• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIAS BIAS BIAS BIAS GENDER GENDER GENDER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BIAS BIAS BIAS BIAS GENDER GENDER GENDER"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BIAS

BIASBIAS GENDERBIASGENDERGENDERGENDER DALAMDALAMDALAMDALAM BAHANBAHANBAHANBAHAN AJARAJAR SEKOLAHAJARAJAR SEKOLAHSEKOLAHSEKOLAH DASARDASARDASARDASAR DIDIDIDI JAWA

JAWA JAWA

JAWA TIMURTIMURTIMURTIMUR

Retnani Darni

Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya retnanisyaiful@yahoo.com

Abstrak Abstrak Abstrak

Abstrak: Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan wawasan gender yang tercermin dalam bahan ajar Sekolah Dasar (SD) di Jawa Timur. Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai rekomendasi kebijakan dalam penyusunan buku ajar yang responsif gender di SD. Dalam jangka panjang, penelitian ini akan mendukung pengarusutamaan gender terutama dalam bidang pendidikan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Sumber data penelitian adalah bahan ajar SD yang digunakan di Jawa Timur tahun 2013. Data penelitian berupa kata dan gambar dalam bahan ajar yang mencerminkan kondisi bias gender. Pengumpulan data menggunakan teknik pustaka. Analisis data menggunakan metode deskriptif yang dilandasi oleh konsep gender. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bias gender tampak dominan dalam bahan ajar di SD. Peran-peran penting dalam keluarga dan masyarakat ditampilkan secara stereotip. Perempuan banyak berperan di ranah domestik dan mengerjakan pekerjaan yang halus dan mementingkan perasaan, seperti memasak, mencuci piring, menyeterika, menjadi guru, dan penyanyi. Sedangkan laki-laki banyak berperan di ranah publik, seperti bekerja di luar, mulai dari bertani, mencari ikan, menjalankan rakit, bekerja bakti, dan menjadi dokter. Permainan juga masih dikonstruksi secara stereotip. Perempuan ditampilkan dalam permainan-permainan yang berkaitan dengan domestik dan halus, seperti bermain tali, bermain boneka, dan masak-masakan. Sedangkan laki-laki dilibatkan dalam permainan yang beresiko dan keras, seperti bermain layang-layang dan sepak bola. Sikap anak laki-laki dan perempuan juga dibedakan dengan jelas. Anak perempuan menangis, sedangkan laki-laki riang gembira.

Kata Kata Kata

Kata KunciKunciKunciKunci: peran, stereotip, permainan, pekerjaan, sikap

Abstract Abstract Abstract

(2)

being a teacher, and singer . While many men participate in public life, such as working outside of the house ranging from farming, fishing, running rafts,doing community service, and being a doctor . The game was also constructed stereotypically. Women are featured in games related to domestic and smoothness, like a skipping rope , playing with dolls, and cooking. While the men are involved in risky and violent games, such as kite-flying and football. The attitude of boys and girls are also clearly differentiated. Girls cry, whereas men merry.

Keywords Keywords Keywords

Keywords: roles , stereotypes , games , employment , attitude

Pendahuluan Pendahuluan Pendahuluan Pendahuluan

Laki-laki sampai saat ini masih merupakan jenis kelamin yang paling diharapkan di Indonesia. Hal tersebut berkaitan dengan sistem kekeluargaan yang dianut oleh sebagian masyarakat, yakni sistem patriarkhi. Tatanan kehidupan tersebut memberikan ruang dan kewenangan yang sangat luas kepada laki-laki. Namun, laki-laki juga harus memberikan konsekuensi atas dominasi peran yang dimiliki. Laki-laki wajib memberikan nafkah dan perlindungan kepada perempuan.

Dominasi laki-laki terhadap perempuan akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam hak. Laki-laki pada umumnya selalu di depan atau didahulukan dalam meraih berbagai kesempatan. Akibatnya perempuan banyak kehilangan kesempatan dan waktu untuk meraih keberhasilan.

