• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA EKONOMI USAHA BUDIDAYA IKAN MAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISA EKONOMI USAHA BUDIDAYA IKAN MAS"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA EKONOMI USAHA BUDIDAYA IKAN MAS Tri Rizkiana Y (21313002)

I. PENDAHULUAN

Cyprinus carpio atau yang lebih dikenal dengan ikan mas merupakan salah satu ikan air tawar yang bernilai ekonomis dan telah sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Ikan mas mulai masuk ke pasar Indonesia dan mulai dipelihara sejak tahun 1920-an. Ikan mas yang terdapat di Indonesia merupakan merupakan ikan mas yang dibawa dari Cina, Eropa, Taiwan dan Jepang. Sampai saat ini sudah terdapat 10 ikan mas yang dapat diidentifikasi berdasarkan karakteristik morfologisnya. Jenis-jenis ikan mas secara umum dapat dibagi menjadi dua jenis yakni ikan mas hias dan ikan mas konsumsi. Pada analisis ekonomi usaha ini, pembahasan akan lebih ditekankan pada ikan mas konsumsi. Adapun klasifikasi dari ikan mas ini adalah sebagai berikut :

Ikan mas memiliki bentuk badan agak memanjang pipih ke samping (compressed). Mulut (bibir) berada di ujung tengah (terminal), dapat disembulkan, dan lunak (elastis). Memiliki kumis (barbel) dua pasang (empat buah), kadang- kadang mempunyai sungut satu pasang (rudimentir). Jari-jari sirip punggung (dorsal) yang kedua mengeras seperti gergaji. Sedangkan letak antara kedua sirip, punggung dan perut berseberangan. Sirip dada (pectoral) terletak di belakang tutup insang (operculum). Ikan mas tergolong bersisik besar bertipe cycloid. Usus umumnya tidak begitu panjang jika dibandingkan dengan hewan pemakan tumbuh-tumbuhan asli. Ikan mas tidak mempunyai lambung, juga tidak bergigi/ompong, sehingga bila mencerna makanan sebagai pengganti pengerusnya adalah dengan pharing pengeras.

Ikan mas dapat tumbuh normal, jika lokasi pemeliharaan berada pada ketinggian antara 150-1.000 meter di atas permukaan laut, suhu air 20 pH air antara 7-8. Ikan mas dapat

(2)

tumbuh normal, jika lokasi pemeliharaan berada pada ketinggian antara 150-1000 m dpl. Ikan mas dapat berkembang pesat di kolam, sawah, kakaban, dan sungai air deras. Kolam dengan sistem pengairannya yang mengalir sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik ikan mas. Debit air untuk kolam air tenang 8-15 liter/detik/ha, sedangkan untuk pembesaran di kolam air deras debitnya 100 liter/menit/m³.

Menurut R.O Ardiwinata (1981 dalam Rochdianto, 2005), ikan mas yang berkembang di Indonesia diduga awalnya berasal dari Tiongkok Selatan. Pada salah satu sumber disebutkan, budidaya ikan mas diketahui sudah berkembang di daerah Ciamis, Jawa Barat pada pertengahan abad ke-19. Masyarakat setempat disebutkan sudah menggunakan

kakaban - subtrat untuk pelekatan telur ikan mas yang terbuat dari ijuk – pada tahun 1860, sehingga budi daya ikan mas di kolam di Galuh disimpulkan sudah berkembang berpuluh-puluh tahun sebelumnya.

Di daerah Jawa dan lainnya, penyebaran ikan mas terjadi pada permulaan abad ke-20, terutama sesudah terbentuk "Jawatan Perikanan Darat" dari “Kementrian Pertanian” (Kemakmuran) saat itu.

Dari Jawa, ikan mas kemudian dikembangkan ke Bukittinggi (Sumatera Barat) tahun 1892. Berikutnya dikembangkan di Tondano (Minahasa, Sulawesi Utara) tahun 1895, daerah Bali Selatan (Tabanan) tahun 1903, Ende (Flores, NTT) tahun 1932 dan Sulawesi Selatan tahun 1935. Selain itu, pada tahun 1927 atas permintaan Jawatan Perikanan Darat saat itu juga mendatangkan jenis-jenis ikan mas dari Negeri Belanda, yakni jenis Galisia

("mas gajah") dan kemudian tahun 1930 didatangkan lagi mas jenis Frankisia ("mas kaca"). Menurut Djoko Suseno (2000 dalam Rochdianto, 2005), kedua jenis mas tersebut sangat digemari oleh petani karena rasa dagingnya lebih sedap, padat, durinya sedikit dan pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan ras-ras lokal yang sudah berkembang di Indonesia sebelumnya.

