• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBE LAJARAN DAN TERPADU BERBASIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMBE LAJARAN DAN TERPADU BERBASIS"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK, Penelitian ini menunjukan bahwa al-As a’ al-Husna, dapat membentuk pendidikan karakter. 10 (sepuluh) karakter dapat diterapkan untuk anak usia dini, yakni; cinta pada Allah, santun, saling menghormati, dermawan, peduli lingkungan, sabar/rendah hati, disiplin, pemimpin/bertanggungjawab, mandiri dan kreatif. Nilai-nilai karakter tersebut, perlu diterapkan, karena pada usia tersebut adalah waktu yang tepat untuk menanamkan rasa cinta kepada Allah, sebagai penanaman nilai-nilai tauhid, ketika anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat tentang keberadaan Allah. Sepuluh model pembelajaran terpadu yang ditawarkan oleh Robin Fogarty, tiga model cukup efektif, untuk diterapkan pada anak usia dini, yakni model Conected, Webbed dan Integrated, model ini lebih berorientasi pada student centered, behavioris, fleksible dan center of interest. Pembelajaran terpadu ini dirancang berbasis al-As a’ al-Husna, disesuaikan dengan tumbuhkembangnya. Pada proses ini, anak mengenal, menghafal yang dipadukan dengan tema yang ditentukan, sehingga al-As a’ al-Husna akan melekat dan mengkristal dalam kepribadian mereka. Mendidik anak usia dini, berarti mempersiapkan generasi emas di masa depan, untuk itu perlu penanaman nilai-nilai keimanan sebagai pondasi kuat yang tak tergoyahkan oleh gelombang globalisasi dan teknologi yang tidak sesuai dengan aqidah dan akhlak. Ketepatan cara mendidik waktu usia dini menjadi modal penting bagi kelanjutan hidupnya di masa yang akan datang.

Kata Kunci: Pembelajaran Terpadu, al-As a’ al-Husna dan Pendidikan Karakter

Pendahuluan

Anak adalah amanah, sebagi tunas, potensi, dan generasi penerus yang memiliki peran strategis dalam menjamin keberlangsungan eksistensi agama, bangsa dan negara. Keberhasilan dalam mendidik mereka, sangat tergantung pada orang tua dan guru untuk meningkatkan kecerdasan, sehingga dapat berkembang secara optimal, sekaligus memiliki karakter dan akhlakul karimah. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu memperhatikan kemampuan dasar sesuai dengan perkembangannya agar memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya. Hal ini telah dijelaskan dalam firman Allah surat al-Nisa:9;

(2)

ًةّي ّرُذ ْمِهِفْلَخ ْنِم اوُُُكَرَت ْوَُُل َنيِذّلا َشْخَيْلَو

اوُُُلوُقَيْلَو َهّللا اوُُُقّتَيْلَف ْمِهْيَلَع اوُفاَُُخ اًفاَع ُُِض

ًديِد َس ًلْوَق

Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya me-ninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar’’. QS. An-Nisa : 9

Ayat tersebut mencerminkan, proses pendidikan anak sejak dini sangat penting. Pendidikan karakter adalah tujuan utama sebagai penanaman pondasi yang kuat bagi kehidupan mendatang, karena apabila lengah dalam mempersiap-kan pendidimempersiap-kan bagi mereka berarti telah mempersiapmempersiap-kan generasi yang lemah di masa mendatang. Hal ini senada yang disampaikan Al-Ghazali, bahwa"Anak itu adalah amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang suci itu adalah permata yang mahal. Apabila ia diajar dan dibiasakan kebaikan, maka ia akan tumbuh pada kebaikan itu dan akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat dan orang tuanya serta semua guru yang mendidiknya ikut merasakan pahalanya. Sebaliknya jika ia dibiasakan dengan hal-hal yang tidak baik dan diabaikan pendidikannya, maka ia akan sengsara dan binasa, dosanya terpikul di pundak yang bertanggung jawab serta walinya".1

Hal ini pula yang dikhawatirkan oleh Syaikh Kholid Abdurrahman Al-Ikk, komentar dalam bukunya Tarbiyatul Abnā’ wa al-banāt fi Dhau’ al-Kitāb wa al-Sunnah; jika tidak mendidik manusia yang berakhlak, maka lebih baik tidak usah mendidik dan mengajar, sebab jika hanya mengajar ilmu tanpa mengajar akhlak maka seseorang tersebut akan menjadi pengkhianat.2

Pendidikan anak tidak dapat dilepaskan begitu saja terhadap lembaga pendidikan di mana pun. Dibutuhkan lembaga pendidikan, sebagai salah satu lingkungan sosial bagi anak, yang berfungsi memperluas kehidupan interaksi sosial mereka. Tempat anak belajar menyesuaikan diri terhadap bermacam-macam situasi, sekolah menjadi tempat kedua yang penting dalam pembentukan karakter anak. Orang tua menitipkan anaknya ke lembaga pendidikan dengan kesadaran bahwa mereka memiliki keterbatasan dalam pemahaman ilmu pengetahuan yang keterkaitan dengan perkembangan anak, waktu yang tidak terlalu sistematis dalam memberikan pembelajaran, disamping orang tua sangat mengharapkan anaknya mendapatkan pendidikan yang sistematis dan terstruktur dalam mencapai cita-citanya.

Mewujudkan lembaga pendidikan yang melahirkan pendidik PAUD yang profesional dan islami sebagai langkah strategis menyelenggarakan

1 Seperti yang dikutib oleh Fathiyah Hasan Sulaiman pada karya (Al-Ghazali, kitab, Ihya ‘Ulum al-Din, Juz III, hlm. 53), Aliran-Aliran dalam pendidikan (Studi tentang Aliran Pendidikan Menurut Al-Ghazali), Semarang: Dina Utama, 1993 , hlm 57.

(3)

pembelajaran yang mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak, yang meliputi: agama, bahasa, fisik/motorik, sosial emosional, seni dan kemandirian. Diperlukan lembaga pendidikan holistik, yang dapat membentuk manusia secara utuh. Membangun karakter itu harus dimulai sedini mungkin, atau bahkan sejak dilahirkan, dan harus dilakukan secara terus menerus dan terfokus. Pendidikan holistik juga membentuk manusia pembelajar sepanjang hayat yang sejati (life-long learners).

Dalam hal ini, Islam memiliki peran yang cukup besar dan men-gagumkan dalam menyodorkan sebuah konsep pendidikan, baik dalam bidang seni, hukum, politik, ilmu pengetahuan dan lain-lain. Untuk bisa mewujud-kan proses pembinaan intelektual dalam Islam, maka disusunlah beberapa kaidah agar bisa memudahkan orang tua dan guru dalam membina anak dengan ilmu dan pemikiran yang benar. Pola pembinaan akal dalam membentuk pola pikir anak hingga dewasa. Lebih penting ilmu tersebut dapat diamalkan. Setidak-tidaknya bisa diambil langkah menanamkan kecintaan anak pada ilmu, membimbing anak menghafal sebagian ayat al-Quran, mengajarkan alam melalui As a’ Al-Husna, mengarahkan anak pada kecenderungan bakatnya, sehingga lisan mereka menjadi lurus, semangat mereka menjadi tinggi, hati menjadi tenang dan iman serta keyakinan meresap di dalam jiwa mereka.3

Lembaga pendidikan anak usia dini perlu melaksanakan secara tepat dan ideal dalam proses pembelajaran dengan memperhatikan kurikukulum yang didesain dan diimplementasikan sesuai dengan perkembangan yang berpusat kepada anak. Apabila model pembelajaran yang diberikan masih secara parsial dan konvensional dan tanpa melihat potensi yang dimiliki anak dan pembelajaran tematik diabaikan, maka akan merugikan perkembangan anak dan pembelajaran belum mengacu kepada karakteristik dan prinsip-prinsip pembelajaran yang be-nar.