Dominasi laki-laki atas perempuan sebenarnya tidak selalu menimbulkan masalah. Menurut penelitian Darni (2012:213) dominasi laki-laki tidak menimbulkan masalah apabila laki-laki memberikan konsekuensinya dan tidak berlaku sewenang-wenang. Apabila laki-laki bertindak sewenang-wenang, maka akan menimbulkan kekerasan terhadap perempuan.

Masalah peran atau gender merupakan masalah yang sangat berpengaruh kepada pembentukan kepribadian anak. Selama ini, dalam masyarakat kita, masyarakat Jawa khususnya terjadi kondisi bias gender atau kepincangan gender. Perempuan selalu dianggap sebagai kelompok subordinat.

(3)

menghasilkan anak didik yang memiliki wawasan yang positif terhadap gender dan perempuan.

Patriarkhi dalam sistem kekeluargaan kita yang telah berurat berakar lama di masyarakat membawa pengaruh yang dalam terhadap cara pandang mereka tentang perempuan. Meskipun secara teoritis di undang-undang maupun di peraturan daerah tidak ada diskriminasi terhadap perempuan, namun secara praktis terdapat banyak kepincangan dan bahkan kekerasan menimpa perempuan. Peran perempuan di dunia domestik masih dianggap kodrat oleh sebagian masyarakat (Darni, 2012:6).

Kondisi tersebut sangat riskan terjadi dalam pembelajaran di Sekolah Dasar. Seperti hasil pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh Darni dkk (2010:23) menunjukkan bahwa para guru Sekolah Dasar sebagian besar masih bersikap konsumtif atau pengguna terhadap bahan ajar. Mereka belum bisa menyikapi bahan ajar yang bias gender, karena pengetahuan dan kesadaran mereka terhadap kesetaraan gender belum membudaya. Dibutuhkan buku ajar yang responsif gender untuk mencapai kesetaraan gender. Analisis bahan ajar Sekolah Dasar terhadap wawasan kesetaraan gender harus segera dilakukan untuk mengawali aksi pengarusutamaan gender di bidang pendidikan. Diperlukan data yang akurat untuk melakukan tindakan perbaikan yang sistematis.

Ada delapan mata pelajaran pokok dan satu muatan lokal di SD. Tujuh mata pelajaran pokok tersebut adalah Bahasa Indonesia, IPS, IPA, PKn, Matematika, Olah raga, Seni Budaya Ketrampilan (SBK) dan Agama. Satu mata pelajaran muatan lokal adalah Bahasa Daerah. Dari sembilan mata pelajaran tersebut delapan diantaranya akan diteliti. Satu mata pelajaran yang tersisa adalah Agama.

Analisis terhadap bahan ajar di SD ini secara ideal dilakukan di seluruh pulau Jawa. Namun dalam tahap ini penelitian akan dilakukan terhadap bahan ajar di Jawa Timur dan Tengah. Hal tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa kedua wilayah tersebut banyak memiliki kesamaan. Jawa Timur dan Jawa Tengah memiliki budaya yang sama, yakni budaya Jawa. Sedangkan Jawa Barat memiliki latar sosio budaya dan bahasa yang berbeda dengan Jawa Timur dan Jawa Tengah. Penelitian pada kesempatan ini dipusatkan pada bahan ajar di Jawa Timur.

(4)

dan sosial yang berpangkal pada perbedaan seks (1997:89). Perbedaan seksual bersifat alami dan kodrati dengan cirri-ciri fisik yang jelas serta tidak dapat dipertukarkan. Demikian juga yang dikemukakan oleh Humm (2002:178) bahwa jenis kelamin bersifat biologis sedangkan perilaku gender merupakan konstruksi sosial. Lebih lanjut Mosse (1996:3) mengemukakan bahwa gender merupakan seperangkat peran yang, seperti halnya kostum atau topeng di teater, menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminin atau maskulin. Perangkat yang memoles gender tersebut mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, pekerjaan, seksualitas, tanggung jawab keluarga, dll.