(3)

baik di daerah dengan ketinggian 150--600 meter di atas permukaan air laut (dpl) dan pada suhu 25-30° C. Meskipun tergolong ikan air tawar, ikan mas kadang-kadang ditemukan di perairan payau atau muara sungai yang bersalinitas (kadar garam) 25-30%. Ikan mas tergolong jenis omnivora, yakni ikan yang dapat memangsa berbagai jenis makanan, baik yang berasal dari tumbuhan maupun binatang renik. Namun, makanan utamanya adalah tumbuhan dan binatang yang terdapat di dasar dan tepi perairan.

Siklus hidup ikan mas dimulai dari perkembangan di dalam gonad (ovarium pada ikan betina yang menghasilkan telur dan testis pada ikan jantan yang menghasilkan sperma). Sebenarnya pemijahan ikan mas dapat terjadi sepanjang tahun dan tidak tergantung pada musim. Namun, di habitat aslinya, ikan mas sering memijah pada awal musim hujan, karena adanya rangsangan dari aroma tanah kering yang tergenang air.

Secara alami, pemijahan terjadi pada tengah malam sampai akhir fajar. Menjelang memijah, induk-induk ikan mas aktif mencari tempat yang rimbun, seperti tanaman air atau rerumputan yang menutupi permukaan air. Substrat inilah yang nantinya akan digunakan sebagai tempat menempel telur sekaligus membantu perangsangan ketika terjadi pemijahan.

Sifat telur ikan mas adalah menempel pada substrat. Telur ikan mas berbentuk bulat, berwarna bening, berdiameter 1,5-1,8 mm, dan berbobot 0,17-0,20 mg. Ukuran telur bervariasi, tergantung dari umur dan ukuran atau bobot induk. Embrio akan tumbuh di dalam telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa.

Antara 2-3 hari kemudian, telur-telur akan menetas dan tumbuh menjadi larva. Larva ikan mas mempunyai kantong kuning telur yang berukuran relatif besar sebagai cadangan makanan bagi larva. Kantong kuning telur tersebut akan habis dalam waktu 2-4 hari. Larva ikan mas bersifat menempel dan bergerak vertikal. Ukuran larva antara 0,5-0,6 mm dan bobotnya antara 18-20 mg.

(4)

Setelah 2-3 minggu, kebul tumbuh menjadi burayak yang berukuran 1-3 cm dan bobotnya 0,1-0,5 gram. Antara 2-3 minggu kemudian burayak tumbuh menjadi putihan

(benih yang siap untuk didederkan) yang berukuran 3-5 cm dan bobotnya 0,5-2,5 gram. Putihan kemudian akan tumbuh terus menjadi induk. Setelah enam bulan dipelihara, bobot induk ikan jantan bisa mencapai 500 gram. Sementara itu, induk betinanya bisa mencapai bobot 1,5 kg setelah berumur 15 bulan. Induk-induk ikan mas tersebut mempunyai kebiasaan mengaduk-aduk dasar perairan atau dasar kolam untuk mencari makanan.

Fekunditas dari setiap jenis ikan mas tentunya berbeda. Untuk budidaya sendiri, sebaiknya dipilih jenis ikan mas (baik ikan mas hias ataupun ikan mas konsumsi) yang memiliki fekunditas tinggi. Jenis ikan mas yang cocok dibudidaya adalah dari jenis ikan mas sinyonya, karena selain fekunditas tinggi ikan mas jenis sinyonya juga relatif mudah bertelur sehingga siklus bisnis dapat terus berjalan.

II. DASAR FUNGSI PRODUKSI BIOLOGI II.1Umur Optimal Secara Biologis

Umur optimal dari ikan mas sendiri berbeda bergantung pada jenis kelamin. Umur optimal betina adalah 1,5 -2 tahun dan jantan 8 bulan dimana pada umur tersebut ikan mas telah mampu bertelur dan menjadi induk

II.2Volume Optimal Secara Biologis

Seperti halnya umur, volume optimal dari ikan mas berbeda tergantung dari jenis kelamin. Ikan mas betina mencapai bobot 1, 5 kg ketika telah menjadi indukan dan jantan dengan bobot 500 gr sudah dapat menjadi indukan.