Untuk pengembangan pembelajaran di sekolah yang menjadi tanggung jawab guru, maka pembelajaran terpadu (intergrated learning), merupakan pembelajaran yang berupaya memadukan berbagai penguasaan dari beberapa mata pelajaran atau pembahasan yang mengajarkan adanya keterkaitan berdasarkan pada suatu tema, sehingga anak terbiasa memandang segala sesuatu dalam gambaran yang utuh. Integrasi proses pembelajaran di sekolah baik model, metode, ataupun pendekatan pembelajaran, dirasa perlu untuk menginterpretasikan kembali seluruh materi pelajaran sekolah dengan muatan-muatan nilai yang Islami. Tujuannya tidak semata-mata mendorong anak didik untuk memiliki kemampuan dalam memahami pembelajaran, namun sekaligus anak dapat memecahkan masalah dengan baik dan utuh, dengan memperhatikan berbagai aspek.

Sementara itu integrated learning berbasis al-As a’ al-Husna dapat memberikan peluang kepada anak untuk menarik kesimpulan dari berbagai

nama-3 Lihat Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dala Islam, terj. Jakarta: Pustaka

(4)

nama Allah yang dikaitkan dalam suatu tema, sehingga mereka dapat mengembangkan segala fenomena yang dirasakannya dan mampu memecahkan masalah dengan memperhatikan faktor-faktor berbeda (ditinjau dari berbagai aspek). Selain itu dengan kurikulum terintegrasi, proses belajar menjadi relevan dan kontekstual, sehingga anak dapat berpartsipasi aktif dalam seluruh dimensi, baik fisik, sosial, emosi, dan pengetahuan.

Berkaitan dengan hal tersebut, penulis merasa perlu untuk melakukan suatu penelitian dan kajian yang mendalam tentang PEMBELAJARAN

TERPADU BERBASI AL-AS ’ Al-HUSNA DALAM PEMBENTUKAN

PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI, penelitian ini, diharapkan mendapatkan suatu gambaran dan temuan dalam pengembangan model pembelajaran, sehingga dapat dijadikan model dalam membentuk pendidikan karakter anak usia dini.

Perumusan dan Pembatasan Masalah

Penelitian ini, membatasi masalah pada pembelajaran yang meng-gabungkan bidang studi dengan cara menemukan keterampilan, konsep dan sikap yang saling berhubungan di dalam beberapa bidang studi. Pendekatan yang digu-nakan adalah pendekatan antar potensi dan pengembangan menu pembelajaran dengan model integrated kurikulum yang menyajikan satu pendekatan yang memadukan mata pelajaran dengan latar prioritas kurikulum pada setiap keter-ampilan, konsep-konsep, dan sikap-sikap yang akan dikembangkan.

Pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pada suatu tema yang berbasis al-As a’ al-Husna, sebagai pusat perhatian untuk memahami fenomena dan konsep-konsep yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Adapun al-As a’ al-Husna yang dimaksud adalah nama-nama Allah yang mencerminkan sifat-sifat Allah, yang akan dikenalkan kepada anak usia dini, sehingga mereka lebih mengenal dan dekat dengan Allah. Melalui proses pembelajaran terpadu berbasis al-As a’ al-Husna tersebut anak diharapkan

terbentuk pendidikan karakternya, artinya dengan mengenal dan belajar al-As a’ al-Husna anak memiliki cerminan dari sifat-sifat Allah, sehingga terbentuklah pendidikan karakter mereka sejak dini.

Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan Pembelajaran Terpadu berbasis As a’ al-Husna dalam pembentukan pendidikan karakter bagi anak usia dini di Lab School Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Jakarta? 2. Seberapa efektif Pembelajaran terpadu berbasis al-As a’ al-Husna dalam

(5)

3. Upaya apa saja yang dilakukan oleh guru dalam mengembangkan model pembelajaran terpadu berbasis al-As a’ al-Husna dalam membentuk pendidikan karakter anak usia dini?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah menghasilkan model yang efektif pada Pembelajaran Terpadu Berbasis al-As a’ al-Husna dalam pembentukan pendidikan karakter anak usia dini. Dengan mengacu pada tujuan umum tersebut, maka tujuan khusus adalah sebagai berikut: 1. Menemukan bentuk model pembelajaran terpadu berbasis al-As a’ al-Husna

sebagai alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan mutu pembelajaran, mencakup desain, metode, media pembelajaran, implementasi ragam kegiatan, asesmen dan pelaporan hasil belajar peserta didik.

2. Memperoleh data empiris tentang efektivitas model pembelajaran terpadu berbasis al-As a’ al-Husna yang dikembangkan untuk membentuk pendidikan karakter anak usia dini sehingga mutu pembelajaran pada anak usia dini lebih efektif.

3. Merumuskan model pembelajaran terpadu berbasis al-As a’ al-Husna dalam pembentukan pendidikan karakter anak usia dini, model ini dikembangkan dan dinilai dengan lebih berpusat pada mempraktekkan perilaku dalam pembentukan pendidikan karakter anak usia dini di dalam proses pembelajaran.

4. Melaksanakan model secara empiris dalam proses pembelajaran agar instrumen penilaian dapat diperbaiki dan dikembangkan sehingga dapat ditemukan suatu model pembelajaran terpadu berbasis al-As a’ al-Husna dalam pembentukan pendidikan karakter untuk anak usia dini dapat terlaksana secara efektif.

Kajian Literatur dan Pembahasan

Pengembangan Model Kurikulum dalam Pembelajaran

Kemampuan membina dan mengembangkan kurikulum merupakan tuntutan profesional guru, dalam mengantarkan siswa mencapai tujuan pendidikan. Upaya dalam mencapai tujuan tersebut, memerlukan alat dan bahan yang digunakan, diantaranya adalah kurikulum. Sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan, kurikulum harus sesuai dengan visi dan misi lembaga pendidikan, sekaligus bersifat dinamis disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan masyarakat. Oleh sebab itu, para pengembang kurikulum, termasuk guru, perlu memiliki wawasan yang luas dan mendalam tentang hal tersebut.

