PERKEMBANGAN KEBIJAKAN
KEPARIWISATAAN INDONESIA
Oleh: Putu Diah Sastri Pitanatri
NO GBHN KONTEN KONSEP IMPLIKASI
1 1961 Perhatian terhadap kesenian
Pariwisata sebagai media interaksi antar bangsa, media pembentukan kebudayaan universal
• Penempatan kepariwisataan sebagai aspek kegiatan budaya.
• Kepariwisataan sebagai media pembanguanan nasional maupun universal
• Penempatan keaslian, kekhasan, dan nilai-‐nilai kepribadian kesenian dan kebudayaan daerhaan sebagai pijakan pengembangan kepariwisataan.
Pandangan, materi dan orientasi kebijakan demikian merupakan cerminan dominasi pendekatan kebudayaan terhadap kepariwisataan. Kebijakan demikian sangat jauh dari motif ekonomi dan devisa, dan lebih ditekankan pada fungsi kepariwisataan sebagai media inetraksi antar bangsa dan dasar pembentukan tatanan kebudayaan universal.
2 1973 Pawisata sebagai
sumber devisa
Pawisata sebagai sumber devisa
• Berusaha sejauh mungkin memelihara kebudayaan serta lingkungan Indonesia, karena hal ini merupakan kekayaan Indonesia yang merupakan daya tarik wisatawan yang kuat dan terutama sangat bermanfaat bagi masyarakat Indonesia sendiri.
• Dilakukannya perbaikan-‐perbaikan terutama diarahkan pada up-‐grading dan rehabilitasi berdasar skala prioritas yang telah ditentukan baik dari obyek-‐obyek wisata maupun prasarana dan sarana yang menunjang sektor kepariwsataan didaerah tertentu terutama bali. Kegiatan pariwisata ditingkatkan secara bertahap dengan memanfaatkan daya tarik pulau bali untuk menjalar ke daerah lain. • Menyelenggarakan suatu pemasaran
• Menyelenggarakan usaha dalam bidang
penelitian dan pengembangan terutama dalam bidang applied research, sehingga dapat diwujudkan suatu mekanisme yang dapat menampung, mengelola dan menganalisa data-‐data kepariwisataan yang penting dan artinya bagi pengembangan selanjutnya. • Mengadakan pembinaan pengaturan dan
kelembagaan baik sektor pemerintah guna menunjang pembangunan pariwisata nasional. (Yoeti, 1996)
• Pembinaan kelembagaan dan organisasi unsur-‐ unsur penunjang pwriwisata agar mampu
• Kepariwisataan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan hidup.
• Kebijakan kepariwisataan terpadu
• Peningkatan promosi, pendidikan, penyediaan sarana prasarana.
• Pendayagunaan berbagai potensi kepariwisataan nasional
pendayagunaan berbagai potensi kepariwisataan nasional.
• Dalam pembangunan kepariwisataan harus dijaga tetap terpeliharanya kepribadian bangsa serta kelestarian fungsi dan mutu lingkungan
• Pengembangan pariwisata Nusantara dilaksanakan sejalan dengan upaya memupuk ditingkatkan melalui upaya pemeliharaan benda dan khazanah bersejarah yang guna meningkatkan hubungan antar bangsa. • Pendidikan dan pelatihan kepariwisataan perlu
rangka meningkatkan kemampuan untuk menjamin mutu dan kelancaran pelayanan serta penyelenggaraan pariwisata.
7 1999 Kebudayaan
sebagai asset penting pariwisata
• Mengembangkan dan membina kebudayaan nasional bangsa Indonesia yang bersumber dari warisan budaya leluhur bangsa, budaya nasional yang mengandung nilai-‐nilai universal termasuk kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka mendukung terpeliharanya kerukunan hidup bermasyarakat dan membangun peradaban bangsa.
• Merumuskan nilai-‐nilai kebudayaan Indonesia, untuk memberikan rujukan sistim nilai bagi totalitas perilaku kehidupan ekonomi, politik, hokum dan kegiatan kebudayaan dalam rangka pengembangan kebudayaan nasional dan peningkatan kualitas berbudaya masyartakat
• Mengembangkan sikap kritis terhadap nilai-‐ ilai budaya dalam rangka memilah-‐milah nilai budaya yang kondusif dan serasi untuk menghadapi tantangan pembangunan bangsa di masa depan.
• Mengembangkan kebebasan berkreasi dalam kesenian untuk memberi inspirasi bagi kepekaan terhadap totalitas kehidupan dengan tetap mengacu pada etika, moral, estetika dan agama serta memberikan perlindungan dan penghargaan terhadap hak cipta dan royalty bagi pelaku seni dan budaya. • Mengembangkan dunia perfilman Indonesia
secara sehat sebagai media massa kreatif untuk meningkatkan moralitas agama serta kecerdasan bangsa, pembentukan opini public yang positif, dan nilai tambah secara ekonomi • Melestarikan apresiasi kesenian dan
kebudayaan tradisional serta menggalakkan dan memberdayakan sentra-‐sentra kesenian untuk merangsang berkembangnya kesenian nasional yang lebih kreatif dan inovatif sehingga menumbuhkan kebanggaan nasional.
pengembangan pariwisata nasional dan mempromosikannya ke luar negeri secara konsisten sehingga dapat menjadi wahana persahabatan antar bangsa.
