober 2002)

Bom Bali II (Oktober 2005)

Penutupan Perjudian (Juni 2005) Soekarno-Hatta • delay 7 bulan

• efek negatif dan permanen

• delay 6 bulan

• efek negatif dan temporer

• dipengaruhi juga oleh serangkaian bom di Jakarta awal 2003 dan isu SARS pada April 2003

• delay 12 bulan

• efek negatif dan temporer

• dipengaruhi juga oleh isu wabah flu burung pada Oktober 2006

Ngurah Rai • delay 10 bulan

• efek negatif dan permanen

• langsung

• efek negatif dan temporer

• langsung

• efek negatif dan temporer

Batam • delay 7 bulan

• efek negatif dan gradual

• delay 6 bulan

• efek negatif dan gradual

• efek terjadi tiga bulan sebelum intervensi, ditangkap sebagai outlier

• efek negatif dan temporer Polonia • delay 3 bulan

• efek negatif dan temporer

• dipengaruhi juga oleh kejadian kecelakaan pesawat pada September dan Desember 1997

Tidak signifikan Tidak signifikan

(15)

15

Gambar 8. Rekonstruksi pola berdasarkan model intervensi pada data kunjungan wisman ke Indonesia dan nilai ramalannya melalui Bandara (a) Soekarno-Hatta, (b) Ngurah Rai, (c) Batam, dan (d) Polonia

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa krisis moneter memberikan efek yang signifikan di keempat pintu masuk, dengan nilai efek negatif. Efek tersebut bersifat permanen, karena sampai dengan sekarang dampaknya terhadap kunjungan wisman masih terlihat. Sedangkan bom Bali I memberikan efek langsung pada pintu masuk Bandara Ngurah Rai, namun efek pada pintu masuk lainnya terjadi pada April 2003, yang lebih merupakan efek adanya isu wabah SARS. Selanjutnya dapat dilihat juga bahwa efek bom Bali II juga secara langsung terjadi pada pintu masuk Bandara Ngurah Rai, sedangkan pada pintu masuk lainnya efek yang terjadi lebih cenderung merupakan akibat dari isu lokal pada masing-masing pintu masuk.

5.

Kesimpulan

Dari pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa masing-masing pintu masuk memiliki fenomena yang berbeda terkait dengan intervensi apa yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, kejadian-kejadian yang bersifat lokal juga turut memberikan andil. Dengan demikian, untuk menciptakan iklim pariwisata yang baik di Indonesia, maka faktor keamanan merupakan hal yang terpenting. Dengan menjaga keamanan di setiap daerah wisata di Indonesia, wisman tidak akan merasa takut untuk berwisata ke Indonesia. Selain itu, diusahakan untuk selalu meminimalisir dampak dari kejadian-kejadian yang merugikan baik yang disebabkan oleh bencana alam maupun oleh kesalahan manusia (human error).

Dengan memperhatikan dua hal tersebut maka kejadian yang dapat memberikan dampak negatif bagi sektor pariwisata dapat dicegah. Dan tentu saja dengan berkembangnya sektor pariwisata dapat mendorong perkembangan sektor-sektor terkait.

(16)

16

Daftar pustaka

Bowerman, B.L. dan O’Connell, R.T. (1993), Forecasting and Time Series: An Applied

Approach,3th edition, Duxbury Press, California.

Box, G.E.P., Jenkins, G.M., dan Reinsel, G.C. (1994), Time Series Analysis: Forecasting and Control,3th edition,Prentice Hall, New Jersey.

Box, G.E.P dan Tiao, G.C. (1975), Intervention Analysis with Applications to Economic and Environmental Problems, Journal of the American Statistical Association, Vol. 70, hal. 70-79.

Brockwell, P.J. dan Davis, R.A. (1991), Time Series: Theory and Methods, 2nd Edition,

Springer-verlag, New York.

Cryer, J.D. (1986), Time Series Analysis, PWS-KENT Publishing Company, Boston.