Gender memang berpangkal pada perbedaan seks, namun gender merupakan konstruksi sosial. Namun demikian masih banyak orang yang menafsirkan gender sebagai suatu kodrat Tuhan yang tidak dapat dihindari. Mengenai hal itu lebih lanjut Mufidah (2004:9) menjelaskan bahwa gender terbentuk melalui proses yang panjang. Pembentukan gender ditentukan oleh sejumlah faktor, kemudian disosialisasikan, diperkuat bahkan dikonstruk melalui sosio budaya, dilanggengkan oleh interpretasi agama dan mitos, seolah-olah sudah menjadi suatu keyakinan. Proses selanjutnya perbedaan gender dianggap menjadi suatu ketentuan Tuhan yang tidak dapat diubah, sehingga perbedaan gender dianggap kodrati. Oleh karena itu perlu adanya pemaknaan melalui kesadaran sosial bahwa gender terbentuk melalui proses sejarah dan budaya yang panjang.

Berkaitan dengan pembentukan gender yang ditentukan oleh sosio budaya, maka perbedaan gender pada dua masyarakat yang berbeda akan berbeda pula. Perbedaan gender pada masyarakat Jawa akan berbeda dengan perbedaan gender dalam masyarakat Bali atau Minang. Hal itu berkaitan dengan adanya perbedaan struktur sosial masyarakat tersebut.

Di masyarakat kita, masyarakat Jawa khususnya, gender masih dianggap sebagai suatu kodrat dari Tuhan. Hal tersebut berakar dari struktur masyarakat kita yang patriarkal. Feodalisme dan sistem kerajaan yang berlaku sebelum kemerdekaan melegalisasi hal itu. Hasil pengamatan beberapa ahli sosiologi seperti Koentjaraningrat (1984) dan Geertz (1989) mencatat adanya dominasi laki-laki terhadap perempuan dalam segala bidang seperti pekerjaan, pendidikan, perkawinan, dan pergaulan.

(5)

memasak, mencuci piring, menyapu, belanja, menjahit dan mengasuh anak (Darni, 2013:68).

Stereotip peran tersebut telah disosialisasikan sejak anak masih dalam usia dini, bahkan sejak anak dalam kandungan. Saat anak-anak masih dalam tahap bermain, laki-laki dan perempuan dibedakan dalam hal jenis permainan. Laki-laki dikenalkan dengan bermain layang-layang dan sepak bola. Sedangkan anak perempuan diperkenalkan dengan bermain masak-memasak dan mengasuh anak. Bahkan di saat anak dalam kandungan sudah dikudang dengan kata-kata yang bernuansa stereotip gender. Misalnya, kalau calon bayinya perempuan, sang ibu selalu mendiamkannya apabila si orok menendang-nendang perutnya. Sebaliknya, kalau calon bayinya laki-laki, sang ibu merasa senang apabila si orok bergerak-gerak mendendang-nendang perut.

Stereotip gender tersebut akan dibawa anak sampai besar. Banyak kemungkinan stereotip gender tersebut menyebabkan anak perempuan cenderung diam dan tidak banyak inisiatip serta senang bergantung. Kondisi tersebut menyebabkan anak perempuan tidak dapat mengembangkan diri secara maksimal. Perempuan lebih suka di belakang dan bergantung kepada laki-laki. Sebaliknya, laki-laki akan senang pekerjaan yang menantang dan bekerja keras, sehingga dapat mencapai sukses dalam segala usahanya. Peran-peran yang dikonstruksi secara stereotip tersebut yang dimaksud bias gender.