(6)

sekolah”, itu Pertanyaan mendasar yang dilontarkan oleh Dede Rosyada dalam penyelenggaraan sekolah. Semangat demokrasi dalam penyelenggaraan sekolah merupakan inspirasi bahwa publik, juga memiliki hak yang sangat kuat dan sangat besar dalam penetapan arah dan kebijakan kurikulum sekolah. Kurikulum merupakan inti dari sebuah sekolah. Dalam hal ini, bukan saja guru yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kurikulum, publik dan pemerintah sama-sama memiliki kepentingan dalam penetapan arah dan pendidikan anak-anak di sekolah.4

Bertambahnya tanggung jawab sekolah, berkembanglah pemahaman tentang kurikulum, diantara pemahaman tersebut sangat mempengaruhi kegiatan pembelajaran di dalam maupun di luar kelas. Dalam hal ini, kurikulum memiliki dimensi pengertian, yaitu kurikulum sebagai mata pelajaran, pengalaman belajar dan sebagai perencanaan program pembelajaran. Beberapa definisi kurikulum diantaranya sebagai berikut: Kurikulum menurut Zakiah Daradjat, “suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu5 Kurikulum secara luas menurut

Hasan Langgulung adalah sejumlah pengalaman, pendidikan, kebudayaan, sosial, keolahragaan dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolong mereka untuk berkembang dan mengubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan pendidikan.6

Dari definsi di atas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum itu mempunyai empat unsur atau aspek utama: Pertama, tujuan dan obyektif yang ingin dicapai oleh pendidikan. Kedua, pengetahuan dan informasi, data, aktivitas, dan pengalaman yang membentuk kurikulum itu. Ketiga, metode atau cara mengajar yang digunakan guru untuk mengajarkan dan mendorong murid belajar dan membawa mereka ke arah yang dikehendaki oleh kurikulum. Keempat, metode dan cara penilaian yang digunakan dalam mengukur dan menilai kurikulun serta hasil pembelajaran pendidikan yang dirancang dalam kurikulum, seperti ujian catur wulan. Untuk itu, pengislaman kurikulum atau dalam istilah lain penerapan nilai Islam dalam kurikulum harus mencakup empat unsur di atas, dalam rangka konsepsi (tasawwur) Islam. Menurut Hasan Langgulung kurikulum secara sempit adalah serangkaian kegiatan belajar mengajar yang direncanakan dan diprogram secara terperinci bagi peserta didik di bawah bimbingan sekolah, baik di luar maupun di dalam sekolah demi mencapai tujuan yang diinginkan. Zakiah Daradjat memandang bahwa fungsi kurikulum dilihat dari 3 (tiga) sudut, yakni bagi sekolah yang bersangkutan, sekolah di atasnya dan bagi masyarakat/pemakai lulusan sekolah tersebut. 7

Menurut al-Maududi bahwa salah satu kelemahan dunia pendidikan Islam adalah kurikulumnya yang tidak menjadikan al-Qur’an dan hadis sebagai

4Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis ( Sebuah Model Pelibatan

Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan), Jakarta: Kencana, cet; ke 4, 2013, hlm. 25

7Zakiah Daradjat, et. al, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarata: Bumi aksara, 2014, cet.

ke-11, hlm. 122

5

6 Hasan Langgulung, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial,

Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002,hlm. 241

(7)

landasan ilmu.8 Dengan kata lain materi yang diajarkan masih bersifat dualisme

pengetahuan. Bahkan menurut al-Maududi sistem pendidikan yang hanya berfokus pada pengembangan fungsi pendengaran, sehingga peserta didik yang dihasilkan belum maksimal. Lebih lanjut al-Maududi memberikan penjelasan bahwa kurikulum pendidikan mampu menggabungkan ilmu agama dan ilmu umum sehingga menjadi satu ilmu pengetahuan, sehingga sasaran dan tujuan merealisasikan suatu kehidupan baru yang berdiri di atas pondasi keimanan kepada Allah atau dengan kata lain sistem ini akan melahirkan peserta didik yang berperilaku baik dan tindakannya adalah cerminan dari nilai-nilai ajaran Islam.

Secara keseluruhan kurikulum yang ditawarkan al-Maududi yakni terintegrasinya antara subyek keagamaan dan subyek ilmu umum dalam satu paket pembelajaran. Artinya menyatukan arti kehidupan dunia dan akhirat, maka pendidikan umum pada hakekatnya adalah pendidikan agama juga; begitu sebaliknya, pendidikan agama adalah juga pendidikan umum. Idealnya, tidak perlu terjadi persoalan ambivalensi dan dikotomik dalam orientasi pendidikan Islam.

Dari gambaran di atas, kurikulum adalah terintegrasinya ilmu umum ke dalam ilmu pendidikan Islam atau dikotomi ilmu dengan berbasis pada landasan al-Qur’an. Semua ilmu-ilmu umum telah diorganisasikan sesuai dengan ajaran Islam dan semua permasalahan kehidupan dihadapi dengan kaca mata Islam. Dengan ungkapan lain, hubungan antara ilmu dan agama adalah hubungan yang bersifat dinamik evolutif, yaitu suatu interprestasi manusia terhadap kebenaran hakiki Allah, melalui fenomena Kauniah dan fenomena Naqliah, yang berkembang secara terus menerus.9

Pengembangan Kurikulum dalam Proses Pembelajaran

Kurikulum merupakan desain bahan pelajaran yang tujuannya untuk mempermudah anak mempelajari bahan pelajaran, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan efektif. Kurikulum dengan pembelajaran memiliki hubungan sangat erat, saling berinterkasi satu dengan lainnya, sama-sama memuat isi, tujuan, materi dan strategi pembelajaran. Implementasi kurikulum membutuhkan desain pembelajaran.

Selanjutnya pada desain pembelajaran terdapat materi dan tujuan kegiatan belajar dan pembelajaran. Menurut Lawson (1988), terdapat tiga macam siklus belajar, yakni deskriptif, empiris-induktif, dan hipotesis-deduktif10. Ditinjau dari segi penalaran, siklus belajar deskriptif menghendaki pola-pola deskriptif, seperti seriasi, klasifikasi, dan konservasi. Siklus belajar hipotesis-deduktif menghendaki pola-pola tingkat tinggi, seperti mengendalikan variabel, penalaran korelasional, dan penalaran hipotetis-deduktif. Sedangkan siklus belajar empiris-induktif

8Abu al-A’la al-Maududi, Manhaj al-Islamiah al-Jadid li al-Tarbiyah wa al-Ta’lim,

hlm. 16.

9Ahmad Watik, “Identifikasi Masalah Pendidikan Agama di Indonesia”, dalam Muslih

Usa (ed), Pendidikan Islam di Indonesia; Antara Cita dan Fakta, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991, hlm. 105.

10 Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Erlangga, 2006,

(8)

bersifat intermediet, yakni penggabungan antara pola-pola deskriptif dan tingkat tinggi.

Dalam siklus belajar deskritif, para siswa menemukan dan memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus, dan ini merupakan fase eksplorasi. Guru memberi nama pada pola tersebut, dimana kegiatan ini termasuk fase pengenalan konsep. Selanjutnya, pola tersebut ditentukan dalam konteks-konteks lain yang merupakan fase aplikasi konsep. Bentuk siklus belajar deskriptif hanya memberikan sebatas apa yang diamati tanpa usaha untuk melahirkan hipotesis-hipotesis untuk menjelaskan hasil pengamatannya.

Dalam siklus belajar empiris-induktif, para siswa menemukan dan memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus, yang merupakan fase eksplorasi. Selanjutnya, para siswa mengemukakan sebab-sebab terjadinya pola tersebut, sehingga diperlukan penalaran analogi untuk memindahkan atau mentransfer konsep-konsep yang telah dipelajari dalam konteks-konteks lain pada konteks baru, dan ini merupakan fase pengenalan konsep. Dengan bimbingan guru, para siswa menganalisis data yang dikumpulkan selama fase eksplorasi untuk mengetahui apakah sebab-sebab yang dihipotesiskan sesuai dengan data dan fenomena lain yang dikenal, dan ini merupakan fase aplikasi konsep. Dengan demikian dalam siklus belajar empiris-induktif, para siswa melakukan pengamatan secara deskriptif, mengemukakan sebab dan menguji sebab-sebab tersebut.

