BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nasofaring
2.1.1 Anatomi Nasofaring
Nasofaring adalah bagian superior pada faring di antara choanae rongga nasal dan sudut palatum lunak inferior. Nasofaring terbagi atas tiga
bagian: dinding lateral (termasuk fossa Rosenműller, torus tuberis dan orifice tuba Eustachian), Vault of roof dan dinding posterior.The fossa of Rosenműller merupakan tempat yang paling sering dijumpai karsinoma nasofaring.Sistem limfa dari nasofaring berjalan dari arah antero-posterior
menuju ke basis tengkorak dimana nervus kranial IX (nervus
glossopharyngeal) dan XII (nervus hypoglossal) berada.Perjalanan limfatik yang lain adalah pengaliran ke noda limfa servikal posterior and
noda jugulodigastric(Lee, 2008; Anil, 2008).
2.2 Karsinoma Nasofaring 2.2.1 Definisi
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah karsinoma sel skuamosa yang
berasal dari sel epitel yang melapisi nasofaring.Penyakit ini disebutkan
kali pertama oleh Regaund dan Schmincke pada tahun 1921 (Brennan, 2006).Biasanya, patologis KNF bermulai dari sel epitel yang berada di
bagian lateral nasofaring (fossa of Rosenműller)(Davidet al., 2008).
2.2.2 Epidemiologi
Tumor ganas yang paling sering ditemukan di bidang Telinga
Hidung TenggorokandanBedah Kepala Leher (THT-KL) adalah kanker
nasofaring, angka kejadian KNF ±85-95% (Rakhmatet al., 2010). Setiap tahun, insiden KNF kira-kira <1 per 100.000 di seluruh bagian di dunia
namun dapat mencapai 50 per 100.000 di sebagian negara di Southeast Asia. Menurut sumber yang lain, KNF tipe II atau III (klasifikasi WHO) banyak dijumpai di provinsi China Selatan, Asia Tenggara, populasi
Mediterranean tertentu, dan juga termasukthe Aleut Native Americans.Sumber yang lain mengatakan bahwa masyarakat di China Selatan, Taiwan dan Indonesia lebih cendurung untuk mendapat kanker ini
(Dhingra, 2010). Sebanyak 20% KNF berkembang pada pasien yang
berusia 30tahun (Lee, 2008).Laki-laki lebih sering mendapatkan penyakit
ini (kira-kira 3:1) dan onset penyakit ini banyak dijumpai pada usia 30-40
tahun dan 50-60 tahun (David et al., 2008).
Karsinoma nasofaring (KNF) menduduki urutan pertama
keganasan kepala-leher dan urutan keempat setelah keganasan serviks,
payudara dan kulit di Indonesia. Prevalensinya adalah 4,7/100.000
penduduk setiap tahun. Dari tahun 1998-2002, RSUP H. Adam Malik
Medan menemui 130 penderita KNF dari 1370 kasus baru tumor kepala
2.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Kanker nasofaring adalah karsinoma sel skuamosa yang
sentiasanya berkembang di sekitar ostium dari tuba Eustachian di sisi dinding lateral nasofaring (Jiadeetal., 2009). Kanker nasofaring disebabkan oleh tiga faktor yaitu: (1) individual yang disertai predisposisi
genetik (A2, B17 dan Bw46, Cantonese Chinese), (2) faktor kebiasaan diet, sebagai contoh, konsumsi ikan dan daging yang telah diawet dengan
garam, (3) faktor lingkungan (asap rokok, pencemaran udara dan
kebiasaan konsumsi alkohol), serta (4) infeksi oleh virus Epstein-Barr (EBV) (Clifton, 2001; David et al., 2008).
2.2.3.1 Kerentanan Genetik
Beberapa laporan penelitian menduga adanya peranan
histocompatibility locus antigens (HLA) dengan karsinoma nasofaring terutama pada ras Chinese (Ganguly et al., 2003). Bagi Chinese yang telah migrasi ke negara lain tetap mempunyai insidensi yang lebih tinggi (Dhingra, 2010).
2.2.3.2 Infeksi Virus Epstein-Barr (EBV)
Deteksi antigen nuklear yang berasosiasi dengan virus Epstein-Barr dan DNA viral pada KNF tipe 2 dan 3 menunjukkan EBV dapat menginfeksi sel epitel serta terkait dengan transformasinya.