Metode Metode Metode

Metode PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah bahan ajar SD yang digunakan pada tahun 2013 di Jawa Timur. Bahan ajar yang dijadikan sumber data penelitian ini adalah bahan ajar yang berbentuk buku. Buku yang digunakan di setiap mata pelajaran di SD digunakan sebagai sumber data penelitian. Ada delapan mata pelajaran yang dijadikan sumber data dalam penelitian ini, yakni bahan ajar bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, IPS, PKn, SBK, Matematika, IPA, dan Olah Raga. Daftar delapan buku teks tersebt sebagai berikut.

No. No. No.

No. MataMataMataMata PelajaranPelajaranPelajaranPelajaran JudulJudulJudulJudul BukuBukuBukuBuku PenulisPenulisPenulisPenulis 1 Bahasa Indonesia 1. Bahasa Indonsia Kelas 2

2. Saya Senang Bahasa Indonesia Kelas 4

1. Marnoto dan H. Mafrukhi

2. Hanif Nurcholis

2 Bahasa Jawa 1. Marsudi Basa Jawa Kelas 4

2. Ngudi Kawruh Basa Jawa

1. Lasmirin, dkk.

(6)

kelas 5 3 Ilmu

Pengetahuan Sosial

1. Horizon IPS Kelas 4

2. IPS kelas 2

1. Sudjatmoko Adikusumo 2. Asy’ari, dkk. 4 Pendidikan

Kewarganegaraan 1. PendidikanKewarganegaraan Kelas 3 2. Pendidikan

Kewarganegaraan Kelas 1

1. Dyah Sri Wilujeng

2. Nana Suparna, dkk. 5 Seni Budaya dan

Ketrampilan 1. SeniKetrampilan Kelas 4Budaya dan 2. Seni Budaya dan

6 Olah Raga 1. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan

8 Matematika 1. Matematika Kelas 1 2. Gemar Matematika Kelas

5

1. M. Khafid

2. YD. Sumanto, dkk.

Data penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan (Sunarto, 2001:135). Kata-kata yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Kata-kata-Kata-kata yang digunakan dalam bahan ajar yang menggambarkan adanya bias atau stereotip gender. Tindakan yang dimaksud adalah tindakan yang tergambar dari orang-orang yang dilukiskan dalam buku ajar. Tindakan tersebut berupa kata-kata maupun gambar.

Jenis metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, tepatnya dokumentasi pustaka. Pustaka yang digunakan dalam penelitian ini adalah pustaka berupa bahan ajar pada delapan mata pelajaran di SD.

(7)

terhadap data. Penafsiran dilakukan dengan panduan konsep gender, khususnya konsep bias gender.

Hasil Hasil Hasil

Hasil dandandandan PembahasanPembahasanPembahasanPembahasan

Bias gender tampak dalam setiap bahan ajar di SD. Muatan bias gender lebih banyak dibandingkan dengan kesetaraan gender. Bias gender tampak mulai dari permainan anak-anak sampai pekerjaan orang dewasa.

1. 1. 1.

1. PermainanPermainanPermainanPermainan

Anak laki-laki bermain dengan permainan-permainan yang berbeda dengan anak perempuan. Anak laki-laki bermain kelereng, sepak bola, layang-layang seperti kutipan di bawah ini.

Amri : Apa yang kamu lakukan saat istirahat?

Elan : Aku membaca buku cerita. Bagaimana dengan kamu? Amri : Aku jajan di kantin.

Elan : Aku jajan di kantin.

Amri : Setelah itu apa yang kamu lakukan?

Elan : Biasanya, aku bermain kelereng dengan Tedi dan Sagi. (Marnoto, 2006:69)

Dodi sudah lama tidak bermain layangan

Ramli sudah lama tidak bermain kelereng (Nurcholis, 2007:105)

Permainan-permainan tersebut dilakukan oleh anak-anak laki-laki. Tidak ada seorang anak perempuan pun yang ikut bermain di dalamnya. Kondisi tersebut memberi gambaran bahwa anak laki-laki dikondisikan dengan permainan-permainan yang menantang dan mengandung resiko. Permainan sepak bola (Marnoto, 2006:29) mengandung resiko cedera atau patah tulang. Permainan layang-layang apabila layang-layangnya putus dan tersangkut di pohon, maka si anak harus mengambilnya dengan memanjat pohon. Memanjat pohon suatu pekerjaan yang mengandung resiko, yaitu bisa jatuh dan cedera. Permainan yang menantang akan membentuk pribadi yang berani mengambil resiko.