II.3Laju Pertumbuhan

Laju pertumbuhan dari ikan mas seperti juga dengan sumberdaya perikanan lainnya menunjukan laju pertumbuhan yang bersifat density dependent. Selain itu survival rate dari ikan mas dapat berbedatergantung dari penebaran.

(5)

Gambar 1. Kurva pertumbuhan yang bersifat density dependent III. PENDEKATAN EKONOMI DALAM PENGELOLAAN

III.1 Model/Teori yang Menjadi Rujukan

Model atau teori yang menjadi rujukan pada analisa ekonomi usaha budidaya ini adalah Teori Gordon-Schaefer dimana pada teorinya Gordon menyatakan bahawa perikanan merupakan sumber daya alam yang bersifat open acces. Sumber daya ikan relatif terbuka, siapapun bisa berpartisipasi tanpa harus memiliki sumber daya tersebut (Fauzi, 2010). Teori ini menjelaskan tentang pertumbuhan, produksi dan fungsi produksi. Untuk pertumbuhan pada teori Gordon dijelaskan bahwa ketika dimisalkan pertumbuhan populasi ikan (x) pada periode t di suatu daerah terbatas adalah fungsi dari jumlah awal populasi tersebut. Dengan demikian, perubahan stok ikan pada periode waktu tertentu ditentukan oleh populasi pada awal periode atau secara fungsi disebut sebagai density dependent growth yang tergantung pada growth ability dari ikan.

Pada Gambar 1 dapat terlihat bahwa pertumbuhan meningkat sejalan dengan peningkatan stok hingga mencapai titik maksimum dan kemudian menurun setelahnya dan oertumbuhan mencapai nol pada titik Xm dimana Xm adalah daya dukung maksimum lingkungan atau carrying capacity.

(6)

Gambar 2. Kurva pertumbuhan populasi yang bersifat density dependent

Gambar 2 menunjukan pertumbuhan stok yang negatif dan positif, dimana Xc merupakan titik krisis yakni minimum viable population (mvp). Fenomena ini bisa terjadi pada saat pemijahan sulit dilakukan karena sukarnya mencari pasangan pada tingkat kepadatan yang lebih rendah.

Fungsi pertumbuhan yang digunakan untuk sumber daya ikan adalah model pertumbuhan logistik (logistic growth model) yang secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

dimana r adalah laju pertumbuhan intrinsik dan K adalah carrying capacity. Dalam kondisi seimbang dimana laju pertumbuhan sama dengan 0 maka tingkat populasi akan sama dengan carrying capacity sehingga nilai x akan sama dengan nilai K. Adapun kurva pertumbuhan logistik adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Kurva Pertumbuhan Logistik

xK

rx t x

  

(7)

Dari kurva dapat diketahui bahwa kondisi keseimbangan (ekuilibrium) dimana laju pertumbuhan sama dengan 0 tingkat populasi akan sama dengan carrying capacity. Sedangkan maksimum pertumbuhan terjadi pada kondisi setengah dari

carrying capacity tersebut (K/2) atau disebut juga Maksimum Sustainable Yield

(MSY).

Gambar 4 Kurva Pertumbuhan Logistik

Pada Gambar 4 dapat terlihat bagaimana stok akan mencapai keseimbangan maksimum pada tingkat carrying capacity tergantung pada tingkat pertumbuhan intrinsik, semakin tinggi nilai r semakin cepat carrying capacity dicapai.

III.2 Produksi dan Fungsi Produksi Optimal

3.2.1 Model Bioekonomi Gordon-Schaefer

Jumlah hasil tangkapan ikan atau catch (C) atau kegiatan produksi dipengaruhi oleh jumlah stok ikan (X), dan upaya kegiatan penangkapan atau effort (E) yang dilakukan. Kegiatan penangkapan ikan mengikuti persamaan berikut:

C (E, X) = q EX ... (2.4) Di mana q adalah koefisien kemampuan tangkap atau catchability coefficient

yang sering diartikan sebagai proporsi stok ikan yang dapat ditangkap oleh satu unit upaya.