Dalam siklus belajar hipotesis-deduktif, pembelajaran dimulai dengan suatu pertanyaan sebab, kemudian para siswa merumuskan jawaban-jawaban atau hipotesis-hipotesis yang mungkin. Selanjutnya, para siswa menurunkan konsekuensi-konsekuensi logis dari hipotesis tersebut dan merencanakan dan melakukan eksperimen-eksperimen untuk menguji hoptesis, dimana kegiatan ini termasuk fase eksplorasi. Analisis hasil eksperimen menyebabkan hipotesis ditolak atau diterima sehingga konsep-konsep dapat diperkenalkan, dan ini merupakan fase pengenalan konsep. Akhirnya, dilakukan penerapan konsep-konsep yang relevan dan pola-pola penalaran yang terlibat dan didiskusikan pada situasi-situasi lain, dimana kegiatan ini termasuk fase aplikasi konsep.

Sehubungan dengan pengembangan pembelajaran pada anak usia dini yang merupakan individu unik, dan memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan tahapan usianya. Masa usia dini merupakan masa keemasan (golden age) dimana stimulasi seluruh aspek perkembangan berperan penting untuk tugas perkembangan selanjutnya. Perlu disadari bahwa masa-masa awal kehidupan anak merupakan masa terpenting dalam rentang kehidupan seseorang anak. Pada masa ini pertumbuhan otak sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat (eksplosif). Perkembangan pada tahun-tahun pertama sangat penting menentukan kualitas anak di masa depan. Perkembangan intelektual anak usia 4 tahun telah mencapai 50%, pada usia 8 tahun mencapai 80% dan pada saat mencapai sekitar 18 tahun perkembangan telah mencapai 100%.

(9)

Pembelajaran Terpadu pada Pendidikan Anak Usia Dini

Pembelajaran terpadu berangkat dari kurikulum terpadu, yang merupakan kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata pelajaran melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna sehingga batas antara berbagai bidang studi tidaklah ketat atau boleh dikatakan tidak ada. Pembelajaran terpadu menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik pusatnya (center core/center of interest).

Pembelajaran terpadu pada anak usia dini adalah pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan kegiatan kedalam semua bidang pengembangan, meliputi aspek kognitif, social-emosional, bahasa, moral, dan nilai nilai agama, fisik motorik, dan seni. Semua bidang pengembangan tersebut dijabarkan kedalam kegiatan pembelajaran yang dipusatkan pada satu tema sehingga tema menjadi ide pokok pembelajaran dengan memperhatikan perkembangan anak dan lingkungannya, tema yang dipilih harus dimulai dari hal hal yang terdekat dengan anak menuju yang lebih jauh, mulai dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks.

Penggunaan tema untuk mengorganisasikan pembelajaran anak yang dihubungkan dengan pengalaman hidup yang nyata. Semua kegiatan dalam pembelajaran terpadu melibatkan pengalaman langsung (hands on experience) bagi anak serta memberikan berbagai pemahaman tentang lingkungan sekitarnya. kegiatan yang dilakukanpun memungkinkan anak untuk memadukan pengetahuan dan keterampilannnya dari pengalaman satu kepengalaman lainnya. Disamping itu, mengintegrasikan semua bidang pengembangan, pembelajaran terpadu juga memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya secara optimal, seperti melatih kemampuan motorik halus dan motorik kasar, mengobservasi, menghitung, mengingat, membandingkan, mengklasifikasi, bermain peran serta mengeksplorasikan gagasan, serta kreativitas.

Pelaksanaan pendekatan pembelajaran terpadu ini bertolak dari suatu topik yang dipilih dan dikembangkan oleh guru bersama dengan anak. Tujuan dari tema ini bukan hanya semata untuk menguasai konsep atau keterampilan saja, akan tetapi konsep dan keterampilan tersebut berkaitan satu sama lain dan digunakan sebagai alat untuk mempelajari dan menjelajahi tema yang dipilih. Hal ini didasarkan bahwa pembelajaran pada hakekatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru dan siswa, baik secara langsung maupun tidak. Pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik (student centris) menjadi suatu keniscayaan, dimana suasana lebih demokratis, adil, manusiawi, memberdayakan, menyenangkan, menggairahkan, menggembirakan, membangkitkan minat belajar, merangsang stimulus timbulnya inspirasi, imajinasi, kreasi, inovasi, etos kerja dan semangat hidup11.

Pembelajaran sebagai suatu rangkaian yang dapat mempengaruhi siswa, sehingga proses pembelajaran tersebut dapat berlangsung dengan mudah.

11Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta, Kencana,

(10)

Pembelajaran memang bukan konsep atau praktek yang sederhana dan bersifat komplek, namun menjadi tugas dan tanggung jawab guru dalam menyampaikan informasi, pesan atau nilai-nilai yang perlu ditanamkan. Pembelajaran itu berkaitan erat dengan pengembangan potensi anak, dalam melakukan perubahan dan pembinaan mereka. Dengan kata lain, pembelajaran pada intinya adalah segala upaya yang dilakukan oleh guru agar terjadi proses belajar pada diri siswa.12

Dengan demikian, dapat dipahami, bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa.13 Hal inilah yang

dikemukakan Paulo Freire sebagai pendidikan Hadap Masalah (problem posing), dimana belajar mengenai realitas kehidupan untuk bisa membuatnya lebih baik, itulah tujuan dari belajar. Proses pembelajaran aksi-refleksi-aksi terjadi berulang-ulang (bukan hanya satu kali) sehingga sebenarnya membentuk sebuah spiral pembelajaran. Setiap kali sebuah proses dialektika terjadi, akan dilanjutkan dengan dialektika berikutnya, dan begitu seterusnya. Artinya, sebuah proses pembelajaran tidak pernah menjadi rutinitas melainkan sebuah proses perkembangan dan transformasi. Belajar merupakan sesuatu yang terjadi sepanjang hidup. Suatu usaha untuk menjawab diskomunikasi antara guru dengan murid menuju suasana dialogis. Oleh karena itu, pelaksanaan pengajaran hadap masalah adalah adanya pemecahan masalah dalam proses belajar antara guru dengan murid.14

Pembelajaran Terpadu berbasis al-As a’ al-Husna

Menurut bahasa, al-As a’ al-Husna berarti nama-nama yang baik, sedangkan menurut istilah berarti nama-nama baik yang dimiliki Allah sebagai bukti keagungan dan kemuliaan-Nya. Di dalam al-Qur’an nama-nama yang baik dijelaskan pada Qs. Al-A’raf/7: 180 sebagai berikut :

َنيِذّلا اوُرَذَو اَهِب ُهوُعْداَف ىَنْسُحْلا ُءآَمْس

َ لْا ِهللَو

َنوُلَمْعَي اوُناَكاَم َنْوَزْجُيَس ِهِئاَمْس

َأ يِف َنوُدِحْلُي

Artinya:hanya milik Allah al-As a’ al-Husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya, nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.