Sebaliknya, anak perempuan bermain dengan permainan seperti lompat tali (Marnoto, 2006:7), dakon (Wilujeng, 2007:84), dan bertepuk tangan sambil menyanyi (Nurcholis, 2006:126). Permainan-permainan tersebut merupakan permainan yang tidak menuntut tenaga atau kekuatan fisik yang besar dan mengandung resiko. Permainan tersebut dilakukan di dalam rumah dan di sekitar rumah. Berbeda dengan permainan sepak bola atau bermain layang-layang yang mengandung resiko dan dilakukan jauh di luar rumah. 2.

2. 2.

(8)

Pembagian pekerjaan antara anak laki-laki dan anak perempuan juga didasarkan pada jenis kelamin. Anak laki-laki banyak terlibat pada pekerjaan-pekerjaan yang lebih berat dibandingkan anak perempuan seperti cuplikan berikut ini. Anak permepuan bekerja di rumah, khususnya di dapur seperti memasak dan mencuci piring (Rositawaty, 209:125), mencuci baju (Khafid, 2006:87), dan menyapu lantai (Khafid, 2006:86).

Pekerjaan-pekerjaan yang dikerjakan oleh anak perempuan tersebut merupakan pekerjaan domestik, dikerjakan di rumah. Pembagian pekerjaan seperti itu sesuai dengan kedudukan yang dilekatkan kepada perempuan yaitu di dapur. Gambaran bias gender dalam pekerjaan anak perempuan juga dapat dilihat pada cuplikan dialog di bawah ini.

Siti dikongkon ibu tuku gula

Bu, kembange (tandur) neng pot sing endi?

Saben esuk latare disapu dik Arini(Lasmirin, 2009:83)

Artinya: Siti disuruh Ibu membeli gula.

Bu, bunganya ditanam di pot yang mana? Halamannya disapu dik Arini setiap hari.

Kalimat-kalimat di atas memberi gambaran pekerjaan yang dilakukan oleh anak perempuan. Siti, seorang anak perempuan, melakukan pekerjaan belanja, yaitu membeli gula. Belanja merupakan pekerjaan yang berhubungan dengan masak-memasak. Menyapu juga merupakan pekerjaan domestik, yakni mengurus rumah tangga. Kutipan tersebut justru menggambarkan bahwa menyapu tersebut hanya dilakukan oleh anak perempuan, karena pekerjaan menyapu dilakukan oleh Arini setiap hari. Tidak ada kewajiban bagi laki-lagi untuk menyapu maupun belanja.

Sebaliknya, anak laki-laki digambarkan melakukan pekerjaan yang tidak berkaitan dengan urusan rumah tangga. Gambar di bawah ini menunjukkan pekerjaan anak laki-laki yang berbeda dengan pekerjaan anak perempuan. Anak laki-laki bekerja bakti di lingkungan sekolah dan membuat layang-layang (Lasmirin, 2009:79). Kegiatan kerja bakti tersebut tidak melibatkan anak perempuan sama sekali. Kerja bakti memerlukan tenaga yang besar dan berada di luar rumah. Anak laki-laki membuat layang-layang menunjukkan suatu kreatifitas seorang anak laki-laki. Berbeda dengan pekerjaan mencuci yang dilakukan anak perempuan. Kegiatan mencuci tidak mendorong adanya kreatifitas.

3. 3. 3.