Secara teoritis fungsi tersebut (persamaan 2.4) mungkin tidak realistis karena menunjukkan tidak adanya sifat “diminishing return” dari upaya yang merupakan sifat dari fungsi produksi. Ini berimplikasi bahwa jika upaya mengalami penggandaan, maka produksi juga akan berganda. Hal ini tentu tidak realistis karena dalam jangka pendek stok ikan lebih kurang terbatas, sehingga ada batasan maksimum dari produksi. Salah satu bentuk fungsi produksi yang lebih realistis adalah fungsi produksi di mana jika upaya dinaikkan, produksi

(8)

juga akan naik dengan kecepatan yang menurun, yaitu sebagai berikut (Fauzi, 2006):

C = qEXα ... (2.5)

Di mana α menunjukkan elastisitas upaya terhadap produksi. Nilai α yang berkisar antara 0 dan 1 menunjukkan adanya “diminishing return” karena meskipun produksi marjinal terhadap upaya positif, kenaikan produksi marjinal tersebut akan menurun, atau secara matematis ditunjukkan oleh turunan kedua dari C terhadap E yang negatif. Oleh karena itu, aktivitas penangkapan atau produksi persamaan 1 akan menjadi:

Dengan memasukkan persamaan (2.7) ke dalam persamaan (2.4), maka diperoleh:

Selanjutnya persaman (2.8) disederhanakan menjadi :

Grafik hubungan antara Cacth per Unit Effort dan Effort dapat dilihat pada gambar 5

(9)

Gambar 6 Hubungan antara tangkapan lestari (CMSY) dan optimal effort (EMSY)

3.2.2 Fungsi Produksi Perikanan Lestari

Perubahan stok ikan merupakan fungsi pertumbuhan stok ikan. Pertumbuhan stok ikan dipengaruhi oleh stok ikan (x), laju pertumbuhan intrinsik (r) dan kapasitas daya dukung (K). Metode ini disebut surplus produksi dengan persamaan sebagai

berikut:

Keterangan :

dx/dt = Laju pertumbuhan biomass

(10)

x = Biomass dari stok yang diukur dalam berat

r = Laju pertumbuhan instrinsik

K = Daya dukung lingkungan

Bila ada upaya penangkapan ikan yang produksinya (H) diasumsikan berhubungan linier dengan koefisien daya tangkap (q), stok ikan (x) dan upaya atau effort (E) yang dinyatakan dengan fungsi berikut :

Keterangan :

h = Produksi

q = Koefisien daya tangkap

x = Biomass stok ikan

E = Upaya penangkapan

dengan adanya intervensi manusia melalui aktifitas penangkapan, maka perubahan stok ikan menjadi :

Pada kondisi keseimbangan ekologi, dimana dx/dt = 0 maka stok ikan (x) dapat ditulis sebagai berikut :

sehingga dengan mensubtitusikan persamaan (4) ke dalam persamaan (2), akan diperoleh fungsi upaya produksi (yield effort curve) atau fungsi produksi lestari yang dapat ditulis :

dari persamaan (5) dapat diturunkan menjadi kurva CPUE yang linier, yaitu dengan membagi kedua sisi pesamaan dengan E sehingga menghasilkan :

(11)

Melalui teknik regresi antara variable U dan E dari runtun waktu yang tersedia, maka dapat diperoleh nilai-nilai koefisien a dan ß. Kemudian dengan mensubtitusikan persamaan (8) dan (9) ke fungsi produksi lestari pada persamaan (5), akan diperoleh fungsi produksi lestari dalam bentuk yang lain, yaitu :

dari persamaan (7) sampai (10) akan diperoleh laju pertumbuhan intrinsik ikan (r), koefisien daya tangkap (q) dan kapasitas daya dukung (K). Teknik inilah yang

disebut dengan model Schaefer.