Kemudian dijelaskan lagi pada hadits Nabi SAW:

12 M. Sobari Sutikno, Mengagas Pembelajaran Efektif dan Bermakna, Mataram, NTP

Press, 2007, hlm. 50

13 Lihat Hasniyati Gani Ali, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Ciputat Press, 2008, hlm.

62

(11)

ِهّللا َلو ُسسسَر ّن

َأ ُهسسْنَع ُهّللا َي ِسسضَر َةَرسسْيَرُه يِبَأ ْنَع

wasallam telah bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki sembilan

puluh sembilan nama. Seratus kurang satu. Maka barang siapa dapat

menjaganya niscaya ia akan masuk surga.” (H.R Bukhari dan Muslim) 15

اَنَثّدَح

Artinya: Hisyam ibn Ammar telah mencritakan kepada kami, Abdul Malik ibn Muhammad as Shan’ani telah menceritakan kepada kami, Abu Mundzir Zuhair ibn Muhammad at Tamimi telah menceritakan kepada kami, Musa ibn ‘Uqbah telah menceritakan kepada kami, Abdur Rahman al A’raj telah menceritakan kepada saya, dari Abu Hurairah, bahwa

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah

bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama. Seratus kurang satu Sesungguhnya Allah itu Ganjil dan Dia sangat menyukai bilangan yang Ganjil. Maka barang siapa dapat menjaganya niscaya ia akan masuk surga.” (HR Ibn Majah)

M. Quraish Shihab menyebutkan dalam tafsirnya “Al-Mishbah”, bahwa beragam penafsiran para ulama tentang kata ” اَها َصص ْحَا ْنَم” dalam hadis di atas.17

Ada yang menafsirkan dengan memahami maknanya dan mempercayainya, menghafal, memahami makna dan mengamalkannya, atau ada pula yang menafsirkan mampu melaksanakan kandungan-Nya serta berakhlak dengan

15Shahih Muslim (e-book), Kitab Zikri wa al Du’a, Bab ‘Azmi bi al Du’a wa al-Taubah, wa al- istghfar, No. 2677, h. 1075-1076, lihat juga Shahih Bukhari (e book), Kitab al-Tauhid, Bab Inna Lillah Miata Ismin Illa Wahidan, No 7392, h. 1409

16Mausu’at al Hadits asy Syarif, al Kutub as Sittah, Sunan ibn Majah, Kitab ad Du’a, Babu Asma’illah Azza wa Jalla, Nomor 3859, hal. 2757

17 Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian

(12)

nama-nama itu. Al-Nawawi Al-Syafi’i ra berkata: “Yang dimaksud dengan ” ْنَم اَهاَص ْحَا” adalah menghafalnya, beriman terhadapnya dan konsekwensi dari nama tersebut serta beramal dengan isi kandungan dari nama tersebut”. Ibnu Baththol ra berkata: “Cara beramal dengan kandungan al-As a’ al-Husna adalah dengan meneladani kandungan nama-nama Allah yang boleh/bisa untuk diteladani semisal ميحرصصلا (Yang Maha Penyayang), ميرصصكلا (Yang Maha Dermawan). Maka hendaklah seorang hamba melatih dirinya untuk memiliki kandungan dari sifat-sifat Allah yang semacam itu akan tetapi tentu dengan kandungan yang layak bagi hamba. Adapun sifat Allah yang khusus bagiNya semisal راصصبجلا (Yang KehendakNya pasti menang), ميظعلا (Yang Maha Agung) maka kewajiban seorang hamba adalah menetapkan adanya sifat tersebut bagi Allah, tunduk terhadapnya, dan tidak menghiasi dirinya dengan shifat tersebut. Sedangkan nama-nama Allah yang padanya ada makna janji maka kewajiban seorang hamba adalah menambatkan pada hatinya rasa harap terhadapNya, adapun apabila nama-nama tersebut terkandung makna ancaman, maka kewajiban seorang hamba adalah menjauhinya, menjaga diri darinya, menambatkan dalam hatinya rasa cemas dan takut yang disertai dengan ilmu”.

Dengan demikian, meskipun tidak bisa memiliki sifat sebagaimana yang terkandung dalam al-As a’ al-Husna tersebut, tetapi setidaknya berupaya untuk

meneladaninya. Oleh karena itu, pemahaman terhadap al-As a’ al-Husna perlu

dilakukan sehingga dapat diteladani dan bersikap sesuai dengan al-As a’ al-Husna itu. Misalnya, Allah نمحرلا (Maha Penyayang), maka hambaNya pun harus bersikap sayang kepada sesama, jika Allah روفغلا (Maha Pengampun), maka harus suka memaafkan sesama, begitu seterusnya. Allah menunjukkan “keberadaan” dan “kedudukan”-Nya melalui sifat-sifat-Nya itu. Tidak disangsikan lagi, dorongan, kekuatan, adanya tempat untuk mengadu, jaminan, dukungan, dan karakter-karakter Allah yang mulia sangat diperlukan sebagai landasan sikap dan mental bagi sukesnya perjuangan setiap insan, baik secara individu, organisasi, maupun masyarakat dan bangsa.

Analisis Model Pembelajaran Terpadu Berbasis al-As a’ al-Husna

(13)

dan mereka dapat mengidentifikasikan dirinya dengan sifat-sifat tersebut, sehingga proses pembelajaran yang berjalan dapat menyentuh dan membentuk kepribadian mereka. Mengenal sifat-sifat Allah melalui nama-namaNya, lebih mudah dipahami oleh anak, karena proses tersebut dilakukan dengan menyenangkan, sambil bernyanyi, bercerita dan bermain. Model alternatif ini, dapat dilakukan pula dengan meningkatkan kecerdasan cagnitifnya terhadap konsep tema yang dipelajari, sekaligus menyentuh nilai-nilai keagungan Allah melalui kecerdasan spritualnya.

Berdasarkan pelaksanaan pembelajaran terpadu berbasis As a’ Al-Husna di Labschool FIP UMJ tergambarkan bahwa pelaksanaan pembelajaran tersebut efektif dengan hasil sebagai berikut:

(14)

Setelah dilakukannya tindakan pada siklus I, II dan III, terlihat perkembangan kemampuan dan perubahan kecerdasan dalam menghafal, mengenal nilai-nilai karakter sampai dengan mampu menginternalisasikan dalam kegiatan di sentra maupun ketika berinteraksi dengan teman-temannya dan guru. Kenaikan prosentase terendah sebesar 4% dan kenaikkan tertinggi per individu menghasilkan prosentase sebesar 30%.

Peningkatan prosentase tersebut terlihat pada kebiasaan, cara anak menjawab pertanyaan dan kemampuan menghafal yang sudah mencapai 99 (sembilan puluh sembilan) al-As a’ al-Husna. Setelah dilakukannya tindakan tersebut, anak terlihat lebih tertib, terarah dan rasa ingin tahunya lebih tinggi terhadap cerita dan penjelasan tentang nilai-nilai karakter yang dikembangkan dan makna al-As a’ al-Husna yang mereka hafalkan. Tindakan ini pun mempermudah guru dalam membentuk karakter mereka, sehingga sikap disiplin, jujur, mandiri, rendah diri, saling menyayangi, memiliki jiwa pemimpin dan suka menolong dapat mengkristal dalam diri anak usia dini.

