MAKALAH
Analisis Gas dan Titrasi Bebas Air
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kimia Analitik I yang diberikan oleh Drs. Hokcu Suhanda, M.Si.
Oleh :
Cattelya Indra Adiningtyas NIM 0902209
PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BAB I PENDAHULUAN
Gas dapat dianalisa dengan beberapa cara, antara lain dengan cara gravimetri, volumetri,dan kromatografi gas. Kromatografi gas dapat digunakan untuk analisa gas dari campuran kompleks gas – gas. Dalam kromatografi gas dapat digunakan untuk analisa gas, konstituen – konstituen dari suatu bahan dapat dianalisa sebagai persen berat. Gas – gas tertentu dapat dikumpulkan dengan menggunakan adsorben yang cocok dan ditentukan secara gravimetri. Contoh: karbon dalam senyawa – senyawa organik ditentukan dengan pembakaran (“combustion”) menjadi CO2 lalu diserapkan pada “Ascarite” yang terdapat dalam sebuah tabung. Pada analisa volumetri gas dapat dilibatkan metoda yang berkaitan dengan reaksi kimia, dan dari volumenya dapat dihitung beratnya.
Titrasi bebas air adalah suatu titrasi yang tidak mengunakan air sebagai pelarut,tetapi digunakan pelarut organik. Titrasi ini dilakukan pada zat asam atau basa lemah seperti halnya asam-asam organik atau alkoloida. Alkoloida sukar larut dalam air juga kurang reaktif dalam air, seperti misalnya garam – garam amina dimana garam – garam dirombak dulu menjadi basa bebas yang larut dalam air. Pelarut yang biasa digunakan dibagi atas dua golongan yaitu pelarut protolitis dan pelarut amfiprotolitis.
Indikator yang digunakan adalah berupa senyawa organik yang bersifat asam atau basa lemah, dimana warna molekulnya berbeda dengan warna bentuk ionnya. Titrasi bebas air biasanya dalam bidang farmasi digunakan untuk menentukan kadar obat – obatan karena sebagian senyawa obat tidak dapat ditentukan kadarnya dalam air karena keasaman dan kebasaannya lemah.
Penggunaan pelarut bebas air pada asam basa sesuai dengan teori asam basa menurut Bronsted – Lowry dimana asam adalah proton donor dan basa adalah proton akseptor. Pada teori asam basa Bronsted – Lowry, suatu asam (HB) akan berdisosiasi dan melepaskan proton (H+) dan basa konjugasi (B-) dan jika ada basa (B) akan beraksi dengan proton menghasilkan asam konjugasi (HB+).
HB H+ + B -B + H+ HB+
BAB II ISI
ANALISIS GAS DAN TITRASI BEBAS AIR
2.1 Analisis Gas
2.1.1 Analisis Volumetri Gas
Pada pendahuluan sudah dituliskan bahwa pada analisis volumetri gas dapat melibatkan metoda yang berkaitan dengan reaksi kimia, dan dari volume gas dapat dihitung beratnya. Telah kita ketahui bahwa volume 1 mol gas pada 0°C dan tekanan 760 mmHg adalah 22,4 Liter. Dengan demikian bila massa molekul relatif suatu gas dan volumenya pada kondisi standar diketahui maka beratnya dapat ditentukan. Ini merupakan prinsip yang mendasari analisis volumetri gas.
a. Hukum – hukum Gas
Perhitungan – perhitungan analisis gas diselesaikan dengan menggunakan hukum – hukum gas, yaitu hukum Boyle, hukum Charles, hukum Dalton, hukum Gay – Lussac, dan hukum Avogadro. Hukum – hukum gas pada umumnya hanya berlaku untuk gas ideal tetapi dapat diaplikasikan pada analisis sehari – hari namun ketepatan hasilnya bergantung pada manipulasi analisisnya. Perlu diingat bahwa pada kondisi standar, suatu gas harus dalam keadaan kering, pada tekanan sama dengan 760 mmHg, dan suhunya 0°C (273 K).