Menurut Lo et. al., DNA EBV dapat dideteksi pada sampel plasma
di antara 96% pasien KNF non-keratinizing.Selain itu, jumlah DNA EBV berkorelasi dengan respons terhadap tindakan
pengobatan dan dapat digunakan untuk mencegah penyakit,
disarankan bahwa ini mungkin boleh dipakai sebagai indikator
2.2.3.3 Faktor Lingkungan
Eksposisi nonviral yang paling konsisten dan terasosiasi yang kuat
dengan resiko KNF adalah konsumsi ikan asin. Membandingkan
individu yang mengkonsumi ikan asin pada mereka yang tidak,
resiko relative KNF berkisar di antara 1,7 – 7,5 (Ellen et al., 2006). Pada sumber yang lain juga mengatakan insidensi KNF meningkat
pada populasi yang banyak mengkonsumsi ikan asin. Penelitian
sebelumnya mendapat bahwa di China Selatan, ditunjukkan
hubungan sosioekonomi dengan KNF di mana ikan asin merupakan
makanan yang paling murah untuk dikonsumsi bersama nasi
(Li-Min et al., 2005).
Faktor lingkungan yang juga berasosiasi dengan KNF
adalah paparan terhadap debu kayu, debu besi dan debu
perindustrian; oli dan bahan bakar mobil; bahan cat; asap tertentu;
dan asap rokok (kebiasaan merokok) (Armstrong et al., 2000).Resiko terjadinya KNF meningkat sebanyak 2 – 6 kali
dengan kebiasaan merokok. Sebuah penelitian di Amerika Syarikat
mengestimasi 2/3 KNF berasosiasi dengan kebiasaan merokok
(Ellen et al.,2006).
2.2.4 Klasifikasi dan Histopatologi
Secara makroskopis, tumor ini dapat dipresentasikan dengan 3 bentuk,
yaitu proliferasi – gejala penyumbatan nasal akan timbul apabila sesuatu
tumor polipoid mengisi ruangan nasofaring; ulseratif – epistaksis
merupakan simtom yang paling sederhana; dan infiltrative – pertumbuhan
kanker menginfiltrasi jaringan submukosa.
World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan KNF kepada tiga subtipe, yakni:
2.2.4.1 Tipe 1 – Karsinoma sel skuamosa (25%)
Biasanya dijumpai pada populasi dewasa tua (Brennan, 2006).KNF ini
terkait dengan eksposisi terhadap tembakau dan alkohol.KNF tipe ini juga
disebutkan sebagai KNF sporadik (Lee, 2008).
2.2.4.2 Tipe 2 – Karsinoma non-keratinizing (12%)
Tipe ini juga dibagi kepada dua yaitu stroma yang tanpa disertai dengan
limfoid dan stroma yang disertai dengan limfoid.
2.2.4.3 Tipe 3 – Karsinoma undifferentiated (63%)
Tipe ini paling sering terjadi pada anak dan remaja.Tipe 2 dan 3
berasosiasi dengan peningkatan titer EBV.Tipe 2 dan 3 dapat disertai
dengan infiltrat limfosit inflamatori, sel plasma, dan eosinophil yang
banyak, disebut lymphoepithelioma(Brennan, 2006).KNF Tipe 2 dan 3 juga disebutkan sebagai KNF endemik (Lee, 2008; Dhinga, 2010).
Dua bentuk histologi yang dapat terjadi adalah: (a) Tipe Regaud
Pengumpulan sel epitel yang dikelilingi oleh limfosit dan
jaringan ikat.
(b)Tipe Schmincke
Sel tumor tersebar secara difus dan bercampuran dengan sel
inflamatori.
Kedua bentuk tersebut dapat dijumpai bersamaan pada satu tumor
2.2.5 Gejala Klinis Karsinoma Nasofaring(Dhingra, 2010)
Lokasi Gejala Jenis Gejala
Hidung Obstruksi hidung, pengeluaran cairan dari hidung, denasal speech (rhinolalia clausa) dan epistaksis.
Telinga Disebabkan oleh obstruksi pada tuba Eustachian, gejala yang timbul adalah tuli konduktif, otitis media serosa atau
suppuratif. Tinitus dan kepusingan juga boleh terjadi.
Mata Gejala ini timbul karena penyebaran tumor ke region di sekitar.