3. PembagianPembagianPembagianPembagian PekerjaanPekerjaanPekerjaanPekerjaan OrangOrangOrangOrang DewasaDewasaDewasaDewasa

(9)

menggambarkan seorang laki-laki bernama Pak Wisnu bekerja sebagai seorang pegawai kantor, sedangkan seorang perempuan bernama Bu Ranti sebagai ibu rumah tangga yang memakai clemek. Penampilan gambar laki-laki dan perempuan tersebut sangat berlawanan. Dari segi pakaian, Pak Wisnu berpenampilan sangat rapi dengan dasi dan tas di tangannya. Sedangan Bu Ranti santai dengan memakai clemek. Penampilan Bu Ranti menggambarkan bahwa perempuan tersebut sedang memasak. Pekerjaan memasak seakan-akan sudah menjadi tugas pokok perempuan. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.

Kedudukan ibu penting dalam rumah tangga. Ia berkedudukan sebagai ibu rumah tangga yang bertugas mengurus rumah tangga dan keluarga. Ibu juga mempunyai kewajiban membimbing dan mendidik anak-anak. Setiap jari ibu selalu menyediakan makanan bergizi agar seluruh anggota keluarganya sehat. Ibu juga mencuci pakaian kotor. (Asy’ari, 2007:54)

Kutipan di atas meletakkan peran penting perempuan dalam rumah tangga. Namun peran penting tersebut juga tidak lebih dari mengerjakan pekerjaan dapur yakni memasak dan mencuci. Tidak ada gambar yang menjelaskan adanya laki-laki yang membantu memasak, atau mengasuh anaknya, atau membersihkan rumah.

Pekerjaan perempuan di sektor publik juga masih berkaitan dengan pengasuhan atau mendidik anak, seperti guru dan perawat. Perempuan bekerja sebagai guru dan perawat sedangkan laki-laki bekerja sebagai dokter. Guru dan perawat adalah pekerjaan yang berhubungan dengan pengasuhan. Hal tersebut erat sekali dengan tugas stereotype peremuan sebagai pengasuh anak di ranah domestic. Perempuan di dunia kerja juga asih dikaitkan dengan perannya sebagai pegasuh anak. Tidak ada perkembangan peran bagi perempuan.

4. 4. 4.

4. SikapSikapSikapSikap

(10)

boleh menangis atau cengeng. Perlakuan seperti itu akhirnya dibawa anak dan menjadi sifat yang melekat kepada laki-laki dan perempuan, seperti gambar berikut ini.

Hal tersebut juga tergambar dalam bahan ajar SD. Anak laki-laki pada bahan ajar Seni Budaya dan Ketrampilan digambarkan sedang bermain musik dengan gembira (Handayani, 2009:17). Mereka bermain musik sambil bergerak lepas sebagai ekspresi keceriaan mereka. Permainan musik tersebut tidak melibatkan anak perempuan dan tidak dimunculkan perkumpulan musik anak perempuan. Sebaliknya, anak perempuan diindikasikan dengan ikon cengeng. Marnoto dalam bahan ajar Bahasa Indonesia (2006:72) menggambarkan anak perempuan yang menangis karena tangannya tertusuk duri bunga mawar. Di sebelah anak perempuan tersebut ada seorang ibu. Tampaknya mereka sedang merawat bunga mawar dalam pot di rumahnya.

Penutup Penutup Penutup Penutup

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penulis buku Sekolah Dasar belum menjadikan gender sebagai salah satu muatan dalam bahan ajar. Bahkan dapat dikatakan bahwa penulis buku belum memahami gender. Bias gender sangat dominan dalam bahan ajar SD. Permainan, pembagian pekerjaan, dan sikap laki-laki dan perempuan dibedakan. Keduanya berlawanan, antara lemah dan kuat. Laki-laki diposisikan sebagai mahluk yang kuat, sedangkan perempuan lemah.