Selain dengan hukum – hukum gas tersebut di atas, perhitungan gas dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:
PV = nRT dimana P = tekanan gas, atm
V = volume, L n = jumlah mol gas
R = tetapan gas = 0,08205 L.atm/mol.K T = suhu pada skala Kelvin
b. Koreksi Uap Air
barometernya. Harga tekanan uap air pada berbagai suhu dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel Tekanan Uap Air
Temperatur (°C) Tekanan (mmHg) Temperatur (°C) Tekanan (mmHg)
0 4,6 21 18,5
Metoda ini dapat diaplikasikan untuk penentuan perbandingan komponen – komponen dalam campuran gas. Pada metoda absorpsi ini, gas diolah dengan sederet absorben pada suhu dan tekanan yang konstan. Perbedaan volume gas sebelum dan sesudah direaksikan dengan pereaksi penyerap menunjukkan jumlah gas yang diabsorpsi, dan jumlah ini biasanya dinyatakan dalam presentase atas dasar volume. Pereaksi – pereaksi yang umum digunakan dapat dilihat pada tabel berikut:
Oksigen Larutan pirogalol alkalis
Bila suatu campuran gas yang mengandung satu atau lebih komponen yang dapat dibakar dengan oksigen, biasanya dimungkinkan untuk menentukan presentase dari komponen – komponen dengan membiarkan pembakaran berlangsung dan mengukur kontraksi dalam volume, jumlah karbon dioksida yang terbentuk, volume oksigen yang digunakan, atau gabungan dari pengukuran – pengukuran ini, yang bergantung pada jumlah dan karakter komponen – komponen yang dapat dibakar. Perhitungan – perhitungan yang melibatkan kontraksi – kontraksi dalam volume didasari oleh hukum Gay Lussac. Contoh: pada pembakaran karbon monoksida:
2CO + O2 → 2CO2
Dua satuan volume karbon monoksida dengan satu volume oksigen membentuk dua volume karbon dioksida. Jadi pembakaran karbon monoksida tersebut disertai kontraksi yang sama dengan setengah volume karbon monoksida yang ada dan menghasilkan sevolume karbon dioksida yang sama dengan volume asal karbon monoksida.
Persamaan – persamaan dalam tabel di bawah, menggambarkan reaksi – reaksi pembakaran yang biasa ditemui dalam analisis gas dan kolom – kolom di sebelah kanannya memperlihatkan hubungan volume dalam masing – masing kasus.
Propilena 2C3H6 + 9O2 → 6CO2 + 6H2O 1 4½ 2½ 3
Propana C3H8 + 5O2 → 3CO2 + 4H2O 1 5 3 3
Butana 2C4H10 + 13O2 → 8CO2 + 10H2O 1 6½ 3½ 4
2.1.2 Alat – alat dalam analisis gas
Beberapa alat yang digunakan dalam analisis gas antara lain manometer Van Slyke, alat Warburg, alat nitrogen Dumas, dan elektroda oksigen.
a. Alat manometer Van Slykes
Manometer Van Slyke merupakan alat analisis gas yang banyak digunakan dalam laboratorium klinik yaitu untuk penentuan karbon dioksida dan gas – gas lain dalam darah atau zat – zat terlarut dalam darah yang dapat diubah menjadi gasnya, misalnya oksigen, nitrogen organik, karbon monoksida. Dalam operasinya, gas dimampatkan sampai volume tertentu dan tekanan yang digunakan di ukur. Pengukuran tekanan setelah diabsorpsi gas dalam suatu pereaksi yangcocok diubah ke konsentrasi volume gas dalam sampel dengan faktor konversi pada suhu percobaan. Kamar sampel dapat dilihat pada gambar di bawah dan faktor konversi untuk CO2 dapat dilihat pula di bawah ini.