Hampir semua saraf kranial akan terlibat. Antara gejala yang
timbul adalah mata juling dan diplopia (N VI), oftalmoplegia
(N III, IV dan VI), nyeri pada wajah dan penurunan reflex
kornea (invasi pada N V melalui foramen lacerum). Kanker
juga boleh menginvasi orbit secara langsung sehingga
mengakibatkan eksoftalmos dan buta. Kanker nasofaring dapat
menyebabkan ketulian konduktif, neuralgia temporoparietal
ipsilateral dan paralisis palatal (N X) – disebutkan sebagai
Trotter’s triad.
Metastase nodal servikal
Gejala pada nodal servikal mungkin merupakan satu-satunya
manifestasi KNF. Suatu benjolan nodus dapat dijumpai di
antara sudut rahang dan mastoid serta beberapa nodus di
sekitar aksesori spinal pada segi tiga leher posterior. Metastase
nodal terjadi sebanyak 75% pada pasien pada kali pertama
dikunjungnya, setengah daripada itu disertakan nodus bilateral.
Metastase jauh Penyebaran kanker termasuk tulang, paru-paru, hati dan situs
yang lain.
Sering kali, gejala pertama yang dijumpai pada pasien adalah
penyumbatan hidung atau tuba Eutachian yang kronis sehingga menimbulkan rasa penuh atau nyeri dalam telinga dan juga kehilangan
Eutachiantersumbat maka cairan akan terakumulasi dalam telinga tengah. Seseorang pasien boleh mempunyai discharge pus dan darah dari hidung (epistaxis). Pada kasus tertentu, tetapi jarang, sebagian wajah atau satu mata pasien menjadi paralise. Kanker ini selalu menyebar ke noda limfa
pada leher (Mark, 2003).
2.2.6 Stadium KNF
Menurut American Joint Committee on Cancer’s AJCC Cancer Staging Manual (2011), stadium penyakit KNF ditentukan dengan pembahasan di bawah:
Tumor Primer (T)
TX - Tumor primer tidak dapat dinilai.
T0 - Tidak terbukti ada tumor primer.
Tis - Karsinoma in situ.
T1 - Tumor terbatas di nasofaring, atau tumor meluas ke
orofaring dan/atau rongga nasal tanpa perluasan ke
parafaring.
T2 - Tumor disertakan dengan perluasan ke parafaring.
T3 - Tumor melibatkan struktur tulang dasar tenggorak dan/atau
sinus paranasal.
T4 - Tumor dengan perluasan ke intrakranial dan/atau
terlibatnyasaraf kranial, hipofaring, orbita, atau disertai
perluasan ke fossa infratemporal/ruang mastikator.
Nodus Limfa Regional (N)
NX - Nodus limfa regional tidak dapat dinilai.
N0 - Tidak ada metastasis ke nodus limfa regional.
N1 - Metastase unilateral di nodus(satu atau beberapa) limfa
servikal, ≤6 cm pada diameter yang paling besar, di atas
nodus limfa retrofaring, ≤6 cm pada diameter yang paling
besar.
N2 - Metastase bilateral pada nodus (satu atau beberapa) limfa
servikal, ≤6 cm pada diameter yang paling besar, di atas
fossa supraklavikular.
N3 - Metastase pada nodus (satu atau beberapa) limfa servikal, ˃6cm dan/atau ke fossa supraklavikular.
N3a - ˃6cm pada diameter.
N3b - Meluas ke fossa supraklavikular.
Metastase Jauh (M)
Gejala pada stadium awal jarang dijumpai. Gejala yang lebih
tengkorak.Ekstensi yang lebih berat terhadap nervus kranial XII pada
foramen hipoglosal atau rantai simpatetik servikal, mengakibatkan
sindrom Horner (Lee, 2008).
Pada dasarnya, diagnosis KNF harus termasuk biopsi positif,
terlihat massa pada MRI atau CT, massa pada leher, epistasis atau nasal discharge, otitis media refraktori dan nyeri pada telinga atau hilang pendengaran (Anil, 2008).
Metode diagnosis KNF dari Brennan (2006) seperti berikut
Metode Diagnosis
1. Evaluasi ukuran dan lokasi noda limfa servikal secara klinis.
2. Mengakses ke tumor primer menggunakan indirect nasopharyngoscopy.
3. Pemeriksaan nervus kranial.
4. Melakukan pemeriksaan Computer tomography (CT) / Magnetic resonance imaging(MRI) pada kepala dan leher sehingga ke bawah clavicles untuk menilai erosi tapak tenggorak.