Perempuan ditempatkan pada ranah domestik dengan pekerjaan seperti memasak, mencuci baju dan piring, menyapu, menyiram bunga, dan pekerjaan-pekerjaan ringan lainnya. Sebalikna laki-laki ditempatkan pada ranah publik dengan pekerjaan-pekerjaan yang menantang. Pembagian pekerjaan dan penggambaran sikap seperti itu merupakan pembagian peran yang bersifat stereotip, tidak berubah sejak dulu.

Daftar Pustaka

Adisukarjo, Sudjatmoko dkk. 2007.Horizon IPS.Bogor: Yudhistira.

Asy’ari, dkk. 2007.Ilmu Pengetahuan Sosial SD: untuk KelasII. Jakarta: PT> Gelora Aksara Pratama.

(11)

Echolls, John dan Hassan Shadily. 1983.Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Geertz, Cliffort. 1987.Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya.

Haryanto. 2007.Sains: untuk Sekolah Dasar Kelas III.Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.

Humm, Maggie. 2001. Ensiklopedia Feminisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Baru.

Khafid, M dan Suyati. 2006.Pelajaran Matematika Untuk Sekolah Dasar Kelas I.Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama.

Koentjaraningrat. 1984.Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.

Lasmirin, dkk. 2009.Marsudi Basa Jawa.Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Marnoto dan H. Mafrukhi. 2006.Super Bahasa Indonesia: untuk Sekolah Dasar Kelas II. Jakarta: PT. Gelora Aksara.

Minarsih, Tri, dkk. 2010.Asyiknya Berolahraga 5.Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.

Mosse, Julia Cleves. 1996.Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Rifka Anisa

Mufidah. 2004.Paradigma Gender. Malang: Bayu Media.

Nurcholis, Hanif dan Mafrukhi. 2006.Saya Senang Berbahasa Indonesia.Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.

Rositawaty, S. 2008.Senang Belajar Ilmu Pengetahuan Alam: Untuk Kelas IV Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidayah. Surabaya: Nur Ilmu.

Saptari, Ratna dan Brigitte Holzner. 1996.Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial: Sebuah Pengantar Studi Perempuan. Jakarta: Grafiti Press.

Sriwilujeng, Dyah. 2007.Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gelora Aksara Pratama.

Sumanto, dkk. 2008.Gemar Matematika 5.Surabaya: UD. Utama Prima.

Sunarsih, Sri, dkk. 2009.Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan: untuk SD/MI Kelas VI.Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.

Sunarto. 2001.Metode Penelitian Ilmu-ilmu Sosial dan Pendidikan. Surabaya: Unesa University Press.

Suparna, Nana, dkk. 2006.Pendidikan Kewarganegaraan: untuk SD Kelas I.Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Adapun pengertian penempatan menurut Suwatno (2003:138) mendefinisikan bahwa Penempatan karyawan adalah untuk menempatkan karyawan sebagai unsur pelaksana pekerjaan pada

Penyebab rasio profitabilitas perusahaan kurang stabil, disebabkan laba perusahaan yaitu laba kotor, laba usaha maupun laba bersih cenderung mengalami fluktuasi, untuk laba

 Apakah anda siap jika ditunjuk mendapatkan amanah yang berat di ROHIS, BEM,dll?.  Apa yang kamu ketahui tentang

Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah: apakah peningkatan hasil belajar IPA dapat diupayakan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games

Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua murid Xin You, Great Wall, Blessing Education Center, dan Huang Laoshi dan pemilik dari para pesaing (yaitu Great Wall,

Dengan pengamatan dan observasi, siswa dapat menemukan contoh perilaku yang yang menunjukkan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam kehidupan sehari- hari dengan penuh kepedulian2.

The Government directly carries out forest management activities that are related to forest areas (forest area designation, boundary demarcation, forest area

Kekerasan ini bisa disebabkan ketagangan etnik, agama, kelas sosial, afiliasi politik atau perbedaan antardesa yang sederhana, seperti konflik Maluku, Poso, dan