• Mengembangkan pariwisata melalui pendekatan system yang utuh, terpadu, interdisipliner, dan partisipatoris dengan menggunakan kriteria ekonomis, teknis,
Kepariwisataan Indonesia masih berorientasi pada kegiatan ekonomi yaitu padakemajuan teknologi sebelumnya, pariwisata lebih dihubungkan dengan kegiatan kesenian dan kebudayaan serta sebagai perantara promosi bagi keunikan dan kekhasan kebudayaan nasional. Pada pengaturan pariwisata dalam Pengembangan Sosial dan Budaya maka kepariwisataan yang bernaung dibawah penjelasan Kebudayaan, Kesenian dan Pariwisata telah mendorong peningkatan daya saing perekonomian nasional, peningkatan kualitas perekonomian, dan kesejahteraan masyarakat lokal, serta perluasan kesempatan kerja. Pengembangan kepariwisataan memanfaatkan secara arif dan berkelanjutan keragaman pesona keindahan alam dan potensi nasional nasional sebagai wilayah bahari terluas di dunia serta dapat mendorong kegiatan ekonomi yang terkait dengan pengembangan budaya bangsa.
kekaburan batasan – batasan kebijakan itu sendiri yang akan mempengaruhi praktik – praktik dalam kegiatan pariwisata di kemudian hari. Seperti lebih dominannya motif ekonomi dibandingkan budaya, atau bahkan motif ekonomi akan menyebabkan kembalinya eksploitasi budaya.
KESIMPULAN
Sejak tahun 1978, pemerintah terus berusaha untuk mengembangkan kepariwisataan.
Hal ini dituangkan dalam TAP MPRNo. IV/MPR/1978, yaitu bahwa pariwisata perlu ditingkatkan
dan diperluas untukmeningkatkan penerimaan devisa, memperluaslapangan kerja dan
memperkenalkan ke-‐budayaan. Pembinaan serta pengembanganpariwisata dilakukan dengan
tetap memperhatikan terpeliharanya kebudayaan dankepribadian nasional. Untuk itu perlu
diambillangkah-‐langkah
dan
pengaturan-‐pengaturanyang
lebih
terarah
berdasarkan
kebijaksanaanyang terpadu, antara lain bidang promosi,penyediaan fasilitas serta mutu dan
kelancaran pelayanan. Pengembangan pariwisata yang telahdilakukan baik oleh pemerintah
maupun swasta telah meningkatkan jumlah kedatangan
Seperti yang diungkapkan pada Wyasa putra (2009:114) pola kebijakan kepariwisataan
secara umum telah menimbulkan kekaburan terhadap karateristik obyektif kegiatan
kepariwisataan, kesulitan dalam pengontrolan perkembangannya, serta implikasi – implikasi
teknis terhadap kualitas kegiatan, maupun potensi ekonomi pariwisata.
Kegiatan kepariwistaan secara esesial dan obyektif merupakan kegiatan perdagangan
dan jasa yang didasari oleh potensi – potensi ekonomi dan non-‐ekonomi, yang mencakup
sumber daya alam hingga sumber daya manusia (sosial-‐budaya masyarakat) dimana kegitaan
tersebut dilaksanakan. Definisi – definisi tersebut diatas seolah – olah menyatakan definisi
pariwisata sebagai bentuk perdagangan jasa, yang pada kenyataannya definisi – definisi
tersebut masih belum memenuhi konsep definisi seperti menurut Balai Pustaka dalam Wyasa
belum mendefinisikan pariwisata sebagai perdagangan jasa secara tegas. Bahkan antara kata
pariwisata dan kepariwisataan pun belum secara tegas dapat mendefinisikan kata
tourism
.
Menurut Wyasa Putra (2009:9) berdasarkan pengaturan perdagangan jasa pariwisata
internasional yang berada di bawah ruang lingkup pengaturan GATS mendefinisikan bahwa
pariwisata secara internasional sebagai bentuk perdagangan jasa dengan karakter yang sudah
disebutkan pada BAB I sebelumnya. Sehingga dapat didefinisikan bahwa pariwisata sesuai
dengan karakteristik dasarnya yang paling dominan dan realitasnya merupakan suatu bentuk
perdagangan jasa yaitu suatu kegiatan yang melibatkan dua pihak yaitu penyedia jasa dan
pemakai jasa, yang hubungan diantra keduanya dilakukan dalam bentuk transaksi. Para
penyedia jasa menyediakan jasa melalui proses penawaran dan transaksi, sedangkan para
pemakai jasa menyatakan kebutuhan melalui proses pemintaan dan transaksi (Wyasa Putra,
2009:9).
Melalui pola – pola kebijakan dan hukum pariwisata Indonesia seakan memberi kesan
bahwa definisi pariwisata yang dianut merupakan bentuk perdagangan dan jasa yang pada
kenyataannya bahwa definisi tersebut sebenarnya tidak tegas dan kabur. Hal ini mengakibatkan
definisi pariwisata yang masyarakat Indonesia anut mengalami kesenjangan visi, misi, konsep,
rumusan kebijakan, dan norma hukum pariwisata dengan praktek penyelanggaraan pariwisata
internasional Indonesia. Bahkan norma hukum di Indonesia karena tidak sesuai dengan
karakteristik obyeknya mengakibatkan norma hukum di Indonesia tidak dapat menyentuh
aspek vital dari obyek tersebut.
Sehingga dengan pengaturan sistem perdagangan jasa pariwisata berdasarkan norma
hukum menjadi gagal. Kegagalan tersebut tidak dapat mencegah praktek – praktek
perdagangan jasa pariwisata yang tidak sehat secara internal maupun ekternal dalam
komunitas yang bersangkutan. Hingga saat ini seperti yang diungkapakan oleh Wyasa Putra
(2010:25) masih belum terdapat rasio yang pasti mengenai jumlah usaha jasa yang dapat
dibuka agar tidak melebihi daya dukung lingkungan baik sosial maupun budaya.