Faktor konversi dari tekanan CO2 ke mmol/L volume sampel 1 mL
Temperatur (°C) Faktor untuk
Volume gas 2 mL Volume gas 0,5 mL
15 0,1229 0,0313
16 0,1222 0,0311
18 0,1208 0,0308
Alat ini secara luas digunakan pada penentuan kadar nitrogen dalam senyawa organik. Prinsipnya adalah sebagai berikut: sampel dicampur dengan tembaga oksida (yang bebas karbon dioksida) dalam suatu tabung tertutup. Kemudian tabung dipanaskan, sampel dioksidasi oleh tembaga oksida menjadi karbon dioksida, air, nitrogen dan oksida nitrogen. Untuk mengubah oksida nitrogen menjadi nitrogen, gas dialirkan bersama – sama dengan gas karbondioksida di atas kasa tembaga yang dipijarkan. Gas dialirkan ke dalam larutan basa (kalium hidroksida). Kalium hidroksida mengabsorpsi karbondioksia dan air. Gas sisa (N2) dialirkan ke dalam tabung dan diukur volumenya.
2.2 Titrasi Bebas Air 2.2.1 Pelarut Bebas Air
Klasifikasi pelarut bebas air dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Pelarut aprotik
Pelarut ini tidak menerima maupun memberi proton dan dalam keadaan ini bersifat netral, tidak bereaksi, tetapan dielektriknya rendah, tidak terurai menjadi ion – ion dalam sistem pelarut, hingga ia tidak bereaksi baik dengan asam maupun basa. Contohnya: kloroform, toluen, CCl4, hidrokarbon. Pelarut aprotik berguna unutuk mempelajari reaksi asam dan basa yang bebas dari pengaruh pelarut.
Pelarut yang bersifat dapat menerima proton dari zat terlarut, disebut juga pelarut basa, dengan reaksi sebagai berikut:
HB + S SH+ + B
-Contohnya : NH4OH, amine, ketone, aseton, dan eter. Asam lemah bila dilarutkan dalam pelarut protofilik maka keasamannya akan meningkat yang disebut efek “levelling”.
c. Pelarut protogenik
Pelarut yang bersifat memberi proton (donor proton). Jika basa lemah dilarutkan dalam pelarut protogenik maka kebasaannya akan meningkat. Contohnya: HF, Asam Sulfat, asam acetat, asam format, dan HCl.
d. Pelarut amfiprotik
Pelarut ini bekerja sebagai penerima proton, dan pemberi proton. Contoh untuk pelarut ini adalah golongan alkohol, air, asam acetat glasial. Asam acetat bisa bersifat asam dengan reaksi :
CH3COOH CH3COO- + H+
Tetapi bila asam asetat dilarutkan dalam asam yang lebih kuat misalnya HClO4, asam asetat bersifat basa dengan reaksi :
CH3COOH + HClO4 CH3COOH2+ + ClO4
-Ion CH3COOH2+ dapat bereaksi dengan basa dengan cara memberikan proton. Maka zat yang bersifat basa lemah akan berubah sifatnya menjadi basa yang lebih kuat, sehingga titrasi antara basa lemah oleh HClO4 dapat dilangsungkan bila zat tersebut dilarutkan dalam asam asetat glasial.
2.2.2 Kemampuan Pelarut Untuk Memperbedakan
Dalam larutan air, asam – asam mineral seperti asam perklorat, asam klorida, dan asam nitrat tampak sama kuat. Tetapi dalam suatu pelarut asam misalnya asam asetat, lebih kuatnya asam perklorat dibandingkan dengan asam klorida memungkinkan asam perklorat dititrasi dalam tahap terpisah dari asam klorida.
HClO4 + CH3COOH CH3COOH2+ + ClO4- K = 1,3 × 10-5 (1)
Dari ke dua kesetimbangan tersebut di atas, (1) berjalan jauh ke kanan dibandingkan dengan (2). Jadi dalam titrasi campuran ke dua asam tersebut dalam asam asetat, akan ditemukan dua patahan dalam kurva titrasi, dan dikatakan bahwa asam – asam tersebut diperbedakan.
Jika suatu campuran dari dua asam memberikan dua kurva titrasi yang terpisah dalam suatu pelarut, maka pelarut itu dikatakan memperbedakan kedua asam tersebut, tetapi jika hanya diperoleh satu kurva tunggal maka dikatakan bahwa pelarut itu meratakan asam – asam tersebut.