Nilai MSY diperoleh dengan menggunakan kurva yieldeffort terhadap E atau dH/dE = 0

dengan demikian produksi ikan pada tingkat MSY diperoleh dengan mensubtitusikan nilai E tersebut ke persamaan (10) :

Hasil subtitusi tesebut menghasilkan persamaan sebagai berikut :

(12)
(13)

Schaefer. Keuntungan ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya perikanan merupakan selisih antara total penerimaan (total revenue) dengan total biaya yang dikeluarkan dalam melakukan usaha penangkapan (total cost). Secara matematis dapat dituliskan :

Keterangan :

P = Keuntungan dari upaya pemanfaatan sumberdaya (Rp)

TR = Total penerimaan (Rp)

TC = Total biaya (Rp)

p = Harga (Rp)

c = Biaya penangkapan per satuan upaya (Rp)

Pada kondisi MEY, stok ikan (x), upaya (E) dan produksi (H) dapat diperoleh dengan memasukan fungsi produksi lestari pada persamaan (5) ke dalam fungsi rente sumberdaya :

nilai EMEY diperoleh dengan menurunkan persamaan (15) terhadap upaya dp/dE =0, sehingga diperoleh :

III.4 Rotasi Op

dengan asumsi dalam keseimbangan lestari F(x) = H sehingga stok ikan pada kondisi

(14)

Sehingga HMEY dapat diperoleh dengan mensubtitusikan EMEY dan XMEY ke dalam persamaan (2)

Kondisi ini disebut optimal statis.

III.5 Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Mas dan Struktur Pasar III.5.1 Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Mas

Dalam analisis kelayakan usaha ikan mas perlu dihitung manfaat dan biaya yang digunakan dalam usaha ikan mas. Dalam perhitungan manfaat dan biaya pada analisis financial digunakan harga pasar yang berlaku.

3.5.1.1. Arus Penerimaan a. Nilai produksi Total

(15)

Luas Lahan

8000 560 2.592.000 10.368.000 1.8000.000 5.400.000

Untuk usaha ikan mas skala besar, output yang dihasilkan yakni ikan mas ukuran larva, ukuran 3-5 cm dan ikan mas ukuran 5-8 cm. Rata-rata jumlah produksi per tahun dari masing-masing ukuran pada skala ini adalah 19.920 liter untuk ikan mas ukuran larva, 7.434.000 ekor ikan mas ukuran 3-5 cm dan 4.387.500 ekor untuk ikan mas ukuran 5-8 cm. pada kondisi normal hasil produksi dalam bentuk larva dapat dijual seharga Rp.35.000/liter, ikan mas ukuran 3-5 cm Rp .40/ekor dan ukuran 5-8 cm Rp.70/ekor sehingga total penerimaan petani Ikan Mas dalam skala besar adalah sebesar Rp.1.301.685.000 setiap tahunnya. Tabel 2 menunjukan rincian total penerimaan usaha Ikan Mas

Tabel 2 Total Penerimaan Usaha Ikan Mas

(16)

operasional. a. Biaya investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan sebelum melaksanakan usaha untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam mewujudkan suatu usaha. Berikut rincian investasi usaha.

Tabel 3. Biaya Investasi Usaha Ikan Mas Skala Besar

Jenis

Lahan M2 11.500 110.000 - 1.265.000.0

00

Bangunan M2 31 200.000 10 6.200.000

Kolam

Cangkul Buah 3 19.000 5 76.000

Hapa Buah 3 72.500 3 290.000

Ember Buah 3 15.000 4 45.0000

Serokan Buah 4 20.000 3 80.000

Ayakan Buah 5 19.000 3 95.000

Kakaban Buah 1 86.500 1 86.500

(17)

menjalankan suatu usaha guna keberlangsungan proses produksi. Biaya operasional pada usaha ikan mas meliputi biaya tetap dan biaya variabel.

Tabel 4. Biaya Tetap Usaha Ikan Mas

No Keterangan Jumlah Satuan Harga/Satuan

Tabel 5. Biaya Variabel Usaha Ikan Mas

No Keterangan Satuan Per Sekali Produksi

1. Benih Liter 20 480*) 40.000 19.200.000

2 Pupuk Gram 13 312*) 8.500 2.652.000

3 Pakan Kilogram 26 4.758**) 5.000 23.790.000

Total 45.642.000

*) 12 x panen, dua kolam **) 183 hari

(18)

Present Value(NPV), Internal Rate of Return (IRR), NetBenefit Cost Ratio (NetB/C Ratio).