5. Radioterapi dada (anteroposterior dan lateral) untuk melihat
apakah KNF sudah menyebar ke paru-paru.
6. Scintigraphy tulang dengan Tc 99 diphosphonate untuk menunjukkan apakah KNF telah menyebar ke tulang.
7. Pemeriksaan darah lengkap.
8. Urea, elektrolit, kretinin, fungsi hati, Ca, PO4
9. Antigen kaspid viral EBV dan DNA EBV.
, fosfat alkali.
10.Pemeriksaan histologi melalui biopsi noda limfa ataupun tumor
primer.
Pada remaja, kira-kira 1/3 adalah tipe undifferentiated. Sebanyak 5%pasien KNF telah mempunyai metastasis jauh pada saat
presentasi.Limfa adenopati metastatik terdapat pada 60 – 80% pasien
2.2.7.1 Diagnosis banding
Diagnosis banding untuk karsinoma nasofaring adalah infeksi,
Tornwaldt cysts, metastasis malignant dari situs primer yang lain, serta limfoma (Anil, 2008). Selain itu, diagnosa lain yang boleh dijadikan
perbandingan adalah neuroblastoma olfaktorius, small-cell undifferentiated carcinoma, melanoma malignan, dan rhabdomyosarcoma. Teknik immunohistochemical digunakan untuk membantu kerja diagnostik dengan mendeteksi fenotipe antigenik yang berbeda (Kamal, 2001).
2.2.8 Terapi
Penatalaksanaan KNF terdiri dari beberapa bentuk yaitu: radiasi,
kemoterapi, pembedahan, atau kombinasinya.KNF tidak dapat diangkat
melalui pembedahan disebabkan oleh lokasinya secara anatomis
(berdekatan dengan basis tengkorak).Karena itu, radioterapi merupakan
pilihan pertama untuk penanganan KNF.Namun, didapati bahwa sebanyak
30% pasien mempunyai metastasis jauh setelah dilakukan radioterapi
definitive primer(Huang et al., 2010).
2.2.9 Prognosis dan Komplikasi
Penyebab utama kematian pasien KNF adalah metastasis jauh
(Huang et al., 2010).Pengaruh radiasi terhadap gangguan pendengaran sensorineural (SNHL) bersifat transien namun cenderung kronik dan
progresif. Penelitian juga menunjukkan bahwa pasien KNF perempuan
yang menjalani radiasi eksternal lebih resisten untuk terjadinya SNHL
pascaradiasi (26,7%). Menurut Oh et al,.usia merupakan salah satu faktor prognosis. Hal itu kemungkinan karena perubahan degenerasi yang telah
ada pada usia>30 tahun (Rakhmatet al., 2010).
Antara faktor prognosis yakni: stadium penyakit, ukuran dan
derajat fiksasi nodus leher, jenis kelamin dan umur pasien, kemuncuran
kelumpuhan nervus kranial dan gejala klinis pada telinga saat pasien
diperiksa.Selain itu tipe histologi tumor dan dosis serta hasil radioterapi
juga merupakan faktor prognostik independen yang signifikan (Baharudin,
2009).
2.2.10 Pencegahan
Berhenti merokok dan memodifikasi kebiasaan diet dengan
mengurangki konsumsi ikan asin adalah faktor yang dapat menurunkan
resiko terjadinya karsinoma nasofaring (Anil, 2008).Kebiasaan makan
buah-buahan segar dan/atau sayur-mayur, terutama pada usia anak,
mempunyai resiko KNF yang lebih rendah (Ellen et al., 2006). Hal utama untuk mencapai 5-year survival rates yang lebih baik tergantung pada diagnosis dini. Padahal, overall survival menurun dari 90% bagi stadium I ke <60% pada stadium lanjut (IV) penyakit.Screening mungkin dapat membantu mendeteksi sedini mungkin pada kelompok yang mempunyai
Gambar 1.3: Jalur Screening KNF (Ng, 2008)
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka konsep
Kerangka konsep untuk penelitian tentang karakteristik pasien karsinoma
nasofaring (KNF) di RSUP H. Adam Malik Medan dari Juli2008 –
Juli2011 adalah seperti berikut:
PasienKarsinoma Nasofaring (KNF)
KarakteristikPenderitaKarsinomaNa sofaring
• Usia