2.2.3 Tetapan Autoprotolisis
Pelarut amfiprotik mengalami autoprotolisis. Beberapa contoh reaksi autoprotolisis adalah sebagai berikut:
2H2O H3O+ + OH
-2C2H5OH C2H5OH2+ + C2H5O
-2CH3COOH CH3COOH2+ + CH3COO
-Secara umum autoprotolisis dinyatakan dalam reaksi: 2HS H2S+ + S
-dengan tetapan autoprotolisis sebagai berikut: KHS = [H2S+][S-]
Dimana HS menyatakan pelarut dan KHS adalah tetapan autoprotolisis
Tetapan autoprotolisis dai beberapa pelarut dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tetapan Autoprotolisis dari beberapa pelarut
Pelarut KHS PKHS
Asam Asetat 3,55 × 10-15 14,45 Asetonitril 6,31 × 10-33 32,2 Ammonia *) 1,00 × 10-33 33 Etanol 3,16 × 10-20 19,5 Etilendiamin 5,01 × 10-16 15,3 Metanol 2,00 × 10-17 16,7 Air 1,00 × 10-14 14,00 *) Pada -50°C
2.2.4 Tetapan dielektrik
Dalam pelarut amfiprotik, disosiasi suatu asam lemah menjadi ion – ion yang terpisah dilukiskan sebagai berikut:
pasangan ion ion terpisah HB + HS {H2S+B-} H2S+ + B
-Tahap pertama disebut pengionan dan hasilnya merupakan suatu pasngan ion, sedamgkan pemisahan dari ion – ion tersebut terjadi pada tahap ke dua.
Salah satu sifat pelarut yang penting dalam titrasi bebas air adalah tetapan dielektrik. Pelarut dengan tetapan dielektrik tinggi mendorong terjadinya disosiasi sempurna menjadi ion – ion, sedangkan dalam pelarut dengan tetapan dielektrik rendah, terjadinya pembentukan pasangan ion cukup besar. Tetapan dielektrik dari beberapa pelarut amfiprotik dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 2.2.5 Pelarut untuk titrasi bebas air
Untuk titrasi bebas air, pelarut yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Pelarut harus melarutkan zat yang dititrasi.
Pelarut tidak bereaksi baik dengan zat yang dititrasi maupun dengan titran. Pelarut harus murah dan mudah pemurniannya jika perlu dan tidak kompleks Hasil titrasi berupa larutan atau Kristal
Banyak pelarut yang telah digunakan dalam titrasi bebas air. Beberapa pelarut yang sering digunakan antara lain:
a. Asam asetat glasial (asam etanoat)
Sebelum digunakan harus diperiksa kandungan airnya, yang mungkin antara 0,1 – 1,0%, dan agar menambahkan asam asetat anhidrida untuk mengurangi kadar airnya. Asam asetat glasial dapat digunakan tersendiri atau dicampur dengan pelarut lain misalnya asam asetat anhidrida, asetonitril, dan nitrometana.
b. Asetonitril (metil sianida, sianometana)
c. Alkohol
Digunakan dalam titrasi garam dari asam – asam organik terutama sabun dan pelarutnya, campuran glikol dan alkohol atau glikol dan hidrokarbon.
d. Dioksan
Pelarut ini biasanya dicampur dengan asam asetat glasial. e. Dimetilformamida (DMF)
Pelarut ini merupakan pelarut protofilik yang dapat digunakan dalam titrasi asam benzoat dan amida.
2.2.6 Titran
Pada titrasi bebas air, titran yang digunakan dapat bersifat asam atau bersifat basa. Contoh titran yang bersifat asam adalah asam perklorat, asam p-toluensulfonat, asam 2,4-dinitrobenzensulfonat. Sedangkan contoh titran yang bersifat basa adalah tetrabutilamonium hidroksida, natrium asetat, kalium metoksida, dan natrum aminoetoksida.