Analisis ini dapat dilakukan setelah diperoleh data secara kualitatif dari Siklus I, II dan III. Adapun peningkatan perkembangan kemampuannya pada kat-egori berkembang sangat baik ada 5 (lima) anak diperoleh prosentase kenaikkan sebesar 10% dan kenaikkan terendah 4%, tertinggi perindividu menghasilkan prosentase sebesar 30%. Ini membuktikan bahwa melalui al-As a’ al-Husna lebih efektif dilakukan dalam menanamkan nilai-nilai karakter pada anak usia dini.

Berdasarkan hasil capaian penelitian ini, terlihat ketika pra siklus 63%, kemudian naik menjadi 77 % pada siklus I dan naik lagi hingga 82% pada siklus II dan 93 % pada siklus III. Peningkatan ini merupakan target capaian dalam penelitian yang dilakukan selama enam bulan yaitu bulan Agustus 2013 sampai bulan Februari 2014. Dengan demikian pembelajaran terpadu berbasis al-As a’ al-Husna dapat efektif dalam membentuk pendidikan karakter anak usia dini.

Model Pembelajaran Terpadu berbasis Al-As a’ Al-Husna untuk membentuk Pendidikan Karakter

Dalam strategi pembelajaran model terpadu, seorang guru dituntut memiliki kompetensi untuk memahami secara detail dan terurai terhadap konsep-konsep pembelajaran, sehingga menjadi suatu konsep yang utuh. Guru perlu menangkap gagasan tentang suatu konsep yang terdapat dalam berbagai tema yang dikembangkan. Galur-galur tersebut kemudian disimpulkan secara rinci sehingga menjadi suatu konsep atau pengetahuan dan pemahaman yang utuh dan menyeluruh.

(15)

pemahamannya terhadap konsep yang dikembangkan, sekaligus potensi dan kecerdasan yang dimilikinya.

Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan dan menyesuaikan tingkat perkembangan anak (Developmentally Appropriate Practical). Pendekatan ini, berangkat dari teori pembelajaran yang menolak drill-system sebagai dasar pembentukan cagnitif dan struktur intelektual anak. Langkah awal dalam melaksanakan pembelajaran terpadu adalah pemilihan atau pengembangan tema. Dalam langkah awal ini guru mengajak anak untuk bersama-sama memilih dan mengembangkan tema tersebut. Dengan demikian anak terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Melalui al-As a’ al-Husna anak lebih merasakan kedekatannya dengan Allah ketika mereka menghafal nama-nama Allah dan menyebutkan macam-macam sifat Allah, dengan demikian diharapkan pembentukan pendidikan karakter bagi anak usia dini lebih mudah dikembangkan.

Anak yang sering mendengar al-As a’ al-Husna dikumandangkan, akan merangsang pendengaran dan lisannya untuk sering menyebut nama-nama Allah, sehingga kecintaan dan keyakinan akan kebesaran Allah akan mudah tertanam. Proses pembelajaran diharapkan lebih mudah diperoleh oleh anak, baik ranah kognitif, afektif dan psikomorik,18 dengan syarat, perangkat pembelajaran melalui

tiga tahapan yang satu sama lainnya saling mempengaruhi, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan penilaian.19 Sehubungan dengan hal tersebut, untuk

mengiplementasikan pendidikan karakter di pendidikan anak usia dini, terdapat tiga elemen penting untuk diperhatikan, yaitu prinsip, proses dan praktiknya.

Model terintegrasi dalam pendidikan karakter adalah disampaikan secara terintegrasi sesuai dengan tema. Keunggulan model ini setiap guru atau pendidik ikut bertanggung jawab akan penanaman nilai-nilai kepada semua anak, di samp-ing itu pemahaman akan nilai-nilai pendidikan karakter cenderung tidak bersifat informatif kognitif melainkan bersifat aplikatif sesuai dengan tema yang dikem-bangkan. Anak-anak akan lebih terbiasa dengan nilai-nilai yang sudah diterapkan dalam berbagai program kegiatan. Salah satu cara dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter melalui al-As a’ al-Husna adalah dengan cara menghafal dan memahami untuk meningkatkan kecerdasan cagnitifnya, disamping tetap memperhatikan nilai-nilai affektif mereka.

Selanjutnya di bawah ini akan dijelaskan beberapa model pembelajaran

terpadu berbasis al-As a’ al-Husna yang dapat

mengembangkan pendidikan karakter, sebagai

berikut:

Model penggalan (fragmented model).

18 Lihat Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Rineka Cipta,

2006, hlm. 26-32

(16)

Yang Maha Pencipta باهولا Yang Maha Pemberi Karunia

ئرابلا (Membuat, Membentuk,

Menyeimbangkan) قازرلا Yang Maha Pemberi Rezeki

روصملا Yang Maha Membentuk Rupa

(makhluk-Nya) حاتفلا Yang Maha Pembuka Rahmat

رافغلا Yang Maha Pengampun ميلعلا Yang Maha Mengetahui

راهقلا Yang Maha Memaksa ضباقلا Yang Maha Menyempitkan

Model keterhubungan (connected model).

Cagnitif

 Menjelaskan manfaat kebersihan  Menunjukan alat-alat kebersihan  Menjelaskan fungsi alat

kebersihan

Motorik

 Membiasakan cuci tangan

Bahasa

 Mendengarkan cerita tentang

bersih artinya sehat

 Menceritakan kembali apa

saja penyebab sakit

Moral/Agama

 Membaca doa sebelum dan

نمؤملا Yang Maha Memberi Keamanan

نميهملا Yang Maha Pemelihara

زيزعلا Yang Maha Perkasa

رابجلا Yang Memiliki Mutlak

Kegagahan

ربكتملا Yang Maha Megah, Yang

Memiliki Kebesaran

نمحرلا Yang Maha Pengasih

ميحرلا Yang Maha Penyayang

كلملا Yang Maha Merajai/Memerintah

سودقلا Yang Maha Suci

ملسلا Yang Maha Memberi Kesejahteraan

Nilai karakter yang dapat

dikembangkan berdasarkan Asmā’ al-Ḫusnā tersebut, diantaranya; cinta pada Allah, dermawan/suka menolong dan peduli lingkungan

Nilai karakter yang dapat

(17)

 Membiasakan rapi sebelum

dan sesudah makan

sesudah makan, bahwa Alllah adalah بيجملا

 Belajar bersyukur kepada rezeki Allah, karena Allah قازرلا dan روكشل١

 Kebersihan sebagian dari iman

Allah adalah سودقلا

Nilai karakter yang bisa ditanamkan pada model tersebut, diantaranya; Cinta pada Allah dan peduli lingkungan

shared model

webbed

Mode

model shared

Nilai Karakter yang bisa ditanamkan pada model tersebut diantaranya; Cinta pada Allah dan hidup bersih sebagai bentuk kepedulian pada lingkungan

(18)
(19)

Diantara 10 model pembelajaran terpadu, ada 3 (tiga) model yang efektif dilaksanakan untuk anak usia dini, yakni;

1. Model keterhubungan (connected model).

Model ini diimplementasikan berbasis pada anggapan bahwa butir-butir pembelajaran dapat dipayungkan pada induk pembelajaran tertentu. Setiap mata pelajaran berisi konten yang berkaitan antara topik dengan topik dan konsep dengan konsep dalam satu menu pembelajaran. Dalam model connected ini secara sengaja menghubungkan kurikulum di dalam mata pelajaran melebihi dari apa yang diasumsi siswa-siswa yang akan memahami hubungan secara otomatis.