Goh, C. dan Law, R. (2002), Modeling and Forecasting Tourism Demand for Arrivals with Stochastic Nonstationarity Seasonality and Intervention, Tourism Management, Vol. 23, hal. 499-510.

Makridakis, S., Wheelwright, S.C., dan McGee, V.E. (1999), Jilid 1 edisi kedua, Terjemahan Ir.

Untung S. Andriyanto dan Ir. Abdul Basith, Metode dan Aplikasi Peramalan, Penerbit

Erlangga, Jakarta.

McSweeny, A.J. (1978), The Effects of Response Cost on the Behavior of a Million Persons: Charging for Directory Assistance in Cincinnati, Journal of Applied Behavioral Analysis, Vol.11, hal. 47-51.

Salamah, M., Suhartono, dan Wulandari, S.P. (2003), Analisis Time Series, Buku Ajar, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Sudarsana, I.G.B. (2007), Pengaruh Insiden Bom Bali I dan Bom Bali II Terhadap Banyaknya Wisatawan Mancanegara yang Datang ke Bali, Skripsi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Suhartono dan Wahyuni, W. (2002), Analisis Dampak Promosi dan Kenaikan Harga terhadap Fluktuasi Jumlah Pelanggan dan Pemakaian Pulsa di PT. Telkom Divre V. Forum Statistika dan Komputasi, Edisi Khusus Seminar Nasional Statistika, IPB, Bogor.

Suhartono (2007), Teori dan Aplikasi Model Intervensi Fungsi Pulse, Jurnal Ilmiah MatStat,

Vol. 7, No. 2, hal. 191-214.

Utami, E.B. (2001), Analisis Intervensi Krisis Ekonomi dan Travel Warning terhadap Jumlah Kedatangan Wisman Melalui Bandara Juanda dan Ngurah Rai, Skripsi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Gambar

Gambar 1. Contoh Simulasi Model Intervensi (a) dan Respon Intervensi (b) Multi Input dengan Fungsi Step (b=1, r=1, s=1) yang terjadi sejak T1=49 diikuti Fungsi Pulse (b=1, r=0, s=1) yang terjadi pada T2=95
Gambar 2 menunjukkan bahwa efek intervensi pertama mulai terjadi sejak satu periode
Gambar 3. Plot data time series kunjungan wisman ke Indonesia 1989-2007 melalui (a) Bandara Soekarno-Hatta, (b) Bandara Ngurah Rai, (c) Batam, dan (d) Bandara Polonia
Gambar 4. Prosedur Pemodelan Intervensi Multi Input dengan k- Intervensi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pariwisata Indonesia saat ini menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan dari sisi kunjungan, baik oleh wisatawan mancanegara (wisman/ inbound ), wisatawan

Dari hasil analisis korespondensi diperoleh bahwa wisatawan mancanegara yang berasal dari negara Singapura lebih banyak berkunjung melalui pintu masuk Batam dan wisatawan yang

Dari hasil analisis korespondensi diperoleh bahwa wisatawan mancanegara yang berasal dari negara Singapura lebih banyak berkunjung melalui pintu masuk Batam dan wisatawan yang

 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Jawa Tengah melalui pintu masuk bandara Adi Sumarmo dan Ahmad Yani pada Juli 2017 tercatat sebanyak 2.987

Secara keseluruhan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Jawa Tengah pada Mei 2016 melalui pintu masuk Bandara Adi Sumarmo dan Ahmad Yani mencapai

 Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Jawa Tengah melalui pintu masuk bandara Adi Sumarmo dan Ahmad Yani pada September 2016 tercatat sebanyak 1.896

Secara keseluruhan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Jawa Tengah pada Juli 2016 melalui pintu masuk Bandara Adi Sumarmo dan Ahmad Yani mencapai

Secara keseluruhan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Jawa Tengah pada April 2016 melalui pintu masuk Bandara Adi Sumarmo dan Ahmad Yani mencapai