Net Present Value (NPV) merupakan manfaat bersih yang diterima selama umur proyek pada tingkat diskonto tertentu. NPV dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana :

Bt = Manfaat pada tahun Ct = Biaya pada tahun k 1/(1+i) t = Discount factor

t = tahun (1,2,3,...n) n = Umur proyek

Ukuran ini bertujuan untuk mengurutkan alternatif yang dipilih karena adanya kendala biaya modal, dimana proyek ini memberikan NPV biaya yang sama atau NPV penerimaan yang kurang lebih sama setiap tahun. Proyek dinyatakan layak atau bermanfaat jika NPV lebih besar dari 0. Jika NPV sama dengan 0, berarti biaya dapat dikembalikan persis sama besar oleh proyek. Pada kondisi ini proyek tidak untung dan tidak rugi. NPV lebih kecil dari nol, proyek tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang dipergunakan dan ini berarti bahwa proyek tersebut tidak layak dilakukan (Gray et.al, 1992 dalam Mantau, 2008).

(19)

i1= tingkat diskonto yang menghasilkan NPV negatif NPV2 = NPV positif

NPV1 = NPV negatif

Investasi dikatakan layak jika IRR lebih besar dari tingkat diskonto, sedangkan jika IRR lebih kecil dari tingkat diskonto maka proyek tersebut tidak layak dilaksanakan. Tingkat IRR mencerminkan tingkat bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumber daya yang digunakan. Suatu investasi dinyatakan layak jika IRR lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku.

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) adalah besarnya manfaat tambahan pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Net B/C adalah merupakan perbandingan antara nilai sekarang (present value) dari net benefit yang positif dengan net benefit yang negatif. Net B/C ratio secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Proyek dikatakan layak bila N/BCR lebih besar dari satu (Gray et al, 1992 dalam Matau, 2008 )

Berikut merupakan hasil analisis kelayakan fnansial ari usaha ikan mas :

Kriteria Investasi Nilai

NPV (juta Rupiah) 6.772.189

IRR (%) 55

Net B/C 4,19

Payback Period 3 tahun 7 bulan

(20)
(21)

INFLOW a. Pendapatan

Larva 348.600.000 697.200.000 697.200.000 697.200.000 697.200.000 697.200.000 697.200.000 697.200.000 697.200.000 697.200.000

Ikan mas 3-5cm 148.680.000 297.360.000 297.360.000 297.360.000 297.360.000 297.360.000 297.360.000 297.360.000 297.360.000 297.360.000

Ikan mas 5-8cm 153.562.500 307.125.000 307.125.000 307.125.000 307.125.000 307.125.000 307.125.000 307.125.000 307.125.000 307.125.000

b.Nilai sisa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Total Inflow 650.842.500 1.301.685.000 1.301.685.000 1.301.685.000 1.301.685.000 1.301.685.000 1.301.685.000 1.301.685.000 1.301.685.000 1.301.685.000

OUTFLOW

Hapa 290.000 0 0 290.000 0 0 290.000 0 0 29.000

Ember 45.000 0 0 0 45.000 0 0 0 45.000 0

Serokan 80.000 0 0 80.000 0 0 80.000 0 0 80.000

Ayakan 95.000 0 0 95.000 0 0 95.000 0 0 95.000

Kakaban 6.500 6.500 6.500 6.500 6.500 6.500 6.500 6.500 6.500 6.500

Tenaga Kerja 1.283.370 0 0 0 0 0 0 0 0

Total Investasi 2.821.825.870 6.500 6.500 471.500 51.500 82.500 471.500 6.500 51.500 471.500

B. Biaya Operasional

Benih Ikan 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000 19.200.000

(22)

Tenaga Kerja 14.600.000 14.600.000 14.600.000 14.600.000 14.600.000 14.600.000 14.600.000 14.600.000 14.600.000 14.600.000 Perawatan

Kolam

400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000 400.000

Perawatan Gudang

90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000

PBB 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000

Total Biaya Operasional

62.432.000 62.432.000 62.432.000 62.432.000 62.432.000 62.432.000 62.432.000 62.432.000 62.432.000 62.432.000

Total Outflow 2.884.257.870 62.438.500 62.438.500 62.903.500 62.438.500 62.514.500 62.903.500 62.438.500 62.438.500 62.903.500

NET BENEFIT -2.233.415.370 1.239.246.500 1.239.246.500 1.238781.500 1.239.201.500 1.239.170..500 1.238.781.500 1.239.246.500 1.239.201.500 2/475.341.499