Model keterhubungan (connected model) adalah keterkaitan dalam seluruh bidang, antar topik, antar konsep, antar keterampilan, mengaitkan tugas pada hari ini dengan selanjutnya bahkan tema yang dipelajari pada satu semester dengan tema yang dipelajari pada semester berikutnya dalam satu kompetensi. Model ini tepat digunakan pada anak usia dini, selain untuk mengkaitkan beberapa bagian tema menjadi satu kesatuan dan saling terkait, anak dapat menyerap informasi secara utuh dan meningkatkan kreatifitas mereka dalam mengembangkan potensinya. Kemampuan anak dalam mencapai kompetensi tertentu dikaitkan dengan kompetensi lainnya, sehingga potensi dan kecerdasan mereka saling berkaitan. Apabila model ini dikembangkan berbasis al-As a’ al-Husna, maka dapat digambarkan sebagai berikut:

 Mendengarkan cerita tentang

bersih artinya sehat

Nilai Karakter yang bisa ditanamkan pada model tersebut diantaranya; Cinta pada Allah dan hidup bersih sebagai bentuk kepedulian pada lingkungan

(20)

Model di atas, menunjukkan adanya hubungan antar ide-ide dalam satu menu pelajaran, anak akan memperoleh gambaran yang lebih jelas dan luas dari konsep yang dijelaskan dan diberi kesempatan untuk melakukan pedalaman, tinjauan, memperbaiki dan mengasimilasi gagasan secara bertahap. Dalam penanaman nilai-nilai karakter cinta pada Allah dan peduli lingkungan berdasarkan pada tema di atas, akan mudah diterapkan.

2. Model jaring laba-laba (webbed model),

Model ini menyajikan pendekatan tematik untuk mengintegrasikan mata pelajaran. Satu tema di jaring laba-labakan untuk isi kurikulum dan mata pelajaran. Mata pelajaran menggunakan tema untuk menyajikan kesesuaian konsep, topik, dan ide-ide. Penggunaan pembelajaran model ini anak dan guru menentukan tema secara bersamaan. Penentuan tema haruslah yang menarik agar menjadi pusat perhatian anak dan memudahkan anak mempelajari hal-hal terkait dengan tema tersebut. Adapun model ini, apabila dikembangkan berbasis al-As a’ al-Husna, seperti di bawah ini:

Berdasarkan model di atas, karakter yang dapat ditanamkan pada anak usia dini adalah Peduli lingkungan, cinta pada Allah dan santun serta bertanggung jawab

(21)

Allah adalah maha menghidupkan makhlukNya, tumbuhan, hewan, air, udara dan api, alam semesta serta manusia. Dengan model pembelajaran ini, konsep يحلا, mudah dicerna dan dipahami oleh anak, meraka merasakan bahwa keberadaan dirinya, hewan dan apa yang ada di lingkungannya adalah karena Allah memiliki sifat menghidupkan. Hal tersebut bisa dijadikan tema dalam pembelajaran dan menjadi alat atau wadah untuk mengenalkan berbagai sifat-sifat Allah kepada anak secara utuh.

Dalam pembelajaran, tema diberikan dengan maksud menyatukan isi kurikulum dalam satu kesatuan yang utuh, memperkaya perbendaharaan bahasa anak didik dan membuat pembelajaran lebih bermakna. Penggunaan tema dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas, sehingga Peduli lingkungan, cinta pada Allah dan santun serta bertanggung jawab akan tertanam secara outomatis sebagi pembentukan dari pendidikan karakter.

3. Model terpadu (integrated model).

Intergrated model, merupakan pembelajaran yang memadukan berbagai penguasaan dari beberapa mata pelajaran atau pembahasan yang mengajarkan adanya keterkaitan berdasarkan pada suatu tema, sehingga anak terbiasa memandang segala sesuatu dalam gambaran yang utuh. Integrasi proses pembelajaran, baik model, metode, ataupun pendekatan pembelajaran, dirasa perlu untuk menginterpretasikan kembali seluruh materi pelajaran sekolah dengan muatan-muatan nilai yang Islami. Tujuannya tidak semata-mata mendorong anak didik untuk memiliki kemampuan dalam memahami pembelajaran, namun sekaligus anak dapat memecahkan masalah dengan baik dan utuh, dengan memeperhatikan berbagai aspek.

Selain itu Integrated learning pada hakikatnya suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan anak, baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik. Pendekatan pembelajaran ini menyajikan bahan-bahan pelajaran secara terpadu dengan menghubungkan atau mengaitkan bahan pelajaran sehingga tidak berdiri sendiri atau terpisah-pisah, dan anak dibuat aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan membuat keputusan.

(22)

Pembelajaran di atas, disesuaikan dengan tahapan, karakteristik dan perkembangan anak. Allah maha Pencipta, sebagai tema atau central pembelajaran yang diintegrasikan dengan konsep diri sendiri. Allah menciptakan pahlawan dan manusia dengan segala kebutuhannya, seperti alam semesta, tanaman, binatang, air, udara dan api yang dapat menjadi sumber ilmu. Pendekatan model pembelajaran yang di lakukan melalui pengembangan model yang berpusat kepada anak. Integrated learning berbasis al-As a’ al-Husna, sangat efektif dalam melejitkan kecerdasan anak, Dengan demikian upaya melejitkan semua potensi, baik motorik, bahasa, kognitif, emosional, dan sosial dengan mengedepankan kebebasan memilih, merangsang kreativitas, dan penumbuhan karakter berlandaskan kepada sifat-sifat Illahiyah dengan sendirinya akan terbentuk.

Melalui 3 (tiga) model pembelajaran terpadu berbasis As a’ al-Husna ini, maka pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan tumbuhkembang anak usia dini. Pada proses ini, anak bisa mengenal, menghafal As a’ al-Husna yang dipadukan dengan tema pembelajaran yang ditentukan. Dalam kehidupan al-As a’ al-Husna akan melekat dalam kepribadian, karena dengan mengenal sifat-sifat Allah, mereka lebih mudah mengenal dan meniru, sehingga otomatis pendidikan karakter anak akan terbentuk dengan baik.

Penanaman nilai-nilai karakter, dapat dilakukan dengan membiasakan anak untuk melakukan aktivitasnya sesuai dengan tumbuh kembangnya, sedikit demi sedikit dikurangi ketergantungan anak terhadap bantuan pihak lain, supaya anak terbiasa mandiri dan percaya diri terhadap kemampuan yang dimiliki. Karakteristik cara belajar anak merupakan fenomena yang harus dipahami dan dijadikan acuan dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran.

(23)

al-As a’ al-Husna adalah suatu basis yang bisa dikembangkan dalam membentuk karakter anak usia dini, sehingga mereka akan memiliki sifat-sifat yang terpuji sebagai landasan dalam mewujudkan anak berkarakter. Jadi keber-adaan pendidikan, diharapkan lebih berorientasi kepada nilai-nilai luhur dari Al-lah yang harus diinternalisasikan ke dalam individu. Oleh sebab itu dalam penanaman nilai-nilai tersebut, guru harus mampu mengantarkan, membimbing dan mengarahkan anak didik (manusia) untuk melaksanakan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi ini.