Asam perklorat merupakan zat penitrasi basa lemah yang sangat luas pemakaiannya karena merupakan asam kuat yang mudah diperoleh. Secara komersil biasanya tersedia sebagai HClO4 72% (b/b) dan sisanya (28%) adalah air. HClO4 dan H2O merupakan campuran azeotropis dengan komposisi HClO4.H2O yang dirumuskan sebagai H3O+ClO4 -(hidronium perklorat).
Basa lemah sering dititrasi dalam larutan asam asetat glasial maka titrannya adalah asam perklorat 0,1 M dalam pelarut yang sama. Pada pelaksanaanya karena adanya air dapat mengganggu maka HClO4 72% dicampur dengan asam asetat kemudian ditambahkan anhidrida asam asetat dalam jumlah tertentu agar bereaksi dengan air yang diperkirakan ada. Hasil reaksinya adalah asam asetat.
Basa kuat yang digunakan sebagai titran lebih bervariasi, antara lain: alkali hidroksida, tetraalkilamonium hidroksida, dan natrium atau kalium metoksida atau etoksida. Pelarut yang biasa digunakan untuk basa – basa tersebut adalah alkohol dengan massa molekul relatif rendah dan campuran benzena dengan metanol atau etanol.
2.2.7 Menentukan Titik Akhir Titrasi
Titik akhir titrasi bebas air dapat ditentukan dengan metode potensiometri atau dengan penambahan indikator – indikator. Beberapa indikator yang digunakan untuk titrasi bebas air dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Zat yang
dititrasi Pelarut Indikator Perubahan Warna
Basa Asam asetat, asetonitril, DMF Kristal violet Metil violet
Pemilihan indikator biasanya berdasarkan pengalaman, coba – coba atau menunjuk pada masalah – masalah yang serupa yang mungkin ada dalam literatur. Contoh: Untuk titrasi asam – asam lemah dalam benzena, kloroform, dan alohol dapat digunakan indikator fenolftalein dan timolftalein, tetapi violet azo dan timol biru lebih baik. Timol biru merupakan indikator yang baik untuk titrasi dalam DMF, piridin, dan butilamin, tetapi tidak dapat digunakan untuk titrasi dalam dietilamin.
2.2.8 Faktor – faktor yang mempengaruhi titrasi bebas air a. Suhu
Titrasi bebas air pada umumnya dilakukan pada suhu kamar. Apabila titrasi dilakukan bukan pada suhu kamar akan berpengaruh pada volume titran sehingga perlu dilakukan koreksi. Adapun koreksi pengaruh perubahan suhu pada volume titran dirumuskan sebagai berikut:
Vt = Vo (1 + αt + βt2 + γt3)
V25 = V30
(
11++2530αα)
Dengan demikian maka volume titran yang diperlukan bila titran dilakukan pada 25°C mudah dihitung. Selain dengan rumus diatas, dapat juga digunakan persamaan berikut:
Vstd = V [1 + 0,0011(Tstd – T)]
dimana Tstd adalah suhu pereaksi pada waktu standarisasi, T adalah suhu pada waktu penggunaan, V = volume pereaksi yang diukur, dan Vstd = volume yang dikoreksi.
b. Kandungan air
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Rini. (2012). Tirasi Bebas Air. [Online]. Tersedia: http://riniastutinur.blogspot.com/2012/05/titrasi-bebas-air.html. [16 Juni 2013]
Graziez Pharmacy. (2012). TIRASI BEBAS AIR. [Online]. Tersedia: http://graciez-pharmacy.blogspot.com/2012/11/titrasi-bebas-air.html. [16 Juni 2013]
Hamdani, S. (tanpa tahun). Klasifikasi Pelarut. [Online]. Tersedia: http://catatankimia.com/catatan/klasifikasi-pelarut.html. [16 Juni 2013]
Putri, Wiwik Satriani. (2013). TIRASI BEBAS AIR. [Online]. Tersedia: http://wiwiksatriani.blogspot.com/2012/06/titrasi-bebas-air.html. [16 Juni 2013]