Discount Factor 5, 5 %

0.947867299 0.898452416 0.851613664 0.807216743 0.765134354 0.725245833 0.687436809 0.651598871 0.617629261 0.585430579

PV /tahun -2116981393 111340404012 1055369253 999965166,1 948155639 898703241.5 851584000.9 807491619.9 765367107 1449140608

NPV Rp.6.722.189.255,34

IRR 55%

PV Positif 8889170649

PV Negatif -2116981393

Net B/C 4,19893835

(23)

Sustainability Yield yakni antara lain :

1. Tidak bersifat stabil, karena perkiraan stok yang meleset sedikit saja bisa mengarah ke pengurasan stok

2. Didasarkan pada konsep steady state semata, sehingga tidak berlaku pada kondisi

non-steady state

3. Tidak memperhitungkan nilai ekonomis apabila stok ikan tidak dipanen

4. Mengabaikan aspek interdependensi dari sumberdaya

5. Sulit diterakan pada kondisi dimana perikanan memiliki ciri ragam jenis

IV.KESIMPULAN

1. Ikan mas (Cyprinus carpio) merupakan sumberdaya biologis yang bernilai ekonomis. Pertumbuhan ikan mas, seperti juga sumberdaya perikanan lainnya memiliki kurva pertumbuhan yang bersifat density dependent dimana survival rate dari ikan mas dapat berbeda bergantung pada penebaran

2. Untuk pengelolaan secara ekonomi, sumber daya perikanan dapat dikelola dengan pendekatan-pendekatan yang diperkenalkan oleh Gordon yakni teori bioekonomi dan juga menggunakan pendekatan Maximum Sustainable Yield 3. Analisis finansial kelayakan usaha ikan mas dengan output larva, ikan mas

berukuran 3-5 cm dan 5-8 cm menunjukan bahwa usaha tersebut layak dilakukan

PUSTAKA

Agus Rochdianto, 2005. Analisis Finansial Usaha Pembenihan Ikan Karper (Cyprinus carpio Linn) di Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali. [9 Desember 2013] Anggraini, S.2008. Analisis Kelayakan Usaha Ikan Mas Dengan Cara Pemberokan.

http.respository.ipb.ac.id [9 Desember 2013]

Fauzi, Akhmad. 2010. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

(24)
(25)
(26)

Gambar

Gambar 2. Kurva pertumbuhan populasi yang bersifat density dependent
Gambar 4 Kurva Pertumbuhan Logistik
Gambar 6 Hubungan antara tangkapan lestari (CMSY) dan optimal effort (EMSY)
Tabel 2 Total Penerimaan Usaha Ikan Mas
+4

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memenuhi kekurangan permintaan akan benih ikan hasil pendederan, sentra pendederan ikan mas di Desa Jabong hanya mampu memenuhi permintaan rata-rata 1,5 ton

Keadaan ini menunjukkan bahwa program seleksi individu yang dilakukan pada populasi ikan mas Punten jantan secara tidak langsung telah memperbaiki kondisi morfometrik ikan

SR merupakan hasil persentase jumlah total ikan yang hidup pada akhir penelitian dengan jumlah total ikan pada awal penelitian. No = jumlah total ikan pada awal

Faktor internal dan eksternal dari segmen usaha ikan hias yang telah ditentukan selanjutnya diolah untuk mengetahui posisi strategis pada usaha budidaya kelompok Mitra

Usaha budidaya pembesaran ikan lele di Kota Denpasar berdasarkan kriteria Payback Periode layak untuk dijalankan karena usaha ini mampu mengembalikan modal yang telah

Berdasarkan hasil wawancara dengan Sasmita penjual sekaligus pembudidaya ikan Discus, ukuran akuarium pemijahan berbeda beda disesuaikan dengan ukuran ikan Discus

Usaha budidaya pembesaran ikan lele di Kota Denpasar berdasarkan kriteria Payback Periode layak untuk dijalankan karena usaha ini mampu mengembalikan modal yang telah

374 ANALISA USAHA BUDIDAYA PEMBESARAN IKAN LELE DI KECAMATAN BULELENG Komang Agus Wira Arsana1*, I Nyoman Dodik Prasetia2, Alexander Korinus Marantika3 1,2,3Jurusan Budidaya