Simpulan

Pembelajaran terpadu merupakan sutu model pembelajaran yang efektif dalam mengembangkan model pembelajaran berbasis al-As a’ al-Husna dalam pembentukan pendidikan karakter. Hal ini berdasarkan pada suatu konsep bahwa membangun anak yang cerdas harus bersamaan dengan mengantarkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah.

Penelitian ini menunjukan bahwa al-As a’ al-Husna, dapat membentuk pendidikan karakter. 10 (sepuluh) karakter dapat diterapkan untuk anak usia dini, yakni; cinta pada Allah, santun, saling menghormati, dermawan, peduli lingkungan, sabar/rendah hati, disiplin, pemimpin/bertanggungjawab, mandiri dan kreatif. Nilai-nilai karakter tersebut, perlu diterapkan pada anak usia dini, karena pada usia tersebut adalah waktu yang tepat untuk menanamkan rasa cinta kepada Allah, sebagai penanaman nilai-nilai tauhid, ketika anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat tentang keberadaan Allah. Saling menghormati, dermawan, peduli lingkungan adalah sikap yang perlu ditanamkan sejak dini, karena kepedulian terhadap lingkungan dan kemampuan untuk berinteraksi sosial, akan melahirkan kepribadian yang utuh dan paripurna. Selanjutnya sikap sabar dan disiplin, sangat dibutuhkan untuk membentuk anak dalam pengendalian diri, sehingga ketika mereka menjadi pemimpin dapat bertanggung jawab dengan baik, mandiri dan kreatif dalam berkarya dan memiliki dedikasi sebagai perwujudan ketaqwaan kepada Allah.

(24)

Rekomendasi

Berdasarkan pada penelitian ini, penulis dapat memberikan rekomendasi sebagai berikut:

1. Menghadapi Indonesia Emas tahun 2045, berarti berhadapan dengan tantangan yang sangat kompleks, globalisasi dan teknologi informasi yang begitu pesat yang sulit dipahami dan diprediksi. Terkadang apabila tidak dibekali dengan pondasi yang kuat akan mengalahkan aspek etika dan moral. Anak usia dini, saat ini, akan hidup dan menjadi generasi emas pada tahun tersebut, untuk itu proses pembelajaran dengan pengaplikasian nilai-nilai akhlak dan moral yang kuat, perlu segera dilakukan dengan mengembangkan model pembelajaran terpadu berbasis al-As a’ al-Husna, sebagai alternatif bagi guru dalam proses pendidikan karakter mereka.

2. Hal pertama dan utama yang harus dilakukan dalam membangun generasi emas 2045 adalah melalui pendidikan usia dini dengan menanamkan nilai-nilai tauhid dengan mengenalkan al-As a’ al-Husna, sehingga tumbuh dan terpatri kecintaan dan keyakinannya kepada Allah yang tak tergoyahkan oleh gelombang globalisasi dan teknologi yang tidak sesuai dengan aqidah dan akhlak. Ketepatan cara mendidik waktu usia dini menjadi modal penting bagi kelanjutan hidupnya di masa yang akan datang. Diharapkan melalui proses tersebut akan terbentuk pribadi yang kuat dan menjadikan As a’ al-Husna sebagai sumber inspirasi, motivasi, sekaligus menjadi filter dalam menghadapi perubahan sosial.

(25)

Daftar Pustaka

Abdurrahman Ikk, Syaikh Kholid, Pedoman Pendidikan Anak menurut Al-Qur’an dan Al-Sunnah, Penerj. Umar Burhanuddin; ed. Efendi Abu Ahmad, Solo: Al-Qowam, 2009,

Dahar, Ratna Wilis, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Erlangga, 2006,

Daradjat, Zakiah, et. al, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarata: Bumi aksara, 2014, cet. ke-11,

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Rineka Cipta, 2006

Freire, Paulo, Pendidikan Kaum Tertindas, Jakarta, LP3ES, 2000

Forgarty, Robin How to Integrate the Curricula, Palatine, Ilinois;IRI/Skylight Publishing, Inc, Gani Ali, Hasniyati, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Ciputat

Press, 2008

Hasan Sulaiman , Fathiyah pada karya (Al-Ghazali, kitab, Ihya ‘Ulum al-Din, Juz III, hlm. 53), Aliran-Aliran dalam pendidikan (Studi tentang Aliran Pendidikan Menurut Al-Ghazali), Semarang: Dina Utama, 1993

Langgulung, Hasan, Peralihan Paradigma dalam Pendidikan Islam dan Sains Sosial, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002

al-Maududi, Abu al-A’la, Manhaj al-Islamiah al-Jadid li al-Tarbiyah wa al-Ta’lim, al-Maktab al-Islami, 1985

Nata, Abuddin, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, Jakarta, Ken-cana, 2009

Nashih Ulwan , Abdullah, Pendidikan Anak dala Islam, terj. Jakarta: Pustaka Amani, 2007

Rosyada, Dede, Paradigma Pendidikan Demokratis ( Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan), Jakarta: Kencana, cet; ke 4, 2013

M. Sobari, Sutikno, Mengagas Pembelajaran Efektif dan Bermakna, Mataram, NTP Press, 2007

Shihab, M. Quraish, Tafsir Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 5, Jakarta, Lentera Hati, 2008

Sahlan, Asmawan dan Angga Teguh Prastyo, Desain Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter, Jogjakarta, Ar-Ruzz, Media, 2012

Shahih Muslim (e-book), Kitab al- Zikri wa al Du’a, Bab al-‘Azmi bi al Du’a wa al- Taubah, wa al- istghfar, No. 2677,

Shahih Bukhari (e book), Kitab al- Tauhid, Bab Inna Lillah Miata Ismin Illa Wahidan, No 7392

al Kutub as Sittah, Sunan ibn Majah, Kitab ad Du’a, Babu Asma’illah Azza wa Jalla, Nomor 3859

Watik, Ahmad, “Identifikasi Masalah Pendidikan Agama di Indonesia”, dalam Muslih Usa (ed), Pendidikan Islam di Indonesia; Antara Cita dan Fakta, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991

(26)

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi ragi dan lama fermentasi terbaik pada pembuatan kopi bubuk Robusta asal Tulungrejo

Dari analisis yang dilakukan akan diperoleh nilai sebaran klorofil-a, suhu permukaan laut, dan angin, kriteria upwelling di laut Banda, korelasi hubungan antar

Tekninen konsultointi on osa liike-elämän palveluiden kokonaisuutta. Liike-elämän palve- lualojen yritykset myyvät palveluja etupäässä toisille yrityksille. Myös julkinen sektori on

Surat  Ethical  Ethical Clearance Clearance akan dikeluarkan oleh KEPK FKM UNDIP dan akan dikeluarkan oleh KEPK FKM UNDIP dan ditandatangani oleh Ketua Komisi Etik

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sebelum dan setelah modifikasi gelatin tulang ikan bandeng ( Chanos chanos Forsk) dengan susu skim dan Whey

Siri uji kaji pertama dilakukan dengan mengukur keterpantulan optik pada <j> = 0 sebagai fungsi kepada sudut tuju, 8 untuk parutan silika bersalut logam emas.. Data uji kaji

Pernyataan presiden tersebut ditindaklanjuti dengan lahirnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK Dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Daya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan serapan N, P, dan K tanaman cabai terhadap residunya di dalam tanah yang diberi pupuk cair organik dengan pupuk anorganik